Saṃbhavavibhavaparīkṣā
vinā vā saha vā nāsti vibhavaḥ saṃbhavena vai |
vinā vā saha vā nāsti saṃbhavo vibhavena vai || 1 ||
bhaviṣyati kathaṃ nāma vibhavaḥ saṃbhavaṃ vinā | vinaiva janma maraṇaṃ vibhavo nodbhavaṃ vinā || 2 ||
saṃbhavenaiva vibhavaḥ kathaṃ saha bhaviṣyati | na janma maraṇaṃ caiva tulyakālaṃ hi vidyate || 3 ||
Tinjauan Mengenai Kemunculan dan Kehancuran
1. Kehancuran sama sekali tidak ada baik dengan atau tanpa munculnya.
Kemunculan sama sekali tidak ada dengan atau tanpa kehancuran.
2. Bagaimana mungkin ada kehancuran tanpa kemunculan?
Tidak ada kematian tanpa kelahiran [yang mendahuluinya], [dan juga]
tidak ada kehancuran tanpa kemunculan.
3. Bagaimana mungkin kehancuran terjadi bersamaan dengan kemunculan?
Karena kematian dan kelahiran tidak terjadi pada waktu yang bersamaan.
136 BAIT-BAIT FONDASI JALAN TENGAH
4. Bagaimana mungkin akan ada kemunculan tanpa kehancuran?
Karena belum pernah bahwasannya ketidakpermanenan tak dapat ditemukan di antara keberadaan.
5. Bagaimana mungkin kemunculan terjadi bersamaan dengan kehancuran?
Karena kematian dan kelahiran tidak terjadi pada waktu yang bersamaan.
6. Dikarenakan kedua hal ini tidak terbentuk bersamaan ataupun terpisah satu sama lain,
Bagaimana mungkin pembentukan mereka dapat terjadi?
7. Tidak ada kemunculan sesuatu yang dicirikan dengan kehancuran; pun tidak ada kemunculan sesuatu yang tidak dicirikan bhaviṣyati kathaṃ nāma
saṃbhavo vibhavaṃ vinā | anityatā hi bhāveṣu na kadācin na vidyate || 4 ||
saṃbhavo vibhavenaiva kathaṃ saha bhaviṣyati | na janma maraṇaṃ caiva tulyakālaṃ hi vidyate || 5 ||
sahānyonyena vā siddhir vinānyonyena vā yayoḥ |
na vidyate tayoḥ siddhiḥ kathaṃ nu khalu vidyate || 6 ||
kṣayasya saṃbhavo nāsti nākṣayasyāsti saṃbhavaḥ | kṣayasya vibhavo nāsti vibhavo nākṣayasya ca || 7 ||
137
dengan kehancuran.
Tidak ada kehancuran sesuatu yang dicirikan dengan kehancuran, pun tidak ada kehancuran sesuatu yang tidak dicirikan dengan kehancuran.
8. Keberadaan tidak terjadi tanpa kemunculan dan kehancuran.
Kemunculan dan
kehancuran tidak terjadi tanpa keberadaan.
9. Kemunculan dan kehancuran tidak terkait dengan hal yang kosong.
Kemunculan dan kehancuran tidak terkait dengan hal yang tidak kosong.
10. Tidak benar anggapan bahwa bahwa kemunculan dan kehancuran itu satu.
Tidak benar anggapan bahwa kemunculan dan kemunculan itu berbeda.
11. Bila engkau beranggapan saṃbhavaṃ vibhavaṃ caiva
vinā bhāvo na vidyate |
saṃbhavo vibhavaś caiva vinā bhāvaṃ na vidyate || 8 ||
saṃbhavo vibhavaś caiva na śūnyasyopapadyate | saṃbhavo vibhavaś caiva nāśūnyasyopapadyate || 9 ||
saṃbhavo vibhavaś caiva naika ity upapadyate | saṃbhavo vibhavaś caiva na nānety upapadyate || 10 ||
dṛśyate saṃbhavaś caiva
BAB DUA PULUH SATU
138 BAIT-BAIT FONDASI JALAN TENGAH
bahwa kemunculan dan kehancuran keberadaan memang dapat dilihat, kemunculan dan kehancuran
dapat dilihat hanya karena delusi.
12. Keberadaan tidak dihasilkan dari keberadaan, juga ketiadaan tidak dihasilkan dari keberadaan.
Keberadaan tidak dihasilkan dari ketiadaan, juga
ketiadaan tidak dihasilkan dari ketiadaan.
13. Bukan dari dirinya sendiri pun bukan dari yang lain suatu keberadaan dihasilkan, dan juga bukan dihasilkan
dari dirinya sendiri sekaligus yang lainnya; lantas dari apakah ia dihasilkan?
14. Bagi seseorang yang mengakui keberadaan, akibatnya adalah paham mengenai kekekalan atau kemusnahan total, karena keberadaan dapat vibhavaś ceti te bhavet |
dṛśyate saṃbhavaś caiva mohād vibhava eva ca || 11 ||
na bhāvāj jāyate bhāvo ’bhāvo bhāvān na jāyate |
nābhāvāj jāyate bhāvo ’bhāvo
’bhāvān na jāyate || 12 ||
na svato jāyate bhāvaḥ parato naiva jāyate |
na svataḥ parataś caiva jāyate jāyate kutaḥ || 13 ||
bhāvam abhyupapannasya śāśvatocchedadarśanam | prasajyate sa bhāvo hi nityo
’nityo ’pi vā bhavet || 14 ||
139
menjadi permanen atau tidak permanen.
15. [Bantahan:] Bagi seseorang yang mengakui keberadaan tidak akan ada kemusnahan atau kekekalan,
karena keberlangsungan adalah rangkaian yang terdiri dari timbul dan hilangnya sebab dan akibat.
16. [Jawaban:] Bila
keberlangsungan adalah rangkaian yang terdiri dari timbul dan hilangnya sebab dan akibat,
Maka penyebab akan musnah, karena tidak ada kemunculan kembali dari sesuatu yang hilang.1 17. Sesuatu yang ada secara
intrinsik tidak mungkin menjadi tiada.
1. Jawaban Nagarjuna atas sanggahan pada bait sebelumnya adalah bahwa pihak penyanggah tak menghindari pandangan kemusnahan total, karena kehancuran penyebab di setiap tahapan dalam rangkaian justru merupakan kehancuran dari keberadaan. Tidak dapat dikatakan bahwa penyebabnya tidak musnah karena melahirkan akibat. Karena akibat harus merupakan keberadaan yang terpisah bila ingin menjadi hasil dari penyebabnya. Dengan demikian akibatnya tidak dapat dilihat sebagai penyebab yang terlahir kembali.
bhāvam abhyupapannasya naivocchedo na śāśvatam | udayavyayasaṃtānaḥ
phalahetvor bhavaḥ sa hi || 15 ||
udayavyayasaṃtānaḥ phalahetvor bhavaḥ sa cet | vyayasyāpunarutpatter hetūcchedaḥ prasajyate || 16 ||
sadbhāvasya svabhāvena nāsadbhāvaś ca yujyate |
BAB DUA PULUH SATU
140 BAIT-BAIT FONDASI JALAN TENGAH
Maka ketika nirvāṇa akan terjadi kemusnahan, karena rangkaian keberlangsungan lenyap.2
18. Tidaklah benar untuk mengatakan bahwa momen pertama dari keberlangsungan yang baru terjadi ketika momen terakhir dari keberlangsungan yang lama telah padam.
Juga tidak benar untuk mengatakan bahwa momen pertama dari keberlangsungan yang baru terjadi ketika momen terakhir dari kondisi keberaadaan yang lama belum padam.
2. Bila mengikuti pengertian penyanggah, maka sebab dan akibat adalah entitas secara hakiki nyata, sehingga dengan demikian memiliki hakikat intrinsik.
Entitas semacam itu tak dapat menjadi tiada, karena dengan menjadi tiada akan terjadi perubahan dalam hakikatnya: hal yang tak mungkin terjadi pada sesuatu yang memiliki hakikat intrinsik. Dengan demikian, penyanggah terjebak pada kesalahan pandangan mengenai kekekalan (eternalisme). Selain itu, ketika para Arhat mencapai nirvāṇa, atau padam total, maka rangkaian sebab akibat skandha pun ikut lenyap dan tidak ada kelahiran kembali. Dalam hal ini penyanggah tidak dapat mengatakan bahwa kesalahan pandangan kemusnahan total (nihilisme) telah berhasil dihindari, karena tidak ada akibat penerus dalam rangkaian tersebut.
nirvāṇakāle cocchedaḥ praśamād bhavasaṃtateḥ || 17 ||
carame na niruddhe ca prathamo yujyate bhavaḥ | carame nāniruddhe ca prathamo yujyate bhavaḥ || 18 ||
141
19. Bila momen pertama dari keberlangsungan yang baru dihasilkan ketika momen terakhir dari keberlangsungan yang lama telah padam,
maka hal yang padam akan menjadi satu hal dan hal yang muncul akan menjadi hal lain.
20. Tidaklah benar untuk beranggapan bahwa padam dan muncul terjadi bersamaan.
Apakah seseorang akan persis terlahir dalam skandha pada saat ia meninggal?
21. Dengan demikian, tak satu pun dari tiga waktu ini yang dapat memiliki rangkaian keberlangsungan.
Bagaimana mungkin dapat menjadi rangkaian keberlangsungan bila tidak ada dalam tiga waktu?
nirudhyamāne carame prathamo yadi jāyate | nirudhyamāna ekaḥ syāj jāyamāno ’paro bhavet || 19 ||
na cen nirudhyamānaś ca jāyamānaś ca yujyate |
sārdhaṃ ca mriyate yeṣu teṣu skandheṣu jāyate || 20 ||
evaṃ triṣv api kāleṣu na yuktā bhavasaṃtatiḥ |
triṣu kāleṣu yā nāsti sā kathaṃ bhavasaṃtatiḥ || 21 ||
BAB DUA PULUH SATU
142