• Tidak ada hasil yang ditemukan

Return Saham

1. Uji Asumsi Klasik

Untuk menguatkan hasil regresi yang diperoleh dilakukan pengujian asumsi klasik regresi. Terdapat empat asumsi klasik yang harus terpenuhi

agar kesimpulan dari hasil regresi yang diperoleh tidak bias yaitu uji normalitas, uji multikolinieritas (untuk regresi linear berganda), uji heteroskedastisitas dan uji autokorelasi (untuk data yang berbentuk deret waktu) dimana hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut :

a. Hasil Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah hasil model regresi mempunyai distribusi normal atau tidak. Asumsi normalitas merupakan persyaratan yang sangat penting pada pengujian kebermaknaan (signifikansi) koefisien regresi. Pengujian normalitas dilakukan terhadap data residual hasil taksiran model regresi (error term) menggunakan uji Kolmogorov Smirnov. Hasil perhitungan untuk model yang diperoleh dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.6

Hasil Uji Asumsi Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 28

Normal Parametersa,B

Mean .0000000

Std. Deviation 59.56738778

Most Extreme Differences Absolute .143

Positive .143

Negative -.093

Kolmogorov-Smirnov Z .756

Asymp. Sig. (2-tailed) .617

A. Test Distribution Is Normal. B. Calculated From Data.

Hasil perhitungan nilai Kolmogorov untuk model regresi yang diperoleh adalah sebesar 0,143 dengan probabilitas (Asymp. sig.) sebesar 0,617. Karena nilai probability uji Kolmogorov model lebih besar dari tingkat kekeliruan 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa nilai residual dari model regresi berdistribusi normal.

Selain itu, untuk mengetahui apakah data terdistribusi normal atau tidak dapat dilihat melalui grafik normal P Plot of Regression Statistic. Kondisi normalitas terpenuhi bila titik-titik menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal. Hasil uji normalitas pada penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 4.4

Grafik Normal P-Plot (Asumsi Normalitas)

Dengan melihat tampilan grafik normal dapat disimpulkan bahwa grafik normal plot terlihat titik-titik menyebar disekitar diagonal, serta penyebarannya mengikuti garis diagonal. Grafik ini menunjukkan bahwa model regresi layak dipakai karena memenuhi asumsi normalitas.

b. Hasil Uji Multikolinearitas

Multikolinieritas berarti adanya hubungan yang kuat di antara beberapa atau semua variabel bebas pada model regresi. Jika terdapat Multikolinieritas maka koefisien regresi menjadi tidak tentu, tingkat kesalahannya menjadi sangat besar dan biasanya ditandai dengan nilai koefisien determinasi yang sangat besar tetapi pada pengujian parsial koefisien regresi, tidak ada ataupun kalau ada sangat sedikit koefisien regresi yang signifikan. Pada penelitian ini digunakan nilai variance inflation factors (VIF) sebagai indikator ada tidaknya multikolinieritas diantara variabel bebas. Pada umumnya nilai cut off yang digunakan untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah VIF > 10. Hasil penghitungan nilai VIF untuk uji multikolinearitas dapat dilihat pada berikut:

Tabel 4.7

Hasil Uji Asumsi Multikolinearitas

Coefficientsa

Model Collinearity Statistics

Tolerance Vif

1 Dividen Yield (X1) .927 1.079

Arus Kas Operasi (X2) .927 1.079

A. Dependent Variable: Return Saham (Y)

Sumber: Lampiran Output SPPS 18

Berdasarkan nilai VIF yang diperoleh seperti terlihat pada tabel 4.5 diatas, diperoleh hasil perhitungan bahwa tidak adanya variabel yang memiliki nilai VIF yang lebih besar dari 10. Kondisi ini menunjukkan

bahwa model regresi terbebas dari multikolinearitas antara variabel dividen yield dan arus kas operasi.

c. Hasil Pengujian Heterokedastisitas

Heteroskedastisitas merupakan indikasi varian antar residual tidak homogen yang mengakibatkan nilai taksiran yang diperoleh tidak lagi efisien. Untuk menguji apakah varian dari residual homogen digunakan uji rank Spearman, yaitu dengan mengkorelasikan variabel bebas terhadap nilai absolut dari residual (error). Berikut ini hasil uji heteroskedatisitas :

Tabel 4.8 Uji Heteroskedastisitas Correlationsa Absr Dividen Yield (X1) Arus Kas Operasi (X2) Spearman's Rho

Absr Correlation Coefficient 1.000 -.170 .034

Sig. (2-tailed) . .388 .862

Dividen Yield (X1) Correlation Coefficient -.170 1.000 .385*

Sig. (2-tailed) .388 . .043

Arus Kas Operasi (X2)

Correlation Coefficient .034 .385*

1.000

Sig. (2-tailed) .862 .043 .

*. Correlation Is Significant At The 0.05 Level (2-tailed). A. Listwise N = 28

Sumber: Lampiran Output SPPS 18

Hasil uji heteroskedastisitas menunjukkan bahwa varians dari residual homogen (tidak terdapat heteroskedastisitas). Kesimpulan ini didasarkan pada hasil korelasi X1 dan X2 dengan nilai absolut dari residual (error) tidak signifikan pada level 5%. Diperoleh nilai signifikansi untuk X1 sebesar 0,388 lebih besar dari 0,05 dan untuk X2 sebesar 0,862 lebih besar dari 0,05 sebagai batas tingkat kekeliruan.

Cara lain untuk mendeteksi ada atau tidaknya heterokedastisitas adalah dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat (ZPRED) dengan nilai residualnya (SDRESID). Jika ada pola yang jelas dan titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka terjadi heterokedastisitas. Hasil pengujian heterokedastisitas pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.5 berikut ini :

Gambar 4.5

Grafik Uji Heterokedastisitas

Jika ada pola yang jelas dan titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka terjadi heterokedastisitas. Dapat dilihat penebaran nilai residual adalah tidak teratur. Hal tersebut terlihat pada plot yang terpencar dan tidak membentuk pola tertentu. Dengan hasil demikian, disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedasitas pada model regresi, sehingga model regresi layak dipakai untuk memprediksi return saham berdasarkan variabel independen tingkat dividen yield dan arus kas operasi.

d. Hasil Pengujian Autokorelasi

Uji autokorelasi dilakukan untuk mengetahui apakah variabel dependen berkorelasi dengan nilai variabel itu sendiri, baik nilai periode

sebelumnya atau nilai periode sesudahnya. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Untuk mendeteksi gejala autokorelasi digunakan uji Durbin-Watson (DW). Nilai D-W yang diperoleh dari model dibandingkan terhadap nilai tabel Durbin-Watson. Untuk variabel bebas (X) dalam model regresi sebanyak 2 dan jumlah unit analisis 28 diperoleh dari tabel Durbin-Watson (D-W) nilai batas bawah DL sebesar 1,255 dan nilai batas atas DU sebesar 1,560.

Hasil perhitungan statistik Durbin-Watson (D-W) untuk model regresi dividen yield dan arus kas operasi terhadap return saham diperoleh sebesar 2,014.

Tabel 4.9

Hasil Statistik Durbin-Watson (D-W)

Model Summaryb

Model Durbin-Watson

Dimensi on0 1 2.014a

A. Predictors: (Constant), Arus Kas Operasi (X2), Dividen Yield (X1)

B. Dependent Variable: Return Saham (Y)

Sumber: Lampiran Output SPPS 18 Hasil keputusan uji dapat dilihat dari gambar berikut :

Gambar 4.6

Diagram Daerah Pengujian Autokorelasi dengan Uji Durbin Watson H0 diterima ( tidak ada autokorelasi) H0 ditolak autokorelasi (+) H0 ditolak autokorelasi (-) Ragu-ragu Ragu -ragu dU = 1,560 dL = 1,255 4- dU = 2,440 4- dL = 2,745 2,014

Dengan melihat angka DW berada dalam rentang dU dan 4-du yaitu di daerah tidak ada autokorelasi maka hasil yang diperoleh dapat dikatakan bahwa dalam penelitian ini model regresi yang diperoleh tidak terjadi autokorelasi. 2. Analisis Regresi Berganda

Analisis regresi berganda digunakan untuk menganalisis pengaruh dividen yield dan arus kas operasi terhadap return saham. Model matematis hubungan antara dua variabel tersebut adalah persamaan regresi berganda sebagai berikut:

Sumber: Sugiyono (2009:192)

Hasil perhitungan koefisien regresi linier berganda dengan menggunakan bantuan program SPSS versi 18 for windows berdasarkan data penelitian dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.10

Hasil Regresi Linier Berganda

Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients T Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 43.598 15.894 2.743 .011 Dividen Yield (X1) -5.260 2.133 -.431 -2.465 .021

Arus Kas Operasi (X2) .002440 .000928 .460 2.630 .014

A. Dependent Variable: Return Saham (Y)

Dari hasil perhitungan pengolahan data menggunakan SPSS 18 for windows pada tabel diatas dapat dibentuk persamaan regresi linier sebagai berikut :

Y = 43.598 - 5.260 X1 + 0,002440 X2 Dimana :

Y = Return saham X1 = Dividen Yield X2 = Arus Kas Operasi

Koefisien yang terdapat pada persamaan diatas dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Konstanta sebesar 43.598, menunjukkan rata-rata return saham pada perusahaan sektor manufaktur jika dividen yield dan arus kas operasi sama dengan nol maka return saham bernilai 43.598.

2. Dividen Yield (X1) mempunyai koefisien regresi bertanda negatif sebesar 5.260. Hal ini menunjukkan bahwa setiap penambahan 1 persen Dividen Yield akan dikuti dengan penurunan return saham sebesar 5.260% dengan asumsi tidak ada perubahan pada arus kas operasi.

3. Arus Kas Operasi (X2) mempunyai koefisien regresi bertanda positif sebesar 0,002440. Hal ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan arus kas operasi satu milyar rupiah akan meningkatkan return saham sebesar 0,002440% dengan asumsi tidak ada perubahan pada dividen yield .

Dokumen terkait