• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV : KANDUNGAN SURAT LUQMAN AYAT 12-15

F. Tafsir Surat Luqman Ayat 12-15 dan Konsep Pendidikan Anak Usia

1. Ayat 12

                           ﻥﺎﻤﻘﻟ ﺓﺭﻮﺳ) / ٣١:١٢ (

Dan Sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, Yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. dan Barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan Barangsiapa yang tidak bersyukur, Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji".(QS Luqman/31:12)

M. Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah mengelompokkan ayat diatas pada kelompok kedua dalam surat Luqman. Kata dan pada awal ayat di atas, berhubungan dengan ayat yang lalu, yaitu “Dan di antara manusia ada yang membeli ucapan yang melengahkan.” Ia berfungsi menghubungkan kisah an-Nadhr Ibn al-Harist itu dan kisah Luqman di sini, atas dasar keduanya dalam daya tarik keajaiban dan keanehannya. Yang pertama keanehan dalam kesesatan, dan yang kedua dalam perolehan hidayah dan hikmah. 59

Dan dalam Hasyiah Al-Qunawi disebutkan bahwa :

ﺃ (ﺎﻨﻴﺗﺃ ﺪﻘﻟ ﻭ)

ﺔﻤﻜﳊﺍ ﻥﺎﻤﻘﻟ ﺎﻨﻠﻀﻓ ﻦﻣ ﺎﻨﻴﻄﻋﺍ ﺪﻘﻟ ﷲﺎﺑ ﻭ ﻱ

60

Dari perkataan di atas penulis pahami bahwa kata و dalam ayat 12 tersebut tidaklah dikaitkan dengan ayat yang sebelumnya, seperti yang dikatakan M.Quraish Shihab, melainkan ditafsirkan dengan kata ﷲﺎﺑ و yaitu dan demi Allah. Sedangkan kata ﺎﻨﯿﺗأ disinonimkan dengan kata ﺎﻨﯿﻄﻋا yang memiliki arti sama yaitu “kami berikan”.

M. Quraish Shihab dalam menafsirkan kata ﺔﻤﻜﺤﻟا mengatakan bahwa para ulama mengajukan aneka keterangan tentang makna tersebut. Antara lain

59

M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), vol.15. h. 121.

60

Ishomuddin Ismail bin Muhammad Al-Hanafi, Hasyiah Al-Qunawi ala Tafsiri Al-Imam Al-Baidhawi, (Beirut, Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, 2001), Juz. 15, h. 192.

Biqa’i, mengatakan bahwa hikmah berarti “Mengetahui yang paling utama dalam segala sesuatu, baik pengetahuan maupun perbuatan. Ia adalah ilmu amaliyah dan amal ilmiah. Ia adalah ilmu yang didukung amal, dan amal yang tepat dan didukung ilmu.”61

Seorang yang ahli dalam melakukan sesuatu dinamai hakim. Hikmah juga diartikan sebagai sesuatu yang bila digunakan/diperhatikan akan menghalangi terjadinya mudharat atau kesulitan yang lebih besar dan atau mendatangkan kemashlahatan dan kemudahan yang lebih besar. Makna ini ditarik dari kata hakamah, yang berarti kendali. Karena kendali menghalangi hewan/kendaraan mengarah ke arah yang tidak diinginkan atau menjadi liar. Memilih perbuatan yang terbaik dan sesuai adalah perwujudan dari hikmah. Memilih yang terbaik dan sesuai dari dua hal yang buruk pun, dinamai hikmah dan pelakunya dinamai hakim (bijaksana). 62

Seseorang yang memiliki hikmah harus yakin sepenuhnya tentang pengetahuan dan tindakan yang diambilnya, sehingga dia akan tampil dengan penuh percaya diri, tidak berbicara dengan ragu atau kira-kira dan tidak pula melakukan sesuatu dengan coba-coba.

Kata syukur terambil dari kata (اًﺮْﻜُﺷ – ُﺮُﻜْﺸَﯾ– َﺮَﻜَﺷ) yang maknanya antara lain berkisar pada pujian atas kebaikan, serta penuhnya sesuatu. Syukur manusia kepada Allah dimulai dengan menyadari dari lubuk hatinya yang terdalam betapa besar nikmat dan anugerah-Nya, disertai ketundukan dan kekaguman yang melahirkan rasa cinta kepada-Nya, dan dorongan untuk memuji-Nya dengan ucapan sambil melaksanakan apa yang dikehendaki-Nya dari penganugerahan itu. Syukur didefinisikan oleh sebagian ulama dengan memfungsikan anugerah yang diterima sesuai dengan tujuan penganugerahannya. Ia adalah menggunakan nikmat sebagaimana yang dikehendaki oleh penganugerahnya, sehingga penggunaannya itu mengarah sekaligus menunjuk penganugerah. Tentu saja untuk maksud ini, yang beryukur perlu mengenal siapa penganugerah (dalam hal ini Allah swt), mengetahui nikmat yang dianugerahkan kepadanya, serta fungsi dan

61

M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur’an…h.121.

62

cara menggunakan nikmat itu sebagaimana dikehendaki-Nya, sehingga yang dianugerahi nikmat itu benar-benar menggunakannya sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh penganugerah. Hanya dengan demikian anugerah dapat berfungsi sekaligus menunjuk kepada Allah, sehingga ini pada gilirannya mengantar kepada pujian kepada-Nya yang lahir dari rasa kekaguman atas diri-Nya dan kesyukuran atas anugerah-diri-Nya.63

Di dalam al-Qur’an, Allah swt seringkali menyinggung kata-kata syukur di dalam firmannya. Salah satunya dalam surat Ibrahim ayat 7 yang berbunyi:

             /ﻢﻴﻫﺍﺮﺑﺍ ﺓﺭﻮﺳ) ١٤ : ٧ (

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".(Qs Ibrahim/14:7)

Pada ayat di atas ditegaskan bahwa barang siapa yang bersyukur atas nikmat yang telah diberikan niscaya Allah akan melipat gandakanya, dan barang siapa kufur atau mengingkari nikmat yang telah diberikan padanya maka tunggu lah azab Allah.

Menurut Thabathaba’i seperti yang diungkapkan M.Quraish Shihab,

firman Allah  adalah hikmah itu sendiri yang dianugerahkan kepadanya itu. Anda tidak perlu menimbulkan dalam benak anda kalimat : Dan Kami katakana kepadanya: “Bersyukurlah kepada Allah.” Dan begitu juga pendapat banyak ulama antara lain al-Biqa’i yang menulis bahwa “Walaupun dari segi redaksional ada kalimat kami katakan padanya, tetapi makna akhirnya adalah kami anugerahkan kepadanya syukur.”Sayyid Qutb menulis bahwa: “Hikmah, kandungan dan konsekuensinya adalah syukur kepada Allah.

Hal ini senada dengan apa yang tertulis dalam Hasyiah Al-Qunawi ‘ala Tafsiri Al-Imam Al-Baidhawi, yang menyebutkan :

63

ﻰﺼﲢ ﻻ ﱴﻟﺍ ﺔﻠﻟﺍ ﻢﻌﻧ ﺮﻜﺸﻴﻟ ﻯﺍ ﺮﻜﺸﻠﻟ ﺔﻤﻜﳊﺍ ﻪﻨﻴﺗﺃ ﻱﺃ

64

Yakni bahwa kami memberikan kepada Luqman Hikmah agar ia bersyukur, yaitu agar ia bersyukur terhadap nikmat-nikmat yang telah Allah berikan kepadanya yang tidak terhitung jumlahnya.

Bahwa hikmah adalah syukur, karena dengan bersyukur seperti dikemukakan di atas, seseorang akan dapat mengenal Allah dan mengenal anugerah-Nya. Dengan mengenal Allah seseorang akann kagum dan patuh kepada-Nya, dan dengan mengenal dan mengetahui fungsi anugerah-Nya, seseorang akan memiliki pengetahuan yang benar, lalu atas dorongan kesyukuran itu, ia akan melakukan amal yang sesuai dengan pengetahuannya, sehingga amal yang lahir adalah amal yang tepat pula.65

Penggunaan bentuk kata kerja mudhari’ (masa kini dan masa datang) yaitu

pada kalimat   itu untuk menunjukan kesyukuran, sedangkan ketika berbicara mengenai kekufuran, digunakan bentuk kerja masa lampau (fiil madhi). Al-Biqa’i memperoleh kesan dari penggunaan bentuk mudhari’ itu bahwa sapa yang datang kepada Allah pada masa apapun, Allah menyambutnya dan anugerah-Nya senantiasa tercurahkan kepadanya sepanjang amal yang dilakukannya. Di sisi lain kesyukuran itu hendak ditampilkan secara bersinambung dari waktu ke waktu. Sebaliknya penggunaan bentuk kata kerja masa lampau pada kekufuran/ketiadaan syukur (ﺮﻔﻛ) adalah untuk mengisyaratkan bahwa jika itu terjadi, walau sekali maka Allah akan berpaling dan tidak menghiraukannya. Thabathaba’i mempunya pendapat lain. Menurutnya penggunaan kata kerja mudhari’ pada kata syukur, mengisyaratkan bahwa syukur baru bermanfaat bila berkesinambung, sedang mudharat kekufuran telah terjadi walau baru sekali.66

64

Ishomuddin Ismail bin Muhammad al-Hanafi, Hasyiah al-Qunawi ala Tafsiri al-Imam al-Baidhawi…h.194.

65

M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur’an …h.122-123.

66

Di dalam Hasyiah Al-Qunawi Ala Tafsiri al-Baidhawi di tuturkan :

(ﺮﻜﺸﻳ ﻦﻣﻭ)

ﻂﻘﻓ ﻪﻌﻔﻨﻟ ﻩﺮﻜﺸﻳ ﺎﳕﺎﻓ ﷲﺍ ﺮﻜﺸﻳ ﻦﻣﻭ ﻯﺍ

(ﺮﻔﻛ ﻦﻣﻭ)

ﺮﻜﺸﻳ ﱂﻭ ﺮﻔﻛ ﻦﻣﻭ ﻯﺍ

ﺎﳕﺎﻓ

ﻪﺴﻔﻨﻟ ﺮﻔﻜﻳ

67

Yakni barang siapa yang bersyukur kepada Allah maka sesungguhnya ia mensyukuri-Nya untuk kemanfaat dirinya saja. Karena walaupun makhluk tidak bersyukur, Allah tidak agan rugi, melainkan mereka yang rugi sendiri. Dengan demikian dapat penulis pahami bahwa makhluk yang bersyukur kepada Allah tidak lain dan tidak bukan hanya untuk kebaikan dan kemashlahatan nya sendiri. Dan barang siapa yang mengkufuri serta tidak mensyukuri nikmat Allah maka sesungguhnya ia mengkufuri dirinya sendiri. Jadi dapat kita pahami bahwa apabila hamba bersyukur ataupun kufur kepada Allah, tak lain berdampak pada mereka sendiri, karena Allah sebagai Tuhan yang tidak butuh kepada selain-Nya.

Dapat juga dikatakan bahwa kekufuran yang berbentuk kata kerja masa lampau itu, mengesankan bahwa kekufuran atau ketidaksyukuran. Kalau dahulu pernah ada, maka hendaknya untuk masa kini dan datang ia dihindari dan tidak perlu ada lagi.

Kata (ٌﻲﻨﻏ) Ghaniyyun/ Maha Kaya terambil dari akar kata yang terdiri dari huruf-huruf (غ) ghain, (ن) nun dan (ي) ya, yang maknanya berkisar pada dua hal, yaitu kecukupan, baik menyangkut harta maupun selainnya. Dari sini lahir kata ghaniyyah, yaitu wanita yang tidak kawin dan merasa berkecukupan hidup di rumah orang tuanya, atau merasa cukup hidup sendirian tanpa suami, dan kedua mempunya makna suara. Dari sini, lahir kata mughanniy dalam arti penarik suara atau penyanyi.

Menurut Imam al-Ghazali seperti yang dilansir oleh M.Quraish Shihab, Allah yang bersifat Ghanniy, adalah Dia yang tidak memiliki hubungan dengan selain-Nya, tidak dalam Dzat-Nya tidak pula dalam sifat-Nya, bahkan Dia Maha Suci dari segala macam ketergantungan.68

67

Ishomuddin Ismail bin Muhammad Al-Hanafi, Hasyiah Qunawi ala Tafsiri Al-Imam Al-Baidhawi….h.195.

68

Penyebutan kata ghaniyyun (ٌﻲﻨﻏ) setelah kalimat syukur dan kufur adalah sebagai jawaban dan penegasan dari Allah bahwa Dia adalah Dzat yang tidak butuh dan tidak bergantung kepada selain-Nya. Dan tidak pula butuh atau mengharapkan rasa syukur dari hamba-Nya. Sebagaimana penjelasaan Imam Ishomuddin Ismail bin Muhammad al-Hanafi yaitu ﺮﻜﺸﻟا ﻰﻟا جﺎﺘﺤﯾ ﻻ, tidak membutuhkan rasa syukur hamba-Nya.

Kata (ﺪﯿﻤﺣ) Maha Terpuji, terambil dari akar kata yang terdiri dari huruf-huruf (ح) (م) (د), yang maknanya adalah antonim tercela. Kata hamd/pujian digunakan untuk memuji yang anda peroleh maupun yang diperoleh selain anda. Berbeda dengan kata syukur yang digunakan dalam konteks nikmat yang anda peroleh saja. Jika demikian, saat anda berkata Allah Hamid/Maha Terpuji, maka ini adalah pujian kepada-Nya, baik anda menerima nikmat, maupun orang lain yang menerimanya. Sedang bila anda mensyukuri-Nya, maka itu karena anda merasakan adanya anugerah yang anda peroleh.69

Ada tiga unsur dalam perbuatan yang harus dipenuhi oleh pelaku agar apa yang dilakukannya dapat terpuji. Pertama, perbuatannya indah/baik. Kedua, dilakukan secara sadar, dan ketiga, tidak atas dasar dipaksa/terpaksa. Allah Hamid berarti Dia yang menciptakan segala sesuatu, dan segalanya diciptakan dengan baik, serta atas dasar kehendak-Nya, tanpa paksaan. Kalau demikian, maka segala perbuatan-Nya terpuji dan segala yang terpuji merupakan perbuatan-Nya jua, sehingga wajar Dia menyandang sifat Hamid, dan wajar juga kita mengucapkan Al-hamdulillah / segala puji hanya bagi Allah. 70

Sedangkan menurut al-Qunawi kata (ﺪﻤﺤﻟا) dan kata (ﺮﻜﺸﻟا) memiliki keterkaitan yang erat. Dan mengatakan bahwa pujian adalah bagian daripada syukur. Pendapat ini berlandaskan pada hadist Rasulullah saw yaitu:

ﺪﻤﳊﺍ

ﺱﺃﺭ

ﻩﺪﻤﳛ ﱂ ﻦﻣ ﷲﺍ ﺮﻜﺷ ﺎﻣ ﺮﻜﺸﻟﺍ

71 69

M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur’an…h.124. 70

M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur’an…h.124

71

Ishomuddin Ismail bin Muhammad Al-Hanafi, Hasyiah Al-Qunawi ala Tafsiri Al-Imam Al-Baidhawi…h.195.

Pujian adalah pangkal kesyukuran, tidak lah seseorang bersyukur kepada Allah apabila ia tidak memuji-Nya.

Kata Ghanniy yang merupakan sifat Allah pada umumnya dirangkaikan dengan kata Hamid. Ini untuk mengisyaratkan bahwa bukan saja pada sifat-Nya yang terpuji, tetapi juga jenis dan juga kadar bantuan /anugerah kekayaan-Nya. Itu pun terpuji karena tepatnya anugerah itu dengan kemashlahatan yang diberi. Di sisi lain, pujian yang disampaikan oleh siapapun, tidak dibutuhkan-Nya, karena Dia Maha Kaya, tidak membutuhkan sesuatu apapun.

Penulis menyimpulkan pada ayat ini dijelaskan bahwa Allah memberikan Hikmah kepada salah satu hambanya di dunia yaitu Luqman. Dan Dia memerintahkan kepada Luqman khususnya dan kepada kita sebagai hamba-Nya pada umumnya agar mensyukuri nikmat-nikmat yang telah dianugerahkan oleh-Nya. Karena realisasi dari rasa syukur kita kepada-Nya itu akan berpengaruh kepada diri kita sendiri, bukan untuk-Nya, karena Allah adalah Zat yang tidak membutuhkan apapun selain-Nya. Jadi syukur serta kufur pada hakikatnya akan kembali manfaat dan kemudharatannya kepada kita, bukan kepada Allah. Karena Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. Dan dapat kita pahami juga bahwa kita sebagai pendidik hendaklah memiliki Kriteria orang yang bersyukur atas nikmat yang telah Allah berikan.

Dokumen terkait