• Tidak ada hasil yang ditemukan

Awal Perjalanan Privatisasi Air DKI Jakarta

4. TEMUAN DATA

4.1. Awal Perjalanan Privatisasi Air DKI Jakarta

Pada awalnya, pelayanan air minum DKI Jakarta dilayani oleh PAM Jaya yang dalam operasinya membagi wilayah pelayanan menjadi enam wilayah (dapat dilihat pada Gambar 4.1.:

1. Wilayah I: Sekitar Jakarta Pusat

2. Wilayah II: Sebagian Jakarta Pusat dan sebagian Jakarta Timur 3. Wilayah III: Sebagian Jakarta Utara bagian Timur

4. Wilayah IV: Jakarta Barat 5. Wilayah V: Jakarta Selatan

6. Wilayah VI: Jakarta Timur bagian Selatan

Pembagian wilayah tersebut disebabkan oleh adanya pembatasan pipa-pipa primer yang mengaliri air untuk Jakarta.

“...wilayah Jakarta ini kan dari awal PAM Jaya dalam operasinya membagi wilayah pelayanan enam wilayah. Ini adalah berdasarkan keberadaan pipa -pipa besar dan instalasi di area itu.Wilayah satu itu secara kewilayahan itu sekitar Jakarta Pusat.Wilayah dua itu sebagian Jakarta Pusat, kemudian sebagian Jakarta Timur.Wilayah tiga itu sebagian Jakarta Utara tapi sisi timur.Wilayah empat itu Jakarta Barat. Wilayah lima ini hampir semua Jakarta Selatan. Wilayah enam itu Jakarta Timur sisi selatan.Tapi itu sebenernya karena dibatasin oleh pipa-pipa primer.Basenya adalah pipa yang ada.Jadi waktu awalnya itu sebenernya kerjasama ini adalah bahwa Jakarta yang sudah seperti itu silakan aja diteruskan. Awalnya itu kita akan membangun di jatiluhur. Kemudian mengirim air bersih dijual kepada Jakarta.

(Wawancara dengan pak Sriwidayanto Kaderi tanggal 10 Februari 2014)

Kebijakan privatisasi air di Jakarta itu sendiri awalnya merupakan salah satu pinjaman Bank Dunia (World Bank). Ditemukan dalam Loan Agreement Number 3219 IND, tertanggal 6 Juli 1990, ditulis bahwa International Bank for Reconstruction and Development (IBRD) menyetujui pemberian pinjaman kepada Pemerintah RI dalam proyek yang bernama Second Jabotabek Urban Development Project.IBRD ini sendiri merupakan salah satu bagian dari Bank Dunia.Pinjaman yang diberikan oleh IBRD kepada pemerintah RI berjumlah total

Universitas Indonesia

190 juta USD. Pinjaman tersebut dibagikan kepada tiga lembaga yang ketiga- tiganya bertujuan untuk meningkatkan kualitas layanan air minum DKI Jakarta: 19 juta USD kepada Pemprov DKI Jakarta, 92 juta USD kepada PAM Jaya, dan 13 juta USD kepada PDAM Tangerang. Dalam Loan Agreement tersebut dikatakan bahwa per 1 April 1991 pengelolaan dan pengoperasian saluran air dan limbah DKI Jakarta sudah harus berjalan.

Kemudian, peneliti menemukan dokumen Risalah Rapat Koordinasi Penyediaan Air Bersih bagi DKI Jakarta dan sekitarnya. Di dalam dokumen tersebut, peneliti mengetahui bahwa pada 12 Juni 1995, Presiden RI saat itu, Soeharto, mengeluarkan Petunjuk Presiden RI kepada Menteri PU yang sedang menjabat, Ir. Radinal Mochtar, yang berisi perlu penanganan penyediaan air bersih untuk DKI Jakarta dan sekitarnya, dan penanganan tersebut mengikutsertakan dua perusahaan swasta. Untuk menindaklanjuti Petunjuk Presiden tersebut, Menteri PU mengadakan Rapat Koordinasi Penyediaan Air Bersih bagi DKI Jakarta dan Sekitarnya pada 15 Juni 1995. Inti hasil rapat tersebut adalah bahwa pengelolaan air bersih untuk DKI Jakarta dan sekitarnya ditetapkan menjadi dua bagian, yaitu sebelah timur kali Ciliwung dan sebelah barat kali Ciliwung dengan operator swasta. Setelah diadakan rapat tersebut, dengan Surat Keputusan Menteri PU No. 249/KPTS/1995 tertanggal 6 Juli 1995, Menteri PU membentuk Tim Koordinasi Penyiapan Proyek Penyediaan Air Bersih Kota Jakarta dan Kawasan Sekitarnya dengan Peran Swasta.

Salah satu narasumber, Ahmad Lanti menyatakan bahwa saat itu menteri PU mensyaratkan adanya uji kelayakan sebelum ditentukannya privatisasi. Setelah uji kelayakan tersebut selesai, uji kelayakan tersebut diterima dan disetujui oleh menteri PU dengan sedikit perubahan di sana-sini.

Tapi waktu itu persyaratannya menteri PU adalah mereka harus melakukan kajian tentang kelayakan. Uji kelayakan itu dibuat hampir enam sampai sepuluh bulan ya.Selesai, disampaikan kepada menteri PU.Kemudian PU membuat evaluasi yang dipimpin oleh Dirjen Cipta Karya. Namanya Ir. Rahmadi B. S. Nah tim ini lah yang menilai uji kelayakan tersebut. Nah, akhirnya uji kelayakan itu dengan sedikit perubahan di sana-sini dapat diterima oleh Kementerian PU. Nah, jadi untuk itu

diminta jadi menteri PU supaya dibentuk Tim Gabungan. Tapi tetap diketuai oleh Dirjen Cipta Karya ya.Jadi ada dari Kementerian PU, ada dari P emprov DKI. Nah saya waktu itu ditunjuk sebagai wakil tim Negosiasi. Ketua Tim Negosiasinya waktu itu Pak Prawoto

(Wawancara dengan pak Ahmad Lanti tanggal 10 Februari 2014)

Selanjutnya, peneliti menemukan bahwa terdapat dokumen Surat Keputusan Gubernur Kepala DKI Jakarta No. 1327 Tahun 1995 tentang Pembentukan Tim Negosiasi Pemerintah DKI Jakarta untuk Kerjasama Kemitraan antara PAM Jaya dengan Swasta (Tim Negosiasi Gabungan). Gubernur yang saat itu menjabat adalah pak Suryadi Sudirja. SK ini merupakan tindak lanjut dari uji kelayakan yang diterima oleh menteri PU tersebut. Tim Negosiasi Gabungan yang dipimpin oleh Dirjen Cipta Karya, Ir. Rahmadi B. S. Ketua tim negosiasi gabungan ini sendiri adalah pak Prawoto, yang saat itu merupakan Asisten Pembangunan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dan wakilnya adalah Ahmad Lanti, yang waktu itu menjabat sebagai pejabat Dinas Pekerjaan Umum Eselon Satu. Anggotanya merupakan Direktur Utama PAM Jaya, pak Rama Boedi dan banyak orang teknis lainnya. Termasuk juga di dalamnya ada orang-orang dari TPJ dan Palyja. Negosiasi tersebut berlangsung berkali-kali, pak Ahmad Lanti sendiri tidak bisa mengingatnya.

Iya. Dengan SK menteri PU waktu itu.Itu dibuat tahun 96.Ketuanya dari DKI ada asisten pembangunan, pak Prawoto, wakilnya saya.Anggotanya Dirut PAM Jaya dan banyak lagi orang-orang teknis yang lainnya.Terus termasuk juga di dalamnya ada namanya TPJ dan Palyja.Waktu itu sudah dibentuk PT-nya.Waktu itu sudah terdiri dari orang asing dan orang Indonesia itu Palyja dan TPJ.Negosiasi itu berlangsung berkali-kali bolak-balik, lupa saya berapa kali, sampai akhirnya satu tahun setengah negosiasinya.14 bulan kalau ga salah waktu itu.Akhirnya pada bulan Juni, ditandatanganilah kontrak itu dengan Palyja dan TPJ.Yang taken contract adalah Dirut PAM Jaya namanya Ir. Rama Boedi. Dan dari pihak swasta itu saya lupa, nama asing semua. Diketahui dan disetujui oleh gubernur, pak Suryadi Sudirja.Menteri PU hadir menyaksikan aja di Balaikota.Itu tahun 97, bulan juni.Kalau 25 tahun, berakhirnya Juni 2022 kan.

(Wawancara dengan pak Ahmad Lanti tanggal 10 Februari 2014)

Pada saat negosiasi-negosiasi itu dibuat, pak Ahmad Lanti dan rekan- rekannya berada di bawah tekanan Suharto.

Universitas Indonesia

Ya itu orde baru sih ya. Di bawah tekanan itu kerjanya.Karena ada kepentingan- kepentingan bisnis dari orang-orang dekatnya pak Harto.Jadi kalau mau ngomong keras, ditegur gitu.Ditegur melalui menteri PU.Pak Kardono asisten presiden bidang militer ya?Pokoknya itu lah.Dia staf presiden bidang militer.Nah itu yang menekan.Ya seolah-olah ya kepada menteri PU, menteri PU menyampaikan ke kita.Kita bekerja di bawah tekanan.Susah ngomongnya. Terus cost nya dibayar sama masyarakat Jakarta. Social cost nya.

(Wawancara dengan pak Ahmad Lanti tanggal 10 Februari 2014)

Jika mereka mulai menentang, mereka akan ditegur melalui menteri PU. Sebelum menteri PU menegur, ia mendapat teguran dari seorang asisten presiden bidang militer yang bernama pak Kardono.

Di dalam dokumen ini disebutkan bahwa biaya pelaksanaan sebagai akibat dikeluarkannya keputusan ini dibebankan pada anggaran PAM Jaya tahun 1995/1996.Keputusan ini berlaku sejak 15 September 1995. Keputusan ini ditetapkan di Jakarta, 31 Oktober 1995.

Keputusan Gubernur Kepala DKI Jakarta tersebut ditindaklanjuti oleh Ketua Tim Negosiasi Pemda DKI Jakarta untuk Kerjasama Kemitraan antara PAM Jaya dengan Swasta, Ir. H. Prawoto Danoemihardjo dengan membuat Surat Keputusan No. 010/TN/XI/1995 tentang Pembentukan Satuan Tugas untuk Kerjasama Kemitraan antara PAM Jaya dengan Swasta tertanggal 16 November 1995. Untuk menindaklanjuti hal itu, terdapat Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 21 Tahun 1996 tentang Petunjuk Kerjasama antara Perusahaan Daerah Air Minum dengan Pihak Swasta tertanggal 22 Juli 1996 di Jakarta dengan ditandatangani oleh Menteri Dalam Negeri saat itu: Moh. Yogie S. M.

Kemudian, perjanjian kerjasama ditandatangani pada 6 Juni 1997 antara PAM Jaya dengan mitra swasta. Pelaksanaan penyediaan air bersih Provinsi DKI Jakarta dialihkan kepada pihak swasta, yaitu PT PAM Lyonnaise Jaya (gabungan dari Lyonnaise des Eaux dan Salim Group) untuk wilayah barat Jakarta, dan PT Thames PAM Jaya (gabungan dari Thames Water Overseas dan perusahaan milik Sigit Harjojudanto, anak dari presiden RI saat itu, Suharto) untuk bagian timur Jakarta.

Namun, perjanjian kerjasama tersebut baru berlaku efektif pada 1 Februari 1998. Hal itu disebabkan karena berlakunya condition precedent (persyaratan pendahuluan) yang sudah disepakati. (Lanti, Nugroho, Ali, Kretarto, & Zulfikar,

2008). Kemudian, para pihak dalam perjanjian kerjasama tersebut menyepakati untuk perlu diadakan beberapa perubahan atas isi kerjasama untuk disesuaikan dengan perkembangan kondisi. Pada 22 Oktober 2001 terdapat Re-stated Cooperation Agreement (RCA) yang disebakati oleh semua pihak.

Tabel 4.1.: Tabel Perubahan Perjanjian Kerjasama Sebelum dan Sesudah Diperbaiki dan Diberlakukan Kembali tanggal 22 Oktober 2001 No Pokok Hal Perjanjian Kerjasama 6

Juni1997 Perjanjian Kerjasama 22 Oktober 2001 1 Perjanjian kerjasama efektif 11 persyaratan pendahuluan sebelum berlaku efektif. Dimulai efektif 1 Februari 1998.

Tidak ada persyaratan pendahuluan. Segera efektif 22 Oktober 2001. 2 Penyelesaian perselisihan Penyelesaian secara musyawarah, melalui mediasi, expert. Arbritase melalui UNCITRAL, Singapura. Penyelesaian secara musyawarah, melalui mediasi Badan Regulator. Melalui mediasi pakar yang ditunjuk. Arbritase dilakukan oleh UNCITRAL, Singapura. 3 Status karyawan 2.803 karyawan yang diperbantukan memiliki “status ganda” – kondisi kurang stabil.

Dialihkan menjadi status tunggal melalui

mekanisme tiga opsi. 4 Kontrak air baku

dan air curah

Kontrak melalui PAM Jaya.

Kontrak langsung dengan mitra swasta.

5 Target teknis dan standar pelayanan

Berdasarkan studi kelayakan 1996.

Direvisi karena krisis moneter 1998-2000.

6 Sanksi dan penalti

Obyek yang dikenal sanksi/peneliti terbatas pada volume air terjual dan kualitas air.

Obyek ditambah: Angka kebocoran air, cakupan pelayanan, ketepatan penyampaian laporan.

7 Pemompaan air tanah

Kehilangan pendapatan akibat kegagalan menutup sumur dalam

dikompensasi oleh PAM Jaya. Akibatnya, target teknis dapat berubah.

Dalam hal gagal menutup sumur dalam: kehilangan pendapatan tidak

dikompensasi, PAM Jaya hanya sebagai fasilitator. Tidak mempangurhi

Universitas Indonesia No Pokok Hal Perjanjian Kerjasama 6

Juni1997

Perjanjian Kerjasama 22 Oktober 2001 Retribusi pajak air tanah

dibagi untuk Mitra Swasta.

target teknis. Pihak kedua tidak berhak menerima pajak air tanah.

8 Finpro dan imbalan air

Karena krisis moneter, Finpro 1997 tidak bisa diterapkan dan tidak memenuhi kelayakan. Imbalan air > tarif (defisit besar. Untuk Kompensasi defisit, pihak kedua dapat menjual kelebihan aset apabila disetujui PAM Jaya.

Kenaikan tarif 35%, Finpro baru disepakati (sebagai lampiran PKS baru). Imbalan baru (bersifat indikatif) diturunkan lebih kurang 20%. Defisit yang lalu diaudit oleh BPKP. Imbalan air yang dievaluasi ditetapkan setelah periode transisi (Januari 2003) sebagai titi awal untuk sisa waktu kontrak kerjasama. 9 Badan pengatur

(Badan Regulator)

Badan Pengawas = Badan Regulator kurang

efektif/produktif

Badan Regulator independen disepakati.

10 Manajemen aset

Pada akhir periode

kerjasama, sisa nilai buku aset dikompensasi oleh PAM Jaya. Pada akhir kerjasama, tidak ada jaminan dari pihak kedua tentang kondisi aset pihak pertama.

Program investasi dijadwalkan tidak ada sisa nilai buku pada akhir kerjasama. Jaminan

Performance Bond atas aset yang dikembalikan pada akhir konsesi.

11 Mekanisme

Escrow Account

Mekanisme pengambilan dana dari E/A hanya berdasarkan instruksi sepihak pihak kedua.

Mekanisme pengambilan dana atas persetujuan kedua pihak.

Gambar 4.1.: Gambar Pembagian Wilayah Produksi dan Distribusi Air Sumber: Profil Perusahaan PAM Jaya 2012

Pada Perjanjian Kerjasama PAM dengan swasta tertanggal 6 Juni 1997 (sebagaimana telah diubah dan dinyatakan kembali tertanggal 22 Oktober 2001), terdapat klausula hak dan kewajiban. Dalam klausula 9 (Hak dan Kewajiban), hak PDAM DKI Jakarta (pihak pertama) adalah memeriksa, mengawasi, menilai, dan mengevaluasi pelaksanaan kewajiban-kewajiban pihak kedua; memberikan saran- saran kepada Badan Pengatur dan Instansi Pemerintah terkait dengan penetapan tarif; menerima bagian pendapatan pihak pertama, pendapatan yang tidak dibagi dari pihak pertama, dan kebutuhan bulanan sekunder pihak pertama; menerima laporan proyek dari pihak kedua; menerima dan menyetujui program lima tahun untuk setiap periode berikutnya. Kewajiban PDAM adalah menyediakan, memperbaharui, memperpanjang perizinan; memberi seluruh bantuan yang wajar kepada pihak kedua sehubungan dengan pelaksanaan proyek oleh pihak kedua sepanjang bantuan tersebut berada dalam kewenangan pihak pertama; memberikan data dan informasi yang disimpan oleh pihak pertama kepada pihak

Universitas Indonesia

kedua untuk maksud pengelolaan, operasi, pengembangan proyek; mengalihkan pengelolaan dan operasi dari aset yang ada kepada pihak kedua; membantu pihak kedua dalam pengaturan penawaran opsi untuk menjadi karyawan.

Hak pihak kedua (swasta) adalah secara eksklusif melaksanakan proyek dan kewajiban-kewajiban lainnya berdasarkan perjanjian ini selama jangka waktu sesuai dengan perjanjian ini; menerima bantuan umum yang pantas dari pihak pertama dan badan pengatur berkenaan dengan hubungan dengan Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah dan Departemen Dalam negeri dan Otonomi Daerah dan Instansi Pemerintah lainnya; menerima bagian pendapatan pihak kedua dan pendapatan yang tidak dibagi dari pihak kedua; mengatur pengukuran meter dan penagihan para pelanggan; mengatur penagihan pendapatan yang dibagi dan pendapatan yang tidak dibagi; mengadakan sambungan-sambungan baru pada fasilitas distribusi. Kewajiban pihak kedua adalah mengatur seluruh pendanaan yang diperlukan untuk proyek; memenuhi target teknis dan standar pelayanan sementara bertindak sesuai dengan tata cara pengoperasian yang baik; Memperoleh dari pihak ketiga terkait seluruh persediaan air baku dan aiar curah olahan yang diperlukan untuk pelajsanaan kewajiban; menyampaikan laporan megenai proyek kepada pihak pertama; Bekerjasama dalam penggunaan bersama aset (apabila perlu dengan pihak lain) dengan ketentuan bahwa hal ini tidak akan mengganggu kemampuan pihak kedua untuk melaksanakan kewajibannya; menyiapkan program lima tahunan berdasarkan hasil studi kelayakan dan menyerahkan serta membicarakan rencana investasi tahunan dan program pengoperasian dan pemeliharaan tahunan; mengalihkan pengetahuan, keahlian, dan teknologi yang berkaitan dengan proyek kepada pihak pertama.

Namun kemudian, pada 1997, Palyja menjual sahamnya 49% Kepada Astratel dan 51% masih dipegang oleh Prancis (Suez Environment – Lyonnaise des Eaux). Kemudian, di sisi timur, Thames PAM Jaya menjual saham seluruhnya kepada PT Aetra, yang merupakan perusahaan Indonesia, beberapa tahun setelahnya.

Dokumen terkait