• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jender menurut Muhammad Quraish Shihab

BAB IV. ANALISIS PENAFSIRAN AYAT-AYAT JENDER

TELAAH TENTANG TAFSIR AL-MISHBAH

D. Jender menurut Muhammad Quraish Shihab

Kata jender menurut bahasa diambil dari bahasa Inggris yaitu gender

yang berarti jenis kelamin.52 Sedangkan bias artinya menyimpang tata nilai,

51

Salim al-Bahnasawi, al-Mar’ah Baina al-Islâm wa al-Qawânîn al-‘âlamiyah, (selanjutnya tertulis al-Mar’ah Baina al-Islâm) (Kuwait: Daar al-Wafa, 2001), h. 143

52

ukuran dari yang sebenarnya.53 Jadi bias jender menurut istilah adalah penyimpangan hak disebabkan perbedaan jenis kelamin.

Sedangkan bias jender menurut istilah Muhammad Quraish Shihab berarti penyimpangan terhadap kaum perempuan dan kaum laki-laki. Hal ini sesuai dengan pernyataannya,

Tidak dapat disangkal juga adanya bias terhadap perempuan oleh lelaki dan perempuan, Muslim atau non-Muslim, ulama, cendekiawan maupun bukan, dari masa lalu hingga masa kini. Bias tersebut bukan saja mengakibatkan peremehan terhadap perempuan, karena mempersamakan mereka secara penuh dengan lelaki, menjadikan mereka menyimpang dari kodratnya, dan ini adalah pelecehan. Sebaliknya, tidak memberi hak-hak mereka sebagai manusia yang memiliki kodrat dan kehormatan yang tidak kalah dengan apa yang dianugerahkan Allah kepada lelaki, juga merupakan pelecehan.54

Yang tidak memberi perempuan hak-haknya sebagai mitra yang sejajar dengan lelaki, dan meremehkannya- tidak jarang menggunakan dalih keagamaan serta memberi interpretasi terhadap teks—interpretasi yang lahir dari kesan atau pandangan lama ketika perempuan masih dilecehkan oleh dunia masa lalu.55

Sebaliknya yang memberi hak-hak yang melebihi kodrat mereka, tidak jarang juga mengalami bias ketika berhadapan dengan teks-teks keagamaan dengan menggunakan logika baru yang keliru lagi tidak sejalan dengan teks, atau jiwa dan tuntunan agama. Memang sementara orang, bahkan ulama atau cendekiawan karena menggebu–gebunya meluruskan kekeliruan, kesalah pahaman dan pengalaman umat tentang ajaran agama – sementara mereka – sering kali melampaui batas, sehingga lahir pandangan yang justru tidak sejalan dengan ajaran agama. Mereka beralih dari satu kesalahan ke kesalahan yang lain, dan berpindah dari satu ekstrem ke ekstrem yang lain.56

53

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990) Cet. III, h. 113

54

Muhammad Quraish Shihab, Perempuan…, h. 31 55

Muhammad Quraish Shihab, Perempuan…, h. 32 56

Lebih lanjut Muhammad Quraish Shihab menjelaskan bahwa ada dua kelompok yang sangat rawan melakukan bias dan pelecehan terhadap perempuan. Kelompok pertama dari yang telah ada sejak masa lalu. Ini tidak terbatas dalam masyarakat Arab pada masa Jahiliyah saja, tetapi menyeluruh di seluruh penjuru dunia di Timur dan Barat, dan bekas-bekasnya masih terasa hingga kini. Sedang kelompok kedua adalah yang menggebu-gebu menampik bias masa lalu itu, sehingga terjerumus pula dalam bias baru, yang belum dikenal kecuali masa kini."57

Muhammad Quraish Shihab juga mengakui bahwa dalam literatur agama ditemukan sekian banyak riwayat atau interpretasi dan pandangan yang dinilai lahir dari sisa-sisa pandangan lama terhadap perempuan. Sekian banyak riwayat yang dinisbatkan kepada Nabi Muhammad saw. atau Sahabat-sahabat beliau yang diterima sebagai kebenaran, padahal Nabi dan sahabatnya tidak pernah bermaksud seperti apa yang mereka pahami. Boleh jadi riwayat dan pandangan-pandangan sementara ulama itu diterima secara luas dan dianggap benar, karena ia sejalan dengan apa yang terdapat di bawah sadar masyarakat yang belum lagi terkikis habis.58

Muhammad Quraish Shihab menyatakan:

Memang apa yang dinisbatkan kepada Nabi dan sahabatnya terdapat ratusan ribu riwayat yang nilainya beragam, ada yang sahih, hasan, dan ada yang dhaif. Bermacam-macam pula motif para periwayatnya. Ada yang baik, dan ada diantara mereka yang sengaja membuat-buat riwayat mengatasnama kan Nabi saw. atau sahabat guna mendorong orang lain melakukan kebaikan, atau mencegah terjerumus dalam kedurhakaan. Ada juga yang motifnya buruk, yakni untuk kepentingan pribadi atau kelompok, bahkan untuk menodai agama Islam.59

57

Muhammad Quraish Shihab, Perempuan…, h. 36 58

Muhammad Quraish Shihab, Perempuan…, h. 37 59

Di sisi lain kata Quraish:

Bahwa kualitas pengetahuan dan ingatan para perawipun bertingkat-tingkat. Diperparah lagi dengan adanya sikap sementara ulama yang merasa hanya bertugas menghimpun riwayat yang didengar/dibacanya tanpa menyeleksinya, lalu menyerahkan kepada pembaca atau pendengarnya untuk menyeleksi sendiri kebenarannya. Imam al-Thabari (w. 923 H.) salah seorang ulama yang menempuh cara ini dan mengakuinya ketika menulis Tarikhnya. Begitu juga Imam Jalaluddin al-Suyuthi (1445 – 1505 M).60

Adapun sebagian contoh bias jender ulama dahulu yang disampaikan Muhammad Quraish Shihab adalah :

ﺔﻛﺮﺑﻦﻬﻓﻼﺧ

ﰱﻥﺎﻓﺀﺎﺴﻨﻟﺍ

ﺍﻮﻔﻟﺎﺧ

Berbeda pendapatlah dengan perempuan, karena dalam perbedaan dengan mereka terdapat keberkahan. (HR.al-Askari melalui Umar ra.)

ﺔﻣﺍﺪﻧﺀﺎﺴﻨﻟﺍ

ﺔﻋﺎﻃ

Menaati saran perempuan berahir dengan penyesalan. (HR.al-Ajluni)

ﺀﺎﺴﻨﻟﺍﻯﺬﺨﻓﲔﺑﻢﻠﻌﻟﺍ

ﻉﺎﻴﺿ

Ilmu hilang di antara kedua paha perempuan. (HR. Al-Ajluni dan Ibnu Thulun)

Muhammad Quraish Shihab menilai riwayat- riwayat di atas dan semacamnya sangat lemah, baik dari segi sanad, lebih-lebih matan (kandungan informasinya). Bukankah dalam al-Qur’an diuraikan bahwa putri Nabi Syu’aib as. mengajukan saran kepada ayahnya yang Nabi itu, dan sarannya diterima, bahkan diabadikan oleh al-Qur’an sebagai petunjuk dan pelajaran bagi ummat manusia (Q.S.al-Qashash/28:26). Bukankah Nabi Muhammad saw. sendiri sering kali berdiskusi dan menerima saran-saran dari istri-istri beliau.61

Sementara itu ada juga karena terdorong oleh semangat yang menggebu-gebu telah melahirkan pemikiran-pemikiran baru, tetapi perlu untuk didiskusikan, bahkan disempurnakan agar benar-benar sejalan dengan ajaran

60

Muhammad Quraish Shihab, Perempuan…, h. 38

61

Islam serta sesuai dengan kodrat perempuan. Mereka itu terkesan berupaya untuk mempersamakan perempuan dengan laki-laki secara mutlak, padahal upaya mempersamakan kedua jenis kelamin yang berbeda itu, tidak akan melahirkan apa-apa kecuali jenis makhluk ketiga, yang bukan laki-laki dan bukan juga perempuan.62

Mereka menemukan sekian banyak riwayat yang sebenarnya sahih, tetapi karena kandungan teksnya mereka rasakan tidak adil, atau karena penafsirannya yang populer selama ini tidak menggambarkan persamaan mutlak tersebut, maka teks itu mereka abaikan. Bahkan mereka menilai Islam telah melecehkan perempuan melalui teks-teks tersebut. Persoalan-persoalan yang mereka ketengahkan antara lain adalah:

1. Bagian anak lelaki dalam warisan dua kali bagian anak perempuan 2. Kesaksian perempuan setengah dari kesaksian lelaki

3. Keharusan adanya wali bagi perempuan dalam pernikahan 4. Kewajiban iddah bagi perempuan

5. Izin memukul istri

6. Hak perceraian berada di tangan suami 7. Kewajiban nafkah hanya atas suami.63

Jadi, jender menurut Muhammad Quraish Shihab adalah seks (jenis kelamin) yang berpijak dari sifat kelelakian dan keperempuanan. Lalu dari perbedaan sifat tersebut menimbulkan perbedaan peran dan status laki-laki dan perempuan yang pada ahirnya terjadi perbedaan hak dan kewajiban keduanya sesuai dengan kodrat masing-masing. Oleh karena itu wajar jika laki-laki karena tanggungjawabnya lebih besar mendapat fasilitas yang lebih daripada perempuan. Seperti bagian waris laki-laki dua kali bagian perempuan dalam beberapa kondisi.

62

Muhammad Quraish Shihab, Perempuan…, h. 257 63