• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I : PENDAHULUAN

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Self Assessment System

Self Assessment System ini berlaku di Indonesia sejak tahun 1968, yaitu

dengan diundangkannya UU No. 8 tahun 1967, tentang “Tata Cara Pemungutan Pajak Melalui MPS dan MPO” (Menghitung Pajak Sendiri dan Menghitung Pajak

Orang Lain). Self Assessment System ini berlaku secara penuh (Full Self Assessment System) sejak awal tahun 1984, khususnya terhadap pemungutan Pajak Penghasilan.

Menurut Waluyo, Self Assessment System adalah sebagai berikut:

Sistem pemungutan pajak yang memberi kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan

melaporkan sendiri pajak yang terutang”.

(2007:19)

Menurut Mardiasmo, pengertian Self Assessment System adalah sebagai berikut:

“Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang”.

Sedangkan pengertian self assesment system menurut Siti Kurnia Rahayu

adalah sebagai berikut :

Self Assesment System adalah suatu sistem perpajakan yang memberi kepercayaan kepada wajib pajak untuk memenuhi dan melaksanakan sendiri kewajiban dan hak perpajakannya”.

(2010:101)

Dari beberapa definisi tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa self assessment system adalah sebuah sistem yang memberikan kepercayaan penuh kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor dan melaporkan sendiri pajak terutangnya dan fiskus pada sistem ini bersifat pasif yaitu hanya memberikan pelayanan, penerangan, pengawasan maupun pemeriksaan.

Sistem pemungutan self assessment, baru dikenalkan pada saat terjadinya reformasi perpajakan yaitu sejak tanggal 1 januari 1984 sebagai pengganti sistem

official assessment yang berlaku sebelumnya.

Dianutnya Self Assessment System diharapkan membawa misi dan konsekuensi adanya perubahan sikap kesadaran warga masyarakat untuk membayar pajak secara sukarela. Karena dari sisi administrasi dan pengawasan, maka semakin besar tingkat kepatuhan sukarela (voluntary compliance) semakin kecil pula kebutuhan untuk mengawasinya. Pengawasan ini terutama ditujukan terhadap wajib pajak yang berusaha menghindar atau tidak membuat pernyataan pajak, ini adalah salah satu masalah bagi penegakan hukum administrasi pajak di Negara manapun.

Dalam Self Assessment System pemungutan pajak, wajib pajak dibebani kewajiban untuk melaporkan semua informasi yang relevan dalam laporan pajaknya (SPT), menghitung Dasar Pengenaan Pajak (DPP), mengkalkulasi jumlah pajak yang terutang dan mengangsur jumlah pajak yang terutang.

2.1.1.1Indikator Self Assessment System

Melalui ketetapan yang dikeluarkan oleh Dirjen Pajak ada beberapa hak yang dimiliki oleh wajib pajak dalam Self Assessment System antara lain sebagai berikut:

1. Mengajukan surat keberatan dan banding, menerima tanda bukti pemasukan, pembetulan dan mengajukan permohonan penundaan pemasukan surat pemberitahuan

2. Meminta pengembalian kelebihan pajak

3. Mengajukan permohonan penghapusan dan pengurangan sanksi serta pembetulan surat ketetapan yang salah

4. Memberi kuasa orang lain untuk melaksanakan kewajiban perpajakan. (2005:6)

Kewajiban Wajib Pajak dalam Self Assessment System menurut Siti Kurnia Rahayu menjelaskan bahwa :

1. Mendaftarkan Diri ke Kantor Pelayanan Pajak

Wajib pajak mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri ke kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Penyuluhan Potensi perpajakan (KP4) yang wilayahnya meliputi tempat tinggal atau kedudukan wajib pajak, dan dapat melalui e-register (media ekektronik

online) untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). 2. Menghitung Pajak oleh Wajib Pajak

Menghitung pajak penghasulan adalah menghitung besarnya pajak terutang yang dilakukan pada setiap akhir tahun pajak, dengan cara mengalikan tarif pajak dengan pengenaan pajaknya. Sedangkan, memperhitungkan adalah mengurangi pajak yang terutang tersebut dengan jumlah pajak yang dilunasi dalam tahun berjalan yang dikenal sebagai kredit pajak prepayment).

3. Membayar Pajak Dilakukan Sendiri oleh Wajib Pajak a. Membayar Pajak

1) Membayar sendiri pajak yang terutang: angsuran PPh pasal 25 tiap bulan, pelunasan PPh pasal 29 pada akhir tahun.

2) Melalui pemotongan dan pemungutan pihal lain (PPh Pasal 4 (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 21, 22, 23 dan 26). Pihal lain di sini berupa:

3) Pemungutan PPN oleh pihak penjual atau oleh pihak yang ditnjuk pemerintah

4) Pembayaran pajak-pajak lainnya; PBB, BPHTB, bea materai. b. Pelaksanaan Pembayaran Pajak

Pembayaran pajak dapat dilakukan di bank-bank pemerintah maupun swasta dan kantor pos dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) yang dapat diambil di KPP atau KP4 terdekat, atau dengan cara lain melalui pembayaran pajak secara elektronik ( e-playment)

c. Pemotongan dan Pemungutan

Jenis pemotongan/pemungutan adalah PPh Pasal 21, 22, 23, 26, PPh final pasal 4 (2), PPh Pasal 15, dan PPN dan PPnBM merupakan pajak. Untuk PPh dikreditkan pada akhir tahun, sedangkan PPN dikreditkan pada masa diberlakukannya pemungutan dengan mekanisme pajak keluar dan pajak masukan.

4. Pelaporan Dilakukan oleh Wajib Pajak

Surat Pemberitahuan (SPT) memiliki fungsi sebagai suatu sarana bagi wajib pajak di dalam melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang. Selain itu, surat pemberitahuan berfungsi untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak, baik yang dilakukan wajib pajak sendiri maupun melalui mekanisme pemotongan dan pemungutan yang dilakukan oleh pihak ketiga, melaporkan harta dan kewajiban, dan pembayaran dari pemotongan atau pemungut tentang pemotongan dan pemungutan pajak yang telah dilakukan.

(2010:103)

2.1.1.2Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Self Assessment

System

Agar Self Assessment System ini bisa menjadi berhasil sesuai dengan harapan fiskus, maka pastinya ada beberapa faktor yang mempengaruhinya yang harus diperhatikan, baik oleh fiskus maupun oleh wajib pajak. Sebagaimana

dinyatakan oleh Rachmat Soemitro dalam Harahap, bahwa keberhasilan Self Assessment System ditentukan oleh:

a. Kesadaran pajak dari wajib pajak

Tingkat kesadaran akan membayar pajak didasarkan oleh tingkat kepatuhan wajib pajak yang berpijak pada tingginya kesadaran hukum dalam membayar pajak. Dalam hal ini peran fiskus amatlah berarti karena pada dasarnya tingkat kepatuhan wajib pajak berdasarkan tingkat kepatuhan wajib pajak berdasarkan tingkat pemahaman yang baik seputar pajak.

b. Kejujuran wajib pajak

Faktor kejujuran dalam membayar pajak sangatlah penting, karena dengan Self Assessment System pemerintah memberikan sepenuhnya kepercayaan masyarakat untuk menetapkan berapa jumlah pajak yang harus dibayar sesuai dengan ketentuan. Masyarakat diharapkan melaporkan jumlah kewajiban pajaknya sebenar-benarnya tanpa adanya manipulasi.

c. Hasrat untuk membayar pajak (tax mindedness)

Hasrat untuk membayar pajak pada dasarnya kepatuhan sukarela dalam membayar pajak, dengan kerangka pemikiran bahwa kesadaran dalam membayar pajak haruslah diikuti oleh hasrat yang tinggi untuk membayar pajak.

d. Disiplin untuk membayar pajak (tax discipline)

Tax disipline berdasar pada tingkat pemahaman yang sesuai terhadap hukum pajak yang dianut suatu negara serta sanksi-sanksi yang menyertainya, dengan harapan masyarakat tidak menunda-nunda membayar pajak.

Di dalam Self Assessment System ini pihak fiskus memberikan wewenang dan tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, membayar, menyetorkan dan melaporkan sendiri besarnya pajak terutang. Inti asas atau sistem ini adalah adanya peralihan sebagian wewenang Dirjen Pajak dalam menetapkan besarnya kewajiban pajak kepada wajib pajak.

(2004:44)

Dalam sistem ini dapat disimpulkan ciri-ciri dalam Sistem Self Assessment, yaitu: a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada pajak

sendiri.

b. Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, melapor dan membayar sendiri pajak terutang, dan

c. Fiskus tidak ikut campur melainkan hanya mengawasi dan memberikan informasi atau keterangan yang dibutuhkan oleh wajib pajak

Dokumen terkait