• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. SPIRITUALITAS HATI KUDUS YESUS

C. Timbulnya dan Perkembangan Devosi Hati Kudus Yesus

6. Awam

Kesaksian mengenai Hati Kudus Yesus diberikan misalnya oleh Louise de Marillac (1591-1660). Ia adalah seorang janda bangsawan yang sangat memperhatikan orang-orang miskin. Untuk hal tersebut, ia bekerja sama dengan St. Vinsensius a Paolo. Ia mendirikan Kongregasi Suster-suster Caritas. Ia membuat gambar yang menyala di dada Kristus. Demikian juga ada awam yang memberikan kesaksian, misalnya Armele Nikolas yang wafat tahun 1671; nyonya

de Neuvellars, yang mendapat penampakan Hati Kudus Yesus dan wafat tahun 1616: Marie de Velernod yang begitu indah melukiskan cintanya kepada Kristus. Hati itu adalah segalanya baginya. Ia mohon supaya diijinkan untuk tinggal, hidup dan bersatu dengan-Nya (O’Donnell, 1990b: 7).

Dengan demikian jelas bahwa devosi kepada Hati Kudus bukanlah berasal dari Margareta Maria Alacoque saja, tetapi sudah ada sebelumnya bahkan akarnya pada jaman para Bapa Gereja, yakni dalam devosi mereka kepada lambung Kristus yang tertikam sebagai sumber segala rahmat (Djagom, 1989: 12-14).

D. Hati Kudus Maria

Maria menjadi teladan, dengan fiat penyerahan hidupnya: ”Jadilah padaku menurut perkataan-Mu itu” (Luk 1:38). Maria menyerahkan tubuhnya yang tak bernoda dikuasai oleh Allah, sehingga Tuhan berkenan menciptakan sesuatu yang sama sekali baru dalam penciptaan, karena kerjasama antara Tuhan dengan mahluk-Nya, dimana Tuhan pencipta Mahaagung dengan kuasa-Nya dan ”Persembahan tubuh yang hidup, yang kudus dan berkenan kepada Allah”, mengambil benih ciptaan baru, Sang Adam Kedua. Tubuh dipersembahkan bagi ibadah, dihantar oleh penguasaan diri, dijiwai oleh pengorbanan, diawali, digerakkan dan mecapai kesempurnaan akhir oleh Roh Kudus. Maria membuka tubuhnya menjadi penjelmaan Sang Putra sebagai awal penebusan.

Maria ibu yang penuh sukacita, menggenapi pengorbanannya, dengan menerima menjadi ibu dukacita. Maria yang mengandung Sang Putra pada pewartaan malaikat, di bawah salib melahirkan para Sang Putera Gereja, kalau

dari Yesus yang dikorbankan di salib, Maria mendengar sabda-Nya: ”Ibu itulah Putramu” – ”Itulah ibumu” (Yoh 19:27-28), kemudian menyaksikan lambung Yesus ditikam, ”dan segera keluarlah darah dan air” (Yoh 19:34). Tubuh Yesus yang oleh Maria dilahirkan dalam keutuhan dan di salib dipersembahkan menjadi korban, dengan demikian mencapai kesempurnaan dalam korban ibadah yang sejati. Maria berdiri di bawah Salib, menerima penyaliban sebagai kenyataan hidup, satu-satunya jalan penebusan, karena Yesus, Sang Adam baru dengan hidup, sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya menunjukkan jalan kehidupan.

Di bawah salib Maria dan rombongan wanita lainnya menjadi penyalur hidup Ilahi. Melawan pandangan lumrah dan latah yang menginginkan segala kenikmatan hidup lewat badan, mereka berani menyaksikan Yesus mati, bersama Maria yang sekali memberi hidup pada tubuh penjelmaan Yesus, lewat penebusan dan penyerahan tubuh yang sama untuk dipurnakan lewat derita salib, wafat dan kebangkitan-Nya. Luka-luka dipersembahkan sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itulah ibadah mereka yang sejati dan melalui hal itu, mau menunjukkan kepada umat beriman supaya menerima teladan itu serta menghayatinya dalam karya penebusan setiap hari (Soenarja, 1987: 93-94).

Selama berjam-jam Maria mendampingi Yesus dinista, disiksa, dan dihukum. Maria mengetahui satu-satunya daya kuasa yang lebih kuat dari pada duka derita adalah cinta kasih. Maria tidak bersembunyi dan tidak dapat menyangkal Putranya seperti dilakukan Petrus. Maria berdiri dalam daya kekuatan rahmat Allah dan menjadi saksi cinta kasih. Pada saat itu Yesus Puteranya

memerlukan cinta kasih melebihi saat mana pun sebelumnya. Maria tahu, Yesus berjaya pada waktu Ia menyerahkan diri-Nya kepada kehendak Bapa-Nya. Maria mengajak umat beriman agar selalu berani, sebab dalam hati yang remuk redam ada daya kuasa untuk menyembuhkan, mengubah dan melahirkan cinta kasih (Cokro, 2009: 72-73).

Tugas Maria terhadap Gereja tidak bisa dipisahkan dengan persatuannya dengan Kristus. Adapun persatuannya dengan Puteranya dalam karya penyelamatan, hal itu terungkap sejak saat Kristus dikandung oleh Perawan Maria hingga saat wafat-Nya. Hubungan itu tampak terutama pada saat sengsara-Nya. Dan sesudah Yesus naik ke surga Maria menyertai Gereja melalui doa-doanya. Bersama para Rasul dan beberapa wanita Maria memohon anugerah Roh dengan doa-doanya, Roh yang sudah menaunginya pada waktu menerima kabar gembira. Maria tidak pernah terkena segala cemar dosa asal, dan sesudah menyelesaikan perjalanan hidupnya di dunia, ia juga diangkat kesurga, badan dan jiwanya. Ia ditinggikan oleh Tuhan sebagai Ratu alam semesta, supaya secara penuh menyerupai Puteranya.

Perawan Maria secara penuh menyetujui kehendak Bapa, karya penebusan Puteranya dan dorongan Roh Kudus, sehingga ia menjadi contoh iman dan cinta bagi Gereja. Tugasnya terhadap Gereja dan seluruh manusia masih lebih besar. Maria secara istimewa bekerja sama dengan karya Juru Selamat, dengan ketaatannya, iman, pengharapan serta cinta kasihnya yang berkobar, untuk memperbaharui hidup adikodrati jiwa-jiwa. Oleh katena itu dalam tata rahmat, Maria menjadi Bunda umat beriman. Sebab sesudah diangkat ke surga Maria tidak

meninggalkan perannya untuk membawa keselamatan, melainkan dengan aneka perantaraannya ia terus-menerus memperoleh bagi umat beriman karunia-karunia yang menghantar kepada keselamatan kekal. Oleh karena itu Maria dalam Gereja disapa dengan gelar: pembantu, penolong dan pengantara. Keibuan Maria menjadi kekuatan bagi umat beriman, sebab segala pengaruhnya yang menyelamatkan manusia berasal dari Kristus (Katekismus Gereja Katolik, 1995: 250-151).

E. Pemahaman Suster-Suster FCJM di Indonesia tentang Spiritualitas Hati Kudus Yesus dan Maria Sebagai Sumber Pelayanannya

Salah satu spiritualitas yang dihidupi Konggregasi FCJM (Franciscanae

Filiae Sanctissimae Cosdis Yesus et Mariae) adalah penghormatan yang

mendalam kepada Hati Kudus Yesus dan Maria yang tidak bernoda. Para Suster FCJM dengan bangga menyandang nama: ”Puteri-Puteri Hati Kudus Yesus dan Maria”. Sesuai dengan nama ini, maka para Suster FCJM harus paham akan Spiritualitas yang dihidupi sehingga dapat menjadi semangat yang tercermin di dalam sikap dan pelayanannya. Mereka menyebut diri Puteri-Puteri Hati Kudus Yesus dan Maria, untuk menunjukkan tugas mereka dan usaha khusus untuk menghormati dan sesempurna mungkin mencintai kedua Hati itu dan sekaligus menjadi sumber kekuatan dalam pelayanannya. Para Suster FCJM, mempunyai hubungan yang intim dengan Hati, yakni Hati Kudus Yesus dan Hati Maria dalam semua kehidupannya. Sebagaimana dikatakan oleh pendiri konggregasi Muder Maria Clara Pfander :

”Mereka menyebut diri sebagai Puteri-Puteri Hati Kudus Yesus dan Maria, dengan demikian muncul saksi-saksi khususnya mereka yang

memperjuangkan kasih sempurna dan hormat kepada Hati Kudus Yesus dan Maria dan orang akan meneladani hati mereka yang bersumber dari Hati Kudus” (Martin, 1860: 12).

Hati Yesus adalah tempat suara hati; tempat kebebasan akan cinta Yesus; kebebasan untuk memutuskan dirinya sendiri tanpa paksaan; Hati Yesus adalah suara hati-Nya sendiri. Ketika kita berkontemplasi, kita merasakan Hati sebagai kebebasan untuk mencintai Tuhan, disini kita menemukan kebebasan menyeluruh. Suara hati Tuhan dalam diri manusia masuk ke dalam suara Hati Yesus dari Nazareth. Dia mengosongkan diri demi kemuliaan Allah (Yoh 17:5), dan cinta yang tak berkesudahan (Fil 5:5-8; Yoh 13: 1). Seluruh hidup-Nya tertuju kepada kematian dan kebangkitan-Nya. Sesuai dengan Injil Yohanes, dengan kematian-Nya, Yesus memberikan Roh-kematian-Nya, dan ketika salah seorang serdadu menusuk lambung-Nya dengan tombak, mengalirkan darah dan air (Yoh 19: 28-34), dan inilah ”saat” kelahiran Gereja. Hati Yesus diberikan kepada kita sebagai cinta abadi dari Tuhan, hati menjadi ruangan dan tempat hidup. Bersama Dia kita merasakan misteri kasih ibu, dan Yesus dengan umur yang masih muda tidak ragu-ragu untuk memberikan nyawa-Nya ( Siringo-ringo, 2005: 25).

Berbicara mengenai penyembahan terhadap Hati Kudus Yesus, membuat kesadaran dan kebebasan hati kita untuk membiarkan diri sendiri dipenuhi dengan-Nya. Berkontemplasi mengenai rahasia hidup-Nya tahap demi tahap membawa perobahan akan kebebasan suara hati kita. Melalui cara itu, para Suster FCJM menjadi benar-benar, ”Puteri- Puteri Hati Kudus Yesus”. Para Suster dipanggil oleh Tuhan dengan mengambil bentuk dan teladan dari Putera-Nya sendiri (Rm 8:29). Lagi pula hatinya direalisasikan dalam ”Hati Yesus”, kemudian

para Suster FCJM akan menjadi benar memberikan hidup kepada sesama sesuai dengan sabda Yesus sendiri: ”Dari dalam hatinya akan mengalir aliran air hidup” (Yoh 7:38). Kemudian perhatian Yesus menjadi perhatian mereka sehingga persembahan hidup para Suster adalah doa yang terus-menerus dikombinasikan dengan tugas pelayanannya. Bardasarkan Hati Kudus Yesus, para Suster FCJM memberikan pelayanan dengan penuh cinta kasih terutama bagi anak yatim-piatu dan miskin (Martin, 1860: 10).

Cinta Muder Maria Clara Pfander terhadap Hati Kudus Yesus nyata dalam kehendaknya, untuk mengungkapkan cinta itu secara mendalam yakni melalui Perayaan Ekaristi (dia melihat cukup dalam hubungan antara Hati Yesus dan Ekaristi), yakni: dengan merayakan Ekaristi berarti bersyukur dan mengenang kembali pemberian diri Kristus kepada umat-Nya, kepada dunia, dan masuk ke dalam ritual pemberian diri-Nya, dengan bersembah sujud kita menghadirkan diri dihadapan Tuhan dan semua kebutuhan Gereja serta seluruh dunia. Dan melalui penghayatan Ekaristi, kita menjadi satu dengan penderitaan dan penyaliban Kristus, serta menghayati kesatuan Yesus Kristus dengan umat-Nya (Martin, 1860: 49).

Rumusan lain, Hati Kudus Yesus bagi Muder Maria Clara Pfander adalah: ”Matahari rahmat Ilahi, dan cinta yang menerangi kita, teladan mulia dari segala kebajikan; yang menginsyafi kita akan cinta kasih Ilahi yang melimpahi perbendaharaan segala belaskasihan yang dicurahkan kepada kita; firdaus jiwa dan ganjaran serta kebahagiaan abadi”. Allah menghendaki justru dalam zaman ini Hati Kudus Yesus yang bernyala-nyala dihormati dengan sungguh-sungguh

oleh manusia, khususnya oleh Puteri-Puteri Hati Kudus Yesus dan Maria. Oleh sebab itu hendaklah para Suster FCJM berusaha agar mereka bukan hanya mencintai Hati Kudus Yesus dan Maria dengan cinta mesra, melainkan juga mencoba dengan segala tenaganya untuk menyebarkan penghormatan yang seperti itu kepada orang lain. Dengan tidak henti-hentinya, hendaklah mereka berusaha membentuk hatinya sesuai dengan Hati Kudus Yesus dan Hati Kudus Maria dengan mengembangkan cintanya yang mendalam kepada-Nya (Martin, 1860: 90).

Para Suster FCJM mewajibkan diri sebagai kurban silih bagi Hati Kudus Yesus, setiap hari demi wujud ini mempersembahkan segala doa dan tapa mereka, Ekaristi Kudus, Komuni Kudus, semua pekerjaan baik yang mereka lakukan berkat rahmat Tuhan. Di hadapan Hati Kudus Yesus yang bernyala penuh kasih tersembunyi dalam Sakramen Mahakudus mereka memanjatkan doa laksana dupa naik kehadirat Allah dan sampai sekarang di rumah induk, mereka mengadakan Sembah Sujud Abadi, dimana para Suster secara bergantian berdoa siang dan malam. Mereka berdoa dengan sederhana dan berapi-api bagi Bapak Suci kita, bagi yang mulia Uskup kita dan keuskupannya, bagi semua Uskup, Imam dan Birawan, bagi semua Gembala dan Pelayan umat. Demikian pula bagi pertobatan para pendosa orang yang sesat imannya atau yang belum percaya, bagi orang yang dipercayakan kepada para Suster FCJM, bagi kaum kerabat, para penderma, orang sakit, dan mereka yang akan menghadapi ajalnya serta bagi jiwa-jiwa yang malang di api pencucian (Martin, 1860: 9).

Dan inilah tujuan dasar Muder Maria Clara Pfander mendirikan Kongregasi; berdoa secara terus menerus untuk Gereja, terutama melalui Sembah Sujud pada Tuhan dalam Ekaristi, mengurus anak-anak terlantar dan orang sakit, serta melaksanakan karya cinta kasih lainnya sesuai dengan kebutuhan zaman demi tujuan Kongregasi (Konst, 1980, art. 4).

Supaya doa mereka menjadi lebih kuat, menembus awan dan lebih berguna bagi Gereja Katolik yang Kudus, maka mereka harus pertama-tama berusaha dengan rendah hati dan sungguh rajin menyempurnakan diri agar akhirnya berkenan sepenuhnya kepada Allah. Sebab semakin orang sempurna dan suci, semakin berdaya guna doanya, semakin ia sanggup bukan hanya membawa hasil bagi Gereja Kudus dengan doanya, tetapi juga melaksanakan karya cinta yang memuliakan dan mengagungkan Allah serta membawa manfaat bagi sesama (Martin, 1860: 10).

Para Suster Puteri-Puteri Hati Kudus Yesus dan Maria sejauh sanggup melaksanakan karya cinta kasih yang diarahkan pertama-tama dengan ramah dan tulus kepada anak yatim-piatu dan miskin. Mereka mengingat sabda Tuhan: ”Barang siapa menerima seorang anak dalam namaKu, menerima Aku”. Maka para Suster yang sibuk dalam pendidikan, merawat orang sakit, mereka harus melayani dengan sepenuh hati, sebab di dalam diri mereka inilah mereka melayani penyelamat Ilahi dengan cinta, rela berkorban, sambil mengingat perkataan: ”Segala sesuatu yang kau lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Mat 25: 40),dan ”Ketika Aku sakit, kamu melawat Aku” (Martin, 1860: 10).

Dalam sebutan itu mereka selanjutnya menunjukkan tugas mereka, yakni tetap memohonkan belaskasih dari kedua Hati itu (Hati Yesus dan Maria), sesuai dengan wujud yang di sebut pada awal. Demikian pula ditunjukkan usaha para Suster yang tekun dan rendah hati untuk mengubah hati mereka menurut contoh kedua Hati Kudus itu khususnya melatih diri dalam cinta kasih suci dengan rendah hati dan taat (Martin, 1860: 12).

Dari kedua Hati itu diharapkan para Suster FCJM (Franciscanae Filiae Sanctissimae Cosdis Yesus et Mariae) mempersatukan hidup doa dan pelayanan, sehingga pelayanan disemangati dan diteguhkan oleh doa sehingga membawa berkat bagi setiap orang yang dilayani. Perlu ditegaskan kembali bahwa setiap Minggu mereka mangadakan jam suci, yaitu malam Jumat antara jam sebelas dan dua belas untuk menghormati sengsara Yesus yang mengerikan dan sakrat mautnya di taman Zaitun. Selama ini mereka berdoa bersama-sama dengan kebaktian besar terhadap Hati Kudus Yesus yang tersembunyi dalam Sakramen Mahakudus untuk wujud-wujud yang telah ditentukan (Martin, 1860: 90).

Setiap hari Jumat pertama dipersembahkan kepada Hati Kudus Yesus. Pada saat itu para Suster FCJM hendaknya memperdalam cintanya terhadap Hati Kudus Yesus yang bernyala karena cinta-Nya yang berkobar-kobar kepada mereka. Pada hari Jumat sepanjang tahun Hati Kudus Yesus dihormati secara khusus. Jika para Suster FCJM menghormati Hati Kudus Yesus, niscaya mereka juga menghormati dan mencintai Hati Kudus Santa Maria Bunda Surgawi yang tidak bernoda dengan cara yang sama. Maka pesta Hati Kudus Santa Maria yang tidak bernoda dirayakan dengan meriah. Pada setiap pesta Bunda Maria dan setiap

hari Sabtu, hendaknya para Suster FCJM melipatgandakan cinta dan penghormatannya kepada Perawan Maria. Karena cinta mereka kepada Perawan Maria yang tidak bernoda Bunda Allah, maka disamping nama Biara, semua suster FCJM juga menerima nama Maria misalnya; Sr. Maria Stefania Gultom, FCJM, Sr. Maria Avelina Simbolon, FCJM, demikian juga dengan Suster-suster lainnya. Hal ini menjadi sangat jelas bahwa para Suster FCJM menimba inspirasi dan semangat dari Hati Kudus Yesus dan Maria. Diharapkan cinta mereka dengan sepenuh hati dalam pelayanan, baik itu dalam rumah tangga, pendidikan, kesehatan, karya sosial, rehabilitasi untuk anak-anak cacat fisik, maupun dalam karya pastoral semua memancarkan cinta kasih yang berkobar-kobar yang bersumber dari Hati Kudus Yesus dan Maria, maka kehadiran mereka menjadi sumber berkat bagi semua orang yang dilayani (Martin, 1860: 91).

Berkat kesatuan yang mendalam dengan Hati Kudus Yesus dan Maria maka para Suster FCJM diberi anugerah secara bebas dari Allah yakni:

1. Hati yang mencinta, hati yang memiliki kekuatan dan tidak mudah menyerah, hati yang lembut, berbelas kasih dan pengampun (Yesaya 6:2).

2. Hati yang rela berkorban untuk menjadi pemanggul salib yang benar demi cinta kepada Yesus yang tersalib agar dapat menerima palem kehidupan yang kekal.

3. Hati yang tetap pasrah dan teguh akan penyelenggaraan ilahi, hati yang tetap bersyukur dan rendah hati walaupun harus mengorbankan segala-galanya kepada Dia yang tersalib (Flake, 1982: 68-69).

Kesaksian hidup para Suster FCJM dalam pelayanan diarahkan pada partisipasi dalam perutusan Kristus yakni membawa dunia ini dalam kepenuhannya melalui penyelamatan Kristus. Karena itu doa, karya, dan penderitaan merupakan kerasulan mereka. Dengan pelayanan mereka melaksanakan sabda Tuhan Pencipta untuk membangun dunia ini, dalam hal itu mereka disatukan satu sama lain dengan semua orang. Pelayanan para Suster memungkinkan mereka untuk mengalami dan menyinarkan sukacita serta mengembangkan talenta yang telah dianugerahkan Allah kepada masing-masing suster. Sejauh kesanggupannya dan tenaga mengijinkan, para Suster FCJM rela menyerahkan diri kepada Tuhan. Semakin mereka melupakan diri, kesaksian cintanya semakin dipercaya dan semakin menemukan kepenuhan hidup dalam kesetiaan mengabdi kepada Dia yang telah memanggilnya melalui Kongregasi Suster-suster FCJM.

Melalui sarana dan talenta yang telah dimiliki oleh para Suster, maka mereka dapat melaksanakan pelayanan kasih yang paling dibutuhkan orang-orang yang dihadapinya, Gereja dan Kongregasi. Menurut Muder Maria Clara Pfander, siapa saja yang membutuhkan hak untuk dibantu, hendaknya para Suster berusaha untuk menolongnya; tetapi mereka hendaknya mendahulukan dan mengutamakan anak-anak yatim-piatu, miskin dan menderita. Mereka juga berpartisipasi seturut kemampuannya dalam kegiatan-kegiatan yang ada dalam Kongregasi FCJM khususnya dalam memberikan pelayanan terhadap para Suster yang dalam keadaan sakit dan lanjut usia, sebab hal itu merupakan pelayanan khusus dan perhatian yang penuh kasih (Konst, 1980, art. 42-44).

Mereka yang sakit dan lanjut usia, tetap berpartisipasi dalam tugas perutusan Kristus melalui doa atau penderitaan yang sedang dialaminya. Sejauh memungkinkan setiap suster berusaha agar hidupnya menjadi saluran berkat bagi semua orang. Terutama bagi yang sudah lanjut usia, mereka berusaha menerima keadaannya dengan penuh sukacita. Tuhan telah melakukan segala yang baik dalam hidupnya, maka rasa syukur kepada Allah hendaknya menjadi ungkapan hidunya, sehingga menjadi contoh bagi suster-susternya. Dan mereka yang masih dapat melayani komunitas tetap berusaha memberikan teladan yang baik dan penuh kasih (Konst, 1980, art. 45).

A. Harapan Gereja: Berangkat dari Hati Yesus dan Maria

Di dunia ini banyak orang miskin, maka kehadiran Gereja hendaknya mempunyai makna bagi belahan dunia yang mengalami kemiskinan itu. Gereja dan pelayan-pelayannya harus membawa kabar gembira bagi kaum miskin. Gereja mengalami berbagai tantangan dan penindasan, yang membuat manusia sering terabaikan terutama bagi orang-orang miskin. Mereka hidup tanpa cinta kasih, kurang perhatian dan sering diperlakukan secara tidak adil. Padahal, mereka juga adalah makhluk ciptaan Tuhan, sama dengan orang-orang yang hidupnya lebih bernasib membutuhkan cinta kasih. Dalam hal itu, Gereja dan pelayan-pelayannya tampil dan bertindak untuk membawakan misinya serta memberikan cinta kasih, sehingga orang-orang miskin mendapat perhatian. Sesuai dengan perutusan Yesus Kristus yang diteruskan-Nya, Gereja solider dengan orang miskin. Ia membantu semua orang yang kurang mampu atau miskin. Gereja dan pelayan-pelayannya harus membawa kabar gembira bagi kaum miskin (Iman Katolik, 1996: 455).

Para Suster FCJM sebagai anggota Gereja, terdorong oleh Hati Kudus Yesus, turut mengambil bagian dalam tugas Gereja untuk menghadirkan karya keselamatan Yesus Kristus bagi orang-orang miskin. Melalui semangat Hati Kudus Yesus yang bernyala-nyala mereka berusaha melaksanakan karya cinta kasih terhadap yatim-piatu, miskin dan terlantar. Para Suster berpedoman pada Sabda Tuhan: “Barang siapa menerima seorang anak dalam nama-Ku, mereka menerima Aku”. Mereka yakin bahwa melalui pelayanan terhadap yatim-piatu,

miskin dan terlantar, mereka juga memberi pelayanan terhadap Tuhan sendiri yang hadir di tengah-tengahnya melalui orang-orang yang dilayani serta dirawat setiap hari (Martin, 1860: 9).

Para Suster disemangati oleh semangat suci sesuai dengan Sabda Tuhan, bahwa mereka menerima Tuhan sendiri dalam diri anak-anak miskin yang dilayani sesuai dengan bakat dan hartanya. Mereka pun percaya bahwa pada gilirannya, Tuhan akan mengganjari budi baiknya, melalui pelayanan kasih yang dilakukannya. Tuhan juga berkenan menjadi penolong dan penuntunnya agar tetap setia dalam pelayanan itu. Mereka perlu semakin menghormati dan memuliakan Tuhan agar sungguh-sungguh membawa keselamatan dan berkat bagi banyak orang melalui doa dan pelayanannya. Para Suster banyak berdoa sebab melalui doa-doa yang dipanjatkan kepada Tuhan, justru dengan semangat itu mereka semakin dapat memperoleh kesempurnaan. Sebab semakin orang sempurna dan suci, semakin berdaya gunalah doanya dan hasilnya bukan hanya untuk Gereja Kudus tetapi mampu melaksanakan pelayanan cinta kasih terutama bagi mereka yang kecil, miskin, menderita, sekaligus memuliakan dan mengagungkan Allah serta berguna terhadap sesama (Martin, 1860: 10).

Hati Kudus Yesus telah rela ditikam, demi penebusan dan keselamatan umat manusia dengan penuh kasih. Lambung Yesus mengalirkan darah dan air. Hati yang tertikam adalah bahasa yang dipakai Allah untuk menyatakan kasih Yesus yang merupakan sumber daya yang menebus umat manusia dari dosa. Daya itu dialirkan melalui Gereja bila menerimakan Pembaptisan dan Ekaristi (Jacobs, 1987: 28).

Hati Kudus Yesus mewahyukan cinta kasih-Nya yang tanpa batas kepada

Dokumen terkait