• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENAFSIRAN AYAT-AYAT JENDER DALAM TAFSIR AL-MISHBAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENAFSIRAN AYAT-AYAT JENDER DALAM TAFSIR AL-MISHBAH"

Copied!
338
0
0

Teks penuh

(1)

i DISERTASI

Diajukan Dalam Rangka Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Doktor Dalam Bidang Ilmu Agama Islam

Konsentrasi Tafsir Hadis

Oleh

ANSHORI

NIM: 02.3.00.1.05.01.0021

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)

ii DISERTASI

Diajukan Dalam Rangka Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Doktor Dalam Bidang Ilmu Agama Islam

Konsentrasi Tafsir Hadis

Oleh ANSHORI

NIM: 02.3.00.1.05.01.0021

PROMOTOR

PROF.Dr.H.Nasaruddin Umar,MA PROF.Dr.H.Ahmad Thib Raya,MA

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(3)

iii Ujian Disertasi Tertutup Tanggal

24 Pebruari 2006

Tim Penguji Disertasi :

Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, MA Prof. Dr. H. Ahmad Thib Raya, MA Prof. Dr. H. Rif’at Syauqi Nawawi, MA

(4)

iv

Disertasi dengan judul “Penafsiran Ayat-Ayat Jender Dalam Tafsir

Al-Mishbah” yang ditulis oleh Drs. H.Anshori, M.A., Nim: 02.3.00.1. 0501.0021,

disetujui untuk dibawa ke sidang ujian disertasi tertutup.

Pembimbing I

Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, M.A.

(5)

v

Disertasi dengan judul “Penafsiran Ayat-Ayat Jender Dalam Tafsir

Al-Mishbah” yang ditulis oleh Drs. H. Anshori, M.A., Nim: 02.3.00.1. 0501.0021,

disetujui untuk dibawa ke sidang ujian disertasi tertutup.

Pembimbing II

Prof. Dr. H. Ahmad Thib Raya, M.A

(6)

vi

Disertasi dengan judul “Penafsiran Ayat-Ayat Jender Dalam Tafsir

Al-Mishbah” atas nama Drs.H. Anshori, MA., Nim: 02.3.00.1. 05.01.0021, peserta

Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Program Studi Tafsir

Hadis, telah diperbaiki dan disetujui untuk dibawa pada ujian promosi

(terbuka).

Pembimbing I

Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, MA

(7)

vii

PERSETUJUAN II

Disertasi dengan judul “Penafsiran Ayat-Ayat Jender Dalam Tafsir

Al-Mishbah” atas nama Drs.H.Anshori, MA., Nim: 02.3.00.1. 05.01.0021, peserta

Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Program Studi Tafsir

Hadis, telah diperbaiki dan disetujui untuk dibawa pada ujian promosi

(terbuka).

Pembimbing II

Prof. Dr. H. Ahmad Thib Raya,MA

(8)

viii

Disertasi dengan judul “Penafsiran Ayat-Ayat Jender Dalam Tafsir

Al-Mishbah” atas nama Drs. Anshori, M.A., Nim: 02.3.00.1. 05.01.0021, peserta

Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Program Studi Tafsir

Hadis, telah diperbaiki sesuai dengan permintaan Tim Penguji Disertasi pada

tanggal 13 Nopember 2006. Demikian untuk dimaklumi

Anggota Tim Penguji

Prof. Dr. H. Rif’at Syauqi Nawawi, MA

(9)

ix

Disertasi dengan judul “Penafsiran Ayat-Ayat Jender Dalam Tafsir

Al-Mishbah” atas nama Drs. Anshori, M.A., Nim: 02.3.00.1. 05.01.0021, peserta

Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Program Studi Tafsir

Hadis, telah diperbaiki sesuai dengan permintaan Tim Penguji Disertasi pada

tanggal 13 Nopember 2006. Demikian untuk dimaklumi

Anggota Tim Penguji

Prof. Dr. H. Hamdani Anwar, MA

(10)

x

Disertasi dengan judul “Penafsiran Ayat-Ayat Jender Dalam Tafsir

Al-Mishbah” atas nama Drs. Anshori, M.A., Nim: 02.3.00.1. 05.01.0021, peserta

Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Program Studi Tafsir

Hadis, telah diperbaiki sesuai dengan permintaan Tim Penguji Disertasi pada

tanggal 13 Nopember 2006 Demikian untuk dimaklumi

Anggota Tim Penguji

Prof. Dr. H. Komaruddin Hidayat, MA

(11)

xi

Disertasi dengan judul “Penafsiran Ayat-Ayat Jender Dalam Tafsir

Al-Mishbah” atas nama Drs. Anshori, M.A., Nim: 02.3.00.1. 05.01.0021, peserta

Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Program Studi Tafsir

Hadis, telah diperbaiki sesuai dengan permintaan Tim Penguji Disertasi pada

tanggal 13 Nopember 2006. Demikian untuk dimaklumi

Anggota Tim Penguji

Dr. Yusuf Rahman, MA

(12)

xii

Nama : Anshori

NIM : 02.3.00.1. 0501.0021

Tempat/Tgl. Lahir : Indramayu, 6 April 1957

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Disertasi yang berjudul

“Penafsiran Ayat-Ayat Jender Dalam Tafsir Al-Mishbah” adalah benar

merupakan karya asli saya, kecuali kutipan yang disebutkan sumbernya.

Apabila terdapat kesalahan dan kekeliruan di dalamnya sepenuhnya adalah

tanggung jawab saya.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.

Jakarta, 11 Agustus 2006

(13)
(14)

xiv Muhammad Quraish Shihab dengan sebahagian mufassir klasik yaitu Muhammad Quraish Shihab menafsirkan ayat al-Qur’an tidak parsial, sedangkan sebahagian mufassir klasik mereka menafsirkan ayat al-Qur’an secara parsial. Sedangkan perbedaan dengan sebahagian mufassir kontemporer yaitu disamping perbedaan instrumen juga mereka sebahagian mufassir kontemporer menafsirkan ayat secara parsial.

(15)

xv هﺬﻫو ﺎﻬﻨﯿﺑﺎﻤﯿﻓ ضرﺎﻌﺘﺗﺮﯿﺳﺎﻔﺘﻟاهﺬﻫنأﻆﺣﻼﻤﻠﻟ ﺮﻬﻈﯾﺎﻤﻣرﺪﻨﺠﻟا تﺎﯾآﺮﯿﺴﻔﺗ ﻰﻓنوﺮﺻﺎﻌﻤﻟاو آﺮﻘﻟا ﺮﯿﺴﻔﺘﺑ ﺾﻌﺒﻟا مﺰﺘﻟا ﺚﯿﺣ ةﺪﻋﺎﻘﻟا ﻖﯿﺒﻄﺗو عﺎﺒﺗا ﻰﻓ ﻢﻬﻓﻼﺘﺧا ﻰﻟا ﻊﺟﺮﺗ تﺎﻓﻼﺘﺧﻻا ن ىﺮﺧا مﻮﻠﻋو ﺔﯾﻮﺒﻨﻟا ﺚﯾدﺎﺣﻻا ﻰﻓ هﺪﻧﺎﺴﻣ ﻦﻋ ﺚﺤﺒﻟﺎﺑ مﻮﻘﯾ ﻢﺛ نآﺮﻘﻟﺎﺑ . ﻪﯿﻤﺴﯾ بﻮﻠﺳﻻا اﺬﻫ ب ءﺎﻣﺪﻘﻟا ﻪﯿﻤﺴﯾﺎﻤﻛ ﺺﻨﻟا قﻮﻄﻨﻣ بﻮﻠﺳﺎﺑ نوﺮﺻﺎﻌﻤﻟا " صﻮﺼﺨﺑ ﻻ ﻆﻔﻠﻟا مﻮﻤﻌﺑ ةﺮﺒﻌﻟا ﺐﺒﺴﻟا . ﻻو ﺔﯿﻋﺎﻤﺘﺟا ﻖﺋﺎﻘﺤﺑرﺪﻨﺠﻟا تﺎﯾآﺮﯿﺴﻔﺗﻰﻓ ﻦﯾﺮﺴﻔﻤﻟاﺾﻌﺑ مﺰﺘﻟا ﺮﺧا ﺐﻧﺎﺠﺑو ﯾ ﺮﺒﺘﻌ نو تﺎﯾﻵا صﻮﺼﻧ ﺔﻟﺎﺣ ﻰﻓ ﻂﻘﻓ ﺔﯿﻠﯿﻤﻜﺗ ىﻮﺳ ﺗ ﻻ ﺔﯿﻋﺎﻤﺘﺟا ﻖﺋﺎﻘﺣ ﻊﻣ ضرﺎﻌﺘ ﯾ ﻌ ﺘ ﺮﺒ نو ﺎﻬﺑ ءﺎﻣﺪﻘﻟا ﻪﯿﻤﺴﯾ ﺎﻤﻛ ﺔﯿﻌﻗاﻮﻟﺎﺑ نوﺮﺻﺎﻌﻤﻟا ﻪﯿﻤﺴﯾ بﻮﻠﺳﻻا اﺬﻫو ﺔﺒﺳﺎﻨﻣﺮﯿﻏﺎﻬﻧﻻ " ةﺮﺒﻌﻟا ﻆﻔﻠﻟامﻮﻤﻌﺑﻻﺐﺒﺴﻟاصﻮﺼﺨﺑ . بﺎﻬﺷﺶﯾﺮﻗﺪﻤﺤﻣىأرﻦﻋﻒﺸﻜﻟاﻮﻫ ﺚﺤﺒﻟااﺬﻫﻦﻣفﺪﻬﻟاو ﺎﺳﻻا ﻰﻠﻋ فﺮﻌﺘﻟاو رﺪﻨﺠﻟا تﺎﯾآ لﻮﺣ ﺔﻘﻠﻌﺘﻤﻟا ﺔﯿﻧآﺮﻘﻟا تﺎﯾﻵاﺮﯿﺴﻔﺗ ﻰﻓ ﺎﻬﻌﺒﺗا ﻰﺘﻟا ﺐﯿﻟ هﺮﯿﺴﻔﺗ ﻰﻓرﺪﻨﺠﻟﺎﺑ " حﺎﺒﺼﻤﻟا " ﻦﻣ أﺪﺒﺗ ﻰﻫ ﺚﺤﺒﻟااﺬﻫ ﺔﺑﺎﺘﻛ ﻰﻓ ﺚﺣﺎﺒﻟاﺎﻬﻌﺒﺗا ﻰﺘﻟا تاﻮﻄﺨﻟاو نﺎﺴﻧﻻا ﻖﻠﺨﺑ ﻖﻠﻌﺘﯾ ﺎﻤﯿﻓ ﺎﻫﺪﯾﺪﺤﺗ ﻢﺛ ﻢﯾﺮﻜﻟا نآﺮﻘﻟا ﻰﻓ رﺪﻨﺠﻟا تﺎﯾآ نﺎﯿﺑو ﺐﯾﻮﺒﺗو ﺺﯿﺨﺸﺗ ةدﺎﻬﺸﻟاو ﺔﺛارﻮﻟاو , ا دﺪﻌﺗ ﻢﺛ ﺔﯾﻻﻮﻟاو ﺎﻘﻓو تﺎﯾﻵا هﺬﻫ ﻞﯿﻠﺤﺘﺑ ﺚﺣﺎﺒﻟا مﻮﻘﯾ ﻚﻟذ ﺪﻌﺑو تﺎﺟوﺰﻟ حﺎﺒﺼﻤﻟا ﺮﯿﺴﻔﺗ ﻰﻓ ءﺎﺟ ﺎﻤﻟ . بﺎﻬﺷ ﺶﯾﺮﻗ ﺪﻤﺤﻣ نأ ﺚﺣﺎﺒﻠﻟ ﻦﯿﺒﺗ ثﻮﺤﺒﻟا و تﻼﯿﻠﺤﺘﻟا ﺪﻌﺑو ﻰﺘﻟا تﺎﻔﻟﺎﺨﻤﻟا ﻞﻛ ﻰﻫ ﺔﯾرﺪﻨﺟ ﺔﻔﻟﺎﺨﻣ نا ىأر ﺎﻨﻫ ﻦﻣو ىﺮﺸﺑ ﺲﻨﺟ ﻦﻣ ﺎﻋﻮﻧرﺪﻨﺟﺮﺒﺘﻋا ﻰﺜﻧاو اﺮﻛذ ﺺﺨﺷ ﺎﻬﺒﻜﺗرا , اﺮﻓﺎﻛوأ ﺎﻤﻠﺴﻣ , ﺎﻤﻟﺎﻋ ﻚﻟﺬﻟ نﻵا ﻰﺘﺣ ﺔﯿﺿﺎﻣﺔﻨﻣزا ﻦﻣ ﻼﻫﺎﺟوأ ﯾ ﺮﺒﺘﻌ نو ﻪﻘﺤﺘﺴﻣﻰﻟاﻖﺣءﺎﻄﻋامﺪﻋواهرﺪﻗﻦﻣﺮﺜﻛاﻪﻘﺤﺘﺴﻣﻰﻟاﻖﺣءﺎﻄﻋارﺪﻨﺠﻟاﺔﻔﻟﺎﺨﻣﻦﻣ هرﺪﻘﻟ ﺎﻘﻓو . هﺮﯿﺴﻔﺗ ﻰﻓ ءﺎﺟﺎﻤﻟ ﺎﻘﻓو ةأﺮﻤﻟا لﻮﺣ بﺎﻬﺷ ﺶﯾﺮﻗ ﺪﻤﺤﻣ ىأر نأ ﻆﺣﻼﻤﻟا ﻦﻣو " حﺎﺒﺼﻤﻟا " ﻰﻟا عﻮﺟﺮﻟا ﻮﻫو ءﺎﻣﺪﻘﻟا ﻦﯾﺮﺴﻔﻤﻟا ءارآ ﻊﻣ ﻖﻓاﻮﺘﯾ ﻪﻧا ﻻا ﻚﻟذ ﻦﻣ ﻢﻏﺮﻟﺎﺑو ﺺﻨﻟا وﺪﺒﯾ ﻦﻣ ﻪﻧا ﻚﻟﺬﻟ ﻊﻗاﻮﻟا ﻦﻋ ﻞﻔﻐﯾﻻ

skripturalis moderat

(16)
(17)

xvii ﻢﻌﻨﻟا ﻢﻈﻋا ﻰﻫو مﻼﺳﻻاو نﺎﻤﯾﻻا ﺔﻤﻌﻨﺑ ﺎﻨﻤﻌﻧا ىﺬﻟا ﷲ ﺪﻤﺤﻟا

,

ﺎﻧﺪﯿﺳ ﻰﻠﻋ مﻼﺴﻟا و ةﻼﺼﻟاو

ﺪﻤﺤﻣ ﺪﻌﺑﺎﻣاﻦﯾﺪﻟامﻮﯾﻰﻟاﻪﻌﺒﺗﻦﻣوﻪﺒﺤﺻوﻪﻟآ ﻰﻠﻋوﻦﯿﻘﺘﻤﻟامﺎﻣاو ﻦﯿﯿﺒﻨﻟاﻢﺗﺎﺧ

.

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt. karena

atas rahmat, taufik , dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan

Disertasi dengan judul “Penafsiran Ayat-Ayat Jender dalam Tafsir

Al-Mishbah”. Disertasi ini ditulis dalam rangka menyelesaikan studi jenjang S3

Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Selanjutnya salawat dan salam semoga selalu dilimpahkan Allah

kepada Nabi dan Rasul-Nya Muhammad saw. beserta sahabat dan keluarganya.

Keberhasilan penulisan Disertasi ini tidak terlepas dari jasa, bantuan,

dan dorongan semua pihak, antara lain para dosen Pascasarjana UIN Jakarta,

khususnya dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk

membantu dan mengarahkan penulis terhadap semua masalah yang ada dalam

proses penulisan Disertasi ini.

Untuk itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang secara

langsung maupun tidak langsung telah membantu dalam penyelesaian tugas

(18)

xviii

kuliah pada Program Pascasarjana (S3) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dan juga telah memberikan bantuan moril dan materil.

2. Direktur Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr.

H. Komaruddin Hidayat, M.A. beserta para dosen yang dengan tulus dan

ikhlas berkenan memberikan ilmu sehingga mengantarkan penulis untuk

menyelesaikan penulisan disertasi ini.

3. Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, M.A. sebagai promotor yang telah banyak

mengarahkan penulis dalam merumuskan dan menyelesaikan persoalan

yang dihadapi.

4. Prof. Dr. H. Ahmad Thib Raya, M.A. sebagai promotor dan juga sebagai

ketua konsentrasi Tafsir Hadis di Program Pascasarjana UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah banyak mengarahkan penulis dalam

merumuskan dan menyelesaikan persoalan yang dihadapi.

5. Kepala Perpustakaan Pascasarjana dan Umum UIN Syrif Hidayatullah

Jakarta, IIQ, dan perpustakaan pribadi almarhum K.H. Ibrahim Hosen,

LML.

6. Kedua orang tua penulis, ayahanda Mungtamad (almarhum) dan ibunda

(19)

xix

bantuan baik materil maupun moril selama penulis ikut dirumahnya.

8. Istri tercinta, Yesmini Hasnul dan anak tercinta Raudhatul Azhar yang telah

sabar dan rela memberikan pengorbanan waktu, memberikan kelapangan

hati bahkan memberi dorongan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi

ini.

9. Teman, kolega, dan semua sahabat yang tidak mungkin disebutkan satu per

satu atas kebaikan dan kontribusi mereka baik dalam bentuk saran, gagasan,

bahkan ide-ide yang semuanya sangat mendukung untuk penyempurnaan

disertasi ini.

Akhirnya, penulis berdoa kepada Allah swt. semoga semua bantuan

dan partisipasi dari semua pihak tersebut, diberikan ganjaran yang berlipat

ganda dari Allah swt. Demikian pula semoga disertasi ini bermanfaat bagi

penulis khususnya dan bagi para pembaca umumnya. Amin.

Jakarta, Agustus 2006 Sya’ban 1427

(20)

xx

Dalam penulisan disertasi ini, penulis menggunakan pedoman transliterasi sebagai berikut:

A.Konsonan

Arab Latin Arab Latin

أ a/’ ض dh

ب b ط th

ت t ظ zh

ث ts ع ‘

ج j غ g

ح h ف f

خ kh ق q

د d ك k

ذ dz ل l

ر r م m

ز z ن n

س s و w

ش sy ه h

ص sh ي y

B. Vokal Pendek C. Vokal Panjang

a Contoh أﺮﻗ ditulis qara’a â Contoh ﺎﻣﺎﻗ ditulis qâmâ

i Contoh ﻢﺣر ditulis rahima î Contoh ﻢﯿﺣر ditulis rahîm

(21)

xxi

Prof. Dr. H. Azyumardi Azra, MA

Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tim Penguji Disertasi :

Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, MA Prof. Dr. H. Ahmad Thib Raya, MA Prof. Dr. H. Rif’at Syauqi Nawawi, MA

Prof. Dr. H. Hamdani Anwar, MA Prof. Dr. H. Komaruddin Hidayat, MA

(22)

xxii HALAMAN JUDUL ………..

PROMOTOR ……….

TIM PENGUJI DISERTASI………

PERSETUJUAN I .. ………….. …..………

KETERANGAN PENGUJI ………

PERSETUJUAN II ……….

SURAT PERNYATAAN PENULIS………...

ABSTRAKSI ………...

KATA PENGANTAR………..

PEDOMAN TRANSLITERASI ………

PANITIA UJIAN DISERTASI TERBUKA………

DAFTAR ISI……….

I ii iii iv vi ix xi xii xvi xix xx xxi

BAB I. PENDAHULUAN ………...……….

A. Latar Belakang Masalah ……….

B. Pokok Permasalahan ………...

1. Identifikasi Masalah ……….. 2. Pembatasan dan Perumusan Masalah…... C. Tinjauan Kepustakaan ………... D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………...

E. Kerangka Teori ………...

(23)

xxiii

BAB II. TAFSIR AL-MISHBAH DAN PENAFSIRNYA

A. Tafsir Al-Mishbah 1. Nama Yang Dipilih

2. Motivasi Yang Mendorong Penulisannya 3. Sumber Penafsiran Yang Dirujuk

4. Metode Penafsiran Yang Dipilih 5. Bentuk Dan Corak Tafsirnya 6. Sistematika Penulisannya

B Riwayat Hidup Muhammad Quraish Shihab

1. Latar Belakang Keluarga

2. Latar Belakang Pendidikan

3. Latar Belakang Karier dan Pengabdian 4. Karya Intelektual

50 50 50 51 52 53 54 54

55 55 56 62 65

BAB III. SEKILAS TENTANG TEORI JENDER ………..

A. Pengertian Jender ………

B. Atribut dan Identitas Jender ……….... C. Biologi/Jender dan Perilaku Manusia ………... D. Jender Menurut Muhammad Quraish Shihab ………….

84 84 85 87 104

(24)

xxiv

B. Ayat-Ayat Penciptaan Manusia ……….. C. Ayat-Ayat Kewarisan ……… …...…...

D. Ayat-Ayat Persaksian ……….

E. Ayat-Ayat Kepemimpinan ……….

F. Ayat-Ayat Poligami ………

135 161 175 197 251

BAB V. PENUTUP ………

A. Kesimpulan ………

B. Saran ………..

289 289 299

(25)

١

B A B I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penafsiran al-Qur'an masih sering dijadikan dasar untuk menolak kesetaraan jender. Kitab-kitab tafsir dijadikan referensi dalam mempertahan-kan status quo dan melegalmempertahan-kan pola hidup patriarki, yang memberimempertahan-kan hak-hak istimewa kepada laki-laki dan cenderung memojokkan perempuan.1

Kitab tafsir yang dimaksud menurut hemat penulis antara lain tafsir

Jâmi al-Bayân Fî Ta’wîl al-Qur’an karya al-Thabari, karena dia terkenal hanya mengumpulkan hadis-hadis tanpa menyeleksi keshohehan hadis yang dia kumpulkan, antara lain tentang hadis penciptaan perempuan yang dikutip al-Thabari dalam tafsirnya berbunyi :

ﻝﺎﻗ

ﻥﻭﺮﻫ

ﻦﺑ

ﻰﺳﻮﻣ

ﲎﺛﺪﺣ

:

ﻝﺎﻗ

ﺩﺎﲪ

ﻦﺑ

ﻭﺮﻤﻋ

ﺎﻧﱪﺧﺍ

:

ﻯﺪﺴﻟﺍ

ﻦﻋ

ﻁﺎﺒﺳﺍ

ﺎﻨﺛﺪﺣ

ﻝﺎﻗ

:

ﺎﻬﻴﻓ

ﻰﺸﳝ

ﻥﺎﻜﻓ

ﺔﻨﳉﺍ

ﻡﺩﺁ

ﻦﻜﺳﺍ

ﺔﻣﻮﻧ

ﻡﺎﻨﻓ

ﺎﻬﻴﻟﺍ

ﻦﻜﺴﻳ

ﺝﻭﺯ

ﻪﻟ

ﺲﻴﻟ

ﺎﺸﺣﻭ

ﺖﻟﺎﻗ

؟ﺖﻧﺍ

ﺎﻣ

ﺎﳍﺄﺴﻓ

ﻪﻌﻠﺿ

ﻦﻣ

ﷲﺍ

ﺎﻬﻘﻠﺧ

ﺓﺪﻋﺎﻗ

ﺓﺃﺮﻣﺍ

ﻪﺳﺃﺭ

ﺪﻨﻋ

ﺍﺫﺎﻓ

ﻆﻘﻴﺘﺳﺎﻓ

:

ﻝﺎﻗ

ﺓﺃﺮﻣﺍ

:

ﺖﻟﺎﻗ

؟

ﺖﻘﻠﺧ

ﺎﳌﻭ

"

ﺎﻬﻴﻟﺍ

ﻦﻜﺴﺗ

٢

Musa Bin Harun menceritakan kepada saya, dia berkata, ”Amr Bin Hamad memberitakan kepada kami, dia berkata, 'Asbath dari al-Saddi telah berkata, 'Adam bertempat tinggal di surga, lalu dia berjalan di dalam surga dalam kondisi kesepian yang tidak punya istri yang dia cenderung padanya, lalu dia tidur nyenyak, lalu bangun, tiba tiba di atas kepala dia ada seorang perempuan yang sedang duduk yang diciptakan Allah dari tulang rusuknya, lalu dia bertanya, 'Ada apa engkau?' Dia menjawab, 'saya seorang perempuan. Adam bertanya,

1

Nasaruddin Umar, Bias Jender Dalam Penafsiran al-Qur'an, (selanjutnya tertulis Bias Jender) (Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Tafsir pada Fak.Ushuluddin IAIN Syahid Jakarta, 2002), h.1

2

(26)

'Untuk apa kamu diciptakan?', Dia menjawab, 'Agar kamu cenderung kepadanya ".

ﻝﺎﻗ

ﺪﻴﲪ

ﻦﺑﺍﺎﻨﺛﺪﺣ

:

ﻝﺎﻗ

ﻖﺤﺳﺍ

ﻦﺑﺍ

ﻦﻋ

ﺔﻤﻠﺳ

ﺎﻨﺛﺪﺣ

:

ﺔﻨﺴﻟﺍ

ﻢﻌﻠﺻ

ﻡﺩﺁ

ﻰﻠﻋ

ﻰﻘﻟﺍ

ﻦﺑ

ﷲﺍ

ﺪﺒﻋ

ﻦﻋ

ﻢﻠﻌﻟﺍ

ﻞﻫﺍ

ﻦﻣ

ﻢﻫﲑﻏ

ﺓﺍﺭﻮﺘﻟﺍ

ﻞﻫﺍ

ﻦﻣ

ﺏﺎﺘﻜﻟﺍ

ﻞﻫﺍ

ﻦﻋﺎﻨﻐﻠﺑﺎﻤﻴﻓ

ﻢﺋﺎﻧ

ﻡﺩﺁﻭ

ﻪﻧﺎﻜﻣ

ﻡﻷﻭ

ﺮﺴﻳﻻﺍ

ﻪﻘﺷ

ﻦﻣ

ﻪﻋﻼﺿ

ﻦﻣ

ﺎﻌﻠﺿ

ﺬﺧﺍ

ﻩﲑﻏ

ﺱﺎﺒﻌﻟﺍ

ﻙﺭﺎﺒﺗ

ﷲﺍ

ﻖﻠﺧ

ﱴﺣ

ﻪﺘﻣﻮﻧ

ﻦﻣ

ﺐﻬﻳ

ﺓﺃﺮﻣﺍ

ﺎﻫﺍﻮﺴﻓ

ﺀﺍﻮﺣ

ﻪﺘﺟﻭﺯ

ﻚﻠﺗ

ﻪﻌﻠﺿ

ﻦﻣ

ﱃﺎﻌﺗ

ﻝﺎﻘﻓ

ﻪﺒﻨﺟ

ﱃﺍ

ﺎﻫﺁﺭ

ﻪﺘﻣﻮﻧ

ﻦﻣ

ﺐﻫﻭ

ﺔﻨﺴﻟﺍ

ﻪﻨﻋ

ﺖﻔﺸﻛ

ﺎﻤﻠﻓ

ﺎﻬﻴﻟﺍ

ﻦﻜﺴﻴﻟ

:

ﺎﻤﻴﻓ

ﺎﻬﻴﻟﺍ

ﻦﻜﺴﻓ

ﱴﺟﻭﺯ

ﻰﻣﺩ

ﻰﻤﳊ

ﻢﻠﻋﺍ

ﷲﺍﻭ

ﻥﻮﻤﻋﺰﻳ

٣

”Ibnu Hamid telah berkata, 'Salmah dari Ibnu Ishak menceritakan kepada kami. Dia berkata, 'Adam mengantuk, di mana berita itu sampai kepada kami dari Ahlu al-Kitab dari Ahli Taurat dan Ahli Ilmu lainnya. Dari Abdillah Bin al-Abbas dan yang lainnya. Kemudian Allah mengambil salah satu tulang rusuk Adam dari sebelah kiri, di mana Adam sedang tidur, yang belum bangun dari tidurnya, Allah swt. menciptakan Istri Adam dari tulang rusuk Adam yaitu Hawa, lalu Allah menyempurnakannya menjadi seorang perempuan, agar Adam menjadi tenang hatinya kepadanya, ketika mengantuknya hilang, Adam bangun dari tempat tidurnya, dia melihat perempuan itu berada di sampingnya, lalu Adam berkata, 'Pada apa yang mereka duga Hanya Allah yang tau, dagingku, darahku dan istriku, lalu dia menjadi tentram bersamanya.'"

Dua hadis tersebut persis seperti cerita yang terdapat dalam Perjanjian Lama yang diterbitkan oleh Lembaga Al-Kitab Indonesia Jakarta tahun 1997 ayat 21-23 yang berbunyi,

Lalu Tuhan Allah membuat manusia itu tidur nyenyak; ketika ia tidur, Tuhan Allah mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu menutup tempat itu dengan daging. Dan dari rusuk yang diambil Tuhan Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan lalu dibawa-Nya kepada manusia itu. Lalu berkatalah manusia itu, 'Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki.4

3

Abu Ja’far Muhammad Ibnu Jarir al-Thabari, Tafsir al-Thabari…, h. 566 4

(27)

Di dalam Islam ada beberapa isu kontroversi berkaitan dengan relasi jender, antara lain tentang asal usul penciptaan perempuan, konsep kewarisan, persaksian, poligami, hak-hak reproduksi, hak talak perempuan, serta peran publik perempuan.5

Perbedaan laki-laki dan perempuan masih menyimpan beberapa masalah, baik dari segi subtansi kejadian maupun peran yang diemban dalam masyarakat. Perbedaan anatomi biologis antara keduanya cukup jelas. Akan tetapi efek yang timbul akibat perbedaan itu menimbulkan perdebatan, karena ternyata perbedaan jenis kelamin secara biologis (seks) melahirkan seperangkat konsep budaya. Interpretasi budaya terhadap perbedaan jenis kelamin inilah yang disebut jender.6

Penulis sepakat untuk meninjau kembali penafsiran ayat-ayat yang bernuansa jender dalam rangka pemberdayaan perempuan dan sekaligus untuk meluruskan pandangan negatif tentang perempuan yang selama ini telah mendominasi pandangan kebanyakan masyarakat manusia. Namun kita harus berhati-hati dalam menyimpulkan suatu penafsiran orang lain yang dianggap keliru itu, bila kita hanya memahami ayat al-Qur’an bersifat parsial.

Bila kita memperhatikan secara cermat tentang makhluk Allah, maka kita akan melihat semua ciptaan Allah di alam ini tidak ada yang sama, khususnya manusia sebagai makhluk yang berakal. Pada hakikatnya manusia tidak ada yang sama persis baik amal, rizki, IQ, tubuh, hak, dan kewajibannya sesuai dengan fungsi dan kadar kualitas yang dimilikinya. Misalnya antara sesama manusia mesti ada perbedaan, laki-laki berbeda dengan perempuan,

5

Nasaruddin Umar, Bias Jender…, h. 1 6

Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender Perspektif al-Qur'an, (selanjutnya tertulis

(28)

antara sesama laki-laki satu dengan yang lain ada perbedaan, bahkan amal yang dikerjakan oleh seorang yang sama dengan waktu yang berbeda ada perbedaan sesuai dengan kualitas dan keikhlasan mengerjakan amal tersebut (Q.S. al-Nisâ’/4: 32 dan Q.S. al-Nisâ’/4: 34).

Contoh kongkrit dapat kita lihat adanya dua orang saudara kembar. Secara fisik mungkin kelihatannya sama padahal bila diteliti secara cermat suara dan sidik jari keduanya pasti berbeda.

Islam selalu menghargai sifat seorang perempuan dan menganggapnya memainkan peran yang menyatu dengan peran laki-laki. Islam juga menganggap laki-laki memainkan peran yang menyatu dengan peran perempuan. Keduanya bukanlah musuh, lawan, atau saingan satu sama lain. Justru keduanya saling menolong dalam mencapai kesempurnaannya masing-masing sebagai laki-laki dan perempuan maupun sebagai manusia secara keseluruhan.7

Lelaki dan perempuan memiliki kekurangan yang tidak dapat ditutup kecuali oleh lawan jenisnya. (Q.S.al-Taubah/9:71) dan (Q.S.al-Baqarah/2:187). Perintah Allah kepada alam semesta menjadikan adanya pasangan dalam segala hal di dalamnya. Prinsip ini terwujud dalam kehadiran laki-laki dan perempuan dalam dunia kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan, dan adanya positif dan negatif dalam dunia tak hidup dengan gejala magnet, listrik, dan sebagainya. Bahkan dalam atom terdapat muatan positif dan negatif, yakni proton dan elektron.8 Sebagaimana ditegaskan dalam al-Qur'an

ٍ

ﻲ

ِ

ﻥﻭ

ِ

) ﺕﺎﻳﺭﺍﺬﻟﺍ /

٥١ :

٤٩

(

7Yusuf al-Qardhawi, Kedudukan Wanita Dalam Islam, (selanjutnya tertulis Kedudukan Wanita) Terjemahan Melathi Adhi Damayanti dan Santi Indra Astuti, (Jakarta: PT.Global Media Publishing, 2003), h. 39

(29)

Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah. (Q.S. al-Dzâriyât/52: 49).

Laki-laki dan perempuan seperti sebuah kaleng dengan tutupnya. Sebuah kesatuan yang meliputi suatu benda dan suku cadangnya. Yang satu tidak akan ada tanpa yang lain. Ketika Allah menciptakan jiwa manusia yang pertama (Adam), Dia juga menciptakan pasangannya (Hawa), sehingga ia dapat membangun dan menemukan kedamaian bersamanya.9

Perempuan tidak dilarang bekerja di luar rumah. Hal ini dapat dilihat dalam kisah Nabi Musa a.s. pada saat Nabi Musa tiba di sumber air Madyan, sebagaimana diceritakan dalam (Q.S.al-Qashash/28:23-25) :

ﻝﺎ

ِ

ﻥﺍ

ﺩﻭ

ِ

ﺗﺃ

ﻣﺍ

ِ

ِ

ﻧﻭ

ِ

ﻥﻮ

ِ

ﺱﺎ

ﻨﻟﺍ

ِ

ِ

َ

ﺀﺎ

ﺮﻟﺍ

ِ

ﺼ

ﻲِ

ﻟﺎ

ﹾﻄ

ِ

ﺦ

ﻧﻮ

ُ

ﺀﺎ

.

ِﺇ

ِ

ٍ

ِ

ﻲﹶ

ِﺇ

ِ

ﻲ

ِﺇ

ﻝﺎ

ﱢﻈ

ﻟﺍ

)

٢٤

(

ٍ

ﺀﺎ

ِ

ﺳﺍ

ﻲِ

ﻫﺍ

ِﺇ

َ

ﺀﺎ

ﺠﹶ

ﻝﺎ

ﺺﺼﹶ

ﻟﺍ

ِ

ﺺﹶ

َ

ﺀﺎ

ِ

ﺠ

ِ

ﻙﻮ

ﻲِ

ِﺇ

ﻟﺎ

ِ

ﺕ

ﺠ

ﻒﺨ

ﲔِ

ِ

ﻟﺎ

ﱠﻈ

ﻟﺍ

ِ

ﻟﺍ

) ﺺﺼﻘﻟﺍ / ٢٨ : ٢٣ -٢٥ (

Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Madyan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang perempuan yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata, "Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?" Kedua perempuan itu menjawab, "Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya". Maka Musa memberi minum ternak itu untuk (menolong) keduanya, kemudian dia kembali ke tempat yang teduh lalu berdoa, "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku". Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua perempuan itu berjalan kemalu-maluan, ia berkata, "Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberi balasan terhadap (kebaikan) mu memberi minum (ternak) kami". Maka tatkala Musa mendatangi bapaknya (Syuaib) dan menceritakan kepadanya

(30)

cerita (mengenai dirinya). Syuaib berkata, "Janganlah kamu takut. Kamu telah selamat dari orang-orang yang zhalim itu". (Q.S. al-Qashash/28: 23-25).

Ketinggian derajat seseorang tidak ditentukan berdasarkan jenis kelaminnya, tapi berdasarkan kualitas takwanya (Q.S. al-Hujurât/49: 13). Karya laki-laki dan perempuan di sisi Allah diberi penilaian dan balasan yang sama dan sedikitpun tidak dibedakan. Bila melakukan kebaikan, akan diberikan kebaikan dan jika melakukan keburukan akan dibalas dengan keburukan. (Q. S. al-Zalzalah/99: 7-8). Siapa yang beramal saleh baik laki-laki maupun perempuan akan mendapat surga tanpa dikurangi sedikitpun pahalanya. (Q.S. al-Nisâ’/4: 124). Begitu pula, baik laki-laki maupun perempuan akan memperoleh kebaikan dan keburukan dari apa yang dilakukan tanpa dizhalimi sedikitpun. (Q.S.al-Mu'min/40: 17). Begitu juga Nabi Muhammad saw. Telah menetapkan prinsip persamaan antara laki-laki dan perempuan dengan menegaskan :

ﺪﻴﻌﺳ

ﻦﺑ

ﺔﺒﻴﺘﻗ

ﺎﻨﺛﺪﺣ

ﺩﺎﲪ

ﺎﻨﺛﺪﺣ

ﻢﺳﺎﻘﻟﺍ

ﻦﻋ

ﷲﺍ

ﺪﻴﺒﻋ

ﻦﻋ

ﻯﺮﻤﻌﻟﺍ

ﷲﺍ

ﺪﺒﻋ

ﺎﻨﺛﺪﺣ

ﻁﺎﻴ

ﺪﻟﺎﺧ

ﻦﺑ

ﻝﺎﻗ

ﺎﻣﻼﺘﺣﺍ

ﺮﻛﺬﻳ

ﻻﻭ

ﻞﻠﺒﻟﺍ

ﻞﺟﺮﻟﺍ

ﻦﻋ

ﻢﻠﺳ

ﻪﻴﻠﻋ

ﷲﺍ

ﻰﻠﺻ

ﷲﺍ

ﻝﻮﺳﺭ

ﺖﻟﺎﻗ

ﺔﺸﺋﺎﻋ

ﻦﻋ

ﻯﺮﺗ

ﺓﺃﺮﳌﺍ

ﻢﻴﻠﺳ

ﻡﺍ

ﺖﻟﺎﻘﻓ

ﻪﻴﻠﻋ

ﻞﺴﻏ

ﻝﺎﻓ

ﻞﻠﺒﻟﺍ

ﻻﻭ

ﻢﻠﺘﺣﺍ

ﺪﻗ

ﻪﻧﺃ

ﻯﺮﻳ

ﻞﺟﺮﻟﺍ

ﻦﻋ

ﻞﺴﺘﻐﻳ

ﻝﺎﻗ

ﻞﺴﻏ

ﺎﻬﻴﻠﻋﺍ

ﻚﻟﺫ

ﺩﻭﺍﺩ

ﻮﺑﺍ

ﻩﺍﻭﺭ

ﻝﺎﺟﺮﻟﺍ

ﻖﺋﺎﻘﺷ

ﺀﺎﺴﻨﻟﺍ

ﻢﻌﻧ

١٠

Artinya:”Qutaibah Bin Said telah menceritakan kepada kami, Hammâd Bin Khalid al-Khayyâth telah menceritakan kepad kami, Abdullah al-‘Umari telah menceritakan kepada kami dari ‘Ubaidillah, dari al-Qâsim dari ‘Aisyah telah berkata:”Rasulullah saw. ditanya tentang seorang laki-laki menjumpai air (kebasahan) padahal dia tidak mimpi, Rasulullah menjawab dia harus mandi dan tentang laki-laki mimpi tapi tidak basah, Rasulullah menjawab dia tidak perlu mandi Ummu Sulaim berkata:”Ada seorang perempuan melihat basah,

10Abu Dawud Sulaiman Bin al-Asyats al-Sijistani, Sunan Abu Dawud, (Bairut : Dâr al-Fikr,

(31)

apakah dia harus mandi, Rasulullah menjawab dia harus mandi, bahwa perempuan adalah saudara kandung laki-laki.

Namun pada ayat-ayat yang berkaitan dengan penciptaan manusia, kewarisan, persaksian, kepemimpinan, dan poligami terkesan diskriminatif terhadap kaum perempuan, dan ayat-ayat ini pula yang sering digunakan para mufassir klasik untuk memojokkan perempuan.

Uraian ayat-ayat di atas seolah-olah ada perbedaan satu ayat dengan ayat yang lainnya, padahal ayat-ayat al-Qur'an itu semuanya bersumber dari Allah yang tidak mungkin akan saling bertentangan satu ayat dengan ayat yang lain. Jika makna suatu ayat seolah-olah bertentangan, maka perlu merujuk pada ayat lain, sehingga tidak terkesan antara ayat itu bertentangan. Sebagaimana firman Allah:

ُ

ﺀﺎ

ﻱِ

ﺀﺎ

ُ

ِﻀ

ﻠﻟﺍ

ِﺈﹶ

)

ﺎﻓ

/

٣٥

:

٨

(

Maka sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya…(Q.S. Fâthir/35: 8)

Dengan pernyataan ini seolah-olah Allah menyesatkan dan memberi petunjuk kepada hamba-Nya secara acak tanpa sebab yang jelas. Akan tetapi dugaan tersebut akan hilang jika membaca ayat lain yang berbunyi:

ﺭﻮﻨﻟﺍ

ﱃﺍ

ﺖﻤﻠ

ﻟﺍ

ﻦﻣ

ﻢﻬﺟﺮ

ﻢﻠﺴﻟﺍ

ﻞﺒﺳ

ﻪﻧﺍﻮﺿﺭ

ﺒﺗﺍ

ﻦﻣ

ﷲﺍ

ﻪﺑ

ﻯﺪﻬﻳ

ﻁﺍﺮﺻ

ﱃﺍ

ﻢﻬﻳﺪﻬﻳﻭ

ﻪﻧﺫﺎ

ﻢﻴﻘﺘﺴﻣ

)

ﺓﺪﺋﺎﳌﺍ

/

٥

:

١

٦

(

Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan dengan (kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benerang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.(Q.S.al-Mâidah/5:16)

(32)

bagian anak laki-laki, padahal keduanya sama-sama anak kandung. Namun bila kita memperhatikan (Q.S.al-Nisâ’/4:34) yang menyatakan bahwa kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan disebabkan kaum lelaki-laki diberikan Allah sifat kepemimpinan dan diwajibkan memberi nafkah kepada kaum perempuan, maka perempuan mendapat setengah dari laki-laki justru sudah adil. Sebab laik-laki bila dia menikah, maka harta warisan yang diperoleh dari orang tuanya akan dipergunakan untuk membayar mahar dan nafkah istrinya bahkan bila punya anak untuk membiayai anak-anaknya, sedangkan anak perempuan jika dia menikah, maka harta warisan yang diperoleh dari orang tuanya tidak terpakai karena dia mendapat nafkah dari suaminya, bahkan dia mendapat mahar dari suaminya.11

Artinya, jika ayat-ayat al-Qur'an dipahami secara seimbang, proporsional, dan terintegrasi satu sama lain, maka semua ayat yang tercantum dalam al-Qur'an tidak akan saling bertentangan. Begitu juga masalah ayat-ayat yang bernuansa jender, harus dipahami secara utuh, tidak parsial.

Tapi lain halnya jika menafsirkan ayat berangkat dari konteks ayat sebagaimana yang dikatakan oleh Husein Muhammad:

Saya kira soal warisan adalah berkaitan dengan realitas dari struktur hubungan suami istri. Selama laki-laki masih diposisikan sebagai penanggungjawab nafkah keluarga, membayar maskawin, membiayai ongkos-ongkos yang lain terhadap pihak lain yang menjadi tanggung jawabnya, mut’ah (pemberian) dan sebagainya, maka pembagian 2:1 adalah adil. Kalau relasi tersebut telah berubah, maka ketentuan warisanpun bisa berubah. Sebab ketentuan warisan merupakan logika lurus dari relasi suami istri. Justru sangat tidak adil, jika 2:1 dipertahankan, sementara relasi suami istri telah mengalami

11

(33)

perubahan yang menuju ke kesetaraan jender. Karena inti agama adalah keadilan.12

Pada tataran konsep, laki-laki dan perempuan memang sama, tapi dalam penerapannya tidak mungkin disamakan, karena al-Qur'an sendiri tidak akan membebankan hukum kepada seseorang kecuali sesuai dengan kodrat, fungsi dan tugas yang dibebankan kepadanya. (Q.S. al-Baqarah/2: 286). Untuk mengetahui sisi perbedaan dan persamaan antara laki-laki dan perempuan tersebut seharusnya kembali kepada al-Qur'an dan Hadis. (Q.S. al-Nisâ’/4: 59). Karena al-Qur’an diturunkan oleh Allah swt. sebagai petunjuk bagi orang yang beriman untuk meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat. (Q.S. al-Baqarah/2: 2), sedangkan Hadis merupakan penjelasan terhadap al-Qur’an (Q.S. al-Nahl/16: 44). Al-Qur’an sendiri merupakan kebenaran yang mutlak (Q.S. Ali Imrân/3: 60).

Al-Qur’an sebagai petunjuk tidak ada manfaatnya jika hanya sekadar dibaca tanpa diketahui isi kandungannya. Oleh karena itu terhadap orang-orang Yahudi yang diberi kitab Taurat kemudian tidak mengamalkannya, diumpamakan Allah dengan keledai yang membawa Kitab Suci/Taurat (Q.S. al-Jumu'ah/62: 5). Begitu juga dengan orang Islam yang diberi al-Qur’an, tapi tidak mengamalkannya, ia bagaikan keledai yang membawa al-Qur’an. Untuk itu penafsiran al-Qur’an (kitab tafsir al-Qur'an) sangat penting peranannya dalam memahami kemurnian ajaran Islam dan untuk menggali serta memahami kandungan al-Qur’an untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

Sehubungan dengan semakin kompleksnya persoalan yang dihadapi manusia, para mufassir berusaha memahami dan menjelaskan isi kandungan

12

(34)

al-Qur’an sesuai dengan kondisi yang ada, khususnya mengenai ayat-ayat jender.

Perempuan memang merupakan sebaik-baik perhiasan di dunia, sebagaimana ditegaskan Rasulullah yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah :

ﻦﺑ

ﻡﺎﺸﻫﺎﻨﺛﺪﺣ

ﺪﺒﻋ

ﻦﻋ

ﻢﻌﻧﺍ

ﻦﺑ

ﺩﺎﻳﺯ

ﻦﺑ

ﻦﲪﺮﻟﺍ

ﺪﺒﻋ

ﺎﻨﺛﺪﺣ

ﺲﻧﻮﻳ

ﻦﺑ

ﻰﺴﻴﻋ

ﺎﻨﺛﺪﺣ

ﺭﺎﻤﻋ

ﻪﻴﻠﻋ

ﷲﺍ

ﻰﻠﺻ

ﷲﺍ

ﻝﻮﺳﺭ

ﻥﺍ

ﻭﺮﻤﻋ

ﻦﺑ

ﷲﺍ

ﺪﺒﻋ

ﻦﻋ

ﺪﻳﺰﻳ

ﻦﺑ

ﷲﺍ

ﻝﺎﻗ

:

َ

ﳕِﺇ

ﺪﻟﺍ

ﻉ

ﻦﻣ

ﺲﻴﻟﻭ

ﺪﻟﺍ

ِﻉ

ﻴﺷ

ﺔﺟﺎﻣ

ﻦﺑﺍ

ﻩﺍﻭﺭ

ﺔﳊﺎ

ﻟﺍ

ﺓﺃﺮﳌﺍ

ﻦﻣ

ﻓﺍ

١٣

Hisyam telah menceritakan kepada kami, Isa Bin Yunus telah menceritakan kepada kami, Abdurrahman Bin Ziyâd Bin An’um telah menceritakan kepada kami dari Abdullah Bin Yazîd, dari Abdullah Bin Amr, bahwa Rasulullah saw. telah bersabda:”Bahwa dunia merupakan perhiasan dan tidak ada sesuatu perhiasan di dunia yang lebih baik daripada perempuan yang salehah. (H.R.Ibnu Majah).

Berbicara tentang perempuan memang indah, kendati nasib perempuan dalam perjalanan sejarah tidak seindah dirinya, bahkan sering tidak menarik. Perjalanan perempuan yang dikenal lembut, halus, dan luwes timbul tenggelam antara harapan dan kenyataan. Perempuan sewaktu-waktu berada dalam posisi di atas, namun sering pula tersungkur pada posisi di bawah tanpa ada yang menaruh belas kasihan.

Kaum perempuan pada masa jahiliyah bagaikan barang atau harta yang bisa diwarisi oleh keluarga yang ditinggalkan. Hal ini diungkapkan oleh Husen Muhammad Yusuf dalam bukunya yang berjudul Ahdâf al-Usrah Fî al-Islâm.

Bahwa seorang perempuan pada masa jahiliyah dapat diwariskan seperti harta warisan. Apabila suami sang istri meninggal dunia, maka anak yang bukan dari istri yang ditinggalkan (anak tiri) dapat mewarisi ibu tiri menjadi istrinya, bahkan boleh juga keluarga dekatnya yang mewarisi ibu tersebut sebagai istrinya tanpa mahar (maskawin) atau menikahkannya dengan orang lain, tapi maharnya diambil oleh keluarga

13al-Hâfizh Abu Abdullah Muhammad Bin Yasin al-Quzweni, Sunan Ibnu Majah,

(35)

dekatnya tersebut, bila dia ingin membiarkannya, maka dia tidak mempedulikannya dengan status tidak janda dan tidak menikah sampai dia menebus dirinya dari harta warisan suaminya yang meninggal atau dibiarkannya sampai meninggal, lalu dia mewarisi hartanya.14

Muhammad Quraish Shihab menyatakan,

Perempuan sering kali diperlakukan secara tidak wajar, baik karena tidak mengetahui kadar dirinya maupun mengetahuinya namun terpaksa menerima pelecehan. Ini terjadi dalam masyarakat modern, lebih-lebih dalam masyarakat masa lalu. Pada zaman Yunani Kuno, dimana hidup filosof-filosof kenamaan semacam Plato (427-347 SM), Aristotales (384-322 SM) dan Demosthenes (384-322 SM), martabat perempuan dalam pandangan mereka sungguh rendah. Perempuan hanya dipandang sebagai alat penerus generasi dan semacam pembantu rumah tangga serta pelepas nafsu seksual lelaki, karena itu perzinaan sangat merajalela. Socratos (470-399 SM) berpendapat bahwa dua sahabt setia, harus mampu meminjamkan istrinya kepada sahabatnya, sedangkan Demosthenes (384-322 SM) berpendapat bahwa istri hanya berfungsi melahirkan anak, filosof Arestotales menganggap perempuan sederajat dengan hamba sahaya, sedang Plato menilai kehormatan lelaki pada kemampuannya memerintah, sedangkan kehormatan perempuan menurutnya adalah pada kemampuannya melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sederhana/hina sambil terdiam tanpa bicara.15

Selanjutnya Muhammad Quraish Shihab menyatakan,

Sejarah mencatat betapa suatu ketika perempuan dinilai sebagai makhluk kelas dua. Dalam masyarakat Hindu, istri harus mengabdi kepada suaminya bagaikan mengabdi kepada Tuhan. Ia harus berjalan dibelakangnya, tidak boleh berbicara dan tidak juga makan bersamanya, tetapi memakan sisanya. Bahkan sampai abad XVII, seorang istri harus dibakar hidup-hidup pada saat mayat suaminya dibakar, atau kalau ingin tetap hidup sang istri mencukur rambutnya, memperburuk wajahnya agar terjamin bahwa ia tidak lagi akan diminati lelaki. Di Eropa – khushusnya pada masa lalu- perempuan belum juga mendapat tempatterhormat. Pada tahun 586 M, agamawan di Prancis masih mendiskusikan apakah perempuan boleh menyembah Tuhan atau tidak ? Apakah mereka juga dapat masuk surga ? Diskusi-diskusi itu berakhir

14

Husen Muhammad Yusuf, Ahdâf al-Usrah fî al-Islâm, (selanjutnya tertulis Ahdâf al-Usrah) (Cairo: Dâr al-I'tishâm , 1977 ), h. 24

15Muhammad Quraish Shihab, Perempuan, (selanjutnya tertulis Perempuan), Ciputat: Lentera

(36)

dengan kesimpulan bahwa perempuan memiliki jiwa, tetapi tidak kekal dan dia bertugas melayani lelaki. Pada masa silam di Eropa, hubungan seks dianggap sesuatu yang buruk walau hubungan itu didahului oleh pernikahan yang sah.16

Dia juga menegaskan:”Bahwa Parlemen Skotlandia pada tahun 1567 M. menetapkan bahwa perempuan tidak boleh diberi sdikit wewenangpun, bahkan pada pemerintahan Henry VIII (1491-1547 M.) di Inggris, lahir keputusan yang melarang peremuan membaca kitab Injil (Perjanjian Baru).”17

Selanjutnya dia menyatakan,

Kendati Eropa telah mengalami revolusi industri (1750 M.) dan perbudakan telah dikumandangkan penghapusannya, namun harakah dan martabat perempuan belum juga mendapat tempatnya yang wajar. Mereka bekerja di pabrik-pabrik, namun gajinya lebih rendah daripada lelaki, bahkan di Inggris sampai dengan tahun 1805 M., perundang-undangan mereka mengakui hak suami untuk menjual istrinya. Bahkan menurut Rasyid Ridha (1865-1935 M) dalam bukunya Nidâ’ Jins al-Lathîf mengutif koran Inggris- di pedalaman Inggris (hingga masa itu) masih ditemukan suami yang menjual istrinya dengan harga yang sangat murah, sampai tahun 1882 M, perempuan di sana belum memiliki hak kepemilikan harta benda secara penuh, tidak juga berhak menuntut ke pengadilan. Sisa-sisa dari pandangan ini menjadikan seorang perempuan hingga masa kita ini, harus menghapus nama ayahnya yang menyertai namanya- sebelum ia menikah dan menggantinya dengan nama suaminya- begitu ia menjadi istri dari seorang lelaki.18

Dia menambahkan,

Perempuan- di masa lampau- juga dinilai tidak wajar mendapat pendidikan, Elizabeth Black Will, dokter perempuan pertama yang menyelesaikan setudinya di Geneve University pada tahun 1849 M, dibaikot oleh teman-temannya sendiri dengan dalih bahwa perempuan tidak wajar memperoleh pelajaran, bahkan ketika sementara dokter bermaksud mendirikan Institut Kedokteran Khusus perempuan di Philadelphia Amerika Serikat, ikatan dokter setempat mengancam akan membaikot semua dokter yang mengajar di Institut itu.19

16

Muhammad Quraish Shihab, Perempuan,…h. 103

17

Muhammad Quraish Shihab, Perempuan,… h. 104

18Mhammad Quraish Shihab, Perempuan…, h. 104 19

(37)

Jadi bila kita melihat dari masa ke masa, perempuan tidak mendapat perhatian yang serius. Namun dalam ajaran Islam, justru perempuan itu mendapatkan kedudukan yang layak dan terhormat.

Di masyarakat Islam masih ada praktik-praktik yang menyalahi aturan Islam, seperti ada orang tua memaksa mengawinkan anak perempuannya tanpa dikehendaki oleh anak tersebut. Ada juga orang tua yang membeda-bedakan anak laki-laki dan perempuan. Itu semua bukan ajaran Islam, melainkan perbuatan adat-istiadat orang dahulu. Islam adalah sesuatu dan perbuatan orang Islam adalah sesuatu yang lain.20 Jadi, kita sebagai ummat Islam harus bisa membedakan antara ajaran Islam dan perbuatan orang Islam, karena perbuatan orang Islam belum tentu sesuai dengan ajaran Islam.

Begitu juga ada sebagian orang menuntut persamaan hak secara mutlak antara laki-laki dan perempuan dan tidak mau mengikuti aturan Islam, padahal aturan Islam lebih adil daripada aturan yang dibuat oleh manusia. Karena Allah yang menciptakan laki-laki dan perempuan, dan Allah pula yang membuat peraturan untuk mereka yang tidak memihak kepada salah satu jenis laki-laki dan perempuan, tidak ada kepentingan bagi Allah, tapi Allah Maha Tahu terhadap kemaslahatan makhluk-Nya. (Q.S. al-Muluk/67: 14).21

Islam memperbaiki manusia berdasarkan kenyataan, maslahat umum bagi masyarakat. Agar semuanya bagaikan satu tangan dan satu badan, sehingga bila salah satu anggota merasakan sakit, maka seluruh anggota badan merasakan sakit. Sedangkan keadilan pada masa sekarang beragam. Adil menurut orang Timur berbeda dengan adil menurut orang Barat, begitu juga adil menurut orang Barat berbeda dengan adil menurut kaum Zionis, akan tetapi adil menurut Tuhan hanya satu, karena Allah hanya satu, maka aturan-Nya juga satu (Q.S. al-An’âm/6: 153). Islam memerintahkan bersikap adil sekalipun terhadap musuh dan memerintahkan rasa belas kasihan kepada

20 Salim al-Bahnasawi, al-Marah…,

h. 19

21

(38)

mereka, jika mereka tidak mengangkat senjata melawan kaum muslimin. (Q.S. al-Mumtahanah/60: 8 ).22

Nasib perempuan baru terbela setelah al-Qur'an diturunkan. Al-Qur'an memposisikan perempuan pada tempat yang terhormat, karena al-Qur'an tidak menjadikan perempuan sebagai tirai pemisah dan tidak menjadikan rendah derajat seseorang perempuan. Al-Qur'an melihat tinggi rendahnya seseorang dari segi takwanya bukan dari segi jenis kelaminnya. (Q.S. al-Hujurât/49: 13).

Berkaitan dengan hal ini Syekh Mahmud Syaltut menegaskan:

ﻡﻼﺳﻻﺍ

ﺓﺍﺮﳌﺍ

ﺎﻬﻴﻓ

ﺿﻮﺗ

ﻥﺍ

ﻐﺒﻨﻳ

ﻟﺍ

ﺔﻧﺎﻜﳌﺍ

ﻠﻋ

ﺔﻳﺎﻨﻌﻟﺍ

ﻩﺬﻫ

ﺖﻟﺩ

ﺪﻗﻭ

ﺎﺴﻧﺍ

ﺎﻤﺘﺟﺍ

ﻻﻭ

ﻖﺑﺎﺳ

ﻭﺎ

ﺮﺷ

ﺎﻬﻠ

ﺜﲟ

ﺓﺍﺮﳌﺍ

ﺔﻧﺎﻜﻣﺎ

ﺍﻭ

٢٣

"Perhatian ini menunjukkan atas kedudukan yang selayaknya perempuan itu ditempatkan menurut pandangan Islam. Sungguh kedudukan yang diberikan Islam kepada perempuan itu merupakan kedudukan yang tidak pernah diperoleh pada syariat agama samawi terdahulu dan tidak pula ditemukan dalam masyarakat manusia manapun."

Islam datang untuk melepaskan perempuan dari belenggu-belenggu kenistaan dan perbudakan terhadap sesama manusia. Islam memandang perempuan sebagai makhluk yang mulia dan terhormat. Makhluk yang memiliki beberapa hak yang telah disyariatkan oleh Allah. Di dalam Islam, haram hukumnya berbuat aniaya dan memperbudak perempuan. Allah mengancam orang yang melakukan perbuatan itu dengan siksa yang sangat pedih. Dari aspek kemanusiaan, laki-laki dan perempuan adalah sama-sama manusia (Q.S. al-Hujurât/49:13). Dari aspek mengemban keimanan keduanya sama (Q.S. al-Burûj/85: 10). Dari aspek menerima balasan akhirat keduanya

22

Salim al-Bahnasawi, al-Mar’ah …,h. 49

23Muhammad Syaltut , Al-Islâm 'Aqidatan wa Syariatan, (Beirut: Dâr al-Qalam, 1966),

(39)

sama (Q.S. al-Nisâ/4: 124). Dari aspek tolong-menolong keduanya sama (Q.S. al-Taubah/9: 71), dan masih banyak hak-hak yang lainnya.24

Mahdi Mahrizi mengatakan bahwa,

Islam membagi wilayah kehidupan menjadi dua bagian, manusia dan jenis kelamin. Wilayah manusia tidak membeda-bedakan antara laki-laki dan perempuan, karena wilayah ini tidak pernah mengenal jenis kelamin, tidak memperhatikan feminim atau maskulin, karena keduanya–laki-laki dan perempuan–secara aktif berusaha keras mencari dan menuju kesempurnaan. Namun pada wilayah kedua, perempuan mesti menjadi seorang perempuan, hanya melakukan aktivitas-aktivitas keperempuanan dan mematuhi kebutuhan-kebutuhan spesialnya, sebagaimana laki-laki dalam wilayah ini harus berperilaku seperti seorang laki-laki, hanya melakukan aktivitas-aktivitas kelelakiannya.25

Tak seorangpun dapat memungkiri bahwa perlu upaya keras untuk mengenal dua makhluk Tuhan ini, laki-laki dan perempuan, sehingga mampu mengkritisi berbagai budaya, aturan, etiket, formalitas, dan pandangan tersebut. Dalam hal ini, kita harus benar-benar menggunakan teks-teks agama yang qath’i (pasti) dan mutawâtir. Al-Qur’an dan as-Sunnah, disertai dengan berbagai penyimpulan dan eksperimen intuitif serta pemikiran manusia. Dengan kata lain, mencermati riset-riset berpengalaman dan mengenal deduksi-deduksi pengetahuan yang tak terbantahkan, sangatlah berperan dalam memahami teks- teks agama secara lebih baik.26

Mahdi Mahrizi menyatakan bahwa,

Perempuan adalah manusia yang memiliki semua bakat untuk berkembang, tanpa memiliki cacat atau kesalahan apapun pada esensi entitasnya. Dan kendati perempuan memiliki seluruh faktor kesempurnaan dan kemajuan, sebagaimana lelaki, namun perempuan

24

Haya Binti Mubarak al-Barik, Ensiklopedi Wanita Muslimah, Terjemahan Amir Hamzah Fachruddin, (Jakarta: Darul Falah, 1421 H), Cet. VII, h. 11

25

Mahdi Mahrizi, Wanita Ideal Menurut Islam, (selanjutnya tertulis Wanita Ideal) (Jakarta: Madani Grafika, 2004), h. 10

26

(40)

memiliki karakter independen dan tidak pernah menjadi parasit atas orang lain. Sebab Allah menciptakan dan membagi manusia menjadi dua kelompok laki-laki dan perempuan adalah demi kelestarian mereka. Dan mengelompokkan makhluk menjadi laki-laki dan perempuan sejatinya merupakan tatanan umum di dunia materi ini. (Q.S. al-Najm/53: 45). Karena itu, kelelakian dan keperempuanan sebenarnya bukanlah semata-mata ciri khas manusia, melainkan ciri eksistensi seluruh makhluk. Dan karena ciri khas ini sama sekali tak dipandang sebagai suatu cacat atau keburukan pada segala sesuatu, demikian halnya dengan manusia pada umumnya. Kesimpulan religius ini berlaku pada banyak aspek dan respek ihwal kaum perempuan.27 Kita sebagai umat Islam harus berpedoman kepada al-Qur’an dalam aktivitas sehari-harinya, khususnya dalam membina rumah tangga. Karena bila kita berpedoman kepada keinginan hawa nafsu, langit dan bumi berikut isinya akan hancur (Q.S. al-Mu'minûn/23: 71). Kenyataannya tidak semua manusia sanggup mengambil manfaat petunjuk dari al-Qur’an, bahkan menentangnya dan jumlahnya mayoritas. (Q.S. al-Anbiyâ/21: 24).

Al-Qur'an sendiri ada yang bersifat muhkamât atau disebut Qath'iy28 dan ada juga yang bersifat mutasyâbihât atau disebut zhanny 29 (Q.S. Ali Imrân/3: 7). Ayat-ayat yang bersifat muhkamât tidak berlaku bagi mujtahid untuk menafsirkan sekehendak hatinya. Sesuai dengan kaidah ushul fikih

ﺩﺎﻬﺘﺟﻼﻟ

ﺎﳍ

ﻝﺎ

artinya

27

Mahdi Mahrizi, Wanita Ideal…, h. 16 28

Abdu al-Wahab Khalaf, Ilmu Ushul al-Fiqh, (Cairo : Maktabah al-Da’wah al-Islamiyah Syabab al-Azhar,1968) , h. 35mengatakan ﻪﻨﻣﻩﲑﻏﲏﻌﻣﻢﻬﻔﻟﻝﺎﳎﻻﻭﻼﻳﻭﺎﺘﺗﻞﻤﺘﳛﻻﻭﻪﻨﻣﻪﻤﻬﻓﲔﻌﺘﻣﲏﻌﻣﻲﻠﻋﻝﺩﺎﻣartinya lafazd yang menunjukkan makna tertentu yang harus dipahami darinya, tidak mengandung kemungkinan takwil serta tak ada tempat atau peluang memahaminya dengan ma'na lain selain ma'na tersebut.

29

Abdu al-Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqih…, h. 35 mengatakan, ﻝﻭﺆﻳﻥﺍﻞﻤﺘﳛﻦﻜﻟﻭﲏﻌﻣﻲﻠﻋﻝﺩﺎﻣ

ﲑﻏ ﲏﻌﻣ ﻪﻨﻣ ﺩﺍﺮﻳ ﻭ ﲏﻌﳌﺍ ﺍﺬﻫ ﻦﻋ ﻑﺮﺼﻳﻭ

(41)

tidak ada lapangan ijtihad terhadap ayat-ayat yang berstatus qath’iyu al-dalâlah (ayat-ayat yang bersifat muhkamât).30

Namun penulis dalam hal ini tidak akan membahas masalah ayat-ayat

qath'iy atau zhanny secara mendetail karena penulis hanya memfokuskan pada penafsiran ayat-ayat jender menurut Muhammad Quraish Shihab. Muhammad Quraish Shihab sendiri cenderung untuk mengatakan bahwa, "Ayat al-Qur'an baru disebut qath'iy bila didukung oleh ayat-ayat lain yang maksudnya sama sehingga tidak bisa diartikan makna lain kecuali makna yang terkandung dalam nashsh tersebut.31

Sedangkan ayat-ayat yang bersifat zhani al-dalâlah merupakan lapangan para mujtahid untuk membahasnya. Seperti dalam Qur'an Surat al-Baqarah/2 ayat 228. Para ulama tidak sepakat tentang makna qurû’ dalam ayat tersebut. Sebagian ulama menafsirkan suci, dan sebahagian yang lain menafsirkan haid. Kedua pendapat tersebut sifatnya zhani, maka tidak boleh saling menyalahkan. Sesuai dengan Qâidah fiqhiyah yang dikutip oleh Ibrahim Hosen ﺩﺎﻬﺘﺟﻻﺎﺑ ﺾﻘﻨﻳ ﻻ ﺩﺎﻬﺘﺟﻻﺍ artinya hasil ijtihad seseorang tidak dapat dibatalkan oleh hasil ijtihad orang lain. 32

Setiap ilmu memiliki metode yang dipergunakan oleh pengarangnya dan setiap pengarang memiliki gaya dan sistematika tersendiri walaupun mungkin ada sedikit kesamaan berdasarkan latar belakang pendidikan, budaya

30

Ahmad Munif Suratmaputra, Filsafat Hukum Islam Al-Ghazali, (Jakarta:Pustaka Firdaus,2002), h. 177, Lihat juga Ali Ahmad al-Nadawi, al-Qawâ’id Fiqhiyah, (Bairut:Dâr al-Qalam, 1994), h.417

31

Muhammad Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur'an, (Bandung : Mizan, 1992), h. 140

32

(42)

negara, masa, dan lainnya. Begitu juga mengenai seorang mufasir tentu mempunyai metode dan karakteristik tersendiri.

Indonesia memiliki banyak mubaligh, ulama, intelektual, dan birokrat. Akan tetapi, yang menyatukan profesi itu pada satu kepribadian jelas tidak banyak. Diantara yang sedikit itu adalah Muhammad Quraish Shihab. Dia disebut muballig karena siraman rohani yang disampaikannya melalui media televisi menyejukkan hati umatnya. Ia disebut ulama karena merupakan ahli tafsir lulusan Universitas al-Azhar. Ia disebut intelektual karena pandangan-pandangannya selalu didasarkan pada penalaran rasional, dan ia disebut birokrat dan diplomat karena pernah menjabat Menteri Agama disamping Rektor IAIN dan duta besar RI di Mesir. Setelah selesai tugas sebagai Duta Besar RI untuk Mesir, tokoh yang dikenal santun ini mengembangkan Lembaga Studi al-Qur'an. Satu-satunya lembaga studi swasta di Indonesia yang secara spesifik menekuni kajian al-Qur'an sebagai fokus utamanya. 33

Perlu dicatat bahwa Muhammad Quraish Shihab merupakan orang pertama di Asia Tenggara yang meraih gelar doktor dalam ilmu-ilmu al-Qur'an dari Universitas al-Azhar Cairo. Dalam Disertasinya Muhammad Quraish Shihab memilih untuk membahas masalah korelasi antara ayat-ayat dan surat-surat al-Qur'an sebagai fokus penelitiannya. Sebagai kasus dia memilih kitab

Nazhm al-Durar fî Tanâsub al-âyât wa al-Suwar karangan seorang mufasir kenamaan yang tergolong kontroversial, yaitu Ibrahim Ibnu Umar al-Biqa'i (809 H/1406 M-885 H/1480 M). Muhammad Quraih Shihab mengatakan,

”Saya tertarik dengan tokoh ini karena dia hampir terbunuh gara-gara kitab

tafsirnya.” Al-Biqâ'i juga dinilai oleh banyak pakar sebagai ahli tafsir yang

33

(43)

berhasil menyusun suatu karya yang sempurna dalam masalah perurutan, atau korelasi antara ayat-ayat dan surat-surat al-Qur'an. Ada juga yang menilai bahwa kitab tafsirnya merupakan ensiklopedi dalam bidang keserasian ayat-ayat dan surat-surat al-qur'an.34

Muhammad Quraish Shihab menyatakan:”Mayoritas Ulama masa lalu melupakan segi rahasia urutan lafazh, ayat-ayat dan surat-surat al-Qur’an. Sekalipun ada seperti al-Imam Fahrurrazi, dia hanya lebih dominan perhatiannya pada segi ilmiyah yang bersifat filosofis, sehingga belum mencapai apa yang diharapkan.”35

Muhammad Quraish Shihab menambahkan:”Kemudian datang al-Imam Abu Ja’far Bin al-Zabir dan al-Imam al-Suyuthi, namun keduanya terbatas pada penjelasan munasabah surat-surat al-Qur’an, tanpa menyingkap rahasia yang ada pada urutan ayat-ayat dan hubungannya antara lafazh-lafazh yang ada pada surat satu dengan yang lainnya.”36

Kemudian datang Burhanuddin Abu Hasan Ibrahim Ibnu Umar al-Biqa’i (809 H/1406 M-885 H/1480 M) memiliki perhatian khusus dalam masalah korelasi antara ayat-ayat al-Qur’an, dia mengungkapkan kedetailan rahasia urutan ayat dan lafazh al-Qur’an, hingga mencapai kesempurnaan dan bahkan merupakan ensiklopedi yang dikhususkan dalam masalah korelasi antara ayat-ayat al-Qur’an yang diberi judul “Nazhm Durar Fî Tanâsub al-Ăyât Wa al-Suwar.37

34

Arief Subhan, Tafsir Yang Membumi…, h. 86

35

Muhammad Quraish Shihab, Nazhm al-Durar Fi Tanâsub al-‘Ayât Wa al-Suwar, (selanjutnya tertulis Nazhm al-Durar Fi Tanâsub al-Ayât) sebuah Disertasi Program Doktor Universitas al-Azhar Cairo, 1982 Jilid I, h.

36

Muhammad Quraish Shihab, Nazhm al-Durar Fi Tanâsub al-Ayât…,h.

37

(44)

Muhammad Quraish Shihab berpendapat, masalah korelasi antara ayat- ayat al-Qur'an ini layak mendapat perhatian khusus. Hal itu setidaknya dilatarbelakangi oleh dua hal. Pertama, salah satu isu tentang al-Qur'an yang sering terdengar sumbang. Kedua, terjadinya penafsiran al-Qur'an yang bersifat parsial. Implikasi dari model penafsiran seperti ini, seperti terlihat dalam sejarah Islam, telah melahirkan konflik, khususnya dalam bidang teologi yang cenderung tidak berkesudahan. Seperti golongan Sunni dan Mu'tazilah. Kedua golongan itu seperti diketahui mempunyai kesimpulan yang bertentangan secara diametral padahal mereka sama-sama mendasarkan diri pada al-Qur'an bahkan pada ayat yang sama. Jadi melalui pembahasan tentang korelasi ayat-ayat ini akan didapatkan suatu pemahaman terhadap al-Qur'an sebagai keutuhan yang saling terkait.38

Dalam pandangan Muhammad Quraish Shihab, masalah metodologi penafsiran al-Qur'an merupakan lapangan yang paling mendesak untuk diadakan semacam pembaharuan, sebab sejauh ini para ulama masih bertengkar dalam soal ini. Menurutnya para pembaharu membawa pemahaman baru, tetapi kebanyakan tanpa dibarengi oleh metodologi yang jelas, bahkan terkesan dalam memahami al-Qur'an masih parsial atau tidak utuh. Guna mendapatkan pemahaman yang lengkap, menurut Muhammad Quraish Shihab, paling tidak dibutuhkan metode maudhûi (tematik) dalam menafsirkan al-Qur'an. Meskipun cukup fanatik, metode ini tetap tidak bisa berdiri sendiri. Karena sebelum diterapkan, ia membutuhkan masukan dari metode-metode lain, seperti metode tahlîli atau tajzî’i untuk mengetahui makna, pesan-pesan dan asbâb al-nuzûl (sebab-sebab turun ayat) masing- masing. Namun demikian

38

(45)

Muhammad Quraish Shihab juga mengakui bahwa metode ini bukan yang terbaik. Akhirnya memang tergantung kebutuhan. Kalau ingin menuntaskan topik, maka jawabannya adalah metode maudhûi tapi jika ingin menerangkan kandungan suatu ayat, maka jawabannya adalah metode tahlîli. 39

Gagasan dan pandangan Muhammad Quraish Shihab tentang agama, tampaknya boleh dikatakan tergolong skripturalisme moderat. Karena dia menafsirkan ayat al-Qur’an berangkat dari teks ayat, namun dia juga selalu memperhatikan konteks masyarakat yang ada sekarang.

Skripturalisme yang dikembangkan oleh Muhammad Quraish Shihab jauh berbeda dengan skripturalisme yang dikembangkan oleh kalangan muslim fundamentalis. Karena mereka hanya berpegang pada teks ayat tanpa memperhatikan konteksnya

Skripturalisme Muhammad Quraish Shihab mengandung arti usaha untuk mengembalikan masalah-masalah yang dihadapi masyarakat Muslim kepada kitab suci al-Qur'an. Muhammad Quraish Shihab sendiri menilai bahwa pada masa modern sekarang ini antara kehidupan masyarakat Muslim dengan al-Qur'an, sebagai petunjuk dalam menjalani kehidupan, terbentang jarak yang jauh. Oleh karena itu, menurutnya umat Islam tidak hanya perlu didekatkan kembali dengan kitab sucinya, lebih dari itu juga perlu diusahakan suatu penafsiran al-Qur'an dengan memperhatikan konteksnya. Jadi, tepatlah kiranya menempatkan Muhammad Quraish Shihab sebagai seorang skripturalis moderat.40

Salah satu obsesi Muhammad Quraish Shihab adalah melakukan penafsiran al-Qur'an dengan menggunakan pendekatan multidisiplin. Karena

39

Arief Subhan, Tafsir Yang Membumi…, h. 88 40

(46)

dengan melibatkan sejumlah ilmuwan dari berbagai bidang spesialisasi ini, menurutnya akan berhasil mengungkap lebih banyak petunjuk-petunjuk dari dalam al-Qur'an.41

Maka tidak heran jika Muhammad Quraish Shihab dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur'an, memiliki metode yang tidak dimiliki orang lain karena dia menggabungkan berbagai metode dan ciri khasnya selalu menafsirkan ayat dengan pendekatan bahasa dan munâsabah yaitu memulai dengan menarik akar kata, lalu dihubungkan dengan ayat-ayat lain dan hadis Nabi serta ilmu pengetahuan.

Diantara karya karya Muhammad Quraish Shihab adalah Tafsir al-Mishbah yang dapat dikatakan sebagai karya monumental. Tafsir yang terdiri dari 15 volume ini mulai ditulis pada tahun 2000 sampai 2004. Kehadiran tafsir ini kiranya semakin mengukuhkannya sebagai tokoh tafsir Indonesia, bahkan Asia Tenggara.

Dari latar belakang diatas penulis ingin menyingkap pandangan Muhammad Quraish Shihab tentang ayat-ayat jender yang terdapat pada Tafsir al-Mishbah. Untuk itu penulis ingin menulis sebuah disertasi yang berjudul”Penafsiran Ayat-Ayat Jender Dalam Tafsir al-Mishbah”

B. Pokok Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Sesuai dengan judul penelitian ini, yaitu "Penafsiran Ayat-Ayat Jender Dalam Tafsir al-Mishbah," permasalahan yang akan dikembangkan dalam disertasi ini adalah cara dan langkah-langkah yang ditempuh oleh Muhammad

41

(47)

Quraish Shihab dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dalam Tafsir al-Mishbah khususnya ayat-ayat jender.

2. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Ayat-ayat jender yang dimaksud dalam Disertasi ini adalah ayat-ayat tentang perempuan yang ditafsirkan oleh sebahagian ulama tafsir tidak setara dengan laki-laki. Melihat luasnya pembahasan ayat-ayat jender, maka penulis membatasi pada ayat-ayat yang berkaitan dengan penciptaan manusia, kewarisan, persaksian, kepemimpinan, dan poligami, karena masalah ini yang sering disoroti oleh para pakar jender.

Dari pembatasan tersebut, maka masalah pokok dalam disertasi ini ialah bagaimana penafsiran ayat-ayat jender yang berkaitan dengan penciptaan manusia, kewarisan, persaksian, kepemimpinan, dan poligami, menurut Muhammad Quraish Shihab dalam Tafsir al-Mishbah? Dari pokok permasalahan tersebut akan dikembangkan beberapa sub permasalahan sebagai berikut :

a. Bagaimana bentuk, metode, dan corak Tafsir al-Mishbah karya Muhammad Quraish Shihab ?

b. Instrumen apa yang digunakan Muhammad Quraish Shihab dalam menafsirkan ayat-ayat jender dalam Tafsir al-Mishbah ?

(48)

C. Tinjauan Kepustakaan

Sepanjang penelitian penulis, sudah banyak orang yang menulis tentang penafsiran ayat-ayat jender, namun penulis berbeda dengan para penulis terdahulu. Beberapa contoh tulisan ilmiah dapat dikemukakan sebagai berikut: 1. Karya Nasaruddin Umar.Hasil penelitiannya terhadap sejumlah ayat jender

mengesankan bahwa al-Qur’an cenderung mempersilahkan kepada kecerdasan-kecerdasan manusia di dalam menata pembagian peran antara laki-laki dan perempuan. Dengan menyadari bahwa persoalan ini cukup penting tetapi tidak dirinci di dalam al-Qur’an, maka itu menjadi isyarat adanya kewenangan manusia untuk menggunakan hak-hak kebebasannya dalam memilih pola pembagian peran laki-laki dan perempuan yang saling menguntungkan.42

Prinsip-prinsip kesetaraan jender dalam al-Qur’an antara lain mempersamakan kedudukan laki-laki dan perempuan sebagai hamba (‘âbid) Tuhan dan sebagai wakil Tuhan di bumi (khalîfah Allah fî al-ardh), laki-laki dan perempuan diciptakan dari unsur yang sama, lalu keduanya terlibat dalam drama kosmis, ketika Adam dan Hawa sama-sama bersalah yang menyebabkannya jatuh ke bumi. Keduanya sama-sama berpotensi meraih prest

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan leaching (pencucian) tidak nyata (P>0,05) berpengaruhi terhadap kadar air dan kadar abu bakso tetapi nyata (P<0,05) menurunkan kadar protein

Hasil dari penelitian tersebut membuktikan bahwa kualitas audit yang diproksikan dengan ukuran KAP dan spesialisasi industri auditor memiliki pengaruh negatif

WIRATRAN SAMUDERA SHIPPING PALEMBANG 72 PT.PROPAN RAYA I.C.C DISTRIBUTOR CAT PALEMBANG 73 RUKO LEMABANG MAS PERTOKOAN PALEMBANG 74 SEKOLAH KRISTEN IPEKA SEKOLAH

Lembaga Penelitian Universitas Brawijaya Jl.. Optimasi Pemadatan Cepat Pada Pembuatan Minyak Kaya Asam Lemak Q-3 Dari Minyak Hasil Samping Penepungan Ikan Lemuru.. Teti Estiasih

metode atau model sosialisasi dari Pemimpin Opini kepada masyarakat desa tentang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional

Bagi menanamkan nilai-nilai positif dan bertanggungjawab dalam soal pembangunan belia, kakitangan JBSNPP juga perlu mempunyai komitmen yang tinggi untuk memberi

Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan Setiawan (2006) yang menyatakan bahwa hubungan likuiditas dengan struktur modal yaitu semakin

Observasi terjkait dengan judul yang akan diteliti adalah kegiatan pengamatan terhadap peranan pemerintah dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat desa