• Tidak ada hasil yang ditemukan

Di dalam PSA No. 1 (Seksi 110) dalam SPAP disebutkan bahwa auditor memiliki tanggung jawab untuk merancang dan menjalankan proses audit, untuk menyatakan pendapatan tentang laporan keuangan wajar yang bebas dari kesalahan pencatatan yang material, baik karena kesalahan yang tidak disengaja maupun kecurangan. Oleh karena sifat bukti audit dan karakteristik kecurangan,

auditor dapat memperoleh keyakinan yang memadai, namun bukan mutlak, bahwa salah saji material terdeteksi. Tetapi auditor tidak bertanggung jawab untuk merancanakan dan melaksanakan audit dengan tujuan memperoleh keyakinan bahwa salah saji yang tidak material terhadap laporan keuangan terdeteksi, baik yang disebabkan oleh kekeliruan, maupun yang disebabkan oleh kecurangan.

Auditor juga bertanggung-jawab untuk memberikan keyakinan memadai (reasonable assurance). Tingkat assurance yang digunakan pada audit merupakan tingkatan yang tinggi yang menggambarkan tingkat keyakinan auditor pada saat penyelesaian audit. Auditor bertanggung jawab atas assurance yang reliable, bukan absolut. Audit yang telah dilaksanakan sesuai standar audit mungkin saja gagal dalam mendeteksi kesalahan pencatatan yang material. Salah satu penyebabnya adalah bukti audit yang digunakan didapatkan dari menguji beberapa sampel dari sebuah populasi, bukan keseluruhan populasi yang ada, sehingga auditor dapat membuat kesalahan dalam memberikan pendapat.

Auditor juga diharapkan untuk selalu memiliki sikap professional skepticism, termasuk selalu berpikir kritis terhadap suatu bukti audit. Auditor harus berasumsi bahwa klien tidak sepenuhnya jujur atupun tidak sepenuhnya tidak jujur.

2.2.2 Asersi Manajemen

Asersi manajemen merupakan representasi yang diekspresiak oleh manajemen mengenai transaksi-transaksi dan akun terkait serta pengungkapan pada laporan keuangan.

SPAP PSA 7 (SA seksi 326) mengklasifikasikan asersi ke dalam tiga kategori, yaitu asersi mengenai kelas-kelas transaksi dan kejadian dalam periode audit, asersi mengenai saldo akun-akun pada akhir periode, asersi mengenai penyajian dan pengungkapan.

2.2.3 Bukti-bukti Audit

Menurut SPAP PSA No.7 (SA seksi 326), bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan teraudit. Relevansi, objektivitas, ketepatan waktu, dan keberadaan bukti audit lain yang menguatkan kesimpulan, seluruhnya berpengaruh terhadap kompetensi bukti audit.

Terdapat empat hal yang menjadi pertimbangan seorang auditor dalam menetukan bukti apakah yang harus dikumpulkan dan seberapa banyak bukti yang harus dikumpulkan, yang antara lain adalah:

• Prosedur audit yang digunakan • Jumlah sampel yang dipilih

• Sampel yang harus diambil dari populasi • Waktu pelaksanaan prosedur audit

Ada dua kriteria yang menentukan apakah sebuah bukti audit meyakinkan, yaitu:

• Appropriateness

Appropriateness merupakan ukuran dari kualitas bukti audit yang mengukur bahwa bukti audit tersebut relevan dan dapat diandalkan untuk mencapai tujuan audit untuk kelas-kelas transaksi, saldo akun, dan pengungkapan yang terkait.

• Sufficiency

Sufficiency merupakan ukuran kuantitas dari bukti audit. Kecukupan bukti audit dinilai dari jumlah sampel yang dipilih oleh auditor. Menurut SPAP PSA No.7 (SA seksi 326) menyatakan bahwa jumlah dan jenis bukti audit yang dibutuhkan oleh auditor untuk mendukung pendapatnya memerlukan pertimbangan professional auditor setelah mempelajari dengan teliti keadaan yang dihadapinya. Dalam banyak hal, auditor independen lebih

mengandalkan bukti yang bersifat mengarahkan daripada bukti yang bersifat meyakinkan.

Jenis dan jumlah bukti audit yang akhirnya dikumpulkan ditentukan pula oleh auditor yang bersangkutan. Berikut ini adalah jenis-jenis bukti audit tersebut antara lain:

• Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik merupakan inspeksi atau penghitungan yang dilakukan auditor terhadap tangible asset.

• Dokumentasi

Penelusuran auditor atas dokumen dan catatan yang dimiliki oleh klien yang meyakinkan apakah suatu informasi harus dicantumkan dalam laporan keuangan.

• Konfirmasi

Penerimaan respon dari pihak ketiga yang independen mengenai kebernaran informasi yang diminta oleh auditor, baik berbentuk lisan maupun tulisan.

• Prosedur analitis

Membandingkan dan menghubungkan data laporan keuangan yang diaudit dengan data penting lainnya, seperti data tahun lalu, data industri, maupun data perusahaan lain yang sejenis.

• Tanya jawab dengan klien

Bukti audit ini diperoleh melalui informasi tertulis atau lisan dari klien dalam menjawab pertanyaan yang diajukan auditor.

• Pelaksanaan kembali

Pelaksanaan kembali merupakan pengujian independen yang dilakukan auditor terhadap prosedur akuntansi atas pengendalian yang telah dilakukan oleh klien sebagai bagian dari sistem akuntansi dan pengendalian internal klien.

• Observasi

• Penghitungan ulang

Memeriksa ulang perhitungan yang dilakukan oleh klien selama periode audit.

2.2.4 Tujuan Audit Laporan Keuangan

Dalam bukunya, Arens (2009 : 78) mengutip dari PSA 02 (SA 110) menyatakan bahwa:

“The objective of the ordinary audit of financial statements by the independent auditor is the expression of an opinion on the fairness with which they present fairly, in all material respects, financial position, results of operations, and cash flows in conformity with generally accepted accounting principles in Indonesia”

Intinya, tujuan audit atas laporan keuangan adalah untuk menyatakan pendapat atas kewajaran laporan keuangan. Auditor melaksanakan audit terhadap laporan keuangan dengan melaksanakan tes audit atas transaksi yang menghasilkan ending balances dan juga melaksanakan tes audit terhadap account balances dan penyajian lain yang terkait.

Dari setiap transaksi yang ada, beberapa tujuan audit harus dicapai sebelum auditor menyimpulkan bahwa transaksi tersebut telah dicatat dengan benar. Ini disebut dengan transaction related audit objectives. Selain itu, tujuan audit juga harus dicapai untuk setiap account balance. Ini disebut dengan balance related audit objectives. Dan kategori ketiga adalah tujuan audit terkait dengan presentasi dan penyajian informasi pada laporan keuangan. Ini disebut dengan presentation and disclosure related audit objectives.

a. Tujuan audit terkait transaksi (Transaction-related audit objectives) Tujuan audit ini adalah untuk menyediakan kerangka untuk membantu auditor dalam mengumpulkan bukti yang cukup dalam rangka memenuhi standard fieldwork yang ditetapkan serta memutuskan bukti yang diperlukan untuk kelas-kelas transaksi yang ada.

Terdapat 6 tujuan audit terkait transaksi, yaitu:

• Occurrence, yaitu untuk memastikan bahwa transaksi yang dicatat oleh perusahaan benar-benar terjadi.

• Completeness, yaitu untuk memastikan bahwa seluruh transaksi yang terjadi telah dicatat

• Accuracy, yaitu untuk memastikan bahwa transaksi yang dicatat oleh perusahaan disajikan dalam jumlah yang benar

• Posting and summarization, yaitu untuk memastikan bahwa transaksi dicatat di dalam master files dan diringkas dengan benar • Classification, yaitu untuk memastikan bahwa transaksi yang

dicatat oleh klien telah diklasifikasikan dengan benar

• Timing, yaitu untuk memastikan bahwa transaksi telah dicatat pada tanggal terjadinya

b. Tujuan audit terkait saldo (Balance-related audit objectives)

Tujuan audit ini adalah untuk menyediakan kerangka untuk membantu auditor mengumpulkan bukti yang cukup terkait saldo akun yang terdapat di perusahaan.

Terdapat 8 tujuan audit terkait saldo:

• Existence, yaitu memastikan bahwa nilai yang dicatat benar-benar ada.

• Completeness, yaitu memastikan bahwa nilai yang seharusnya dicatat telah tercatat.

• Accuracy, yaitu memastikan bahwa nilai yang dicatat oleh perusahaan telah disajikan dengan tepat.

• Classification, yaitu memastikan bahwa nilai yang terdapat pada listing klien telah diklasifikasikan dengan benar.

• Cutoff, yaitu untuk memastikan bahwa transaksi yang terjadi dekat dengan tanggal neraca telah dicatat pada periode yang benar. • Detail Tie In, yaitu memastikan bahwa rincian pada saldo akun

sesuai dengan yang terdapat pada master file, dijumlahkan secara tepat, dan sesuai dengan jumlah pada buku besar.

• Realizable Value, yaitu memastikan bahwa aset dicatat pada nilai wajar yang dimiliki.

• Rights and Obligations, yaitu untuk memastikan bahwa aset maupun kewajiban perusahaan telah benar-benar dimiliki sebelum dimasukkan di dalam laporan keuangan.

c. Tujuan audit terkait penyajian dan pengungkapan (Presentation and disclosure-related audit objectives)

Terdapat 4 tujuan audit yang harus dipenuhi sebelum auditor dapat menyatakan bahwa penyajian dan pengungkapan yang dilakukan oleh perusahaan telah disajikan secara wajar:

• Occurrence and rights and obligations, yaitu untuk memastikan bahwa kejadian (event) yang diungkapkan benar-benar terjadi dan merupakan hak dan kewajiban perusahaan.

• Completeness, yaitu untuk memastikan bahwa semua pengungkapan yang perlu dilakukan telah dicantumkan di dalam laporan keuangan.

• Accuracy and valuation, yaitu untuk memastikan bahwa informasi keuangan yang ada telah diungkapkan dengan wajar, dan jumlahnya tepat.

• Classification and understandability, yaitu untuk memastikan bahwa jumlah yang terdapat di laporan keuangan maupun catatan atas laporan keuangan telah diklasifikasikan dengan benar dan apakah pengungkapan yang dilakukan dapat dimengerti oleh pengguna laporan.

2.2.5 Materialitas

Dalam melakukan proses audit terhadap suatu laporan keuangan, maka auditor juga harus memperhatian tingkat dari materialitas. Financial Accounting Standard Board (FASB) mendefinisikan materialitas sebagai tingkat salah saji atas informasi akuntansi yang dapat mempengaruhi penilaian dan keputusan dari pengguna informasi tersebut.

Auditor bertanggung jawab untuk menentukan apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material. Jika ditemukan salah saji yang material, auditor wajib menyampaikan hal tersebut kepada klien, untuk kemudian dibuat koreksi. Apabila klien menolak untuk melakukan koreksi, auditor tidak dapat memberikan opini wajar tanpa pengecualian (unqualified) atas laporan keuangan perusahaan.

Berikut adalah langkah-langkah dalam mengaplikasikan materialitas, yaitu:

1. Menetapkan penilaian awal mengenai materialitas

2. Mengalokasikan penilaian awal materialitas tersebut ke dalam segmen-segmen

3. Mengestimasi total salah saji dalam setiap segmen 4. Mengestimasi total salah saji

5. Membandingkan total salah saji tersebut dengan penilaian atas materialitas yang telah ditentukan

Di bawah ini akan dijelaskan mengenai beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penilaian auditor mengenai materialitas, di antaranya adalah:

• Materialitas bersifat relatif, bukan absolut

Setiap perusahaan memiliki tingkat materialitas yang berbeda-beda, hal tersebut akan disesuaikan dengan ukuran perusahaan tersebut. Nilai salah saji yang kecil dalam perusahaan besar dapat saja dianggap besar oleh perusahaan berskala kecil.

• Untuk mengevaluasi materialitas, auditor membutuhkan dasar

Karena materialitas bersifat relatif, bukan absolut maka untuk menentukan tingkat materialitas, auditor membutuhkan suatu dasar. Dasar yang paling umum digunakan dalam menentukan tingkat materialitas adalah laba sebelum pajak. Laba sebelum pajak sering digunakan untuk menentukan tingkat materialitas karena dianggap

sebagai informasi yang pentng dalam laporan keuangan oleh para penggunanya.

• Materialitas juga dipengaruhi faktor kualitatif

Pengguna laporan keuangan menganggap beberapa jenis salah saji lebih penting dibandingkan dengan yang lainnya, di antaranya adalah:

o Nilai yang terkait fraud pada umumnya dianggap lebih penting dibandingkan nilai yang berasal dari kesalahan yang tidak disengaja, karena hal tersebut merefleksikan reliabilitas dari manajemen dan karyawan perusahaan.

o Salah saji yang bernilai kecil dapat dianggap material apabila terdapat konsekuensi yang mungkin muncul akibat kewajiban kontraktual.

o Salah saji yang tidak material dapat dianggap material apabila dapat mempengaruhi tren pendapatan.

2.2.6 Risiko Audit

Arens (2009) menjelaskan bahwa terdapat 4 jenis risiko yang akan ditemui dalam audit, yaitu:

Planned detection risk

Risiko ini merupakan risiko dimana bukti audit bagi suatu segmen akan gagal dalam mendeteksi salah saji yang melebihi salah saji yang dapat ditoleransi. Semakin rendah nilai dari planned detection risk suatu perusahaan, semakin banyak bukti audit yang perlu dikumpulkan oleh auditor, dan sebaliknya.

Inherent risk

Risiko ini merupakan pengukuran atas penilaian auditor terhadap kemungkinan adanya salah saji material di dalam suatu segmen sebelum mempertimbangkan efektifitas dari internal control perusahaan. Semakin tinggi inherent risk suatu perusahaan, semakin

rendah planned detection risk dan semakin banyak bukti yang harus dikumpulkan oleh auditor.

Contol risk

Risiko ini mengukur penilaian auditor mengenai apakah salah saji yang melebihi jumlah yang dapat ditoleransi dapat dicegah atau dideteksi oleh internal control perusahaan. Control risk yang rendah menunjukkan bahwa penerapan internal control perusahaan efektif.

Acceptable audit risk

Risiko ini merupakan pengukuran kesediaan auditor untuk menerima adanya salah saji yang material dalam laporan keuangan setelah proses audit selesai dan opini wajar tanpa pengecualian telah diberikan. Untuk menentukan nilai dari acceptable audit risk, auditor harus menyesuaikan dengan tingkat keyakinannya bahwa di dalam laporan keuangan yang telah diaudit tidak terdapat lagi salah saji material.

2.2.7 Proses Audit

Di dalam bukunya, Arens (2009) membagi proses audit ke dalam 4 tahapan, yaitu:

1. Perencanaan dan merancang pendekatan audit

Untuk mendukung asersi manajemen atas laporan keuangan, auditor harus mendapatkan bukti-bukti yang kompeten. Kemudian, dalam menentukan metode pengumpulan bukti-bukti, auditor harus mempertimbangkan 2 hal, yaitu bukti harus kompeten dan cukup untuk memenuhi tanggung jawab auditor, serta biaya untuk mengumpulkan bukti-bukti harus dapat diminimalisir.

Langkah-langkah yang dilaksanakan pada tahap perencanaan, yaitu a. Accept client and perform initial audit planning

Terdapat empat kegiatan yang harus dilakukan dalam tahap ini, yaitu:

• Memutuskan apakah akan menerima klien baru atau melanjutkan klien yang sudah ada sebelumnya,

• Identifikasi alasan klien membutuhkan atau menginginkan audit, memperoleh kesepahaman dan kesepakatan dengan klien mengenai terms of engagement. Kesepakatan dengan klien didapat melalui engagement letter yaitu suatu perjanjian antara KAP dengan klien mengenai jalannya audit,

• Pemilihan staf untuk melaksanakan audit,

• Pemilihan staf haruslah memenuhi syarat seperti yang dinyatakan pada General Standards dalam GAAS (Generally Accepted Auditing Standards)

b. Understand the client’s business and industry

Auditor harus memahami lingkungan industri dan bisnis klien, proses operasi, dan strategi bisnis klien, manajemen, serta tata kelola dan kinerja perusahaan klien.

c. Asses client business risk

Hal utama yang harus diperhatikan seorang auditor yaitu resiko adanya salah saji yang material dalam laporan keungan yang ditimbulkan oleh resiko bisnis klien. Risiko bisnis klien adalah risiko bahwa klien akan gagal dalam mencapai tujuan usahanya. d. Perform preliminary analytical procedures

Dengan membandingkan rasio keuangan klien dengan rasio industri dan perusahaan kompetitor merupakan suatu benchmark atas kinerja perusahaan.

e. Set materiality and assess acceptable audit risk and inherent risk

f. Understand internal control and assess control risk g. Gather information to assess control risk

h. Develop overall audit plan and audit program

2. Melaksanakan Test of Control dan Subtantive Test of Transaction Test of Control (ToC) adalah suatu prosedur audit untuk melihat keefektifan kontrol perusahaan. Prosedur ToC antara lain:

• Melakukan wawancara dengan karyawan yang bertanggung jawab memeriksa dokumen, catatan, dan laporan.

• Melakukan observasi. • Reperform prosedur klien

Lalu, setelah hasil dari ToC didapatkan, jika hasilnya menyatakan bahwa pengendalian internal klien sudah efektif, auditor dapat melakukan substantive test of transaction secara minimal. Namun jika pengendalian internal klien tidak efektif, maka langkah selanjutnya adalah melakukan substantive test of transaction secara extensive, yaitu menelusuri setiap akun dalam laporan keuangan untuk melihat apakah terdapat kesalahan-kesalahan dalam setiap akun tersebut.

3. Melaksanakan Analytical Procedures dan Test of Detail of Balance Analytical Procedure yaitu melakukan perbandingan untuk menilai kewajaran dari saldo akun ataupun suatu data. Test of detail of balance merupakan prosedur khusus yang ditujukan untuk menentukan ada/tidaknya salah saji pada saldo akun dalam laporan keuangan.

4. Menyelesaikan audit dan menerbitkan laporan audit

Penyelesaian audit terdiri dari beberapa langkah, antara lain: a. Review for contingent liabilities

Contingent liabilities adalah kewajiban yang mungkin timbul di masa yang akan datang dimana nilai kewajibannya belum dapat dipastikan sebagai hasil dari kejadian masa lalu.

b. Review for subsequent events

Auditor bertanggung jawab untuk menelaah peristiwa-peristiwa yang terjadi setelah tanggal neraca hingga tanggal laporan audit. c. Accumulate final evidence

Dalam langkah ini terdapat serangkaian prosedur yang harus auditor lakukan, yaitu:

• Melakukan final analytical procedures • Mengevaluasi keberlanjutan usaha klien

• Mendapatkan management representation letter (Pernyataan bahwa manajemen bertanggung jawab terhadap asersi laporan keuangan dan juga sebagai suatu bentuk dokumentasi atas respon/jawaban manajemen terhadap berbagai aspek dalam audit

• Memilih informasi yang akan ikut ditampilkan sebagai catatan atas laporan keuangan

• Membaca informasi lain yang ada dalam laporan tahunan.

d. Evaluate results

Auditor harus mempertimbangkan apakah bukti-bukti yang ada telah mencukupi dan mendukung opini yang akan dikeluarkan. Auditor juga harus mempertimbangkan apakah pengungkapan dalam laporan keuangan telah cukup

e. Issue audit report

f. Communicate with the audit committee and management

Setelah audit selesai, ada beberapa hal yang juga biasanya auditor komunikasikan dengan klien, antara lain temuan mengenai fraud ataupun tindak ilegal lainnya, kekurangan-kekurangan dalam pengendalian internal, significant adjustment, kesulitan-kesulitan saat melakukan audit.

Gambar 2.1 Tahap I : Merencanakan dan merancang pendekatan audit

Merancang perencanaan dan program audit keseluruhan Mengumpulkan informasi terkait fraud risk

Memahami pengendalian internal perusahaan dan menilai control risk

Menetapkan materialitas dan menilai acceptable audit risk dan inherent risk

Melakukan prosedur analitis awal Menilai risiko bisnis klien Memahami bisnis dan industri klien Menerima klien dan melakukan perencanaan awal

Gambar 2.2 Tahap II : Melakukan uji pengendalian dan uji substantif atas transaksi

Gambar 2.3 Tahap III : Melakukan prosedur analitis dan uji rincian saldo

Melakukan uji substantif atas transaksi Menilai kemungkinan adanya salah saji

dalam laporan keuangan Melakukan uji pengendalian

Berencana untuk mengurangi control risk?

Melakukan pengujian atas key items Melakukan uji tambahan atas rincian saldo

Melakukan prosedur analitis

Rendah Sedang Tinggi atau tidak diketahui

tidak

Gambar 2.4 Tahap IV : Menyelesaikan audit dan mengeluarkan laporan audit

(Sumber : Elder, Beasley, Arens, Jusuf (2009))