• Tidak ada hasil yang ditemukan

AWAL PERKENALAN SAYA DENGAN ISLAM JAMAAH/LDII Awal perkenalan saya dengan islam jamaah. ketika saya masih duduk di

Dalam dokumen Ketika kami harus meninggalkan LDII 1 (Halaman 33-40)

kelas tiga SMP,dimana saat itu saya masih remaja yang aktif dalam

kegiatan remaja masjid yang berada di sekolah maupun di lingkungan saya. Singkat Cerita ketika ada tetangga saya yang duluan masuk dalam aliran islam jamaah sebab yang mengajak mereka adalah orang mempunyai

kerabat dekat dengan pengurus pusat aliran islam jamaah.mungkin faktor mereka ingin mengajak saya bergabung karena melihat saya giat dalam menuntut ilmu sehingga saya di tawarkan menjadi anggota pemuda

mereka.jujur saja ajakan mereka sangat manis,dan saya akui kenapa saya tergiur dengan ajakkan mereka,yang mula-mula saya di ajari

mengaji/membaca Qur‟an secara cepat tanpa harus melewati pedoman IQRA dan bisa menulis dan membaca PEGON (arab gundul melayu).saya pun tertarik dengan pengajian yang unik tersebut.lama-kelamaan ada tawaran yang lebih menggiurkan yakni “ bagi pemuda-pemuda yang mau meneruskan pembelajaran manqul akan di berangkatkan ke pondok

pesantren kediri dengan biaya di tanggung oleh lembaga aliran itu (LDII) yang dulunya bernama islam jamaah.bukan hanya itu,dengan doktrin yang ditanamkan sejak dini bagi para pemula dijanjikan wajib masuk surga bila sampai berbaiat pada imam dan berjuang bersama mereka.inilah membuat kecenderungan buat saya menjadi Da‟inya walau doktrinnya membuat saya semakin jauh dari keluarga.karna dari hasil doktrin yang saya dapatkan “KELUARGA SAYA ADALAH ORANG KAFIR”.sejatinya mereka

menggunakan dalil-dalil pendukung gerakan bawah tanah.sehingga saya pun berhasil mereka rekrut berbaiat pada imam mereka,dan memvonis kafir pada keluarga saa yang tidak mau ikut aliran ini.

Untuk menjadi anggota LDII yang milit dengan mencapai ke tingkat baiat harus memenuhi kriteria antara lain :

- telah menghatamkan Kitab sholat,kitab adilah dan kitab imaroh/keamiran.

- Aktif dalam kegiatan pengajian mereka minimal 3 kali dalam seminggu.

- Aktif melaksanakan sholat jum‟at di masjid-masjid milik LDII.tapi karna saat itu LDII di daerah saya belum mempunyai masjid maka sholat jum‟atnya diadakan dirumah milik tokoh LDII setempat.tidak shalat di masjid umum walau rumah saya dekat dengan masjid.

- Aktif dan rutin melakukan infaq lemparan (infaq pada waktu mengaji sebagai bukti cinta kita pada LDII).

- Sanggup mendengar dan taat sepenuh kemampuan (sak pol kemampuan) pada imam.

- Sanggup membayar infaq persenan.

Setelah disaksikan oleh pengurus islam jamaah/LDII absensi dengan rata-rata aktif dan baik,serta kredibilitas kita dianggap mampu menutupi rahasia islam jamaah,maka saat itu saya di nasehatkan untuk

berbaiat.alasannya amalan saya belum di terima Allah karna masih di kategorikan kafir. berdalil“Kalau kita berada pada suatu wilayah (negara) minimal 3 orang dan salah satunya tdk mengangkat imam maka di katakan bahwa hidupnya tidak halal (nafasnya haram, makannya haram,sholatnya haram, hajinya haram bahkan jima‟nya haram) nah kalo haram semua maka statusnya di samakan dengan orang-orang kafir.dengan dalil ini LDII memvonis kafir pada semua manusia yang tidak ikut ajakannya.

Dengan berpegang pada dalil ” Tidak halal bagi tiga orang yang berada di suatu daerah kecuali mereka mengangkat salah seorang dari mereka menjadi amir (pemimpin) (HR. Ahmad)”,” Barang siapa yang mati sedang ia tidak memiliki imam maka matinya dalam keadaan jahiliyyah (HR.

Ahmad)”.mereka tidak segan-segan mengkafirkan,menghalalkan darah dan menghalakan harta kaum muslimin.

saya adalah salah satunya dari beberapa pemuda yang terpilih untuk melanjutkan perjuangan kesesatan bertamengkan Qur‟an Hadits

tahun 1998 saya meninggalkan rumah untuk melaksanakan hasil pencucian otak dari seluruh institusi mubalig islam jamaah.hasilnya karakter saya berubah drastis,keakraban dengan masyarakat mulai pudar menjadi militansi muda yang harus sanggup menjalankan misi sesuai instruksi dari keimaman islam jamaah,yaitu harus berhasil menyandang mubalig

pemberian imam Madigolism mengikuti pendidikan mubalig ala islam jamaah.

Kenapa saya katakan pendidikan ala islam jamaah? Karna selama pendidikan tersebut kita di kungkung dalam lingkaran pendidikan yang saat itu boleh dikata ajarannya lain dari pada yang lain.hanya manqul dan manqul adalah makanan sehari-hari anak santri islam jamaah.tidak di perbolehkan membaca kitab-kitab karangan walaupun kitab tersebut adalah kitab ahlussunnah atau kitab tersebut adalah kitab yang jelas-jelas

kedudukannya shohih.namun kalau tidak keluar dari mulutnya sang imam maka kitab itu di hukumi kitab dholalah (kitab menyesatkan).akhirnya dangkalnya ilmu yang kami dapatkan dan yang saya tahu tentang agama hanya sebatas yang diajari oleh sang imam.taat pada imam sangatlah wajib walau ajarannya imam itu berbenturan dengan perintah Allah dan Rasul shalallahu alaihi wasallam.dan itulah kenyataan sekaligus fakta yang saya alami sendiri.

Nah,dalam masa pembelajaran di pondok pesantren Sering pula saya jumpai dalam pondok pesantren pelesetan dan pelecehan kitab suci dan hadits alsannya adalah hiburan dalam kajian yang di berikan oleh ustadz saya saat itu.misalnya ustadz-ustadz didalam memberikan makna pada Al-Qur‟an,beliau selalu memplesetkan maknanya dengan sesuatu yang berbau porno seperti dalam ayat Al-Qur‟an yang berbunyi Inna nnisaa seharusnya di beri makna sesungguhnya perempuan di plesetkan maknannya dalam bahasa jawa menjadi saktemene bolo pecah (sesungguhnya kaum yang terbelah anunya),atau menjumpai ayat yang berbunyi “ILLA” seharusnya maknanya kecuali di lecehkan dengan bunyi “ah...yang..sayang rambutnya basah ya..habis junub ya?”,atau dalam melafadzkan nama prowi hadits yang bernama abdurrohman di ganti dengan nama Enindreksmen,abdurrozaq di ganti dengan abdedededek,Ibni Ajlan diganti menjadi ngibing ngacengan anunya.atau pula ayat yang seharusnya menjadi kabar penakut menjadi lucu akibat pelecehan makna yang di berikan seperti ayat yang berbunyi “ILLA BAGTATAN WAHIDATAN” artinya sebenarnya kiamat datang dengan suara yang sekali tiupan di plesetkan menjadi “datangnya suara kiamat itu hanya sekali dan berbunyi towengweng..weng..weng(suara seperti dalam film kartun).dan masih banyak lagi.

Mungkin alasannya mereka memaknai seperti itu diberikan agar santri tidak ngantuk,tidak jenuh,tidak menoton sehingga ayat pun jadi bahan plesetan dan pelecehan.apabila ada yang protes atau ketahuan seperti ini kelakuan ustadz-ustadz mereka,bagian diplomasi bithonah akan

menjawab...”oh..itu tidak benar,itu fitnah..” atau “oh...itu oknum ustadz,maklum mereka juga manusia”.

Penulis bertanya :”kalau memang itu hanyalah oknum,maka mengapa oknum ustadz terlalu banyak,bahkan hampir di setiap pondok pesantren,tempat-tempat pengajian mereka sering di jumpai hal demikian”.Itulah sebabnya menjadi tanda tanya buat saya,ketika menjadi santri islam jamaah

menjumpai hal yang demikian.

Adalagi,ketika santri akan melaksanakan seleksi ujian akhir mubalig (test kediri-test kertosono),dimana para santri akan di uji ketaatannya pada imam dengan cara yang menjijikkan yaitu masuk ke septiteng (tempat pembuangan tinja),sambil wakil imamnya (DMC) memperhatikan santri dan berkata “anggap saja menggendong bidadari surga,dengan taat imam pasti

surga”.santri pun seolah-olah terhipnotis tanpa berkata-kata santri pun masuk ke kubangan menjijikkan.

Selepas ujian test akhir mubalig tahun 1999 saya di tugaskan oleh imam Madigolism ke beberapa daerah dengan membawa bekal ilmu

Madigolism.inilah beberapa daerah yang saya datangi : daerah Buton Sulawesi Tenggara tepatnya di Mawasangka pada tahun 1999-2001 disana saya telah dinantikan oleh imam daerah,kemudian dilanjutkan di Medan -Sumatera Utara tepatnya di Sibolga dan Nias pada tahun

2001-2002,kemudian di tugakan kembali di Jakarta Utara tepatnya di Cilincing 2002-2003,terakhir di Kalimantan Timur Balikpapan tepatnya di

Sepinggan Kompeks Bandara tahun 2003-2005 dan selebihnya di daerah saya sendiri di sulawesi Utara tepatnya di Bitung dan Gorontalo tahun 2005-2008.

AWAL KERAGUAN SAYA PADA LDII/ISLAM JAMAAH

Dalam dokumen Ketika kami harus meninggalkan LDII 1 (Halaman 33-40)