ANALISA DATA DAN INTERPRETAS
IV. B.1.3 Latar Belakang Responden
Indra adalah seorang pria berumur 25 tahun dan suku tionghwa. Indra
adalah kenalan peneliti karena kuliah di universitas yang sama, yaitu Universitas
Indra adalah anak ke 6 (enam) dari 7 (tujuh) bersaudara. Ia adalah anak
laki-laki satu-satunya karena semua saudaranya adalah perempuan. Salah satu
kakaknya adalah lesbian. Ibunya merupakan sosok yang dominan dalam
keluarganya. Orang tuanya sering menuntutnya untuk menjadi yang terbaik
namun jarang memberikan dukungan dan dorongan. Keluarganya terkesan
negatif, jarang ada hal bagus yang dilakukan Indra di depan mata kedua orang
tuanya. Akibatnya, Indra merasa sangat susah untuk dekat dan mengobrol dengan
orang tuanya. Indra merasa kesepian dan cenderung negatif dalam melihat
hidupnya. Ia merasa hidupnya terus dipenuhi dengan masalah-masalah yang tidak
selesai.
Selama masa sekolah, Indra jarang berkumpul dengan teman-temannya. Ia
lebih menyukai hubungan dua orang yang lebih pribadi daripada berkumpul
dengan sekelompok orang. Oleh teman-temannya, ia dijauhi dan dianggap kuper.
Namun, Indra cuek saja meskipun dia punya berbagai masalah. Ia berusaha
menghadapi masalah itu sendiri. Akibatnya, ia sering merasa beban hingga
muncul keinginan untuk bunuh diri saja karena beranggapan bahwa hidupnya
tidak pernah berhenti didatangi oleh masalah. Tidak ada yang bisa dilakukan oleh
dirinya.
Ketika duduk di bangku SMA, Indra mulai menyadari dirinya adalah
homoseksual karena ia tertarik secar seksual terhadap laki-laki. Ia memiliki teman
di sekolah yang menurutnya cukup ganteng dan mempesona. Oleh karena itu,
Indra sering membayangkannya sedang telanjang, terutama ketika menjelang
dirinya adalah suatu dosa. Ia pun, berdiskusi dengan suster di gerejanya untuk
meminta bantuan. Oleh suster tersebut, Indra dianjurkan untuk mencari bantuan
psikolog. Akhirnya Indra memutuskan untuk mengambil jurusan Psikologi
dengan harapan dapat memperoleh bantuan dalam mengatasi masalahnya.
Ketika kuliah, ia pun segera mencari bantuan dosen dan bertemu dengan
psikolog Y. Oleh psikolog tersebut, Indra diminta untuk menghindari hal-hal yang
memicu timbulnya banyangan tentang laki-laki. Namun, belum selesai terapi
dijalankan, psikolog tersebut harus bersekolah ke Jakarta. Akibatnya, frekwensi
munculnya bayangan tentang laki-laki kembali meningkat. Ketika memasuki
kuliah tahun kedua, Indra mengajar seorang murid laki-laki SMA yang menarik
perhatiannya karena murid tersebut telah kehilangan ayahnya. Indra terdorong
untuk memberikan figur ayah bagi muridnya. Ia berusaha memberikan kasih
sayangnya dan menyenangkan muridnya. Fokus untuk menggantikan peran ayah
bagi muridnya membuat Indra merasa dirinya berguna. Ternyata Indra dapat
melakukan sesuatu yang berguna bagi orang lain, tidak peduli dengan orientasi
seksualnya. Hubungan mereka berlangsung selama lima tahun. Indra tidak lagi
menganggapnya sebagai anak, tetapi sebagai boyfriend. Sejak saat itu, Indra
merasa hidupnya sangat indah dan berarti.
Gambaran Makna Hidup
Sejak kelas 6 (enam) SD, Indra mulai memiliki bayangan erotis tentang
pria dan tertarik dengan laki-laki. Waktu itu, ia menonton film Home Alone dan
mengasyikkan jika melihat bintang film tersebut telanjang. Sangking tertariknya,
Indra bahkan mencari tahu alamatnya dan menulis surat kepada bintang film
tersebut. Ia tidak mempermasalahkan apakah suratnya akan sampai ke tangan
bintang film tersebut atau tidak. Yang penting, ia dapat menuangkan perasaan
sukanya pada bintang film tersebut.
”...ya mulai dari kelas 6 SD ketika saya sudah mulai tahu, ada fantasi berupa membayangkan seseorang naked.... Pertama kali saya nonton Home Alone, saya jatuh cinta dengan pemerannya. Ga tau kenapa, kayaknya saya suka, saya sampai mencari alamatnya, menulis surat untuknya. ...Bayangan saya waktu itu, kalau dia naked rasanya enak gitu.”
(W2B0009-W2B0013/Hlm)
Memasuki SMP, Indra mulai akrab dan sering berkumpul dengan teman-
temannya. Seperti layaknya remaja yang sedang puber, mereka suka
membicarakan tentang seks dan memegang alat kelamin sambil bermain-main.
Merasa tidak nyaman, Indra berusaha mengurangi frekuensi bertemu dan
berkumpul dengan teman-teman tersebut. Ia merasa tidak cocok berteman dengan
mereka karena memiliki pikiran yang ngeres.
”Terus, sejak SMP saya ikut temen2, saya ga tau pasti, yang kemungkinan juga seperti ini, dan dalam hati merasa tidak cocok kalau ada…, kalau ada kegiatan seperti ini, rasanya tidak bagus.” (W2B0009-W2B0013/Hlm)
”ga sampe ml, kita juga belum ngerti yang begituan…mungkin ada touching, touch, eh…., sejauh itu aja sih, dan biasalah, agak-agak kotor pikirannya, anak-anak, remaja. Dan aku merasa aku ga cocok berteman dengan orang-orang yg seperti ini, aku mundur. Aku mencoba mencari teman yang lain.
Pada saat yang bersamaan, Indra mulai merasa hidupnya penuh dengan
masalah. Ketika itu, ia malas belajar sehingga nilai ujiannya jelek. Akibatnya ia
merasa dirinya sangat tidak berguna dan memalukan.
”...Nilai berantakan, itu buat saya sangat masalah dan sangat stress. Terus, masalah berganti, saya berteman dengan yang nakal, itu juga membuat saya stress...”
(W2B0009-W2B0013/Hlm)
Keluarga Indra juga tidak mendukung.
”saya tumbuh di lingkungan yang tidak mendukung. Orang tua senantiasa mengkritik aja...tidak pernah mendapat dukungan dari siapa pun.”
(W2B0009-W2B0013/Hlm)
Meskipun mendapatkan nilai 8 (delapan), tidak pernah ada pujian, melainkan
kritikan bahwa itu hanya nilai 8 (delapan) belum mencapai nilai sempurna, 10
(sepuluh).
”Kritik aja, ga menghargai kalau nilai ujian naik, ga ada pujian. Paling bilang, alah, baru berapa juga, belum sembilan, belum sepuluh.”
(W2B0009-W2B0013/Hlm)
Akibatnya, Indra merasa hidupnya selalu diterpa masalah yang bertubi-tubi.
Selesai satu masalah, datang lagi masalah lain.
”masalah yang satu selesai, datang masalah lain, masalah yang lain itu selesai, eh, datang lagi masalah lainnya.”
(W2B0009-W2B0013/Hlm)
Keadaan ini berlangsung hingga masa SMA. Pada seorang temannya, ia
pernah mengatakan bahwa jika hidupnya seperti ini, lebih baik dia mati saja.
Bahkan Indra lebih rela masuk neraka daripada hidup di dunia ini. Kadang enak,
”saya pernah bilang, kok kayaknya hidup kita banyak masalah, lebih bagus mati aja deh. Saya bahkan bilang, saya lebih rela masuk neraka ketimbang hidup di dunia ini, kadang enak, kadang tidak enak.”
(W2B0009-W2B0013/Hlm)
Pada masa itu, dalam diri Indra timbul pemikiran untuk bunuh diri. Setiap kali dia
berada di tempat yang tinggi seperti atas sekolah, muncul pemikiran bahwa akan
menyenangkan seandainya dia melompat ke bawah.
”Hanya pikiran aja sih, kalau berada di atas, bisa kepikiran, kalau lompat ke bawah mungkin akan menyenangkan.”
(W2B0009-W2B0013/Hlm)
Namun, pemikiran itu tidak pernah diikutinya karena Indra percaya bahwa bunuh
diri adalah perbuatan berdosa.
”Itu dosa, dosa besar. Itu juga yang menahan saya untuk tidak mencoba-coba, meskipun ada kepikiran, sering kepikiran.” (W2B0009-W2B0013/Hlm)
Indra adalah pribadi yang tertutup dan negatif. Masalah yang kecil bisa
dianggap masalah yang sangat besar. Ia selalu merasa ada yang kurang dalam
dirinya . Ia merasa dirinya seorang yang memalukan. Ketika berteman, ia sering
merasa bukan apa-apa dan tidak ada artinya bagi teman-temannya. Ia juga merasa
kuper, minder dan sensitif dan mudah tersinggung. Akibatnya, teman-temannya
jadi ragu-ragu dan takut untuk berteman dekat dengannya. Ia orang yang ekslusif
dan tidak menyenangi berkumpul dengan banyak orang. Indra lebih menyukai
hubungan dengan beberapa orang saja yang lebih intim, empat mata.
“...Sampai saya SMA, saya mulai minder, ga tau kenapa. Pokoknya saya merasa selalu ada yang kurang dalam diri saya. Kalau berteman, misalnya, saya merasa memalukan, pasti bukan apa-apa bagi mereaka. Saya minder, kuper, mungkin msa itu ygan
paling susah. Apalagi saya sangat mudah tersinggung, sensitif, masalah kecil suka dibesar-besarkan.”
(W2B0009-W2B0013/Hlm)
Hasilnya, ia hanya memiliki beberapa teman akrab.
”...saya cuma berteman dengan beberapa orang, yang saya rasa enak diajak ngobrol. Saya ga suka keramaian, banyak-banyak orang, saya lebih suka hubungan yang intim. Bicara 4 mata, private... “
(W2B0009-W2B0013/Hlm)
Pernah suatu ketika, sewaktu duduk di bangku SMA, Indra sangat dekat dengan
seorang teman laki-laki sehingga mereka sering diekek sebagai pasangan homo.
”cuma ada beberapa orang yang bisa. Sampai-sampai orang bilang kita homo.”
(W2B0009-W2B0013/Hlm)
Dasar orangnya yang cuek, Indra tidak menggubris ejekan teman-temannya.
”Saya orangnya cuek, jadi ya, biarin aja mereka mau ngomong apa.”
(W2B0009-W2B0013/Hlm)
Pada masa SMA ini juga Indra mulai mengerti tentang keadaan dirinya.
Dari informasi yang diterimanya, ia merasa dirinya adalah seorang homoseksual
karena tertarik secara seksual terhadap sesama jenisnya, yaitu laki-laki.
“Tertarik secara seksual dengan sesama jenis itu homoseksual. Hanya dari definisi itu, saya mendefinisikan keadaan saya.”
(W2B0009-W2B0013/Hlm)
Sering kali, ketika mau tidur, ia sering kepikiran bayangan erotis salah satu
temannya yang cukup ganteng.
“...bayangan-bayangan erotis loh... waktu mau tidur, sering kepikiran. Kebetulan ada teman yang cukup bagus ya, cukup...handsome gitu loh. Jadi sering ketika saya mau tidur, saya
suka membayangkan dia. Kayaknya kalau membayangkan dia rasanya sangat menarik gitu.”
(W2B0009-W2B0013/Hlm)
Setiap kali bayangan erotis tentang pria muncul dalam pikirannya, ia selalu
berusaha mennghilangkannya dengan mengatakan pada diri sendiri bahwa ia tidak
boleh membayangkan hal seperti itu karena jika demikian, maka ia bertentangan
dengan ajaran agama, berdosa.
“Tapi saya tidak mau, saya berusaha melawan, ga boleh membayangkan yang begituan, saya ga boleh bertentangan dengan agama, ga boleh, ini dosa....”
(W2B0009-W2B0013/Hlm)
Ketika dorongan seksual tersebut tetap muncul dan tidak tertahankan lagi, Indra
akan melampiaskannya dengan melakukan onani.
“...paling pelampiasan dengan masturbasi aja loh....” (W2B0009-W2B0013/Hlm)
Indra adalah seorang yang religius. Ia sering ke gereja. Ia selalu
beranggapan bahwa menyukai seorang laki-laki adalah suatu dosa besar. Untuk
mengatasi kebingungannya, ia mencoba berkonsultasi dengan suster di gereja
yang biasa didatanginya. Ia berani mengungkapkan hal yang dianggapnya
memalukan ini kepada suster tersebut karena ia yakin bahwa seorang suster pasti
akan menjaga rahasia dan dapat memberikan bantuan padanya. Oleh suster
tersebut, Indra disarankan untuk mencari bantuan psikiater. Mengikuti saran
suster tersebut, Indra berusaha belajar dan ikut bimbingan belajar supaya bisa
lulus SPMB dan mengambil jurusan psikologi di Universitas Sumatera Utara.
”Saya tahu seorang suster, biarawati ga mungkin ngomong sembarangan, jadi saya tanya dia. Saya bilang, saya rasa saya orang yang seperti ini. Seharusnya apa yang saya lakukan ya?...
Katanya, coba kamu cari psikiater loh. Saya bilang saya akan coba ambil psikologi, kayaknya menarik. Dia bilang ya bagus, ntar di psikologi kamu cari...”
(W2B0009-W2B0013/Hlm)
Indra berhasil lulus seleksi dan diterima di program studi psikologi. Hal
pertama yang ia lakukan adalah mencari dosen untuk menanyakan dan berdiskusi
tentang masalah homoseksual. Setelah menemui dan berdiskusi dengan beberapa
dosen, Indra memutuskan untuk meminta bantuan dosen Y yang juga adalah
seorang psikolog.
“...sesaat setelah masuk psikologi, itu pertama kali saya mulai mencari dosen-dosen, bertanya hal-hal yang demikian.” (W2B0009-W2B0013/Hlm)
Oleh dosen tersebut, Indra diminta untuk memberi laporan setiap bayangan
tentang laki-laki muncul.
“dia ajarin saya tentang relapse. Relapse itu pada periode tertentu, ada kemungkinan saya bisa memikirkan laki-laki, ada periode tertentu saya bisa memikirkan perempuan, gitu...”
(W2B0009-W2B0013/Hlm)
Indra juga disarankan untuk menghindari menonton film yang pemerannya cantik
atau ganteng.
”...dia bilang saya harus coba menghindari hal-hal yang, yang bisa memancing. Coba jangan menonton film yang bintangnya sangat cantik atau ganteng....”
(W2B0009-W2B0013/Hlm)
Selain itu, untuk menghindari masturbasi, Indra menyibukkan diri dengan
menambah jam mengajar dan kuliah.
”coba untuk jangan terlalu banyak waktu luang sehingga saya bisa menghindari masturbasi.”
Psikolog tersebut meminta Indra untuk melaporkan padanya setiap kali
pikiran tentang laki-laki muncul. Meskipun membutuhkan energi yang banyak,
Indra memaksakan diri untuk membayangkan wanita. Hasilnya, bayangan tentang
laki-laki mulai berkurang. Indra mulai merasa dirinya berubah.
“...pertama kali waktu saya mencoba membayangkan wanita, periode itu lebih banyak loh, daripada relapse. Tapi, ya, butuh energi banyak, dan itu pemaksaan...”
(W2B0009-W2B0013/Hlm)
Akan tetapi, di tengah-tengah usahanya untuk berubah, dosen tersebut harus
bersekolah ke Jakarta sehingga terapinya terputus. Sebelum pergi ke Jakarta,
dosen Y menyarankan Indra untuk mengembangkan dirinya di bidang lain, tidak
melulu mempermasalahkan homoseksualitasnya. Sepeninggal dosennya, Indra
masih berusaha membayangakan wanita. Namun, akhirnya Indra kembali
membayangkan laki-laki karena baginya, membayangkan wanita adalah sebuah
pemaksaan dan hal yang sangat membutuhkan banyak energi dan melelahkan.
“…Saya udah capek, relapse saya makin banyak. Terakhir, sebelum tuntas, dia harus sekolah ke Jakarta. Waktu itu, sebelum dia pergi,saya bilang, saya merasa capek lo, melawan terus Dia bilang ya, kamu jangan melawan lo, jangan denial, coba kompensasi ke tempat lain.…”
(W2B0009-W2B0013/Hlm)
Pada saat yang bersamaan, Indra mengajar seorang murid kelas 1 (satu)
SMA yang telah ditinggal mati ayahnya. Pada waktu itu, ia merasa murid tersebut
sangat menarik dan ingin memberikan peran ayah baginya.
“Dan pada saat itu, saya ketemu seorang murid dan dia betul-betul sangat charming. Baru pada saat itu, saya merasakan apa yang dinamakan love....”
” Saya pikir, kebetulan dia sudah tidak punya ayah. Tinggal ibu dan adik laki-lakinya..”
(W2B0009-W2B0013/Hlm)
”Pikiran pertama, saya berharap, kalau bisa menjadi ayahnya, kan dia udah ga punya ayah. Saya sih, ingin menggantikan ayahnya. Saya bisa membagi kasih sayang saya untuk dia.”
(W2B0009-W2B0013/Hlm)
Indra pun berlaku baik dan semakin akrab dengan muridnya, tanpa
mempermasalahkan orientasi seksualnya. Indra berpikir bahwa ia mampu
memberikan kasih sayangnya kepada murid tersebut, meskipun ia adalah seorang
homoseksual.
“Jadi, mulai dari sana berkembang, semakin akrab, semakin akrab dengannya....”
(W2B0009-W2B0013/Hlm)
Tiba-tiba saja, Indra menyadari bahwa ketika dia tidak mempermasalahkan
homoseksualitasnya, ia merasa sangat lega dan bahagia.
“Terakhir, saya rasakan, ternyata kalau saya tidak mempermasalahkan isu-isu tentang gay, it’s ok. Saya merasa sangat happy. Ah, biarlah saya orang yang seperti ini, ya udah biar aja.”
(W2B0009-W2B0013/Hlm)
“Jadi, saya pikir biarlah saya orang yang beginian, yang penting saya bisa menjadi ayahnya. Kalaupun nanti saya tidak menemukan girlfriend, paling tidak saya bisa membagi kasih sayang saya untuknya.”
(W2B0009-W2B0013/Hlm)
Pada malam ia menyadari hal ini, ia menangis. Sejak saat itu, ia mulai merasa
hidupnya indah. “Life is beautiful,” begitu tanggapannya. Sebagai seorang yang
religius, Indra bahkan sudah tidak peduli lagi dengan perasaan berdosanya. Ia
bahkan seolah-olah meminta “excuse”, bahwa ia akan melakukan apapun perintah
“Karena setelah saya menerimanya, dalam arti saya tidak mempermasalahkan masalah gay, saya merasa sangat bebas, sangat happy. Bahkan pada malam hari, waktu mau tidur saya berpikir bahwa perasaan ini belum pernah saya rasakan selama ini. Sangat lega, sangat gembira, sangat bahagia. Saya merasa hidup saya bersemangat lagi. Bahkan saya ingat malam pertama itu,saya sampai mengangis. Tenyata seperti inilah hidup, sangat enak, indah dan menyenangkan. Life is beautiful. Kata-kata ini saya tujukan pada diri saya sendiri. Setelah itu saya tidak mempermasalahkan ini lagi. Biarlah agama melarang, gereja melarang, toh saya adalah saya. Jadi saya juga excuse sama Tuhan. Saya berdoa kepada-Nya, saya bilang Kamu mau saya lakukan apapun saya bisa, tapi untuk hal yang satu ini, saya minta maaf, tidak bisa melakukannya. Terserah mau menganggap saya apa, mau berdosa atau apa pun, saya terima, apapun anggapannya. Yang penting inilah saya. Sejak saat itulah hidup saya berubah.” (W2B0009-W2B0013/Hlm)
Indra mulai terbius oleh muridnya. Berdasarkan perjanjian, ia seharusnya
mengajar seminggu 3 (tiga) kali. Akan tetapi, ia selalu mencari alasan untuk dapat
bertemu dengan muridnya. Misalnya, ada pelajaran yang belum dipahami
sehingga perlu pelajaran tambahan dan sebagainya. Demi bertemu dengan
muridnya, Indra bahkan sampai bolos kuliah. Kalaupun kuliah, itu hanya sekadar
saja, tidak berkonsentrasi karena memikirkan muridnya.
” Saya selalu mencari alasan, mau ajar inilah, pokoknya cari alasan biar saya bisa tiap hari dekat dan lihat dia. Kemudian setelah lebih akrab, saya tiap pagi ke rumahnya.”
(W2B0009-W2B0013/Hlm)
”Waktu itu, dia makin merasa tertarik, dan itulah yang membuat saya tidak kuliah tiap hari. Hahahaha...”
(W2B0009-W2B0013/Hlm)
Tujuan Indra memberikan sosok ayah bagi murid tersebut telah berubah menjadi
hubungan pacaran. Indra menganggapnya sebagai seorang pacar, meski belum ada
”..sejak itu saya mengubah status saya yang ingin jadi ayahnya menjadi ingin menjadi boyfriendnya lo.”
(W2B0009-W2B0013/Hlm)
Hari-hari Indra dilalui dengan melakukan kegiatan bersama muridnya.
Setiap hari mereka pasti bertemu, di rumah masing-masing atau keluar jalan-jalan
bersama.
”...Tiap malam pasti ada hang out, jalan-jalan, naik motor., Mesti itu, udah jadi rutinitas....”
(W2B0009-W2B0013/Hlm)
Layaknya orang pacaran, Indra akan memberitahukan semua aktivitasnya,
demikian juga sebaliknya.
”...tapi ikatan batin kita sepertinya sangat erat. Dia mau ngapain mesti kasih tau saya, dan saya mau ngapain juga mesti kasih tau dia, gitu... ”
(W2B0009-W2B0013/Hlm)
Rasa cemburu juga muncul, terutama ketika muridnya keluar bersama teman-
teman lainnya atau ketika Indra keluar dengan teman-temannya. Ketika rasa
cemburu itu datang, Indra akan merasa bad mood, uring-uringan. Untuk
mengatasi perasaan itu, Indra biasanya akan tidur atau menyibukkan dirinya.
Hubungan mereka telah berlangsung selama 5 (lima) tahun.
” tapi dia pernah langsung bilang, alah, bikin aku jealous aja. Dia bisa jealous, saya juga bisa, jadi sangat sulit untuk melepaskan ikatan ini. ”
(W2B0009-W2B0013/Hlm)
Sejak kuliah, Indra juga mulai mencari informasi mengenai homoseksual.
Selain itu, Indra juga melakukan chatting untuk bertemu dengan sesama
” Sekitar setahun yang lalu. Saya chatting. Oh, ternyata begitu caranya chatting, ketemu orang. Saya juga ga sembarangan mau ketemu aja. Saya harus tahu dulu orangnya positif baru saya mau ketemuan.”
(W2B0009-W2B0013/Hlm)
Tidak semua orang yang ditemuinya sesuai dengan harapannya. Biasanya, bila
orang yang ditemui sesuai dengan harapannya, hubungan mereka akan tetap
berlangsung, baik melalui pertemuan atau sekedar mengirim sandek. Bila tidak
sesuai dengan harapan, bisa saja tidak ada kontak sama sekali.
” kalau sms ada yang udah lama, dan enak ya, saya ketemuan. Tapi kebanyakan gini lah, kalau kita saling ketemu, pasti ada harapan di dalam hati otang yang mau kita temui itu gimana, idola kita gimana. Kalau tidak sesuai, biasanya ga berhubungan lagi, sms, telepon juga ga lagi.”
(W2B0009-W2B0013/Hlm)
Indra memiliki seorang kakak perempuan lesbian yang berusia 5 (lima)
tahun lebih tua darinya. Kakaknya membeberkan orientasi seksualnya kepada
keluarganya dan mendapatkan reaksi yang negatif. Hubungan dengan orang tua
menjadi renggang dan dicemooh, dianggap membuat aib bagi keluarga.
”...karena anggota keluargaku ada yg ngomong dan akibatnya sangat buruk....”
(W2B0009-W2B0013/Hlm)
” Pertama, orang tua sangat kecewa, kedua, ortu sangat closed minded, tak bisa menerima, tetap berusaha, dan akibatnya hubungan dengan keluarga jadi tidak enak.”
(W2B0009-W2B0013/Hlm)
Oleh karena itu, Indra juga enggan memberitahukan perihal orientasi seksualnya
kepada orang tuannya. Ia beranggapan bahwa orang tuanya yang close minded
tidak akan mengerti keadaan dirinya. Ditambah lagi, hubungan dengan orang
seksualnya tidak diketahui banyak orang. Menurutnya jika mengetahui dirinya
adalah gay, orang lain akan langsung menilai dirinya kotor, mengidap penyakit
menular, atau dianggap orang jahat.
” Kalau ketahuan ya, problem juga....Diskriminasi, stereotype.” (W2B0009-W2B0013/Hlm)
”Orang bisa jadi langsung ga suka, padahal mereka tidak memahami, mereka jadi ga suka aja. Ngejudge orang ini kotor, dalam arti punya penyakit menular atau apa, gitu. Dan ya, pastinya budaya timur masih ga bisa menerima, kalau ketahuan ya, ga enak aja, dianggap orang jahat.”
(W2B0009-W2B0013/Hlm)
Meski tidak tahu harus berbuat apa, Indra berusaha agar hubungan dengan
muridnya tidak diketahui banyak orang. Alasannya, orang lain tidak akan punya
bukti meskipun ingin berbuat jahat terhadapnya.
” paling hubungannya dengan dia yang perlu dijaga. Sisanya ga ada koq, saya orangnya cuek, mau bilang apa juga terserah, kan ga ada bukti. Kadang kalau misalnya mau ketemu orang yang dikenal lewat chatting, kalau misalnya dia ingin memfitnah juga, terserah, kan ga ada bukti. Hal ini kan ga bisa dibuktikan. Itu aja.” (W2B0009-W2B0013/Hlm)
Indra sekarang menikmati perannya sebagai seorang ayah sekaligus pacar
bagi muridnya. Meskipun demikian, Indra tetap berkeinginan untuk memiliki istri
dan berkeluarga. Ia takut masa tuanya akan kesepian. ”Aku alergi kesepian,”
demikian ungkapnya. Ketakutana akan kesepian mengalahkan kekhawatirannya