• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Kasus 2

Dalam dokumen VIRTUAL INERTIA CONTROL (Halaman 69-83)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis dan Simulasi

4.5.2 Studi Kasus 2

Dalam studi kasus dua, efektivitas dan ketahanan dari rencana koordinasi automatic generation

control (AGC) menggunakan virtual inertia control (VIC) yang optimal dan terdapat sinyal kontrol

yang dimodifikasi ke dalam VIC berbasis superconducting magnetic energy storage (SMES). Evaluasi VIC menerapkan pembangkit energi baru terbarukan (PEBT) berupa pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) dengan memanfaatkan ladang angin yang berfluktuasi rendah dan tinggi [29] serta beban bersifat statis [8]. Beberapa kondisi operasi dapat dilihat pada Tabel 4.8. Studi kasus dua dibagi menjadi tiga skenario berikut ini.

Tabel 4.8 Keadaan Operasi AGC Karena Adanya Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) No. Sumber Waktu mulai (s) Waktu berhenti (s) Daya keluaran (per unit)

1. Daya Beban I Initial - 0.1875

2. PLTB I 200 400 0.0498

4.5.2.1 Skenario 1

Skenario pertama mengasumsikan sistem automatic generation control (AGC) yang telah terintegrasi oleh beban statis dan pembangkit energi baru terbarukan (PEBT) berupa pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) memiliki nilai inersia nominal (0% penetrasi pembangkit energi baru terbarukan). Penyimpangan frekuensi sistem AGC pada kedua area dengan strategi kontrol yang

Universitas Pertamina - 46

menggunakan pengontrol I, PI, PI-VIC, dan PI-VIC SMES (superconducting magnetic energy

storage) diilustrasikan pada Gambar 4.11 – 4.15.

Berdasarkan hasil simulasi menggunakan pengontrol I pada Gambar 4.11, terjadi deviasi frekuensi pada area satu sebesar -0.01297 per unit atau sekitar -0.7782 Hz pada waktu 1.091 s. Sedangkan pada area dua terjadi deviasi frekuensi sebesar -0.00315 per unit atau sekitar -0.189 Hz pada detik ke 2.488 s. Besar deviasi frekuensi pada area satu akibat adanya penetrasi PEBT berupa PLTB adalah 0.000594 per unit atau 0.03546 Hz pada detik 201.93 s. Jika dicermati pada area kedua, besar deviasi frekuensi yang terjadi lebih kecil dibandingkan dengan area satu, yaitu 0.000172 per

unit atau 0.01032 Hz dan terjadi pada detik ke 203.428 s.

Gambar 4.11 Respon Frekuensi Area Satu dan Dua Pengontrol I

Pada Gambar 4.12 terdapat hasil simulasi menggunakan pengontrol PI terjadi deviasi frekuensi pada area satu sebesar -0.01213 per unit atau sekitar -0.7278 Hz pada waktu 1.004 s. Sedangkan pada area dua terjadi deviasi frekuensi sebesar -0.00277 per unit atau sekitar -0.1662 Hz pada detik ke 2.348 s. Besar deviasi frekuensi pada area satu akibat adanya penetrasi PEBT berupa PLTB adalah 0.0005243 per unit atau 0.03146 Hz pada detik 201.82 s. Jika dicermati pada area kedua, besar deviasi frekuensi yang terjadi lebih kecil dibandingkan dengan area satu, yaitu 0.0001453 per unit atau 0.00871 Hz dan terjadi pada detik ke 203.23 s.

Universitas Pertamina - 47

Gambar 4.12 Respon Frekuensi Area Satu dan Dua Pengontrol PI

Simulasi dengan menggunakan pengontrol PI-VIC memiliki hasil pada Gambar 4.13 terjadi deviasi frekuensi pada area satu sebesar -0.01208 per unit atau sekitar -0.7248 Hz pada waktu 1.013 s. Sedangkan pada area dua terjadi deviasi frekuensi sebesar -0.002755 per unit atau sekitar -0.1653 Hz pada detik ke 2.348 s. Besar deviasi frekuensi pada area satu akibat adanya penetrasi PEBT berupa PLTB adalah 0.0005214 per unit atau 0.031284 Hz pada detik 201.802 s. Jika dicermati pada area kedua, besar deviasi frekuensi yang terjadi lebih kecil dibandingkan dengan area satu, yaitu 0.0001447 per unit atau 0.008682 Hz dan terjadi pada detik ke 203.277 s.

Gambar 4.13 Respon Frekuensi Area Satu dan Dua Pengontrol PI-VIC

Hasil simulasi berbeda dengan menggunakan pengontrol PI-VIC SMES dapat dilihat pada Gambar 4.14, terjadi deviasi frekuensi pada area satu sebesar 0.007216 per unit atau sekitar -0.43296 Hz pada waktu 2.182 s. Sedangkan pada area dua terjadi deviasi frekuensi sebesar -0.002203

per unit atau sekitar -0.13218 Hz pada detik ke 3.625 s. Besar deviasi frekuensi pada area satu akibat

Universitas Pertamina - 48

204.298 s. Jika dicermati pada area kedua, besar deviasi frekuensi yang terjadi lebih kecil dibandingkan dengan area satu, yaitu 0.0002167 per unit atau 0.013 Hz dan terjadi pada detik ke 207.056 s.

Gambar 4.14 Respon Frekuensi Area Satu dan Dua Pengontrol PI-VIC SMES

Gambar 4.15 Respon Frekuensi Seluruh Pengontrol Area Satu

Deviasi frekuensi area satu lebih dominan dibandingkan area kedua dikarenakan beban hanya terhubung di area satu. Deviasi frekuensi dapat terjadi ketika PEBT diintegrasikan ke sistem AGC dua area. PEBT dihubungkan ke sistem di area satu, sehingga area satu lebih mengalami terjadinya deviasi frekuensi dibandingkan area dua yang tidak terhubung oleh beban maupun PEBT.

Universitas Pertamina - 49

Tabel 4.9 Spesifikasi Performansi Studi Kasus Dua Skenario Satu No. Pengontrol Area 1 Δf1 Area 2 Δf2

ITAE

Overshoot Settling time Overshoot Settling time

1. I -0.01297 406.688 -0.00315 417.018 443.5

2. PI -0.01213 406.441 -0.00277 418.939 397.5

3. PI-VIC -0.01208 406.439 -0.002755 418.965 395.7 4. PI-VIC SMES -0.00721 408.296 -0.002203 419.776 351.8

Perbedaan hasil simulasi strategi kontrol pada Gambar 4.11 – 4.14 dapat dilihat jelas perbedaan dari setiap pengontrol yang digunakan dalam simulasi. Penggunaan SMES mampu meredam terjadinya penyimpangan frekuensi menjadi -0.00721 p.u atau setara dengan -0.4326 Hz. Sedangkan pengontrol I, PI, dan PI – VIC hanya mampu meredam penyimpangan frekuensi menjadi -0.01297

p.u, -0.01213 p.u, dan -0.01208 p.u atau secara berturut – turut terjadi penyimpangan frekuensi

sebesar -0.7782 Hz, -0.7278 Hz, dan -0.7248 Hz. Oleh karena itu, strategi kontrol yang diusulkan menggunakan sistem penyimpanan energi berupa SMES akan memberikan respon yang cepat untuk meredam perubahan frekuensi ketika adanya penetrasi dari PEBT.

4.5.2.2 Skenario 2

Pada skenario kedua ini mengasumsikan sistem automatic generation control (AGC) yang telah terintegrasi oleh beban statis dan pembangkit energi baru terbarukan (PEBT) berupa pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) memiliki nilai 75% inersia nominal atau terjadi penetrasi pembangkit energi baru terbarukan sebesar 25%. Penyimpangan frekuensi sistem AGC pada kedua area dengan strategi kontrol yang menggunakan pengontrol I, PI, PI-VIC, dan PI-VIC SMES (superconducting

magnetic energy storage) diilustrasikan pada Gambar 4.16 – 4.20.

Hasil simulasi pengontrol I pada Gambar 4.16, terjadi deviasi frekuensi pada area satu sebesar -0.01498 per unit atau sekitar -0.8988 Hz pada waktu 0.949 s. Sedangkan pada area dua terjadi deviasi frekuensi sebesar -0.003427 per unit atau sekitar -0.20562 Hz pada detik ke 2.087 s. Deviasi frekuensi pada area satu akibat adanya penetrasi PEBT berupa PLTB adalah 0.0006024 per unit atau 0.03611 Hz pada detik 201.713 s. Pada area dua, besar deviasi frekuensi yang terjadi lebih kecil dibandingkan dengan area satu, yaitu 0.0001632 per unit atau 0.009792 Hz dan terjadi pada detik ke 202.849 s.

Universitas Pertamina - 50

Gambar 4.16 Respon Frekuensi Area Satu dan Dua Pengontrol I

Gambar 4.17 Respon Frekuensi Area Satu dan Dua Pengontrol PI

Pada Gambar 4.17 merupakan hasil simulasi menggunakan pengontrol PI, terjadi deviasi frekuensi pada area satu sebesar -0.01403 per unit atau sekitar -0.8418 Hz pada waktu 0.84 s. Sedangkan pada area dua terjadi deviasi frekuensi sebesar -0.003006 per unit atau sekitar -0.18036 Hz pada detik ke 1.95 s. Besar deviasi frekuensi pada area satu akibat adanya penetrasi PEBT berupa PLTB adalah 0.0005268 per unit atau 0.031608 Hz pada detik 201.6 s. Area dua memiliki besar deviasi frekuensi yang lebih kecil dibandingkan dengan area satu, yaitu 0.0001353 per unit atau 0.008178 Hz dan terjadi pada detik ke 202.665 s.

Berdasarkan hasil simulasi menggunakan pengontrol PI-VIC pada Gambar 4.18, terjadi deviasi frekuensi pada area satu sebesar -0.01396 per unit atau sekitar -0.8376 Hz pada waktu 0.85 s. Sedangkan pada area dua terjadi deviasi frekuensi sebesar -0.002989 per unit atau sekitar -0.17934 Hz pada detik ke 1.93 s. Deviasi frekuensi area satu lebih dominan dibandingkan area kedua dikarenakan beban hanya terhubung di area satu. Besar deviasi frekuensi pada area satu akibat adanya

Universitas Pertamina - 51 penetrasi PEBT berupa PLTB adalah 0.000524 per unit atau 0.03144 Hz pada detik 201.579 s. Jika dicermati pada area kedua, besar deviasi frekuensi yang terjadi lebih kecil dibandingkan dengan area satu, yaitu 0.0001356 per unit atau 0.008136 Hz dan terjadi pada detik ke 202.688 s.

Gambar 4.18 Respon Frekuensi Area Satu dan Dua Pengontrol PI-VIC

Gambar 4.19 Respon Frekuensi Area Satu dan Dua Pengontrol PI-VIC SMES

Pengontrol PI-VIC SMES memiliki hasil simulasi pada Gambar 4.19 terjadi deviasi frekuensi pada area satu sebesar -0.007452 per unit atau sekitar -0.44712 Hz pada waktu 2.039 s. Sedangkan pada area dua terjadi deviasi frekuensi sebesar -0.002074 per unit atau sekitar -0.12444 Hz pada detik ke 3.044 s. Besar deviasi frekuensi pada area satu akibat adanya penetrasi PEBT berupa PLTB adalah 0.0005067 per unit atau 0.030402 Hz pada detik 204.095 s. Jika dicermati pada area kedua, besar deviasi frekuensi yang terjadi lebih kecil dibandingkan dengan area satu, yaitu 0.0002117 per

Universitas Pertamina - 52

Gambar 4.20 Respon Frekuensi Seluruh Pengontrol Area Satu

Tabel 4.10 Spesifikasi Performansi Studi Kasus Dua Skenario Dua No. Pengontrol Area 1 Δf1 Area 2 Δf2

ITAE

Overshoot Settling time Overshoot Settling time

1. I -0.01498 411.016 -0.00342 417.358 462.2

2. PI -0.01403 411.170 -0.00300 419.138 413.8

3. PI-VIC -0.01396 411.177 -0.00298 419.154 411.3 4. PI-VIC SMES -0.00745 410.450 -0.00207 420.073 355.8

Dari Gambar 4.20, dapat diamati bahwa sistem yang tidak menggunakan SMES akan terjadi penyimpangan frekuensi sebesar -0.01498 p.u atau 0.8988 Hz pada pengontrol I. Sedangkan sistem yang terhubung dengan SMES memberikan penyimpangan frekuensi sebesar -0.00745 p.u atau 0.447 Hz ketika beban terhubung ke sistem. Jika dibandingkan dengan sistem yang menggunakan pengontrol PI-VIC SMES akan menunjukkan respon yang lebih baik daripada metode pengontrol I, PI dan PI-VIC selama terjadinya penetrasi PEBT atau terdapat gangguan. Selain itu, penggunaan SMES akan memberikan stabilitas yang kuat dan memiliki waktu settling time yang lebih cepat daripada pengontrol lain.

4.5.2.1 Skenario 3

Skenario ketiga mengasumsikan sistem automatic generation control (AGC) yang telah terintegrasi oleh beban statis dan pembangkit energi baru terbarukan (PEBT) berupa pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) memiliki nilai 50% dari inersia nominal. Penyimpangan frekuensi sistem AGC pada kedua area dengan strategi kontrol yang menggunakan pengontrol I, PI, VIC, dan PI-VIC SMES (superconducting magnetic energy storage) diilustrasikan pada Gambar 4.21.

Hasil simulasi menggunakan pengontrol I pada Gambar 4.21, terjadi deviasi frekuensi pada area satu sebesar -0.01847 per unit atau sekitar -1.1082 Hz pada waktu 0.75 s. Sedangkan pada area dua terjadi deviasi frekuensi sebesar -0.004006 per unit atau sekitar -0.24036 Hz pada detik ke 1.629 s. Besar deviasi frekuensi pada area satu akibat adanya penetrasi PEBT berupa PLTB adalah 0.0005982

Universitas Pertamina - 53 lebih kecil dibandingkan dengan area satu, yaitu 0.0001529 per unit atau 0.009174 Hz dan terjadi pada detik ke 202.175 s.

Gambar 4.21 Respon Frekuensi Area Satu dan Dua Pengontrol I

Gambar 4.22 Respon Frekuensi Area Satu dan Dua Pengontrol PI

Hasil simulasi pada Gambar 4.22 merupakan sistem yang menggunakan pengontrol PI terjadi deviasi frekuensi pada area satu sebesar -0.01738 per unit atau sekitar -1.0428 Hz pada waktu 0.702 s. Sedangkan pada area dua terjadi deviasi frekuensi sebesar -0.003509 per unit atau sekitar -0.21054 Hz pada detik ke 1.536 s. Besar deviasi frekuensi pada area satu akibat adanya penetrasi PEBT berupa PLTB adalah 0.000515 per unit atau 0.0309 Hz pada detik 201.253 s. Pada area kedua, besar deviasi frekuensi yang terjadi lebih kecil dibandingkan dengan area satu, yaitu 0.0001404 per unit atau 0.0008424 Hz dan terjadi pada detik ke 202.145 s.

Penggunaan pengontrol PI-VIC pada Gambar 4.23 akan menunjukkan deviasi frekuensi pada area satu sebesar -0.01725 per unit atau sekitar -1.035 Hz pada waktu 0.710 s. Sedangkan pada area

Universitas Pertamina - 54

dua terjadi deviasi frekuensi sebesar -0.003848 per unit atau sekitar -0.23088 Hz pada detik ke 4.246 s. Besar deviasi frekuensi pada area satu akibat adanya penetrasi PEBT berupa PLTB adalah 0.0005113 per unit atau 0.03067 Hz pada detik 201.250 s. Pada area kedua, besar deviasi frekuensi yang terjadi lebih kecil dibandingkan dengan area satu, yaitu 0.0001411 per unit atau 0.008466 Hz dan terjadi pada detik ke 202.173 s ketika PEBT terkoneksi dengan sistem.

Gambar 4.23 Respon Frekuensi Area Satu dan Dua Pengontrol PI-VIC

Gambar 4.24 Respon Frekuensi Area Satu dan Dua Pengontrol PI-VIC SMES

Berdasarkan hasil simulasi menggunakan pengontrol PI-VIC SMES pada Gambar 4.24, terjadi deviasi frekuensi pada area satu sebesar -0.007730 per unit atau sekitar -0.4638 Hz pada waktu 1.947 s. Sedangkan pada area dua terjadi deviasi frekuensi sebesar -0.001895 per unit atau sekitar -0.1137 Hz pada detik ke 2.475 s. Deviasi frekuensi pada area satu akibat adanya penetrasi PEBT berupa PLTB adalah 0.000507 per unit atau 0.03042 Hz pada detik 203.673 s. Jika dicermati pada area kedua, besar deviasi frekuensi yang terjadi lebih kecil dibandingkan dengan area satu, yaitu 0.0001766 per unit atau 0.010596 Hz dan terjadi pada detik ke 202.965 s.

Universitas Pertamina - 55

Gambar 4.25 Respon Frekuensi Seluruh Pengontrol Area Satu

Tabel 4.11 Spesifikasi Performansi Studi Kasus Dua Skenario Tiga No. Pengontrol Area 1 Δf1 Area 2 Δf2

ITAE

Overshoot Settling time Overshoot Settling time

1. I -0.01847 406.952 -0.00401 419.419 540.3

2. PI -0.01738 408.655 -0.00350 469.443 699.5

3. PI-VIC -0.01725 408.626 -0.00384 469.476 689.5 4. PI-VIC SMES -0.00773 407.865 -0.00189 499.545 422.8

Pada hasil simulasi Gambar 4.21 – 4.25 menunjukkan deviasi frekuensi dari sistem mempertimbangkan penetrasi pembangkit energi baru terbarukan pada kondisi 50% dari nominal inersia sistem dengan berbagai kondisi operasi angin dan beban seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.8. Hasil simulasi skenario ketiga ini menyimpulkan bahwa terdapat fluktuasi frekuensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan skenario 1 dan 2 sebelumnya. Pada sistem yang terpasang PI – VIC tidak jauh berbeda dengan menggunakan pengontrol PI yang berarti PI – VIC masih belum optimal performa pengontrolnya, sehingga diperlukan tambahan SMES menjadi PI - VIC SMES yang mampu meredam osilasi dan penyimpangan frekuensi yang terjadi pada sistem. Pada pengontrol PI – VIC SMES area dua terjadi osilasi yang sangat kecil. Osilasi disebabkan karena turunnya nilai inersia, tapi pola riak pada SMES sehingga berdampak pada area dua. Namun, osilasi yang terjadi sangat kecil sekitar 9.12 x 10-5 p.u atau sekitar 0.00547 Hz.

Tabel 4.12 Indeks performansi ITAE

No. Pengontrol

Studi Kasus 1 Studi Kasus 2

Menggunakan Pengontrol Skenario 1 (100% Inersia) Skenario 2 (75% Inersia) Skenario 3 (50% Inersia) 1. I 17.88 443.5 462.2 540.3 2. PI 15.43 397.5 413.8 699.5 3. PI-VIC 15.03 395.7 411.3 689.5 4. PI-VIC SMES 5.975 351.8 355.8 442.8

Universitas Pertamina - 56

Berdasarkan hasil simulasi yang dapat dilihat pada Tabel 4.12, penggunaan superconducting

magnetic energy storage memiliki hasil indeks performansi integral time absolute error yang paling

rendah dari studi kasus satu dan dua. Dalam representasi diagram blok dari skema kontrol sederhana SMES pada Gambar 4.4 terdapat arus, tegangan dan daya SMES. Arus induktor dibutuhkan agar mampu mengembalikan pada nilai pengenal sistem dengan sangat cepat setelah terjadinya gangguan/penetrasi pada sistem. Efek berikutnya berdampak pada sistem SMES menjadi sangat responsif untuk merespon gangguan beban selanjutnya. Performa sistem tenaga listrik bergantung pada nilai pengontrol Kp, Ki dan Ksmes. Teramati bahwa jika nilai Kp yang lebih tinggi akan

menurunkan overshoot, tetapi akan meningkatkan settling time sistem. Namun, jika nilai Kp lebih rendah di sisi lain akan meningkatkan overshoot tetapi menurunkan settling time. Ksmes akan mempengaruhi kepada settling time, jika Ksmes memiliki nilai yang tinggi maka sistem akan tidak stabil dan terlalu agresif, namun jika Ksmes memiliki nilai yang rendah maka sistem akan cenderung stabil namun tidak agresif, dengan kata lain, respon sistem sangat lambat. Maka dari itu, penyesuaian nilai optimal Kp, Ki, dan Ksmes harus melalui minimisasi indeks performansi ITAE.

Indeks performansi ITAE diletakkan pada area control error (ACE) pada kedua area. ITAE mengintegrasikan eror yang terdapat pada respon ACE yang dikalikan setiap waktunya. ITAE memberi pengaruh pada eror yang terjadi setelah waktu yang lebih lama daripada eror pada awal respon. Penggunaan ITAE menghasilkan sistem yang lebih mampu meminimalisir eror yang berlebih dikarenakan respon awal sistem yang lamban untuk menghindari osilasi yang berkelanjutan.

Dapat dilihat pada Tabel 4.12 merupakan hasil indeks performansi ITAE dari beberapa skenario yang telah disusun. Dapat dilihat pada hasil pengontrol PI-VIC berbasis SMES yang diajukan memiliki nilai indeks performansi ITAE yang paling kecil diantara pengontrol-pengontrol yang lain. Pada studi kasus satu skenario dua menggunakan pengontrol memiliki nilai ITAE yang relatif kecil dari studi kasus dua dikarenakan pada studi kasus satu skenario dua hanya menggunakan beban statis yang beroperasi pada waktu awal dan pada skenario ini tidak terdapat penetrasi dari pembangkit energi baru terbarukan, serta sistem pada skenario ini hanya bekerja dari rentang waktu 0 s hingga 100 s. Rentang waktu beroperasi sistem hanya 100 s karena sistem pada skenario ini tidak mengalami perubahan nilai indeks performansi ITAE.

Studi kasus satu dan studi kasus dua tidak dapat dibandingkan satu sama lain dikarenakan memiliki perbedaan operasional sistem seperti, studi kasus satu beroperasi pada selama 100 s dan studi kasus dua beroperasi selama 500 s. Kemudian, pada studi kasus satu tidak terhubung dengan pembangkit energi baru terbarukan, sedangkan studi kasus dua terhubung dengan pembangkit energi baru terbarukan berupa pembangkit listrik tenaga bayu dan mulai beroperasi pada detik 200 s hingga 400 s. Karena adanya pembangkit energi baru terbarukan, perlu dilakukan pengaturan ulang nilai Kp,

Ki, dan Ksmes untuk mendapatkan nilai indeks performansi ITAE yang optimal.

Hasil membuktikan bahwa penggunaan PI-VIC berbasis SMES mampu meredam terjadinya osilasi pada respon frekuensi sistem AGC dua area. Pembuktian tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.12 dengan nilai PI-VIC SMES yang terendah dibandingkan dengan pengontrol lainnya. Seperti pada studi kasus dua skenario dua, secara berturut-turut nilai indeks performansi ITAE setiap pengontrol I, PI, PI-VIC, dan PI-VIC SMES yaitu, 462.2; 413.8; 411.3; dan 355.8. Maka dari itu, pengontrol PI-VIC berbasis SMES efektif dalam mengurangi overshoot dan settling time ketika terjadi penetrasi PEBT dapat dibuktikan dari nilai indeks performansi ITAE.

Universitas Pertamina - 59

Dalam dokumen VIRTUAL INERTIA CONTROL (Halaman 69-83)

Dokumen terkait