Atletik merupakan cabang olahraga tertua, karena gerakan-gerakan dalam
atletik merupakan gerakan-gerakan yang biasa dilakukan oleh manusia dalam
yaituathlonyang berlomba atau bertanding. Atletik meliputi nomor perlombaan jalan cepat, lari, lompat, dan lempar.
Nomor-nomor yang diperlombakan seperti pada tabel berikut ini :
Tabel 1. Nomor-Nomor Perlombaan Atletik.
No. Nomor
Atletik Nomor-Nomor Perlombaan
1 Jalan cepat 5 km, 10 km, 20 km, 50 km
2 Lari 100 m, 200 m, 400 m, 800 m, 1500 m, 3000 m, 5000 m, 10000 m, marathon, lari gawang (untuk putri 100 m, 110 m untuk putra), 4x100 m estafet, dan 4x400 m estafet.
3 Lempar Lempar lembing, lempar cakram, tolak peluru, lontar martil.
4 Lompat Lompat jauh, lompat jangkit, lompat tinggi, lompat tinggi galah.
6 Saptalomba Lari 100 m gawang, lompat jauh, lempar lembing, dan lari 200 m, lompat tinggi, tolak peluru, dan lari 800 m.
7 Dasalomba Lari 100 m, lompat jauh, tolak peluru, lompat tinggi, lari 400 m, lari 110 m gawang, lempar cakram, lompat tinggi galah, lempar lembing, dan lari 1500 m.
C. Lompat Tinggi Gaya Gunting
Lompat tinggi adalah salah satu nomor dalam cabang olahraga atletik.
Lompat tinggi adalah lompat melewati mistar dan mendarat pada matras yang
telah disediakan.
Menurut M. Sakir (1989: 47) adapun cara-cara untuk bisa melompat:
1. Ambil ancang-ancang dari samping depan mistar kurang lebih 10 langkah
2. Lari perlahan tapi pasti. Langkah kaki di perlebar. Untuk bertumpu pada
kaki kanan, posisi dari kiri sebelah mistar dan untuk bertumpu pada kaki
3. Kaki yang dekat dengan mistar di ayun keatas depan, sampai melewati
mistar. Diatas mistar kaki yang satu menyusul. Badan tegak atau agak
membungkuk kedepan. Usahakan kaki yang menyusul ini lebih tinggi dari
kaki yang naik lebih dulu.Kaki bergerak menyilang seperti gunting.
Tangan diangkat supaya tidak mengganggu lompatan.
4. Pada waktu mendarat kaki yang belakang diayun kebawah lebih dulu.
5. Badan diputar kembali, lurus kedepan menghadap mistar.
Gambar 1. Tahapan Gerakan Lompat Tinggi Gaya Gunting.
D. Teori Belajar
Dalam kegiatan belajar mengajar, anak adalah sebagai subjek dan sebagai
objek dari kegiatan pengajaran. Belajar pada hakikatnya adalah perubahan
yang terjadi didalam diri seseorang setelah melakukan aktifitas belajar.
(Syaiful Bahri dan Aswan Zain, 2006:44)
Belajar adalah suatu perubahan yang relatif pemanen dalam suatu
kecenderungan tingkah laku sebagai hasil dari praktik atau latihan. (Nana
Menurut Thorndike dalam Arma Abdulllah dan Agus manadji (1994: 162)
belajar adalah asosiasi antara kesan yang diperoleh alat indera (stimulus) dan
impuls untuk berbuat (respons). Ada tiga aspek penting dalam belajar, yaitu
hukum kesiapan, hukum latihan dan hukum pengaruh.
1. Hukum kesiapan
Berarti bahwa individu akan belajar jauh lebih efektif dan cepat bila ia
telah siap atau matang untuk belajar dan seandainya ada kebutuhan yang
dirasakan. Ini berarti dalam aktivitas pendidikan jasmani guru
seharusnyalah dapat menentukan materi-materi yang tepat dan mampu
dilakukan oleh anak. Guru harus memberikan pemahaman mengapa
manusia bergerak dan cara melakukan gerakan secara aman, efisien dan
efektif. Sehingga kegiatan belajar akan memuaskan.
2. Hukum latihan
Jika seseorang ingin memperoleh hasil yang lebih baik, maka ia harus
berlatih. Sebagai hasil dari latihan yang terus-menerus akan diperoleh
kekuatan, tetapi sebagai hasil tidak berlatih akan memperoleh kelemahan.
Kegiatan belajar dalam pendidikan diperoleh dengan melakukan.
Melakukan berulang-ulang tidak berarti mendapatkan kesegaran atau
keterampilan yang lebih baik. Melalui pengulangan yang dilandasi dengan
konsep yang jelas tentang apa yang harus dikerjakan dan dilakukan secara
teratur akan menghasilkan kemajuan dalam pencapaian tujuan yang
dikehendaki. Ini berarti guru harus menerapkan latihan atau pengulangan
dengan penambahan beban agar meningkatnya kesegaran jasmani anak,
dengan memperhatikan pula fase pertumbuhan dan perkembangan anak.
Bahwa seseorang individu akan lebih mungkin untuk mengulangi
pengalaman-pengalaman yang memuaskan daripada pengalaman-pengalaman
yang mengganggu. Hukum ini seperti yang berlaku pada pendidikan jasmani
mengandung arti bahwa setiap usaha seharusnya diupayakan untuk
menyediakan situasi-situasi agar siswa mengalami keberhasilan serta
mempunyai pengalaman yang menyenangkan dan memuaskan. Guru harus
merencanakan model-model pembelajaran yang menarik dan menyenangkan,
akan lebih baik jika disesuaikan dengan fase pertumbuhan dan perkembangan
anak, pada usia remaja, anak akan menyukai permainan, bermain dengan
kelompok-kelompok dan menunjukkan prestasinya sehingga mendapat
pengakuan diri dari orang lain.
E. Belajar Gerak
Menurut Schmidt dalam Lutan (1988: 102) belajar motorik adalah
seperangkat proses yang bertalian dengan latihan atau pengalaman yang
mengantarkan ke arah perubahan permanen dalam perilaku gerak. Lebih
lanjut Schmidt dalam Lutan (1988: 102) menyatakan bahwa belajar gerak
mempunyai beberapa ciri, yaitu: a) merupakan rangkaian proses, b)
menghasilkan kemampuan untuk merespon, c) tidak dapat diamati secara
langsung, bersifat relatif permanen, d) sebagai hasil latihan, e) bisa
menimbulkan efek negatif. Tugas utama dari belajar gerak adalah penerimaan
segala informasi yang relevan tentang gerakan-gerakan yang dipelajari,
kemudian mengolah dan menyusun informasi tersebut memungkinkan suatu
Menurut Lutan (1988: 101) belajar motorik dapat menghasilkan perubahan
yang relatif permanen, yaitu perubahan yang dapat bertahan dalam jangka
waktu yang relatif lama. Dalam menyempurnakan suatu keterampilan
motorik ada tiga tahapan yaitu:
1. Tahap Kognitif
Merupakan tahap awal dalam belajar motorik, dalam tahap ini seseorang
harus memahami mengenai hakikat kegiatan yang dilakukan dan juga
harus memperoleh gambaran yang jelas baik secara verbal maupun visual
mengenai tugas gerakan atau model teknik yang akan dipelajari agar dapat
membuat rencana pelaksanaan yang tepat. Pada tahap ini guru setiap akan
memulai mengajarkan suatu keterampilan gerak, pertama kali yang harus
dilakukan adalah memberikan informasi untuk menanamkan konsep-
konsep tentang apa yang akan dipelajari oleh siswa dengan benar dan baik.
Setelah siswa memperoleh informasi tentang apa, mengapa, dan
bagaimana cara melakukan aktifitas gerak yang akan dipelajari,
diharapkan di dalam benak siswa telah terbentuk motor-plan, yaitu
keterampilan intelektual dalam merencanakan cara melakukan
keterampilan gerak. Apabila tahap kognitif ini tidak mendapakan perhatian
oleh guru dalam proses belajar gerak, maka sulit bagi guru untuk
menghasilkan anak yang terampil mempraktikkan aktivitas gerak yang
menjadi prasyarat tahap belajar berikutnya.
2. Tahap Asosiatif/Fiksasi
Pada tahap ini pengembangan keterampilan dilakukan melalui adanya
praktek secara teratur agar perubahan prilaku gerak menjadi permanen.
apa yang dilakukan itu benar atau salah. Pola gerakan sudah sampai pada
taraf merangkaikan urutan-urutan gerakan yang didapatkan secara
keseluruhan dan harus dilakukan secara berulang-ulang sehingga
penguasaan terhadap gerakan semakin meningkat. Apabila siswa telah
melakukan latihan keterampilan dengan benar dan baik, dan dilakukan
secara berulang baik di sekolah maupun di luar sekolah, maka pada akhir
tahap ini siswa diharapkan telah memiliki keterampilan yang memadai.
3. Tahap Otomatis
Setelah melakukan latihan gerakan dalam jangka waktu yang relatif lama,
maka akan memasuki tahap otomatis atau dapat melakukan aktivitas
secara terampil, artinya siswa dapat merespon secara cepat dan tepat
terhadap apa yang ditugaskan oleh guru untuk dilakukan. Secara fisiologi
hal ini dapat diartikan bahwa pada diri seseorang tersebut telah terjadi
kondisi reflek bersyarat, yaitu terjadinya pengerahan tenaga mendekati
pola gerak reflek yang sangat efisien dan hanya akan melibatkan unsur
motor unit yang benar-benar diperlukan untuk gerakan yang diinginkan.
Pada tahap ini kontrol terhadap penampilan gerakan semakin tepat dan
konsisten, siswa telah dapat mengerjakan tugas gerak tanpa berpikir lagi
terhadap apa yang akan dan sedang dilakukan dengan hasil yang baik dan
benar.
Untuk mempelajari gerak maka guru Pendidikan Jasmani perlu
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Kesiapan belajar. Bahwa pembelajaran harus mempertimbangkan hukum
kesiapan. Anak yang lebih siap akan lebih unggul dalam menerima
2. Menurut Lutan (1988) dalam mempelajari gerak faktor kesempatan belajar
merupakan hal yang penting. Pemberian kesempatan yang cukup banyak
bagi anak sejak usia dini untuk bergerak atau melakukan aktivitas jasmani
dalam mengeksporasi lingkungannya sangat penting. Bukan saja untuk
perkembangan yang normal kelak setelah dewasa, tapi juga untuk
perkembangan mental yang sehat. Jadi penting bagi orangtua atau guru
untuk memberikan kesempatan anak belajar melalui gerak.
3. Kesempatan latihan. Anak harus diberi waktu untuk latihan sebanyak yang
diperlukan untuk menguasai. Semakin banyak kesempatan berlatih,
semakin banyak pengalaman gerak yang anak lakukan dan dapatkan.
Meskipun demikian, kualitas latihan jauh lebih penting ketimbang
kuantitasnya. (Arma Abdullah, 1994)
4. Model yang baik. Dalam mempelajari motorik, meniru suatu model
memainkan peran yang penting, maka untuk mempelajari suatu dengan
baik, anak harus dapat mencontoh yang baik. Model yang ada harus
merupakan replika dari gerakan-gerakan yang dilakukan dalam olahraga
tersebut.
5. Bimbingan. Untuk dapat meniru suatu model dengan betul, anak
membutuhkan bimbingan. Bimbingan juga membantu anak membetulkan
sesuatu kesalahan sebelum kesalahan tersebut terlanjur dipelajari dengan
baik sehingga sulit dibetulkan kembali. Bimbingan dalam hal ini
merupakan umpan balik.
6. Motivasi. Besar kecilnya semangat usaha seseorang tergantung pada besar
kecilnya motivasi yang dimilikinya.
Alat adalah segala sesuatu yang dapat digunakan dalam rangkamencapai
tujuan pengajaran. Sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan dalam
mencapai tujuan pengajaran, alat mempunyai fungsi yaitu alat sebagai
pelengkap, alat sebagai pembantu mempermudah usaha mencapai tujuan dan
alat sebagaai tujuan. (Syaiful Bahri dan Aswan Zain, 2006:54)
Dalam Kamus Bahasa Indonesia (2005: 751) modifikasi artinya pengubahan,
atau perubahan. Menurut Bahagia dan Suherman (2000:41) modifikasi
merupakan salah satu usaha para guru agar pembelajaran mencerminkan
DAP(Developentally Appropriate Practice) termasuk didalamnyabody scalingatau penyesuaian dengan ukuran tubuh siswa yang sedang belajar. Esensi modifikasi adalah menganalisa sekaligus mengembangkan materi
pembelajaran dengan cara meruntunkannya dalam bentuk aktifitas belajar
yang potensial untuk memperlancar siswa dalam proses belajar. Cara ini
dimaksudkan untuk menuntun, mengarahkan dan membelajarkan siswa dari
yang tadinya tidak bisa menjadi bisa, dari tingkat yang tadinya lebih rendah
menjadi tingkat yang lebih tinggi. Modifikasi yang berprinsip DAP diarahkan
agar aktifitas belajar sesuai dengan tingkat perkembangan anak, serta dapat
membantu dan mendorong perubahan kemampuan belajar anak kearah
perubahan yang lebih baik.
Penggunaan alat modifikasi diaharapkan dapat memotivasi anak melakukan
tugas gerak yang diberikan. Sehingga pembelajaran Pendidikan Jasmani yang
diharapkan tercapai. Menurut Rusli Lutan (2002: 10) pembelajaran
1. Jumlah waktu aktif berlatih (JWAB) atau waktu melaksanakan tugas
gerak yang dicurahkan siswa semakin banyak
2. Waktu untuk menunggu giliran relatif sedikit, sehingga siswa aktif
3. Proses pembelajaran melibatkan partisipasi semua kelas
4. Guru penjasorkes terlibat langsung dalam proses pembelajaran
Dalam penelitian ini peneliti melakukan modifikasi peralatan olahraga yang
digunakan. Guru dapat mengurangi atau menambah tingkat kompleksitas dan
kesulitan tugas ajar dengan cara memodifikasi peralatan yang digunakan
untuk melakukan skill itu. Misalnya, berat-ringannya, besar-kecilnya, tinggi-
rendahnya dan panjang-pendek peralatan yang digunakan. (Bahagia dan
Suherman, 2000:48)
Modifikasi alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan tali plastik, holahop dan bilah bambu. Dengan variasi mistar
lompat tinggi diharapkan akan meningkatkan keterampilan gerak dasar
lompat tinggi gaya gunting pada siswa kelas VI.
F. Kerangka Pikir
Hasil belajar adalah suatu akibat dari proses belajar yang dilakukan oleh guru
sebagai pengajar dan murid yang melakukan proses belajar. Hasil belajar
terlihat dari perubahan yang menyangkut ranah kognitif, afektif dan
psikomotor. Hasil belajar yang dicapai oleh siswa iu sendiri tidak terlepas
dari peranan guru dalam memilih dan menerapkan teknik dan penggunaan
alat bantu yang tepat dalam materi tersebut. Pemilihan alat bantu atau
pemodifikasian alat pembelajaran yang tepat akan sangat membantu dalam
pembelajaran telah efektif maka digunakanlah alat pengukuran, yaitu berupa
tes yang disusun secara terencana, baik tes tertulis, tes lisan maupun tes
perbuatan.
Pada penelitian ini peneliti menggunakan penilaian keterampilan gerak dasar
lompat tinggi gaya gunting, dengan tujuan meningkatkan keterampilan gerak
dasar lompat siswa. Lompat tinggi gaya gunting dapat dilakukan dengan lari
anang-ancang dahulu di samping depan mistar, kemudian mendekati mistar
dan mengayunkan salah satu kaki kemudian kaki yang satu juga menyusul
melewati mistar.
Untuk mempermudah proses pembelajaran sekaligus membuat pelajaran
menjadi menyenangkan, maka guru harus memilih alat modifikasi yang
digunakan dalam pembelajaran. Peneliti merasa tertarik untuk memberikan
pendekatan baru dengan menggunakan alat yang dimodifikasi seperti tali
plastik, hulahop dan bilah bambu saat proses pembelajaran sehingga anak
dapat berinteraksi secara efektif dengan lingkungan belajar yang khusus.
Penggunaan alat-alat modifikasi tersebut dimaksudkan untuk memberikan
rasa aman sehingga siswa tidak takut mencoba.
Penggunaan alat modifikasi ini akan menarik karena siswa merasakan hal
yang baru. Sehingga pada akhirnya siswa akan melakukan tugas gerak dengan
konsep mendalam dan tercapailah efektivitas pembelajaran karena siswa telah
mencapai ketuntasan belajar.
Menurut Kunandar (2009: 89) bahwa hipotesis dalam penelitian tindakan
bukan hipotesis perbedaan atau hubungan melainkan hipotesis tindakan.
Rumusan hipotesis memuat tindakan yang diusulkan untuk menghasilkan
perbaikan yang diinginkan. Adapun rumusan hipotesis tindakan dalam
penelitian ini adalah :
at modifikasi dapat meningkatkan keterampilan gerak
dasar lompat tinggi gaya gunting pada siswa kelas VI-B SDN 3 Karang
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan
Kelas atau yang disebut Classroom Action Research, yaitu penelitian
tindakan yang dilakukan dengan tujuan memperbaiki mutu praktik
pembelajaran dikelasnya. Dalam PTK bukan hanya peneliti yang merasakan
hasil tindakan tetapi bila perlakuan dilakukan pada responden maka
responden dapat juga merasakan hasil perlakuan. Penelitian Tindakan Kelas
(PTK) dilaksanakan berdasarkan masalah yang benar-benar nyata muncul
dari dunia tanggungjawab peneliti/ pendidik yaitu dalam pembelajaran.
Masalah yang diteliti harus datang dari guru itu sendiri dan kemudian dicari
Menurut Arikunto dkk (2007: 61) tujuan PTK ini dapat dicapai dengan
melakukan berbagai tindakan alternatif dalam menyelesaikan berbagai
persoalan pembelajaran, sehingga dihasilkan hal-hal sebagai berikut :
1. Peningkatan atau perbaikan terhadap kinerja belajar siswa di sekolah.
2. Peningkatan atau perbaikan terhadap mutu proses pembelajaran di kelas.
3. Peningkatan atau perbaikan terhadap kualitas penggunaan media, alat
bantu, dan sumber belajar lainnya.
4. Peningkatan atau perbaikan terhadap kualitas prosedur dan alat evaluasi
yang digunakan untuk mengukur proses dan hasil belajar siswa
5. Peningkatan atau perbaikan terhadap masalah pendidikan anak di sekolah
6. Peningkatan atau perbaikan terhadap kualitas penerapan kurikulum dan
pengembangan kompetensi siswa di sekolah.
PTK terdiri dari rangkaian empat kegiatan yang dilakukan dalam siklus
berulang. Empat kegiatan utama yang ada pada setiap siklus, yaitu
(a) perencaaan tindakan (planning), (b) penerapan tindakan (action),
(c) observasi dan mengevaluasi proses dan hasil tindakan, (d) refleksi dan
seterusnya sampai perbaikan atau peningkatan yang diharapkan tercapai.
Gambar 2 : Spiral Penelitian Tindakan Kelas.
B. Setting Penelitian
1. Tempat penelitian : SDN 3 Karang Anyar
2. Pelaksanaan penelitian : Lama penelitian adalah satu bulan (Februari
2012).
C. Subjek Penelitian
Penelitian dilakukan pada siswa kelas VI-B di SDN 3 Karang Anyar yang
berjumlah 30 siswa, terdiri dari 15 putra dan 15 putri.
D. Rencana Tindakan
Pada penelitian ini direncanakan tiga siklus, denga 3 kali pertemuan pada
setiap siklusnya.
Siklus I
Rencana :
a. Menyiapkan sarana dan prasarana untuk pembelajaran.
b. Menyiapkan siswa untuk mengikuti siklus pertama, lalu melakukan
peregangan statis kemudian dilanjutkan kegiatan pemanasan.
Tindakan :
a. Menjelaskan bentuk kegiatan yang akan dilakukan pada siklus pertama.
Bentuk kegiatannya adalah latihan melompati tali plastik.
b. Siswa dibariskan kemudian siswa diberitahukan mengenai penelitian pada
tatap muka tersebut.
c. Menginstruksikan siswa untuk melakukan latihan yang direncanakan pada
Observasi :
Setelah tindakan dilakukan lalu melakukan pengamatan, mengoreksi dan
mengevaluasi dari hasil siklus pertama.
Refleksi :
a. Hasil observasi disimpulkan dan didiskusikan
b. Merumuskan tindakan untuk siklus kedua
Siklus II
Rencana :
a. Menyiapkan sarana dan prasarana untuk pembelajaran dan instrumen yang
diperlukan dalam mengevaluasi tindakan.
b. Menyiapkan siswa untuk mengikuti pembelajaran siklus kedua dan
sebagai pendahuluan siswa melakukan peregangan statis kemudian
dilanjutkan kegiatan pemanasan.
Tindakan :
a. Menjelaskan bentuk kegiatan yang akan dilakukan pada siklus kedua,
yaitu latihan lompat pada hulahop.
b. Siswa dibariskan kemudian siswa diberitahukan mengenai penelitian pada
tatap muka tersebut.
c. Menginstruksikan siswa untuk melakukan latihan yang direncanakan pada
tatap muka tersebut.
Observasi :
Setelah tindakan dilakukan lalu melakukan pengamatan, mengoreksi dan
mengevaluasi dari hasil siklus kedua.
Refleksi :
b. Merumuskan tindakan untuk siklus ketiga
Siklus III
Rencana :
a. Menyiapkan sarana dan prasarana untuk pembelajaran dan instrumen yang
diperlukan untuk mengevaluasi tindakan.
b. Menyiapkan siswa untuk mengikuti pembelajaran siklus ketiga dan
sebagai pendahuluan siswa melakukan peregangan statis kemudian
dilanjutkan kegiatan pemanasan.
Tindakan :
a. Menjelaskan bentuk kegiatan yang akan dilakukan pada siklus ketiga,
yaitu menggunakan bilah bambu.
b. Siswa dibariskan kemudian siswa diberitahukan mengenai penelitian yang
akan dilakukan pada tatap muka tersebut.
c. Menginstruksikan siswa untuk melakukan latihan saat tatap muka tersebut.
Observasi :
Setelah tindakan dilakukan lalu melakukan pengamatan, mengoreksi dan
mengevaluasi dari hasil siklus ketiga.
Refleksi :
Hasil observasi disimpulkan dan didiskusikan.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen adalah alat yang digunakan untuk mengukur pelaksanaan PTK di
setiap siklusnya. Instrumen dalam penelitian ini berupa penilaian kulaitas
gerak dasar lompat tinggi gaya gunting.
No Indikator Deskriptor Nilai 1 2 3 1 Tahap Persiapan 1.1 Posisi badan tegak
1.2 Mata lurus ke depan melihat mistar 1.3 Jarak untuk melakukan ancang-
ancang sekitar 10 langkah 1.4 Posisi di samping depan mistar
2 Tahap
Pelaksanaan
1.1 Lari perlahan, langkah kaki diperlebar 1.2 Setelah mendekati mistar, ayun ke
atas depan kaki yang dekat mistar 1.3 Sewaktu kaki yang satu telah
diangkat, kaki terakhir menyusul melangkahi mistar
1.4 Kaki bergerak seperti gunting 1.5 Kedua tangan diangkat agar tidak
menggangu lompatan 3 Tahap Akhir
Gerakan
1.1 Pada waktu mendarat, kaki yang belakang di ayun ke bawah lebih dulu
1.2 Badan diputar kembali lurus ke depan menghadap mistar
1.3 Jaga keseimbangan
(Adaptasi M. Sakir)
F. Teknik Analisis Data
Untuk melihat kualitas hasil tindakan disetiap siklus digunakan rumus :
Keterangan :
P : Prosentase keberhasilan
f : Jumlah siswa yang telah mencapai ketuntasan belajar
N : Jumlah siswa yang mengikuti tes
Siswa yang dikatakan tuntas apabila ketuntasan belajar telah mencapai nilai >
65 atau persentase ketercapaian 65% secara perorangan (KKM SDN 3 Karang
Anyar). Dalam penelitian ini dikatakan terjadinya peningkatan hasil belajar
dari pada sesudah siklus kedua dari jumlah siswa yang tuntas belajar pada
tindakan siklus dan seterusnya, atau setiap pergantian siklus terjadi persentase
peningkatan hasil belajar siswa.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) pada pembelajaran lompat
tinggi gaya gunting dilaksanakan di SD Negeri 3 Karang Anyar. Sebelum
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dilaksanakan langkah pertama adalah
melakukan tes awal lompat tinggi gaya gunting siswa. Hasil tes awal tersebut
sangat berguna untuk menentukan tindakan yang akan dilakukan pada siklus
pertama. Tes awal berguna untuk melihat prosentase hasil belajar pada setiap
siklus untuk menentukan apakah tindakan yang dilakukan dapat
meningkatkan hasil belajar dan melihat efektivitas pembelajaran yang dicapai.
1. Deskripsi Hasil Penelitian
Hasil penelitian selanjutnya diolah dan dilihat penyebaran data yang
meliputi nilai tertinggi, nilai terendah, nilai rata-rata serta prosentase setiap
siklus. Adapun data lengkapnya dapat dilihat pada tabel 3 sebagai berikut:
Tes Nilai Tertinggi Nilai Terendah X Ketuntasan Belajar < KB Jumlah F % f % n % Awal 36 64 49 0 100 % 30 0 % 30 100 Siklus Pertama 39 75 54 7 23% 23 77% 30 100 Siklus Kedua 50 89 65 15 50% 15 50% 30 100 Siklus Ketiga 53 92 76 25 83% 5 17% 30 100
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa pada setiap siklus terjadi
peningkatan yang berarti terhadap keterampilan lompat tinggi gaya gunting.
Pada tes awal sebanyak tidak ada satupun siswa (0%) yang mencapai
ketuntasan belajar. Selanjutnya setelah diberikan tindakan pada siklus
pertama meningkat menjadi 7 siswa (23 %) yang tuntas. Untuk itu
dilanjutkan ke siklus kedua, dan hasil menunjukkan setelah diberi tindakan
meningkat menjadi 15 (50%) siswa yang tuntas. Selanjutnya pada siklus
ketiga dapat dilihat bahwa sebanyak 25 siswa (83 %) telah mencapai
ketuntasan belajar artinya siklus ketiga tindakan yang diberikan telah
berhasil.
Dengan tabel distribusi frekuensi tersebut maka berdasarkan prosentase
0 7 15 25 30 23 15 5 0 5 10 15 20 25 30 35
Tes Awal Siklus I Siklus II Siklus III
Tuntas Belum
Gambar 3. Grafik Batang Perbandingan Prosentase Ketuntasan Belajar Pada Tes Awal, Siklus I, Siklus II dan Siklus III.
2. Analisis Prosentase Ketuntasan Belajar a. Tes Awal Lompat Tinggi Gaya Gunting
Sebelum melakukan tindakan pada siklus pertama, dilakukan tes awal
dan hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada siswa yang mencapai nilai
KKM yaitu 65.
Tabel 4. Analisis Hasil Tes Awal Lompat Tinggi Gaya Gunting.
No Hasil Jumlah Presentasi
1. Ketuntasan 0 0 %
Indikator peningkatan dapat dilihat melalui rumus :