• Tidak ada hasil yang ditemukan

Automatic Generation Control

Dalam dokumen VIRTUAL INERTIA CONTROL (Halaman 34-41)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Automatic Generation Control

Automatic generation control (AGC) pada sistem tenaga listrik merupakan suatu sistem

penyesuaian output daya dari beberapa pembangkit dengan sumber yang berbeda-beda ketika merespon suatu perubahan beban. Jika terjadi peningkatan beban pada sistem, maka kecepatan turbin akan berkurang sebelum sistem dapat menyesuaikan input dengan beban yang baru. Seiring berjalannya waktu kecepatan atau frekuensi perlahan berkurang, sinyal eror yang terjadi akan semakin berkurang dan posisi controller kembali mendekati titik yang ditentukan untuk dapat mempertahankan kecepatan atau frekuensi yang konstan. Nilai frekuensi dapat dikembalikan ke titik nominalnya dengan menambahkan integrator. Integrator mampu mengontrol eror rata-rata selama selang waktu tertentu yang akan memperbaiki offset. Sehingga, ketika sistem mengalami perubahan beban setiap saat, generator mampu dikontrol otomatis untuk mengubah frekuensi ke nilai optimalnya [8].

2.2.1 Dasar-Dasar Automatic Generation Control

Penggunaan respon kontrol kecepatan primer, perubahan beban sistem akan menghasilkan deviasi frekuensi steady-state, tergantung pada karakteristrik droop governor dan sensitivitas frekuensi pada beban. Semua unit pembangkit dalam mengatur kecepatan akan berkontribusi terhadap keseluruhan perubahan yang terjadi pada generator yang terlepas dari lokasi perubahan beban. Pengembalian frekuensi sistem terhadap nilai nominal memerlukan perintah kontrol tambahan yang mengatur set-point referensi beban unit pembangkit yang dipilih. Karena sistem beban terus berubah, maka diperlukan perubahan output generator secara otomatis. AGC bertujuan untuk mengatur frekuensi dengan nilai nominal yang ditentukan dan mempertahankan interchange

power antara area kontrol pada nilai yang konstan dengan menyesuaikan output dari generator yang

dipilih. Selain itu, AGC juga bertujuan untuk mendistribusikan perubahan unit generator yang dibutuhkan agar mampu mengefisiensikan biaya operasional.

2.2.2 Automatic Generation Control Pada Sistem Tenaga Listrik

Pemeliharaan interchange power pada sistem tenaga listrik tidak menjadi masalah dikarenakan fungsi AGC telah mengembalikan frekuensi ke nilai nominal yang ditentukan. Penambahan kontrol

reset atau integral yang bekerja pada pengaturan referensi beban dari unit governor diperlukan pada

proses mengembalikan frekuensi ke nilai optimal. Tindakan kontrol integral dapat memastikan zero

frequency error dalam keadaan steady state. Penambahan cara kerja generation control lebih lama

dari pada cara kerja speed control primer. AGC mampu menyesuaikan pengaturan referensi beban dari unit yang dipilih. Daya output dapat memindahkan efek dari karakteristik pengaturan frekuensi komposit dari sistem tenaga yang dimulai setelah primary speed control bekerja pada semua unit kemudian distabilkan oleh sistem frekuensi. Gambar 2.5 memperlihatkan bagaimana proses AGC ketika ditambahkan integral.

Universitas Pertamina - 11 Governor Turbine Rotational Inertia and Damping + _

Load Ref Governor Turbine

+ _ Units on primary Supplementary control + _ + _ Rotational Inertia and Damping T + _

Gambar 2.5 Kontrol Integral AGC Ditambahkan pada Unit Pembangkit yang Dipilih

2.2.3 Automatic Generation Control Pada Single Area

Dengan load frequency control (LFC) sebagai sistem loop primer akan terjadi deviasi pada keadaan steady state yang disebabkan oleh perubahan beban pada sistem. Pengurangan nilai deviasi frekuensi dilakukan hingga nol dengan menggunakan fungsi reset. Reset dapat dicapai dengan menggunakan sebuah controller integral sebagai pengatur beban referensi untuk mengubah set point kecepatan. Controller integral mampu menambah jenis sistem untuk mengubah nilai frekuensi akhir menjadi π›₯𝑓 = 0. Gambar 2.6 memperlihatkan AGC dalam power system single area.

B

AGC

bias

ACE

Controller Governor Turbine Inertia

+ _

+ _

Gambar 2.6 AGC Power System Single Area [8]

Keterangan : B = frequency bias factor

KI = integral controller ACE = area control error

Pada Gambar 2.6 mendeskripsikan proses yang terjadi dari AGC sebagai kontrol pada single

area. Setiap kontrol area sistem yang terinterkoneksi dikendalikan dengan cara yang sama, namun

terlepas dari area kontrol yang lain dengan artian kontrol pembangkit dalam sistem saling berhubungan atau biasa disebut area wise decentralized.

Universitas Pertamina - 12

2.2.4 Automatic Generation Control Terinterkoneksi Power System

Pembentukan dasar sistem kontrol tambahan dengan power system interkoneksi harus memperhatikan kinerja kontrol dengan speed control utama. Perhatikan sistem interkoneksi pada Gambar 2.7 yang terdiri dari dua area yang dihubungkan oleh tie-line reaktansi Xtie. Studi load

frequency pada masing-masing area dapat diwakilkan oleh unit pembangkit yang sama secara

keseluruhan. Pada Gambar 2.8 menunjukkan ekuivalen dari sistem listrik dengan masing-masing area memiliki sumber tegangan di balik reaktansi setara seperti yang terlihat pada tie-line bus. Aliran daya pada tie-line area 1 ke area 2 dapat dilihat pada persamaan 2.1.

𝑃12=𝐸1𝐸2

𝑋𝑇 𝑠𝑖𝑛(𝛿1βˆ’π›Ώ2) (2.1)

Linearizing mengenai titik nominal awal ditunjukkan oleh 𝛿1 = 𝛿10 dan 𝛿2= 𝛿20, maka didapat persamaan 2.2.

π›₯𝑃12= 𝑇π›₯𝛿12 (2.2)

Kemudian, π›₯𝛿12 = π›₯𝛿1βˆ’ π›₯𝛿2 dan T adalah koefisien torsi sinkron. Maka didapat persamaan 2.3.

𝑇 =𝐸1𝐸2

𝑋𝑇 π‘π‘œπ‘ (𝛿10βˆ’π›Ώ20) (2.3)

Gambar 2.7 Power System 2 Area

P12

Xtie X2

X1

Gambar 2.8 Electrical Equivalent

Area 1 Area 2

P12

Universitas Pertamina - 13 Turbine Governor T Turbine Governor

Load ref 1 Load ref 2

AREA 1 AREA 2

Gambar 2.9 Blok Diagram AGC Terinterkoneksi Power System [9]

Pada Gambar 2.9 blok diagram sistem dengan masing-masing area terdapat equivalent inertia

M, load-damping constant D, turbine, dan governor system dengan effective speed droop R. Tie-line

merupakan representasi dari synchronizing torque coefficient T. Nilai positif dari π›₯𝑃12 adalah hasil peningkatan transfer daya dari area 1 ke area 2, sehingga terjadi peningkatan beban di area 1 dan penurunan beban di area 2. Feedback dari π›₯𝑃12 bertanda negatif di area 1 dan terbalik pada di area 2 yang bertanda positif. Deviasi frekuensi steady-state ( f – f0 ) berlaku sama untuk kedua area.

Sehingga, total perubahan beban π›₯𝑃𝐿 dapat dilihat pada persamaan 2.4. π›₯𝑓= π›₯πœ”1= π›₯πœ”2= βˆ’π›₯𝑃𝐿

(𝑅1

1+𝑅1

2) + (𝐷1+ 𝐷2) (2.4)

Nilai steady-state perlu dipertimbangkan setelah kenaikan beban pada area 1 oleh π›₯𝑃𝐿1, maka didapat persamaan 2.5 pada area 1 dan persamaan 2.6 pada area 2.

π›₯π‘ƒπ‘š1βˆ’ π›₯𝑃12βˆ’ π›₯𝑃𝐿1= π›₯𝑓𝐷1 (2.5)

π›₯π‘ƒπ‘š2+ π›₯𝑃12 = π›₯𝑓𝐷2 (2.6)

Terjadi perubahan tenaga mekanik, maka didapat persamaan 2.7 dan 2.8. π›₯π‘ƒπ‘š1= βˆ’π›₯𝑓

Universitas Pertamina - 14

π›₯π‘ƒπ‘š2 = βˆ’π›₯𝑓

𝑅2 (2.8)

Persamaan 2.5 disubstitusi dengan persamaan 2.7, maka didapat persamaan 2.9. π›₯𝑓(1

𝑅1+ 𝐷1) = βˆ’π›₯𝑃12βˆ’ π›₯𝑃𝐿1 (2.9)

Kemudian, persamaan 2.6 disubstitusi dengan persamaan 2.8, maka didapat persamaan 2.10. π›₯𝑓(1

𝑅2+ 𝐷2) = π›₯𝑃12 (2.10)

Dari persamaan 2.9 dan 2.10, maka didapat persamaan 2.11 dan 2.12.

π›₯𝑓 = βˆ’π›₯𝑃𝐿1 (𝑅1 1+ 𝐷1) + (𝑅1 2+ 𝐷2) = βˆ’π›₯𝑃𝐿1 𝛽1+ 𝛽2 (2.11) π›₯𝑃12= βˆ’π›₯𝑃𝐿1(𝑅1 2+ 𝐷2) (𝑅1 1+ 𝐷1) + (𝑅1 2+ 𝐷2) =βˆ’π›₯𝑃𝐿1𝛽2 𝛽1+ 𝛽2 (2.12)

Diketahui 𝛽1dan 𝛽2 merupakan karakteristik dari respon frekuensi pada area 1 dan 2. Persamaan diatas dapat dijelaskan melalui Gambar 2.10.

Gambar 2.10 Pengaruh Perubahan Beban pada Area 1 [9]

Peningkatan luas beban area 1 oleh π›₯𝑃𝐿1 menghasilkan pengurangan frekuensi pada kedua area dan aliran tie-line π›₯𝑃12. π›₯𝑃12 bertanda negatif menunjukkan arus dari area 2 ke area 1. Deviasi

tie-line merupakan cerimanan dari kontribusi regulasi karakteristik dari satu area ke area lainnya.

Demikian untuk perubahan beban di area 2 oleh π›₯𝑃𝐿2 menghasilkan persamaan 2.13-2.14.

π›₯𝑓 = βˆ’π›₯𝑃𝐿2

𝛽1+ 𝛽2 (2.13)

π›₯𝑃12= βˆ’π›₯𝑃21= π›₯𝑃𝐿2𝛽1

𝛽1+ 𝛽2 (2.14)

Persamaan 2.13 dan 2.14 merupakan bentuk dasar dari load frequency control untuk sistem interkoneksi.

Universitas Pertamina - 15

2.2.5 Frequency Bias Tie-Line Control

Supplementary control bertujuan untuk mengembalikkan keseimbangan antara area beban dan

pembangkit daya. Keseimbangan antara setiap area beban dan pembangkit daya dapat dipenuhi ketika nilai frekuensi telah ditetapkan dan terjadinya pertukaran daya dengan area yang saling berdekatan pada nilai yang telah ditentukan.

Perubahan objek dikarenakan kontrol tambahan yang dipasang di area tertentu. Dengan kata lain, apabila terjadi perubahan beban pada area 1, maka harus terdapat tindakan kontrol tambahan hanya di area 1 dan tidak berlaku pada area 2. Jika dilihat kembali persamaan 2.11 – 2.14 menunjukkan bahwa sinyal kontrol yang terdiri dari deviasi aliran tie-line ditambah dengan deviasi kesetaraan yang menyatu oleh faktor bias akan menghasilkan output yang sesuai. Sinyal kontrol ini dimaksud sebagai area control error (ACE).

Dari persamaan 2.9 dan 2.10, terlihat bahwa faktor bias yang sesuai untuk suatu area merupakan karakteristik respon frekuensi 𝛽. Dengan demikian, eror kontrol yang terjadi pada area 2 adalah.

𝐴𝐢𝐸2= π›₯𝑃21+ 𝐡2π›₯𝑓 (2.15) 𝐡2= 𝛽2= 1 𝑅2+ 𝐷2 (2.16) Pada area 1, 𝐴𝐢𝐸1 = π›₯𝑃12+ 𝐡1π›₯𝑓 (2.17) 𝐡1= 𝛽1= 1 𝑅1+ 𝐷1 (2.18)

Blok diagram pada Gambar 2.6 menerangkan sistem kontrol tambahan yang diterapkan. Penerapan dilakukan pada unit yang dipilih di setiap area dan beroperasi sesuai dengan set-point yang diterapkan oleh referensi beban. karakteristik respon frekuensi area yang diperlukan untuk menetapkan faktor bias dapat diperkirakan dengan melihat grafik setelah terjadi gangguan signifikan, misalnya kehilangan daya secara tiba-tiba. Dengan menggunakan pertimbangan performa

steady-state, pilihan faktor bias dapat diabaikan. Setiap kombinasi area control error (ACE) yang terdapat

pada komponen deviasi tie-line dan frekuensi akan menghasilkan mutasi steady-state pada arus dan frekuensi. Performa kontrol integral menunjukkan bahwa terjadi penurunan pada ACE menjadi nol. Maka dari itu, perlu dicermati kesalahan sinyal kontrol area yang berlaku pada sistem dua area di persamaan 2.19 dan 2.20.

𝐴𝐢𝐸1= 𝐴1π›₯𝑃12+ 𝐡1π›₯𝑓= 0 (2.19)

𝐴𝐢𝐸2= 𝐴2π›₯𝑃21+ 𝐡2π›₯𝑓= 0 (2.20)

Persamaan 2.19 – 2.20 menghasilkan nilai π›₯𝑃12= 0 dan π›₯𝑓= 0 untuk semua variabel yang tidak bernilai 0 seperti, A1, A2 dan B1, B2. Namun, komposisi sinyal eror pada kontrol area lebih penting dari pertimbangan kinerja yang dinamis. Hal ini diilustrasikan dengan mempertimbangkan respon transien sistem AGC terhadap kenaikan beban area 1 secara tiba-tiba. Peningkatan beban yang tiba-tiba akan mengakibatkan penurunan frekuensi sistem, diikuti oleh respon governor (unit kontrol kecepatan utama di kedua area) yang mampu membatasi frekuensi maksimum. Selanjutnya, terjadi penyimpangan frekuensi kembali ke nilai π›₯fR ditentukan oleh karakteristik regulasi kedua sistem.

Universitas Pertamina - 16

π›₯𝑓𝑅= βˆ’π›₯𝑃𝐿1

𝛽1+ 𝛽2 (2.21)

2.2.6 Automatic Generation Control Multi Area

Sistem multi area merupakan suatu sistem tenaga listrik yang terdiri dari unit-unit pembangkit yang berada secara terpisah, namun terhubung satu sama lain dengan satu atau lebih jaringan transmisi. Pada Gambar 2.11 merupakan implementasi AGC dua area.

Turbine Turbine Governor Governor T Load ref 1 Turbine Turbine Governor Governor Load ref 1 del_PL1 del_PL1

Gambar 2.11 Blok Diagram Sistem Dua Area Dengan AGC [9]

Pada Gambar 2.11 terdapat deviasi tie-line dari nilai yang ditetapkan. Kontrol tambahan lebih lambat dibanding kontrol kecepatan utama. Dapat dilihat dari performa kontrol tambahan untuk pengaturan yang berbeda dari frekuensi bias di setiap area pada saat penyimpangan frekuensi adalah π›₯𝑓𝑅.

Dengan B1 = 𝛽1, B2 = 𝛽2, maka didapat.

𝐴𝐢𝐸1= π›₯𝑃12+ 𝐡1π›₯𝑓𝑅

=βˆ’π›₯𝑃𝐿1

𝛽1+𝛽2(𝛽1+ 𝛽2)

= βˆ’π›₯𝑃𝐿1

Universitas Pertamina - 17 Dan pada area 2 didapat,

𝐴𝐢𝐸2 = π›₯𝑃21+ 𝐡2π›₯𝑓𝑅

= π›₯𝑃𝐿1

𝛽1+𝛽2(𝛽1+ 𝛽2)

= 0

(2.23)

Kontrol tambahan di area 1 akan merespon π›₯𝑃𝐿1 dan mengubah generasi sehingga membawa ACE menjadi 0. Dengan demikian, perubahan beban area 1 tidak dapat diamati pada kontrol tambahan di area 2. Jika pada sisi lain, nilai 𝛽1 dan 𝛽2 dilipatgandakan karakteristik respon frekuensi masing-masing area, maka.

𝐴𝐢𝐸1= π›₯𝑃12+ 𝐡1π›₯𝑓𝑅 =βˆ’π›₯𝑃𝐿1 𝛽1+𝛽2(𝛽1+ 2𝛽2) = βˆ’π›₯𝑃𝐿1(1 βˆ’ 1 𝛽2) (2.24)

Berlaku juga pada area 2,

𝐴𝐢𝐸2= βˆ’π›₯𝑃21+ 2𝐡2π›₯𝑓𝑅 =βˆ’π›₯𝑃𝐿1

𝛽2

(2.25)

Dengan demikian, kontrol tambahan area 1 dan area 2 akan merespon serta mampu memperbaiki deviasi frekuensi dua kali lebih cepat. Namun, pembangkit yang diambil oleh area 2 akan menggambarkan sebagai komponen ACE2 dan mengembalikan dalam kondisi stabil. Namun, jika faktor bias secara signifikan lebih rendah dari area 𝛽2, maka situasi akan berbalik. Kontrol tambahan area 2 akan cenderung melambat dan mundur dari pembangkit yang diambil oleh generator sebagai hasil dari kontrol kecepatan utama atau tindakan governor. Dampaknya akan terjadi penurunan kontrol frekuensi sistem.

Stabilitas kontrol tidak merekomendasikan nilai faktor bias yang sangat tinggi. Pada nilai-nilai yang secara signifikan lebih dari pada area 𝛽, tindakan kontrol menjadi tidak stabil. Kesesuaian pengaturan faktor bias frekuensi B hampir sama dengan luas 𝛽dari pertimbangan dinamis yang telah dianalisa oleh sejumlah peneliti [9].

Dalam dokumen VIRTUAL INERTIA CONTROL (Halaman 34-41)

Dokumen terkait