Saksi menurut kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
Orang yang melihat atau mengetahui sendiri suatu pristiwa (kejadian), orang yang diminta hadir pada suatu peristiwa untuk mengetahuinya agar suatu ketika apabila diperlukan dapat memberikan keterangan yang membenarkan bahwa peristiwa itu sungguh terjadi. Orang yang memberikan keterangan di muka hakim untuk kepentingan pendakwa atau terdakwa. Orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan penuntutan.131
Sedangkan saksi menurut istilah Muhammad Quraish Shihab
Saksi adalah orang yang berpotensi menjadi saksi, walaupun ketika itu dia belum melaksanakan kesaksian, dan dapat juga secara aktual telah menjadi saksi. Jika anda melihat suatu pristiwa— katakanlah tabrakan—maka ketika itu anda telah berpotensi memikul tugas kesaksian, sejak saat itu anda dapat dinamai saksi walaupun belum lagi melaksanakan kesaksian itu di pengadilan. Ayat ini dapat berarti. Janganlah orang orang yang berpotensi menjadi saksi enggan menjadi saksi apabila mereka diminta. Memang banyak orang, sejak dahulu apalagi sekarang yang enggan menjadi saksi, akibat berbagai faktor, paling sedikit karena kenyamanan dan kemaslahatan pribadinya terganggu. Karena itu mereka perlu dihimbau. Perintah ini adalah anjuran, apalagi jika sudah ada orang lain yang memberi keterangan, dan wajib hukumnya bila kesaksiannya muthlak untuk menegakkan keadilan. 132
2. Pendapat para pakar muslim tentang saksi laki-laki dan perempuan
Ayat persaksian yang sering disoroti oleh para pakar jender adalah al- Qur'an Surat al-Baqarah/2 ayat 282, yaitu
131
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Bahasa Indonesia…, h. 770 132
ِ
ﻝﺪﻌﹾﻟﺎِﺑ
ﺐِﺗﺎﹶﻛ
ﻢﹸﻜﻨﻴﺑ
ﺐﺘﹾﻜﻴﹾﻟﻭ
ﻩﻮﺒﺘﹾﻛﺎﹶﻓ
ﻰﻤﺴﻣ
ﻞٍﺟﹶﺃ
ﻰﹶﻟِﺇٍﻦﻳﺪِﺑ
ﻢﺘﻨﻳﺍﺪﺗ
ﺍﹶﺫِﺇﺍﻮﻨﻣﺍَﺀ
ﻦﻳ
ِﺬﱠﻟﺍ
ﺎﻬﻳﹶﺎﻳ
ﻴﹾﻟﻭ
ﻖﺤﻟﺍﹾ
ِﻪﻴﹶﻠﻋ
ﻱِﺬﻟﺍﱠ
ِﻞِﻠﻤﻴﹾﻟﻭ
ﺐﺘﹾﻜﻴﹾﻠﻓﹶ
ﻪﱠﻠﻟﺍ
ﻪﻤﱠﻠﻋ
ﺎﻤﹶﻛ
ﺐﺘﻜﹾ
ﻳ
ﹾﻥﹶﺃ
ﺐِﺗﺎﻛﹶ
ﺏﹾﺄﻳ
ﺎﹶﻟﻭ
ﻪﺑﺭ
ﻪﱠﻠﻟﺍ
ِﻖﺘ
ﻮﻫ
ﱠﻞِﻤﻳ
ﹾﻥﹶﺃ
ﻊﻴِﻄﺘﺴﻳ
ﺎﻟﹶ
ﻭﹶﺃ
ﺎﹰﻔﻴِﻌﺿ
ﻭﹶﺃ
ﺎﻬﻴِﻔﺳ
ﻖﺤﹾﻟﺍ
ِﻪﻴﹶﻠﻋ
ﻱِﺬﱠﻟﺍ
ﹶﻥﺎﹶﻛ
ﹾﻥِﺈﹶﻓ
ﺎﹰﺌﻴﺷ
ﻪﻨﻣِ
ﺲﺨﺒﻳ
ﺎﹶﻟﻭ
ﺭ
ﺎﻧﻮﹸﻜﻳ
ﻢﹶﻟ
ﹾﻥِﺈﹶﻓ
ﻢﹸﻜِﻟﺎﺟِﺭ
ﻦِﻣ
ﻦِﻳﺪﻴِﻬﺷ
ﺍﻭﺪِﻬﺸﺘﺳﺍﻭ
ِﻝﺪﻌﹾﻟﺎﺑِﻪﻴِﻟﻭ
ﻞﹾ
ِﻠﻤﻴﹾﻠﹶﻓ
ِ
ﻥﺎﺗﹶﺃﺮﻣﺍﻭ
ﹲﻞﺟﺮﹶﻓ
ِﻦﻴﹶﻠﺟ
ﺸﻟﺍ
ﻦِﻣ
ﹶﻥﻮﺿ
ﺮﺗ
ﻦﻤِﻣ
ِ
ﺀﺍﺪﻬ
ُ
ﺀﺍﺪﻬﺸﻟﺍ
ﺏﹾﺄﻳ
ﺎﹶﻟﻭ
ﻯﺮﺧﹸﺄﹾﻟﺍ
ﺎﻤﻫﺍﺪﺣِﺇﺮﱢﻛﹶﺬﺘﹶﻓ
ﺎﻤﻫﺍﺪﺣِﺇﱠﻞِﻀﺗ
ﹾﻥﹶﺃ
ﻢﹸﻜِﻟﹶﺫ
ِﻪِﻠﺟﹶﺃ
ﻰﹶﻟِﺇ
ﺍﲑِﺒﹶﻛ
ﻭﹶﺃ
ﺍﲑِﻐﺻ
ﻩﻮ
ﺒﺘﹾﻜﺗ
ﹾﻥﹶﺃ
ﺍﻮﻣﹶﺄﺴ
ﺗ
ﺎﹶﻟﻭ
ﺍﻮﻋﺩ
ﺎﻣ
ﺍﹶﺫِﺇ
ﻡﻮﹾﻗﹶﺃﻭ
ِﻪﱠﻠﻟﺍ
ﺪﻨِﻋ
ﹸﻂﺴﹾﻗﹶﺃ
ﺡﺎﻨﺟ
ﻢﹸﻜﻴﻠﹶﻋ
ﺲﻴﹶﻠﹶﻓ
ﻢﹸﻜﻨﻴﺑ
ﺎﻬﻧﻭﺮﻳ
ِﺪﺗ
ﹰﺓﺮِﺿﺎﺣﹰﺓﺭﺎﺠِﺗ
ﹶﻥﻮﹸﻜﺗ
ﹾﻥﹶﺃ
ﺎﱠﻟِﺇﺍﻮﺑﺎﺗﺮﺗ
ﺎﱠﻟﹶﺃ
ﻰﻧﺩﺃﹶﻭ
ِﺓﺩﺎﻬﺸﻠِﻟ
ﺷ
ﺎﹶﻟﻭ
ﺐِﺗﺎﹶﻛ
ﺭﺎﻀﻳ
ﺎﹶﻟﻭ
ﻢﺘﻌﻳﺎﺒﺗ
ﺍﹶﺫِﺇ
ﺍﻭﺪِﻬﺷﹶﺃﻭ
ﺎﻫﻮﺒﺘﹾﻜﺗ
ﺎﱠﻟﹶﺃ
ﻢﹸﻜِﺑ
ﻕﻮﺴ
ﹸﻓ
ﻪﻧِﺈﹶﻓ
ﺍﻮﹸﻠﻌﹾﻔﺗ
ﹾﻥِﺇﻭ
ﺪﻴِﻬ
ﻢﻴِﻠﻋ
ٍﺀﻲﺷ
ﱢﻞﻜﹸ
ِﺑ
ﻪﱠﻠﻟﺍﻭ
ﻪﱠﻠﻟﺍﻢﹸﻜﻤﱢﻠﻌﻳﻭ
ﻪﱠﻠﻟﺍﺍﻮﹸﻘﺗﺍﻭ
)
ﺓﺮﻘﺒﻟﺍ
/
٢ : ٢٨٢(
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis. Hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya. Janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki diantaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu, (Tulislah muamalahmu itu), kecuali jika muamalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu
kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Amina Wadud berpendapat
Bahwa maksud ayat tersebut adalah bahwa dua perempuan tidak disebut saksi. Satu perempuan ditunjuk untuk mengingatkan satunya lagi dia bertindak sebagai teman kerja sama (kolaborator). Meskipun perempuan itu ada dua, masing-masing berbeda fungsinya. Kemudian dia merujuk Fazlur Rahman yang keberatan penerapan ayat ini secara harfiah dalam semua transaksi di kemudian hari… Dengan demikian, ayat ini penting bagi keadaan tertentu yang bisa, dan sudah menjadi usang.133
Pembatasan mengenai transaksi finansial ini tidak berlaku pada persoalan lain. Permintaan akan dua perempuan dan satu laki-laki untuk menjadi saksi perjanjian finansial bukanlah peraturan umum untuk partisipasi perempuan, bahkan tidak untuk semua kesaksian. Permintaan lain untuk saksi hendaknya tidak untuk jender tertentu. Jadi siapa saja yang dianggap mampu menjadi saksi berhak menjadi saksi.134
Pendapat Aminah Wadud yang menyatakan bahwa dua orang perempuan dalam ayat tersebut bukan sebagai saksi kurang jelas alasannya, karena dia berangkat bukan dari teks, tapi dari kondisi sosial masyarakat.
Tampaknya Aminah Wadud menggunakan instrumen kontekstual yang sejalan dengan tafsir emansipatoris yang mengubah strategi ala tafsir teosentris menjadi kontekstual yang penafsirannya tidak lagi berangkat dari teks, akan tetapi berangkat dari realitas kemanusiaan.135
133
Amina Wadud, Qur’an Menurut Perempuan, terjemahan Abdullah Ali, (selanjutnya tertulis Qur’an Menurut Perempuan) (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2001), h. 152
134
Amina Wadud, Qur’an Menurut Perempuan …, h. 154 135
Zuhairi Misrawi dalam kata pengantar buku karya Very Verdiansyah, Islam Emansipatoris Menafsir Agama Untuk Praksis Pembebasan, (Jakarta: P3M, 2004), h. xxiii
Sedangkan para mufasir pada umumnya menafsirkan ayat al-Qur’an mulai dari teks, lalu mencari hikmah melalui ilmu-ilmu lainnya. Perhatikan terjemahan al-Thabari untuk terjemahan ayat berikut:
ﻦِﻣ
ﹶﻥﻮﺿﺮﺗ
ﻦﻤِﻣ
ِﻥﺎﺗﹶﺃﺮﻣﺍﻭ
ﹲﻞﺟﺮﻓﹶ
ِﻦﻴﹶﻠﺟﺭ
ﺎﻧﻮﹸﻜﻳ
ﻢﹶﻟ
ﹾﻥِﺈﹶﻓ
ﻢﹸﻜِﻟﺎﺟِﺭ
ﻦِﻣ
ِﻦﻳﺪﻴِﻬﺷ
ﺍﻭﺪِﻬﺸﺘﺳﺍﻭ
ِ
ﺀﺍﺪﻬﺸﻟﺍ
)
ﺓﺮﻘﺒﻟﺍ
/
٢ : ٢٨٢(
Mintalah dua saksi laki laki muslim yang merdeka, bukan budak dan orang kafir, jika tidak ada dua laki-laki, maka boleh seorang laki-laki dan dua orang perempuan sebagai saksi dalam utang piutang.136 (Q.S. al-Baqarah/2: 282)
Menurut Zaitunah Subhan ”Saksi merupakan salah satu alat bukti untuk dijadikan pertimbangan hukum dalam memutuskan suatu perkara. Maka al-Qur’an berbicara mengenai persaksian ini secara gamblang. Namun di kalangan ulama masih ada saja perbedaan pendapat dalam masalah persaksian ini, sebagaimana dijelaskan Zaitunah Subhan bahwa jika yang dimaksudkan al- Qur’an bahwa dua orang perempuan diperlakukan sejajar dengan satu lelaki, di manapun masalah kesaksian ada (muncul), al-Qur’an akan memperlakukan perempuan dengan cara yang sama. Namun, kenyataan yang ada tidak demikian. Dalam al-Qur’an terdapat tujuh ayat yang berkenaan dengan pencatatan kesaksian ini, yaitu Q.S. al-Baqarah/2:282; Q.S. al-Nisâ’/4: 15;
136
Abu Ja’far Muhammad Bin Jarir al-Thabari (w.310 H.), Tafsir al-Thabari, ( Bairut : Daar al-Kutub al-Ilmiyah, 1999), Jilid. III, h. 123. Lihat al-Qadhi Nashir al-Din Abi Said Abdullah Bin Umar Bin Muhammad al-Syirazi al-Baidhowi, Tafsir al-Baidhowi, (Bairut: Daar al-Kutub al-Ilmiyah, 2003), Jilid. I.,h. 144 , Lihat al-Imam Muhammad Bin Ali Bin Muhammad al-Syaukani (w.1250 H.),
Fathu al-Qadir, (Bairut : Daar al-Kutub al-Ilmiyah, 2003), Jilid. I, h. 246. Lihat Muhammad Ali al- Shabuni, Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir, (Cairo: Daar al-Shabuni, 1999), Jilid. I., h. 254. Lihat Abu Ali al-Fadhal Bin Hasan Bin al-Fadhal al-Thabarsyi, Majma al-Bayan Fi Tafsir al-Qur’an, (Bairut: Daar al-Kutub al-Ilmiyah, 1997), Jilid II., h. 172. Lihat al-Imam al-Hafidh Imaduddin Abu al-Fida Ismail Bin Katsir al-Quarasyi al-Dimasqa, Tafsir al-Qur’an al-Adhim, (Cairo: Daar al-Turats al-Arabi, t,t.), Jilid I, h. 335. Lihat Abu al-Hasan Ali Bin Muhammad Bin Habib al-Mawardi al-Bashari, al-Nikat wa al-Uyun Tafsir al-Mawardi, (Bairut : Daar al-Kutub al-Ilmiyah, t.t.), Jilid.I.h.356. Lihat Abu Qasim JarullahMahmud Bin Umar Bin Muhammad al-Zamakhsyari, al-Kasysyaf, (Bairut : Daar al-Kutub al- Ilmiyah, 1995), Jilid.I,h.321. Lihat Said Hawa, al-Asaas Fi al-Tafsir, (Cairo: Daar al-Salam, 1985), Jilid.I, h.661
Q.S. al-Mâidah/5:106; Q.S. al-Nûr/24: 4, 6 dan 13; dan Q.S. al-Thalâq/65: 2, tetapi tidak satupun yang menetapkan bahwa dua orang saksi perempuan sebagai pengganti satu saksi laki-laki.137
Selanjutnya dia juga mengatakan bahwa karena lelaki dan perempuan itu punya status yang sama, maka menjadi saksi itu boleh lelaki atau perempuan. Formula satu lelaki dan dua perempuan merupakan suatu pengecualian khusus untuk transaksi bisnis, tidak dapat diperluas pada kesaksian kesaksian yang lain. Di samping juga kini sudah banyak kaum perempuan yang ahli di bidang bisnis. Masihkah ayat ini relevan? Apakah masih diinterpretasikan dan diterapkan seperti zaman dahulu? Kesaksian- kesaksian yang disebutkan al-Qur’an tidak menentukan bahwa para saksi itu harus laki-laki. Misalnya dalam al-Qur'an Surat al-Mâidah/5 ayat 106, tentang kesaksian dalam wasiat. Kemudian al-Qur'an Surat al-Nisâ’/4 ayat 15, al- Qur'an Surat al-Nûr/24 ayat 4, dan al-Qur'an Surat al-Thalâq/65 ayat 2 tentang kesaksian dalam pembuktian perzinaan. 138
Penulis sepakat dengan pernyataan Zaitunah Subhan yang menyatakan bahwa tidak semua persaksian dua perempuan dipersamakan dengan satu laki- laki, tapi penulis tidak sepakat ketika Zaitunah mempertanyakan relevansi Q.S. al-Baqarah/2: 282 dengan konteks sekarang. Karena sama halnya dengan menolak firman Allah. Padahal Allah sudah jelas menegaskan dalam persaksian utang-piutang itu harus 2 orang laki-laki atau satu orang laki-laki dan 2 orang perempuan.
137
Zaitunah Subhan, Tafsir Kebencian …, h. 119 138