• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. TEMUAN DATA

4.3. Regulasi

Di dalam kontrak kerjasama, pihak swasta bertanggung jawab untuk mendistribusikan air kepada publik. Untuk itu, swasta berhak mendapatkan imbalan air atau water charge per meter kubik air tertagih yang dibebankan kepada PAM Jaya. Water charge ini disesuaikan setiap semester sesuai dengan indikator inflasi dan beberapa penghitungan lain yang ditetapkan oleh PAM Jaya bersama swasta. Sementara itu, water tariff adalah tarif air yang dibebankan kepada masyarakat. (Lanti, Nugroho, Ali, Kretarto, & Zulfikar, 2008). Kenaikan

water tariff tentunya dibuat untuk menyesuaikan dengan water charge dengan

water tariff lebih tinggi daripada water charge agar selisih di antaranya bisa didapatkan sebagai surplus. Terdapat mekanisme kenaikan water tariff pada Bagan 4.1.

Tahun 1998-2001 merupakan masa-masa krisis moneter hebat di Indonesia. Oleh karena itu, water tariff tidak naik sama sekali, sementara water charge naik. Akibat dari itu, water charge lebih tinggi daripada water tariff. Hal tersebut menyebabkan adanya shortfall atau utang yang diharus ditanggung oleh PAM Jaya. Oleh sebab itu, setiap lima tahun sekali diadakan rebasing. Rebasing

adalah evaluasi lima tahunan yang salah satunya membahas water tariff dan target-target untuk meningkatkan pelayanan air.

Karena ada shortfall besar pada krisis moneter, Badan Regulator Pelayanan Air Minum (BRPAM) DKI Jakarta periode pertama menaikkan water tariff dengan persentase tinggi (Penyesuaian Tarif Otomatis/PTO). Namun, dari enam kali usulan PTO, BRPAM hanya mengajukan empat kali usulan PTO, dan

Universitas Indonesia

dua kali mengajukan usulan tidak memelaksanakan PTO. Keputusan itu diambil karena kinerja belum memenuhi syarat. Kenaikan water charge tidak dikaitkan dengan kinerja, sementara kenaikan water tariff dinilai BRPAM harus berdasarkan kinerja pelayanan (Lanti, Nugroho, Ali, Kretarto, & Zulfikar, 2008). Hal tersebut didukung oleh pernyataan pak Ahmad Lanti:

“..., pada 1998 ini ga bisa naik ini karena demo. Kalau misalnya dia naik ke sana, tidak naik dia. Flat terus. Akibat dari itu, terjadi shortfall.Antara WC dan WT. Defisit.Ini jadi tiap enam bulan naik WC mengikuti indeksasi statistik, tapi tarif di

Indonesia sekali setahun naik.Sehingga dia tetap berada di atas WC tarif rata- ratanya.Nah.Waktu itu terjadi shortfall besar.Waktu saya masuk, supaya ini tidak shortfall, ini dinaikin tarifnya berapa puluh persen waktu itu.Dengan izin gubernur,

naik lagi ini dia.

(Wawancara dengan pak Ahmad Lanti tanggal 10 Februari 2014)

Gambar 4.2. Bagan Mekanisme Kenaikan Water Tariff

Sumber: Keterangan dari pak Sriwidayanto Kaderi dalam Wawancara Tanggal 10 Februari 2014 yang diolah kembali oleh peneliti

Usulan mitra swasta kepada PAM Jaya

PAM Jaya berkonsultasi dengan Badan Pengawas PAM Jaya

PAM Jaya mengusulkan kepada BRPAM

BRPAM melakukan kajian

Konsultasi publik untuk mendapat masukan dari masyarakat (pelanggan) BRPAM membuat proposal ke Gubernur DKI Jakarta Gubernur konsultasi dengan DPRD DPRD memberi masukan kepada Gubernur DKI Jakarta

Tarif ditetapkan dengan SK Gubernur DKI Jakarta

BRPAM, PAM Jaya, swasta melakukan sosialisasi kenaikan tarif

30 hari setelah itu, tarif baru berlaku

Gambar 4.3. Grafik Ilustrasi Grafik Water Charge dan Water Tariff yang Ideal Menurut Perjanjian Kerjasama

Sumber : Keterangan dari Riant Nugroho dalam Wawancara Tanggal 20 Januari 2014 yang digambar ulang oleh peneliti.

Gambar 4.4. Grafik Ilustrasi Grafik Water Charge dan Water Tariff yang Terjadi Sebenarnya

Sumber: Keterangan dari Riant Nugraha dalam Wawancara Tanggal 20 Januari 2014 yang digambar ulang oleh peneliti.

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 2002 2004 2006 2008

Water tariff Water charge

shortfal l

Universitas Indonesia

Karena kalau sudah kontrak, setiap enam bulan maka water charge harus naik. Tiap enam bulan.Padahal, tarif air itu tidak progresif.Coba tak gambar sini. (Menggambar) Ini adalah Water Tariff (WT), ini adalah Water Charge (WC).Nah, selisih ini punya nya DKI Jakarta.Tetapi, yang terjadi adalah WC itu naik terus.Tapi WT ga bisa.Sekarang, tarif air tiap tahun naik.Teriak masyarakat, karena tidak affordable.J adi, untuk ini ada namanya affordability. Sehingga terjadi adalah short fall. Ketika ada short fall, maka kita bilang, tarif air tidak boleh naik. Karena tarif air ga boleh naik, maka terjadi yang namanya short fall nya tertahan.Karena tarif air ga bisa naik maka kurva menjadi seperti ini.Kenapa?Kita itu tidak bisa menentukan WC.Yang bisa menentukan WC adalah PAM dan swasta.Tapi, gara-gara ini maka PAM dan swasta ketika bikin WC itu melibatkan BR. Liat ya, ini kontraknya seperti ini.Tidak adil.Maka kita bekerja di luar ini.Berkembang dari sini ke sini.Itu lah sebabnya, BRPAM itu dibenci oleh PAM Jaya dan swasta.Kenapa?Karena dengan program seperti ini, maunya seperti ini terus.Sehingga pada tahun 2007 sampai 2012 itu tidak ada kenaikan tarif sama sekali.

(Wawancara dengan pak Riant Nugroho tanggal 20 Januari 2014)

Water charge yang tiap enam bulan sekali naik secara tidak langsung menuntut agar water tariff juga naik. Namun, BRPAM memutuskan agar water tariff tidak naik lagi sejak 2007 karena masyarakat banyak yang protes karena mereka tidak mampu untuk membayar tagihan air yang semakin mahal.

Kemudian, water lossnya ini. Kehilangan air.50% hilang.Ini pada kontrak pertama kali, tahun 1998. Pada tahun 2003, mereka mengalami kehilangan air dari 58% turun menjadi 43%. Tapi yang terjadi adalah realisasinya

45%.Bukannya mereka itu kemudian menyatakan bahwa „saya mau perbaiki‟,

tidak.Yang mereka lakukan mengoreksi targetnya. Jadi deket kan realisasi sama targetnya? Kalau deket, dendanya murah. Maka lebih baik mereka bayar denda ketimbang kerja keras. Koreksi ini dilakukan tanpa sepengetahuan BR. ..., setiap kontrak kerjasama dengan asing, itu basisnya adalah performance kan. Kalau orang performance ga bisa, dia cabut kan. Ini enggak.Ini berdasarkan yang namanya kebutuhan keuangan. Liat kata-katanya: Water charge is not based on kinerja. But based on a great finpro.Finpro tuh financial projection. Kalau mereka menyatakan, tahun depan harus untung sekian, nah itu acuannya. Bukan performance.

(Wawancara dengan pak Riant Nugroho tanggal 20 Januari 2014)

Tabel 4.2. adalah tabel yang berisi target penurunan kehilangan air yang disepakati oleh PAM Jaya dan pihak swasta. Pada 1998, disepakati target kehilangan air adalah 58,35%. Lalu pada saat rebasing tahun 2003, target kehilangan air turun menjadi 43%. Namun, realisasinya adalah 45,26%. Alih-alih memperbaiki realisasi, pihak PAM Jaya dan swasta justru memperbaiki target menjadi 45,34% pada tahun 2004. Hal itu menyebabkan realisasi dekat dengan

target. Apabila realisasi dekat dengan target, denda yang diberikan akan menjadi lebih murah. Koreksi target ini dilakukan oleh PAM Jaya dengan swasta tanpa sepengetahuan BRPAM. Selain itu, alih-alih dibuat dengan dasar kinerja atau performa, kontrak kerjasama ini juga dibuat dengan berdasarkan great financial projection. Jadi, target capaian yang harus dicapai adalah target untung, bukan target performa, seperti yang dikemukakan oleh pak Riant Nugroho di atas.

Tabel 4.2.: Upaya Penurunan Kehilangan Air yang Dicantumkan pada Lampiran Perjanjian Kerjasama

Sumber: Djamal, Ali, Nugroho, Kretarto, & Utami (2009)

Dokumen terkait