• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II 36TINGKAT INFLAS

0,00 10,00 2012 2013 2014 2015 2016 6,00 5,70 9,60 5,50 0,35

TINGKAT INFLASI

Berdasarkan data pada Gambar 2.21 diatas, pendapatan perkapita masyarakat dari tahun 2011 hingga tahun 2016 mengalami peningkatan setiap tahunnya. Tahun 2011 pendapatan perkapita rata-rata masyarakat di Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro adalah sebesar Rp14.095.02, tahun 2012 meningkat menjadi Rp15.235.22, tahun 2013 juga meningkat menjadi Rp16.413.37. tahun 2014 meningkat menjadi Rp17.508.86,tahun 2015 telah berada pada kisaran Rp18.651.27, dan pada tahun 2016 terus mengalami peningkatan menjadi sebesar Rp19.890,00. Pendapatan perkapita yang terus meningkat setiap tahunnya menggambarkan adanya kemajuan dalam kegiatan perekonomian. Kemajuan berbagai bidang memberikan dampak positif terhadap meningkatnya berbagai kegiatan ekonomi masyarakat sehingga pada akhirnya mampu meningkatkan pendapatan.

2.2.1.4 Inflasi

Inflasi adalah fenomena kenaikan harga secara umum dari periode ke periode berikutnya. Sedangkan deflasi adalah suatu keadaan dimana tingkat harga secara umum cenderung menurun namun keduanya sering diistilahkan dengan inflasi.

Inflasi di Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro Tahun 2012- 2016 mengalami fluktuasi. Faktor penyebab perubahan inflasi antara lain, disebabkan oleh adanya kebijakan pemerintah pusat terkait dengan harga bahan kebutuhan pokok serta kenaikan tarif dasar listrik. Faktor lainnya adalah perubahan kondisi perekonomian nasional secara global. Perkembangan tingkat inflasi yang terjadi di Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro dari Tahun 2012-2016 diperlihatkan pada Gambar 2.22.

Sumber : Sitaro Dalam Angka 2017

Gambar 2.22 Tingkat Inflasi

BAB II - GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

II - 37

2.2.1.5 Kemiskinan

Masalah kemiskinan merupakan masalah yang kompleks dan bersifat multi-dimensional, dimana berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya. Kompleksitas masalah kemiskinan membuatnya terus menjadi masalah mendasar di berbagai wilayah, termasuk Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro. Program-program pembangunan yang dilaksanakan selama ini juga selalu memberikan perhatian besar terhadap upaya pengentasan kemiskinan karena pada dasarnya pembangunan yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Penanggulangan kemiskinan secara sinergis dan sistematis harus dilakukan agar seluruh warganegara mampu menikmati kehidupan yang layak dan bermartabat. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi penanggulangan kemiskinan adalah tersedianya data kemiskinan yang akurat. Pengukuran kemiskinan yang dapat dipercaya dapat menjadi instrumen kritikal bagi pengambil kebijakan dalam memfokuskan perhatian pada kondisi hidup orang miskin. Data kemiskinan yang baik dapat digunakan untuk mengevaluasi kebijakan pemerintah terhadap kemiskinan, membandingkan kemiskinan antar waktu dan daerah, serta menentukan target penduduk miskin dengan tujuan untuk memperbaiki kondisi mereka.

Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro dengan visi “Kabupaten Bahari yang Semakin Sejahtera dan Berdaya Saing” tetap melakukan upaya- upaya pengentasan kemiskinan. Upaya tersebut tercermin dari sasaran pembangunan daerah ini, yaitu meningkatnya taraf hidup dan kesejahteraan sosial dengan menargetkan persentase penduduk miskin (head count indeks) semakin berkurang sampai akhir tahun 2018 mencapai 9,00 persen. Untuk mempercepat pencapaian sasaran tersebut, prioritas utama belanja daerah 2013-2018 salah satunya diarahkan pada program-program pembangunan dalam rangka penanggulangan kemiskinan dan kesenjangan sosial.

Pengukuran kemiskinan yang dapat dipercaya dapat menjadi instrumen tangguh bagi pengambil kebijakan dalam memfokuskan perhatian pada kondisi hidup orang miskin. Data Kemiskinan Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro tahun 2016 dari BPS serta Basis Data Terpadu dari Sekterariat Wakil Presiden yang sementara dimuktahirkan, digunakan sebagai instrumen untuk mengevaluasi kebijakan pemerintah terhadap kemiskinan.

BAB II - GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

II - 38

Banyak konsep dan definisi dalam mengukur kemiskinan, sehingga kemiskinan menjadi relatif dilihat dari sudut pandang yang berbeda baik oleh perorangan maupun lembaga/institusi. Namun karena data yang digunakan disini adalah bersumber dari BPS maka konsep dan definisi mengacu kepada konsep dan definisi yang digunakan oleh BPS. BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic-needs approach) dalam mengukur kemiskinan. Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.

Berdasarkan pendekatan basic needs, maka dapat dihitung “garis

kemiskinan konsumsi” dan selanjutnya dapat dihitung persentase penduduk

miskin (head count index), yaitu persentase penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan konsumsi. Garis kemiskinan konsumsi dihitung berdasarkan rata-rata pengeluaran makanan dan bukan makanan per kapita pada kelompok penduduk referensi, yaitu penduduk kelas marjinal yang hidupnya berada sedikit diatas garis kemiskinan konsumsi.

Garis kemiskinan konsumsi terdiri dari garis kemiskinan makanan (batas kecukupan konsumsi makanan) dan garis kemiskinan non-makanan (batas kecukupan konsumsi non-makanan). Batas kecukupan konsumsi makanan dihitung dari besarnya rupiah yang dikeluarkan untuk makanan yang memenuhi kebutuhan minimum enerji 2100 kalori per kapita per hari. Batas kecukupan konsumsi non-makanan dihitung dari besarnya rupiah yang dikeluarkan untuk konsumsi dalam memenuhi kebutuhan minimum non-makanan, seperti perumahan, sandang, kesehatan, pendidikan.

Indikator utama kemiskinan yang dikeluarkan oleh BPS sebagai berikut.

1. Head Count Index (HCI-P0) yaitu persentase penduduk yang berada

di bawah garis kemiskinan

2. Indeks Kedalaman Kemiskinan (poverty Gap Index-P1)yang merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran tiap penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai angka indeksnya, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan.

3. Indeks Keparahan Kemiskinan (poverty Saverity Index-P2) yang memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran di antara

BAB II - GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

II - 39

penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin

Tahun 2016, tingkat kemiskinan di Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro adalah sebesar 10,58% dengan jumlah penduduk miskin sebanyak 6.960 orang. Angka ini mengalami penurunan sebesar 0,35 poin dibandingkan dengan tingkat kemiskinan pada tahun 2015 sebesar 10,93% dengan jumlah penduduk miskin 7.150 orang. Selama empat tahun terakhir, angka kemiskinan cenderung menurun, yang mana pada tahun 2013 tingkat kemiskinan daerah ini sebesar 11,36 persen dan terus turun hingga di akhir tahun 2016 sebesar 10,58%. Selengkapnya diperlihatkan pada Gambar 2.23.

Sumber : Sitaro Dalam Angka Kab. Kep. Siau Tagulandang Biaro Tahun 2017

Gambar 2.23 Tingkat Kemiskinan

Indeks kedalaman kemiskinan (poverty gap index) untuk daerah ini pada tahun 2016 sebesar 1,44. Ini bermakna bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin di daerah ini semakin mendekat ke arah garis kemiskinan. Kemudian indeks keparahan kemiskinan (poverty SaverityIndex) daerah ini pada tahun yang sama sebesar 0,31. Ini berarti tingkat keparahan kemiskinan dalam hal kesenjangan pengeluaran di antara penduduk miskin di daerah ini semakin kecil sehingga dalam penanganan pengentasan kemiskinan sedikit lebih mudah namun perlu ada kehatihatian karena dari kedua angka indeks tersebut dibandingkan dengan angka indeks tahun sebelumnya mulai menunjukan tren yang melebar.

Garis kemiskinan masyarakat miskin di Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro pada tahun 2016 sebesar Rp 264.632 per kapita/bulan. Ini artinya pada tahun 2016 setiap penduduk miskin yang ada di daerah ini melakukan pengeluaran dalam sebulan untuk memenuhi kebutuhan

10,38 9,90 11,36 11,03 10,93 10,58 9 9,5 10 10,5 11 11,5 2011 2012 2013 2014 2015 2016

BAB II - GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

II - 40

pokoknya, baik makanan dan non makanan tidak melebihi nilai sebesar Rp.264.632. Dengan kata lain, setiap penduduk yang tingkat pengeluaran konsumsi untuk memenuhi kebutuhan pokoknya di bawah nilai tersebut dikategorikan sebagai penduduk miskin.

Dibandingkan tahun sebelumnya nilai garis kemiskinan ini mengalami peningkatan sebesar 7,84 persen dari tahun 2015 dengan nilai garis kemiskinan sebesar Rp245.388 perkapita per bulan. Kenaikan tersebut menunjukan terjadinya inflasi atau kenaikan harga dari barang konsumsi kebutuhan pokok penduduk miskin, baik bahan makanan maupun non makanan. Ini artinya jika nilai konsumsi masih sama seperti tahun sebelumnya ataupun hanya meningkat sedikit saja maka persentase penduduk miskin di daerah ini akan semakin besar berkurangnya. Untuk itu, pengendalian inflasi di daerah, khususnya untuk bahan-bahan kebutuhan pokok mutlak dilakukan.

Dibandingkan dengan kabupaten/kota lain yang ada di Provinsi Sulawesi Utara menunjukan bahwa pada tahun 2016 head count indexatau persentase penduduk miskin di Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro masih berada pada angka psikologis dua digit walaupun dengan tren yang cenderung menurun. Angka ini masih lebih baik dari Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan, Kabupaten Minahasa Tenggara dan Kabupaten Kepulauan Sangihe. Namun dari sisi jumlah penduduk miskin, Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro memiliki jumlah penduduk miskin tersedikit ketiga setelah Kabupaten Bolaang Mongondow Timur dan Kota Tomohon

Tabel 2.16

Jumlah Penduduk Miskin, Persentase Penduduk Miskin, Indeks Kedalaman Kemiskinan, Indeks Keparahan Kemiskinan

dan Garis Kemiskinan Kab./Kota Se Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2016 NO Kabupaten/Ko ta Jumlah Pendudu k Miskin (ribu orang) Persenta e Pendudu k Miskin Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Indeks Keparaha n Kemiskin an (P2) Garis Kemiskinan (Rp./Kapita/ bulan) 1 2 3 4 5 6 1 Bolaang Mongondow 19.55 8.34 1.49 0.51 277,338

BAB II - GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

II - 41

Dokumen terkait