• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hogarth (1992) dalam Jamilah dkk (2007) mengartikan judgment sebagai proses kognitif yang merupakan perilaku pemilihan keputusan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kognitif berhubungan dengan kondisi yang artinya: (1) kegiatan atau proses memperoleh pengetahuan (termasuk kesadaran dan perasaan) atau usaha mengenali sesuatu melalui pengalaman sendiri, (2) proses, pengenalan, dan penafsiran lingkungan oleh seseorang, (3) hasil pemerolehan keuntungan.

Judgment merupakan suatu proses yang terus menerus dalam perolehan informasi (termasuk umpan balik dari tindakan sebelumnya), pilihan untuk bertindak atau tidak bertindak, penerimaan informasi lebih

lanjut. Proses judgment tergantung pada kedatangan informasi sebagai suatu proses unfolds. Kedatangan informasi bukan hanya mempengaruhi pilihan, tetapi juga mempengaruhi cara pilihan tersebut dibuat. Setiap langkah, di dalam proses incremental judgment jika informasi terus menerus datang, akan muncul pertimbangan baru dan keputusan/pilihan baru. Sebagai gambaran, akuntan publik mempunyai tiga sumber informasi yang potensial untuk membuat suatu pilihan: (1) teknik manual, (2) referensi yang lebih detail dan (3) teknik keahlian. Berdasarkan proses informasi dari ketiga sumber tersebut, akuntan mungkin akan melihat sumber yang pertama, bergantung pada keadaan perlu tidaknya diperluas dengan sumber informasi kedua, atau dengan sumber informasi yang ketiga, tetapi jarang memakai keduanya (Gibbin, 1984) dalam Jamilah dkk (2007).

Judgment akuntan profesional dapat dirusak oleh konflik kepentingan. Terdapat dua konflik kepentingan, yaitu real conflict dan latent conflict. Real conflict adalah konflik yang mempunyai pengaruh pada masalah judgment yang ada, sedangkan latent conflict adalah konflik yang bisa mempengaruhi judgment di masa mendatang.

Dalam pelaksanaan prosedur audit yang mendetail, auditor membuat berbagai pertimbangan (judgment) yang mempengaruhi dokumentasi bukti dan keputusan pendapat auditor (Taylor, 2000) dalam Jamilah dkk (2007). Kenyataan ini membuat auditor harus mengenali resiko-resiko dan tingkat materialitas suatu saldo akun yang telah

ditetapkan pada saat perencanaan audit. Persoalannya adalah bagaimana auditor mengkomunikasikan masalah tersebut dengan para stafnya, terlebih bila diakui subyektifitas dan pemahaman atas suatu resiko sangat tinggi. Judgment dari audit akan dijumpai pada setiap tahap-tahap audit. Pada tahap perencanaan audit, judgment digunakan untuk menetapkan prosedur-prosedur yang akan dilaksanakan. Hal ini dikarenakan judgment pada tahap awal audit ditentukan berdasarkan pertimbangan pada tingkat materialitas yang diramalkan. Dalam kaitannya dengan laporan keuangan, judgment yang diputuskan oleh auditor akan berpengaruh pada opini seorang auditor mengenai kewajaran laporan keuangan. Tetapi, opini auditor tersebut tidak semata-mata hanya didasarkan atas materialitas tidaknya bukti audit. Ada berbagai faktor-faktor pembentuk opini dari seorang auditor mengenai wajar atau tidaknya suatu laporan keuangan kliennya, yaitu keandalan sistem pengendalian intern klien, kesesuaian pencatatan transaksi akuntansi dengan prinsip akuntansi berterima umum, ada tidaknya pembatasan audit yang dilakukan oleh klien, konsistensi pencatatan transaksi akuntansi.

Pertimbangan auditor (auditor judgment) sangat tergantung pada persepsi mengenai suatu situasi. Judgment yang merupakan dasar dari sikap professional adalah hasil dari beberapa faktor seperti pendidikan, budaya, dan sebagainya, tetapi yang paling signifikan dan tampak mengendalikan semua unsur seperti pengalaman adalah perasaan auditor dalam menghadapi situasi dengan mengingat keberhasilan dari situasi

sebelumnya. Judgment adalah perilaku yang paling berpengaruh dalam mempersepsikan situasi, dimana faktor utama yang mempengaruhinya adalah materialitas dan apa yang kita yakini sebagai kebenaran (Siegel dan Marconi, 1989 dalam Arum, 2008).

Boynton (2002) dalam Mulyani (2008) auditor harus menggunakan kemahiran profesionalnya dalam pelaksanaan audit dan pembuatan laporan audit dengan cermat dan seksama. Pentingnya pertimbangan (judgment) dalam proses pengauditan merupakan sesuatu hal yang melekat pada setiap tahap pengauditan. Audit judgment adalah kebijakan auditor dalam menentukan pendapat mengenai hasil auditnya yang mengacu pada pembentukkan suatu pendapat atau perkiraan mengenai suatu objek, peristiwa, status, atau jenis peristiwa lainnya. Dalam Mulyani (2008) disebutkan adanya faktor-faktor fundamental audit judgment, yaitu:

a) Pengalaman

Dalam menganalisis audit judgment, pengalaman merupakan komponen audit expertise yang penting. Pengalaman merupakan suatu faktor yang sangat vital yang dapat mempengaruhi judgment yang kompleks. Penelitian menginvestigasikan pengaruh kompleksitas tugas atau audit judgment dalam berbagai tingkatan pengalaman. Mereka menemukan bahwa pertimbangan auditor tidak berpengalaman mempunyai tingkat populasi kesalahan yang signifikan lebih besar dibandingkan auditor berpengalaman (Abdolmuhammadi dan Wring, 1987, Butt 1988 dalam Mulyani, 2008).

Tubbs (1992) dalam Mulyani (2008) mengatakan ketika auditor menjadi lebih berpengalaman jika:

1) Auditor menjadi sadar terhadap lebih banyak kekeliruan

2) Auditor memiliki jalan pengertian yang lebih sedikit mengenai kekeliruan

3) Auditor menjadi sadar mengenai kekeliruan yang tidak lazim

4) Hal-hal yang terkait dengan penyebab kekeliruan seperti departemen tempat terjadi kekeliruan dan pelanggaran tujuan pengendalian internal menjadi relatif lebih menonjol.

b) Pengetahuan

Auditor harus memiliki baik pengetahuan yang bersifat umum maupun yang khusus dan pengetahuan area auditing, akuntansi dan klien, juga harus mengetahui karakteristik klien yang akan di auditnya karena masing-masing perusahaan berbeda-beda. Pengetahuan khusus tentang suatu industri akan membawa dampak positif terhadap hasil kerja auditor (Djaddang dan Parmono, 2002 dalam Mulyani, 2008). Komponen pengetahuan (knowledge component), merupakan komponen penting dalam suatu keahlian. Komponen pengetahuan meliputi pengetahuan terhadap fakta-fakta, prosedur-prosedur,dan pengalaman. Pengalaman dalam beberapa literatur auditing sering digunakan sebagai surrogate dari pengetahuan, sebab pengalaman akan memberikan hasil dalam menghimpun dan memberi kemajuan bagi pengetahuan (Kanfer dan Stanner,1989 dalam Mulyani, 2008).

Menurut Brown dan stanner (1983) dalam Murdisar dan Nelly (2007) perbedaan pengetahuan di antara auditor akan berpengaruh terhadap cara auditor menyelesaikan sebuah pekerjaan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa seorang auditor akan bisa menyelesaikan sebuah pekerjaan secara efektif jika didukung dengan pengetahuan yang dimilikinya. Kesalahan diartikan dengan seberapa banyak perbedaan (deviasi) antara kebijakan-kebijakan perusahaan tentang pencatatan akuntansi dengan kriteria yang telah distandarkan.

Dalam mendeteksi sebuah kesalahan, seorang auditor harus didukung dengan pengetahuan tentang apa dan bagaimana kesalahan tersebut terjadi (Tubbs, 1992 dalam Mulyani, 2008). Secara umum seorang auditor harus memiliki pengetahuan-pengetahuan mengenai general auditing, fungsional area, computer auditing, accounting issuu, specific industry, general world knowledge (pengetahuan umum), dan problem solving knowledge (Bedard dan Michelene, 1993 dalam Murdisar dan Nelly, 2007).

Dokumen terkait