• Tidak ada hasil yang ditemukan

Saṃskāraparīkṣā

tan mṛṣā moṣadharma yad bhagavān ity abhāṣata | sarve ca moṣadharmāṇaḥ saṃskārās tena te mṛṣā || 1 ||

tan mṛṣā moṣadharma yad yadi kiṃ tatra muṣyate |

Tinjauan Mengenai Penggabungan Unsur-unsur

1. Sang Bhagawa berkata bahwa apapun yang bersifat menipu adalah sia-sia

dan bahwa segala

penggabungan unsur-unsur yang bersifat menipu adalah sia-sia.1

2. Bila pernyataan Sang Buddha

“Apa pun yang sifatnya

1. Pokok bahasan bab ini adalah apa itu saṃskārā yang secara harfiah berarti

“terbentuk melalui suatu penggabungan,” yaitu, penggabungan unsur-unsur.

Sebagai salah satu dari lima skandha, saṃskāra juga dapat diterjemahkan faktor pembentuk. Dalam konteks ini, penggabungan unsur-unsur dapat berarti dua hal, yaitu; (1) penggabungan unsur-unsur seperti kereta terbentuk dari bagian-bagian yang membentuknya; (2) juga dapat berarti sesuatu yang dihasilkan melalui penggabungan serangkaian sebab dan kondisi. Pada dasarnya semua pengikut ajaran Buddha bersepakat bahwa apapun yang digabungkan pada akhirnya tidak nyata karena tidak memiliki hakikat intrinsik, seperti dalam perumpamaan tentang kereta dan bagian pembentuknya dalam pengertian pertama. Namun para Abhidharmika berpendapat bahwa meskipun dharma adalah unsur-unsur gabungan, seperti dalam pengertian kedua, mereka bukan unsur-unsur gabungan dalam pengertian pertama. Maka mereka mengklaim bahwa dharma pada hakikatnya adalah nyata. Para penganut Madhyamika tidak sepakat akan hal ini.

Menurut mereka segala sesuatu yang terdiri penggabungan unsur-unsur seperti dalam pengertian kedua sama kosongnya dengan sesuatu yang tergabung dalam pengertian pertama. Oleh karena segala sesuatu yang dianggap nyata adalah hasil dari sebab dan kondisi, ini berarti bahwa segala sesuatu tanpa hakikat intrinsik.

87

menipu itu sia-sia” adalah benar, lantas apakah ada yang ditipu?

Hal ini dikatakan oleh Sang Bhagawa untuk menerangi kekosongan.2

3. [Bantahan:] Keberadaan tampak tak memiliki hakikat intrinsik, karena mereka terlihat berubah-ubah.

Tidak ada keberadaan [yang secara absolut nyata] tanpa hakikat intrinsik, karena kekosongan keberadaan.3 4. Hal apakah yang akan

berubah-ubah bila hakikat intrinsik tidak nyata?

2. Semua penggabungan unsur-unsur bersifat menipu dan sia-sia berarti mengatakan bahwa mereka pada akhirnya tidak nyata. Menurut Mādhyamika, maknya yang lebih dalam mengenai hal ini adalah bahwa semua penggabungan unsur-unsur adalah kosong atau tanpa hakikat intrinsik. Abhidharma dan Mahayana sama-sama bersepakat bahwa ada hal-hal yang kosong atau tanpa hakikat intrinsik, namun mereka tidak setuju tentang hal-hal apa saja yang kosong. Abhidharma mengajarkan bahwa pribadi tidak memiliki hakikat intrinsik (pudgalanairātmya) dan karenanya pada akhirnya tidak nyata, sedangkan Mahayana mengajarkan bahwa segala sesuatu kosong atau tanpa hakikat intrinsik (dharmanairātmya).

Pada bait 3-4 berikutnya adalah bantahan Abhidharmika terhadap Mahayana.

3. Dalam hal ini Para Abhidharmika mengkritik Mahayana sebagai penganut nihilism karena menganggap tidak ada hakikat intrisik atau keberadaan kosong dari hakikat intrinsik.

etat tūktaṃ bhagavatā śūnyatāparidīpakam || 2 ||

bhāvānāṃ niḥsvabhāvatvam anyathābhāvadarśanāt | nāsvabhāvaś ca bhāvo ’sti bhāvānāṃ śūnyatā yataḥ || 3 ||

kasya syād anyathābhāvaḥ svabhāvaś cen na vidyate | kasya syād anyathābhāvaḥ

BAB TIGA BELAS

88 BAIT-BAIT FONDASI JALAN TENGAH

[Jawaban:] Hal yang akan berubah bila hakikat intrinsik itu nyata?

5. Tidaklah benar untuk mengatakan bahwa perubahan berkaitan dengan hal itu sendiri yang dikatakan mengubah, ataupun dengan hal lainnya.

Karena [dengan demikian]

seorang pemuda tidak menua, begitu pula yang berusia tua tidak menua.4 6. Bila perubahan berkaitan

dengan hal itu sendiri, maka susu itu sendiri yang akan menjadi dadih.

Sebaliknya, apa lagi selain

4. Bila seorang pemuda secara hakiki nyata, maka hakikat intrinsiknya adalah kemudaan. Penuaan adalah melapuknya kemudaan, sehingga seorang pemuda yang secara hakiki nyata tidak mungkin menua. Orang berusia tua berbeda dengan orang muda, tanpa kemudaan, sehingga karena tak memiliki kemudaan maka ia tak mungkin menua. Bila kita mengatakan bahwa orang yang menua, pertama menjadi muda dan kemudian menjadi tua, hal ini berarti kita menerima bahwa bahwa seseorang adalah penggabungan dalam pengertian pertama, seperti bagian-bagian kereta menyusun kereta, sehingga pada hakikatnya tidak nyata.

Karena kita kemudian akan memikirkan seseorang yang sebagai sesuatu dengan sifat sebagai diri yang pada suatu ketika sifat muda namun pada waktu lain memiliki sifat tua. Jadi pada waktu tertentu orang tersebut memiliki setidaknya dua sifat, muda dan tua sekaligus, yang akan membuat pribadi itu menjadi sesuatu yang terdiri dari bagian-bagian.

svabhāvo yadi vidyate || 4 ||

tasyaiva nānyathābhāvo nāpy anyasyaiva yujyate |

yuvā na jīryate yasmād yasmāj jīrṇo na jīryate || 5 ||

tasya ced anyathābhāvaḥ kṣīram eva bhaved dadhi |

kṣīrād anyasya kasyātha dadhibhāvo bhaviṣyati || 6 ||

89

susu yang akan memiliki sifat dadih?

7. Bila sesuatu yang tidak kosong itu ada, maka sesuatu yang kosong mungkin juga ada.

Tidak ada apapun yang ada dengan tanpa kekosongan;

lantas bagaimana mungkin yang kosong akan ada?5 8. Kekosongan diajarkan oleh

para penakluk sebagai cara untuk menyingkirkan semua pandangan.

Namun mereka yang menganggap kekosongan sebagai pandangan dikatakan tak dapat disembuhkan.6

5. Di sini Nagarjuna sepakat bahwa kekosongan pada akhirnya tidak dapat terjadi tanpa hal-hal nyata yang dicirikannya. Namun menurutnya semua hal adalah kosong bahwa ia tidak ada apapun yang memiliki hakikat intrinsik. Bagaimana ini mungkin? Sebagaimana yang ditunjukkan pada bait 8, Madhyamika tidak mengklaim bahwa kekosongan dari segala sesuatu secara hakiki nyata.

Mengatakan tentang segala sesuatu bahwa mereka itu kosong sama saja dengan mengatakan bahwa mereka secara hakiki tidak nyata, dan ketidaknyataan secara hakiki mereka pada akhirnya bukanlah kenyataan hakiki.

6. Pada bait ini Nagarjuna mengingatkan pada bahayanya menjadikan kekosongan sebagai pandangan, yang menjadikan seseorang menjadi dogmatis. Maka kekosongan harus dilihat sebagai kosong dari kekosongan.

yady aśūnyaṃ bhavet kiṃ cit syāc chūnyam iti api kiṃ cana | na kiṃ cid asty aśūnyaṃ ca kutaḥ śūnyaṃ bhaviṣyati || 7 ||

śūnyatā sarvadṛṣṭīnāṃ proktā niḥsaraṇaṃ jinaiḥ |

yeṣāṃ tu śūnyatādṛṣṭis tān asādhyān babhāṣire || 8 ||

BAB TIGA BELAS

90