• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bacillus calidolactis - untuk golongan Penisilin

Metoda 02 : Uji resazurin

4) Bacillus calidolactis - untuk golongan Penisilin

d) Larutan stok baku pembanding untuk antibiotika penisilin (PC), kanamisin (KM), tilosin (TS) dan oksitetrasiklin (OTC).

e) Larutan baku kerja.

f) Kultur media (inokulasikan sebanyak 1% kuman uji pada media agar:

Bacillus subtilis pada media NV-4, Micrococcus luteus pada media NV-8 dan Bacillus cereus pada media MX).

g) Kurva baku

4 Peralatan

a) Cawan petri steril 100 x 12 mm b) Inkubator 370 C dan 300 C

c) Tabung sentrifus 50 ml, tabung reaksi 50 ml.

d) Kertas cakram steril berdiameter 8-10 mm, silinder cakram 0,3 ml. e) Ultra turax.

f) Sentrifus. g) Mikro pipet.

5 Prosedur

5.1 Persiapan media agar

5.1.1 Media NV-4 : Larutkan 5 gr pepton, 3 gr beef extract dan 16 gr agar dalam 1.000 ml air suling, lalu ukur pH 8,5 ± 0.1, dan kemudian didihkan. Media disterilisasi dengan memasukkannya ke dalam otoklaf pada suhu 1210C, 15 psi selama 15 menit.

5.1.2 Medium NV-8: Larutkan 6 gr pepton, 1,5 gr beef extract, 3 gr yeast

extract, 1 gr D(+) Glucose dan 16 gr agar dalam 1.000 ml air suling, ukur pH

8.5 ± 0.1, didihkan, kemudian sterilisasi dengan otoklaf pada suhu 1210C, 15 psi selama 15 menit.

5.1.3 Medium MX: Larutkan 6 gr pepton, 1,5 gr beef extract, 3 gr Yeast

extract, 1,35 gr kalium dihidrogen fosfat dan 15 gr agar dalam 1.000 ml air

suling dengan pH 5,7 ± 0.1, didihkan dan dilakukan sterilisasi dengan otoklaf pada suhu 1210 C, 15 psi selama 15 menit

5.2. Persiapan larutan dapar fosfat

5.2.1 Dapar fosfat pH 7.0± 0.1: Campuran 6,4 gr kalium dihidrogen fosfat, 18,9 gr dinatrium hidrogen fosfat dalam 1.000 ml air suling, otoklaf pada suhu 1210C, 15 psi selama 15 menit

5.2.2 Dapar fosfat pH 8.0±0.1: Campuran 13,3 gr kalium dihidrogen fosfat dan 6,2 gr kalium hidroksida dalam 1.000 ml air suling, otoklaf pada suhu 1210C, 15 psi selama 15 menit.

5.3 Larutan stok baku pembanding : Timbang 20 mg masing-masing baku pembanding penisilin (PC), kanamisin (KM), tilosin (TS) dan oksitetrasiklin (OTC), kemudian larutkan masing-masing dengan larutan dapar fosfat pH 7.0.

5.4 Larutan baku kerja : Untuk masing-masing antibiotika buat 6 serial pengenceran larutan stok baku kerja dengan air atau larutan dapar fosfat hingga konsentrasi 0,05 IU/ml atau 1 µg/ml.

5.5 Kultur media :

5.5.1 Cairkan media agar (NV-4, NV-8, MX) dengan pemanasan pada suhu 1000 C, kemudian dinginkan dan simpan dalam penangas air bersuhu 560 C. 5.5.2 Inokulasikan 1% kuman uji Bacillus subtilis pada media agar NV-4,

Micrococcus luteus pada media NV-8 dan Bacillus cereus pada media MX

dan campur secara seksama sehingga kuman uji dan media dapat tercampur rata. Tuangkan sebanyak 7 ml masing-masing kultur media tersebut ke dalam cawan petri steril dan biarkan menjadi beku.

56 dari 82 5.6 Kurva baku

5.6.1 Siapkan tabung reaksi berisi 9 ml susu

5.6.2 Tambahkan masing-masing larutan baku kerja dari tiap konsentrasi ke dalam susu (hitung konsentrasi akhir dalam susu).

5.6.3 Siapkan media agar NV-4, NV-8 dan MX masing-masing sebanyak 5 cawan petri untuk setiap konsentrasi pengenceran.

5.6.4 Ambil kertas cakram steril dengan pinset steril dan letakkan masing-masing 4 buah kertas cakram di atas permukaan media agar.

5.6.5 Teteskan 30 µl setiap pengenceran ke kertas cakram. Inkubasikan 35-370 C selama 16-18 jam. Ukur diameter zona hambatan.

5.6.6 Buat kurva semilogaritmik dari rata-rata diameter zona hambatan yang terbentuk dengan konsentrasi antibiotika. Respon point (RP) diambil darimasingmasing antibiotika dengan zona hambatan berdiameter antara 1,2 -1,5 mm.

5.7 Pengujian contoh susu

5.7.1 Siapkan kultur media untuk masing-masing kelompok antibiotika. Pengujian contoh susu dilakukan secara triplet.

5.7.2 Letakkan kertas cakram steril di atas permukaan kultur media. Tiap cawan petri kultur media berisi 4 buah kertas cakram. Dengan menggunakan pipet steril, tetesi kertas cakram steril dengan contoh susu.

5.7.3 Inkubasikan pada suhu 37o C selama 16-18 jam. Ukur diameter zona hambatan dengan kaliper atau jangka sorong.

5.7.4 Sesuaikan dengan kurva baku

6 Cara menyatakan hasil

Sampel susu dinyatakan positif mengandung residu apabila terbentuk zona hambatan di sekitar kertas cakram, minimal 1 mm lebih besar dari diameter kertas cakram.

Metode-2

1 Ruang lingkup

Standar ini menetapkan metoda skrining residu antibiotika dari susu segar, terutama residu antibiotika golongan penisilin dan golongan tetrasiklin. Batas kepekaan antara 0,1 µg/ml sampai 20 µg/ml tergantung jenis antibiotika.

2 Prinsip

Kultur Bacillus stearothermophillus var calidolactis diinokulasi pada media agar. Teteskan contoh susu pada kertas cakram, letakkan pada media agar, kemudian diinkubasikan pada 550 C selama 2 jam 30 menit. Untuk memastikan adanya residu golongan penisilin, maka penisilinase ditambahkan pada contoh susu sebelum diteteskan pada kertas cakram. Tidak terbentuknya zona hambatan menunjukkan indikasi adanya penisilin karena antibiotika tersebut telah diinaktifkan oleh penisilinase.

3 Bahan Media

a) Skim Milk: Larutkan 100 gr skim milk dalam 1.000 ml air dengan suhu

45-500 C, bagikan ke dalam tabung-tabung reaksi 50 ml, tutup dan otoklaf selama 20 menit pada suhu 1150 C, simpan dalam lemari pendingin hingga saat akan digunakan.

b) Nutrient broth: Larutkan 20 gr tryptone, 10 gr yeast extract, 0,5 gr

dextrose dalam air 1.000 ml dengan suhu 45-500 C, masukan ke dalam tabung

masing-masing 15 ml, tutup dan otoklaf dengan suhu 1210 C selama 15 menit. c) Stok kultur media : Larutkan masing-masing 5 gr pepton, 2 gr yeast

extract dehydrated, 1 gr beef extract, 5 gr natrium klorid dan 12,18 gr agar

dalam 1.000 ml air, ukur agar pH 7,4 kemudian didihkan. Masukkan sejumlah 10 ml kultur media ke dalam tabung, tutup dan otoklaf dengan suhu 1210 C selama 15 menit.

d) Media agar difusi : Larutkan masing-masing 5 gr tryptone, 2,5 gr yeast

extract dehydrated, 1 gr dextrose dan 12,18 gr agar dalam 1.000 ml air, ukur

58 dari 82 e) Larutan stok baku pembanding :

1) Larutan baku penisilin : Larutkan 100 mg benzil-penisilin dengan 100 ml dapar fosfat pH 6 + 0,1. Simpan dalam lemari pendingin (Tahan 2 minggu) 2) Larutan baku penisilin dalam air susu: Encerkan stok baku penisilin dengan air susu sampai konsentrasi 0.006 µg/ml, setara dengan 0,01 IU/ml.

4 Peralatan

a) Cawan petri 100 mm x 12 mm b) Labu erlenmeyer 125 ml

c) Glass beads 5 mm

d) Inkubator 37-65 oC

e) Labu ukur 125 ml dengan tutup f) Gelas piala 100 ml dan 1000 ml g) Otoklaf h) Kertas cakram 8-10 mm i) Wire-loop j) Tabung pembiak 5 ml, 10 ml, 20 ml k) Tangas air 45-100 oC l) Vortex - mixer 5 Prosedur

5.1 Persiapan biakan Bacillus stearothermophillus var calidolactis C 953 5.1.1 Aktivasi ulang biakan (Reactivation culture).

Dengan menggunakan wire loop, tambahkan biakan dalam bentuk freeze dried ke dalam 3 tabung nutrient broth yang masing-masing berisi 10 ml, inkubasikan pada suhu 550 C selama 16 jam.

5.1.2 Stok biakan.

Inokulasikan biakan yang telah diaktivasi ulang tadi ke atas permukaan media, inkubasikan pada suhu 550 C selama 48 jam. Simpan di lemari pendingin (0 - 50 C).

5.1.3 Biakan uji.

Inokulasikan stok biakan menggunakan wire loop ke dalam 10 ml nutrient

broth, inkubasikan pada suhu 550 C selama 6-16 jam .

5.2 Persiapan kultur media agar

5.2.1 Inokulasikan biakan uji ke dalam 5 bagian media agar pada suhu 550 C. Pindahkan 6 ml media agar ke dalam cawan petri, dinginkan.

5.2.2 Persiapan kultur media agar dilakukan pada hari akan dilakukan uji. 5.3 Persiapan cuplikan

5.3.1 Pindahkan 2 ml contoh susu ke dalam tabung 10 ml, masukkan ke dalam penangas air yang bersuhu 800 C selama 10 menit, kemudian dinginkan sampai 400 C.

5.3.2 Celupkan kertas cakram ke dalam contoh susu, letakkan di atas permukaan media agar. Inkubasikan pada suhu 550 C selama 2 jam 30 menit, amati zona hambatan yang terbentuk.

5.3.3 Proses yang sama lakukan terhadap kontrol negatif dan kontrol posistif (Air susu standar tidak dipanaskan ).

5.4 Penetapan

Diameter zona hambatan yang terbentuk tidak boleh kurang dari 12 mm untuk konsentrasi 0.01 IU/ml.

6 Cara menyatakan hasil

Contoh susu dinyatakan positif mengandung residu, bila rata-rata diameter zona hambatan tidak kurang dari 12 mm.

60 dari 82 1 Ruang lingkup

Metode ini digunakan untuk skrining residu kloramphenikol, nitrofuran dan sulfonamida dengan batas kepekaan berturut-turut 10, 5 dan 100 µg/kg.

2 Prinsip

Cuplikan dihomogenisasi dengan etil asetat, supernatan dimurnikan pada kolom silika. Ekstrak ditotolkan pada lempeng kromatografi lapis tipis kinerja tinggi (KLKT), dan setelah dikembangkan maka adanya golongan nitrofuran dapat diketahui dengan pewarna pyridin di bawah UV 366 nm, sedangkan adanya golongan sulfonamida dan khloramfenikol dapat diketahui dengan pewarna stannum klorida dan fluoresamina.

3 Pereaksi

a) Asam asetat, asam borat.

b) Asetonitril, dimetilformamid, dioksana, etil asetat, heksana, metanol. c) Fenolftalein.

d) Piridin, fluoresamina.

e) Kalium klorida, natrium klorida, stannum klorida, natrium sulfat anhidrat.

f) Larutan pereduksi khloramfenikol : Larutkan 0,4 gr stannum klorida dengan 10 ml asam asetat (5%, v/v), tambahkan 1 ml larutan 5% fenolftalein dalam dioksan. Larutan ini tidak stabil sehingga harus dibuat segar setiap kali hendak dipergunakan.

g) Larutan dapar pH 8,3 : Larutkan 19 gr asam borat dan 19,75 gr kalium klorida dalam 800 ml air. Tepatkan pH dengan larutan natrium hidroksida pekat dan himpitkan hingga volume 1.000 ml.

h) Larutan pewarna (pendeteksi): Larutkan 50 mg fluoresamina dalam 500 ml aseton. Larutan akan dapat stabil selama 12 bulan apabila disimpan pada suhu -180C.

i) Gas nitrogen.

1) Larutan stok baku kloramfenikol (CP) : Larutkan 10 mg khloramfenikol baku dalam 10 ml metanol, simpan dalam lemari pendingin.

2) Larutan baku kerja khloramfenikol : Buat seri pengenceran dengan metanol dari larutan stok baku hingga konsentrasi 10 ng/ml.

3) Larutan stok baku nitrofuran (furazolidon, furaltaldon, nitrofurazon atau nitrofurantoin): larutkan 10 mg baku nitrofuran dalam 10 ml dimetilformamida, kemudian himpit hingga volume menjadi 100 ml dengan penambahan metanol. Simpan pada suhu -180 C.

4) Larutan baku kerja nitrofuran : Buat seri pengenceran dengan metanol dari larutan stok baku hingga konsentrasi 0,5 ug/ml.

Catatan: Golongan nitrofuran sangat sensitif terhadap sinar, sehingga harus dihindari kontak langsung dengan sinar. Oleh karena itu semua larutan baku harus dipersiapkan dalam botol berwarna coklat. Seandainya dipergunakan botol berwarna putih, maka botol itu harus dibungkus dengan alumunium foil. 5) Larutan stok baku sulfonamida (sulfametasin, sulfadimetoksin, sulfamonometoksin, sulfonamida atau sulfadiasin): Larutkan 10 mg baku sulfonamida dalam 100 ml metanol. Simpan pada suhu -180 C.

6) Larutan baku kerja sulfonamida : Buat seri pengenceran dengan metanol dari larutan stok baku hingga konsentrasi 1 µg/ml.

k) Kontrol positif: Tambahkan masing-masing 1 ml larutan baku kerja kedalam 1 gram bahan asal hewan.

l) Cartridge Silika Sep Pak Vac 1 ml.

m) Larutan pengembang : campuran etil asetat dan heksana (2:1)

4 Peralatan

a) Pipet otomatis (Finpipette).

b) Bejana kromatograf dan alat penyemprot.

c) Lempeng Si-60 kromatograf lapis tipis kinerja tinggi (KLTKT), tanpa fluorescen 10 x 10 cm atau 20 x 10 cm (Merck).

d) Kotak lampu UV.

e) Catridge Seppak Sil(Waters).

62 dari 82 g) Sentrifus berpendingin. h). Tabung sentrifus 20 ml. i) Oven. j) Vortex-mixer. 5 Prosedur 5.1 Persiapan cuplikan

5.1.1 Masukkan 1 ml susu kedalam tabung sentrifuse 10 ml.

5.1.2 Tambah 0,25 ml etil asetat, campur selama 1 menit diatas vortex /

mixer. Tambah secara perlahan-lahan 1,75 ml etil asetat, sonikasi selama 10

menit.

5.1.3 Sentrifus 3500 rpm selama 10 menit, buang sedimen dan tambahkan 15 ml heksana pada fase etil asetat. Sentrifuse 3500 rpm selama 10 menit. pindahkan fase etil asetat ke dalam tabung 5 ml dan buang sedimen.

5.1.4 Alirkan fasa etil asetat-heksana kedalam Catridge Seppak Sil. Cuci

cartridge dengan 2 ml campuran etil asetat dan heksana (3:1). Cuci kembali

dengan 2 ml campuran 95 bagian asetonitril dan 5 bagian metanol.

5.1.5 Elusi cartridge dengan 2 ml campuran aseton dan heksana (2:1). Tampung eluat pada labu pemekat (labu evaporator)

5.1.6 Keringkan eluat dan larutkan residu dengan 50 µl metanol. 5.2 Penetapan

Totolkan 10 µl ekstraks dengan syringe pada KLT. Teteskan juga setiap larutan baku kerja pada lempeng yang sama. Keringkan pada suhu kamar. Masukkan ke dalam larutan pengembang dalam bejana kromatograf yang telah dipersiapkan sebelumnya. Biarkan larutan pengembang naik hingga sekitar 2 cm dari sisi atas lempeng. Keringkan lempeng pada suhu kamar.

6 Cara menyatakan hasil

6.1 Untuk mengetahui adanya nitrofuran

Semprot lempeng dengan piridin, amati di bawah lampu UV 366 nm. Adanya nitrofuran akan terlihat sebagai bercak atau noda berwarna kuning dengan latar belakang warna ungu. Pada konsentrasi rendah, noda akan terlihat berwarna

biru. Bandingkan dengan noda dari larutan baku kerja. Waktu tambat (retention

time/RF) dari golongan nitrofuran sekitar 0,2.

6.2 Untuk mengetahui adanya sulfonamida atau khloramphenikol

6.2.1 Masukkan lempeng tersebut di atas ke dalam oven selama 10 menit untuk menghilangkan piridin, lalu dinginkan.

6.2.2 Setelah itu semprot dengan larutan stannum klorida hingga lempeng berwarna abu-abu. Biarkan 15 menit dalam ruang gelap, kemudian masukkan ke dalam oven selama 15 menit pada suhu 1100C, dinginkan.

6.2.3 Secara hati-hati semprot dengan larutan natrium hidroksida hingga lempeng berwarna sedikit merah muda.

6.2.4 Semprot dengan larutan dapar borat hingga lempeng sedikit keabu-abuan. Keringkan dalam oven, dinginkan.

6.2.5 Semprot dengan larutan fluoresamina.

6.2.6 Adanya khloramfenikol atau sulfonamida akan terlihat sebagai noda berwarna kuning dengan latar belakang ungu di bawah UV 366 nm. Bandingklan dengan noda dari larutan baku kerja. Waktu tambat khloramfenikol adalah sekitar 0,4 sedangkan sulfonamida adalah sekitar 0,7.

II Identifikasi dan Kuantifikasi Residu Antibiotika

Pendahuluan

Identifikasi dan kuantifikasi residu antibiotika dilakukan untuk mengetahui adanya residu secara kualitatif maupun kuantitatif. Secara kualitatif dapat mengetahui jenis residu antibiotika dan secara kuantitatif dapat diketahui tingkat kandungan (konsentrasi) residu antibiotika dengan menggunakan standar pembanding.

A Residu Khloramfenikol

1 Ruang lingkup

64 dari 82 2 Prinsip

Cuplikan diekstraksi, dihilangkan kandungan lemak, protein dan airnya. Dimurnikan melalui kolom silika dan dianalisa mempergunakan Kromatograf Kinerja Tinggi (KCKT) dengan UV detektor pada panjang gelombang 270 nm.

3 Pereaksi

a) Asam asetat 0,2 M: larutkan 11,5 ml asam asetat glasial dalam 1 liter air.

b) Asetonitril, etil asetat, heksana, kloroform dan metanol.

c) Larutan dapar asetat pH 4,6: atur pH dengan penambahan natrium asetat.

d) Natrium sulfat anhidrat.

e). Eluen untuk kolom silika : campuran khloroform dan metanol (9:1). f) Larutan stok baku: larutkan 10 mg khloramfenikol baku pembanding dengan 10 ml air.

g) Larutan baku kerja: buat seri pengenceran larutan stok baku sampai konsentrasi 1 µg/ml.

h) Fase gerak untuk KCKT: campuran asetonitril dan air (3:7).

4 Peralatan

a) Silika kolom: Catridge Seppak Sil (Waters) b). Wol kaca

c) Homogeniser

d) Kromatograf Cair kinerja Tinggi (KCKT) dengan detektor UV-Vis, kolom fase terbalik C-18.

e) Kertas saring Whatman no.4 dan kertas saring 0,45 Fm. f) Rotavapor dan labu rotavapor 50 ml.

h) Sentrifus dan tabung sentrifus 100 ml. i) Tangas ultra sonnnik.

5 Prosedur

5.1 Persiapan cuplikan

5.1.1 Timbang 10 gram cuplikan, masukan ke dalam tabung sentrifus 100 ml, tambah 100 ml etil asetat dan homogenisasi. Sentrifus 300 rpm selama 10 menit.

5.1.2 Ambil 50 ml supernatan dan keringkan melalui natrium sulfat anhidrat 5.1.3 Keringkan dan larutkan ekstraks dengan 50 ml larutan asam asetat 0,2 M Pindahkan ke dalam labu pisah 300 ml. Ekstraksi dengan 100 ml n-heksana. Buang lapisan n-n-heksana.

5.1.4 Ekstraksi fase dengan 2 x 40 ml etil asetat, kocok, biarkan terpisah. Tampung lapisan etil asetat dan evaporasi sampai kering. Larutkan residu dengan 10 ml kloroform. Alirkan ke silika kolom. Cuci cartridge dengan 10 ml kloroform. Elusi dengan eluen dan tampung eluat pada labu rotavapor. 5.1.5 Keringkan dengan rotavapor di atas penangas air, larutkan ekstraks dalam 0,5 ml fase gerak dan saring.

5.2 Penetapan

5.2.1 Suntikkan 50 µl ke dalam KCKT yang dilengkapi dengan kolom analitik C-18, menggunakan fase gerak campuran asetonitril dan air (3:7), laju aliran 1 ml/menit, detektor UV 270 nm.

5.2.2 Amati waktu tambat dan puncak atau area kromatogram cuplikan dan larutan baku.

6 Cara menyatakan hasil

6.1 Secara kualitatif: adanya puncak dalam kromatogram yang mempunyai waktu tambat (waktu retensi/retention time) yang sama dengan baku (standar) antibiotika menunjukkan adanya residu.

66 dari 82 6.2 Secara kuantitatif:

6.2.1 Dengan membandingkan tinggi puncak atau luas area di bawah puncak dari larutan ekstrak cuplikan dengan larutan baku standar.

6.2.2 Menggunakan kurva kalibrasi larutan baku kerja: a) Buat minimal 6 konsentrasi larutan baku kerja.

b) Buat kurva kalibrasi atau persamaan linear dari tinggi puncak atau luas area di bawah puncak terhadap konsentrasi pada kertas semilogaritma.

c) Hitung konsentrasi cuplikan dari tinggi puncak cuplikan atau luas area di bawah puncak ke dalam kurva kalibrasi atau persamaan yang diperoleh. Catatan :

Tinggi puncak atau luas area di bawah puncak dalam kromatogram dapat diukur secara otomatis dengan mempergunakan integrator/komputer atau secara manual.

B Residu tetrasiklin (TC)

1 Ruang lingkup

Standar ini menetapkan metoda untuk identifikasi dan kuantifikasi residu tetrasiklin dalam susu dengan batas kepekaan 0,01 - 0,05 mg/kg.

2 Prinsip

Cuplikan diekstraksi, dipisahkan dari lemak, protein dan air. Ekstrak yang diperoleh dianalisa menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dengan UV detektor pada panjang gelombang 350 nm.

3 Pereaksi

a) Etylen diamine tetraacetic acid (EDTA).

c) Hexana d) Etylacetat

e) Natrium sulfat (Na2SO4) anhidrat f) Natrium dihidrogen fosfat

g) Larutan stok baku: larutkan 20 mg dari masing-masing baku oksitetrasiklin, klortetrasiklin dan doksisiklin dalam 20 ml metanol

h) Larutan baku kerja: buat seri pengenceran larutan stok baku hingga konsentrasi 10 µg/ml

i) Fase gerak untuk KCKT yaitu campuran metanol, asetonitril dan asam oksalat 0,02 M (1:1:8)

4 Peralatan

a) Labu erlenmeyer 250 ml b) Corong pisah 250 ml

c) Rotavapor dan labu rotavapor 100 ml

d) Kromatograf Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dengan kolom U Bondapak, detektor UV

e) Corong

f) Kertas saring Whatman no. 41 g) Sentrifuse

5 Prosedur

5.1 Persiapan cuplikan

5.1.1 Masukkan 20 ml contoh susu ke dalam erlenmeyer 250 ml 5.1.2 Tambahkan 2 gr EDTA, kocok

68 dari 82

5.1.4 Masukkan filtrat ke dalam labu erlenmeyer 250 ml, tambahkan 15 ml hexana dan kocok. Buanglah lapisan hexana dan ambillah lapisan air. Lakukan penambahan hexana sebanyak 2 kali.

5.1.5 Tambahkan 20 ml etilasetat pada lapisan air lalu kocok. Buang lapisan air dan kumpulkan lapisan etilasetat. Lakukan penambahan etilasetat sebanyak 2 kali.

5.1.6 Tambahkan natrium sulfat anhydrat pada lapisan etilasetat, kemudian saring dengan kertas saring.

5.1.7 Uapkan filtrat dengan rotavapor hingga kering, kemudian tambahkan 1 ml fase gerak pada sisa penguapan, lalu kocok.

5.1.8 Sentrifus pada kecepatan tinggi (10.000 rpm). Pisahkan larutan yang jernih dari kotoran.

5.1.9 Larutan siap dianalisa pada KCKT.

5.2 Penetapan

5.2.1 Suntikkan 50 µI larutan ke dalam KCKT dengan mempergunakan kolom fase terbalik C-18. Fase gerak campuran metanol, asetonitril dan asam oksalat 0,02 M (1:1:8), kecepatan aliran 1 ml/menit. Dengan UV detektor pada panjang gelombang 350 nm.

5.2.2 Amati waktu tambat dan puncak atau area kromatogram cuplikan dan larutan baku.

6 Cara menyatakan hasil

Lihat cara menyatakan hasil dalam residu khloramfenikol.

1 Ruang lingkup

Standar ini menetapkan metoda untuk identifikasi dan kuantifikasi residu penisilin dalam susu dengan batas kepekaan 0,01 - 0,05 mg/kg.

2 Prinsip

Cuplikan diekstraksi, dipisahkan dari lemak, protein dan air. Ekstrak yang diperoleh dianalisa menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dengan UV detektor pada panjang gelombang 350 nm.

3 Pereaksi

a) Asam fosfat (H3PO4) pekat b) Acetonitril

c) NaCl

d) Dichlorometana (CH2Cl2)

e) Fase gerak untuk KCKT yaitu: KH2PO4 0.01M : Metanol : CH3CN (50:20:30) 4 Peralatan a) Labu erlenmeyer 250 ml b) Corong pisah 250 ml c) Labu florentine 100 ml d) Corong e) Glasswool

f). Kertas saring Whatman no. 41 g) Rotavapor

h). Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dengan kolom U Bondapak, Detektor UV

70 dari 82 5 Prosedur

5.1 Masukkan 20 ml contoh susu ke dalam labu erlenmeyer 250 ml. 5.2 Tambahkan 7 tetes asam fosfat (H3PO4) pekat, lalu kocok. 5.3 Tambahkan 40 ml acetonitril dan kocok selama 30 menit. 5.4 Saring dengan glasswool dan ambil 30 ml filtrat.

5.5 Masukkan filtrat ke dalam labu kocok 250 ml.

5.6 Tambahkan 3 gram NaCl dan ekstrak 2 kali dengan dichlorometan (CH2Cl2) kemudian kocok.

5.7 Kumpulkan fase CH2Cl2 ke dalam labu florentine, kemudian uapkan dengan rotavapor hingga hampir kering.

5.8 Tambahkan 1 ml fase gerak pada sisa penguapan. 5.9 Larutan siap diinjeksikan pada KCKT.

Uji kebersihan

1 Ruang lingkup

Standar ini menetapkan metode pengujian kebersihan penanganan susu di perusahaan atau di tempat produksinya apakah telah dilakukan dengan cara yang baik dan benar.

2 Prinsip

Kotoran dan benda asing yang terdapat di dalam susu akan tertinggal di kertas saring atau saringan yang akan tampak dengan mata telanjang.

3 Perekasi Tidak diperlukan.

4 Peralatan

a) Botol susu khusus (tidak memiliki dasar) berkapasitas 500 ml yang dilengkapi dengan alat penjepit penyaring pada bagian leher botol.

b) Labu erlenmeyer.

c) Corong berdiameter 15 cm. d) Kapas penyaring khusus.

5 Prosedur

Catatan: untuk pengujian ini diperlukan minimal 500 ml susu dan jumlah ini harus seragam dalam satu seri pemeriksaaan.

5.1 Atur posisi “botol susu” dengan bagian leher yang dilengkapi kapas penyaring berada di bawah. Letakkan corong pada dasar botol susu.

5.2 Tuangkan contoh susu ke dalam “botol susu” secara perlahan-lahan melalui dinding dengan bantuan corong dan hasil penyaringan tersebut ditampung dalam labu erlenmeyer.

72 dari 82

5.3 Setelah semua susu melalui saringan, saringan diambil dan dikeringkan di udara atau diinkubasikan kemudian dibandingkan dengan kapas penyaring khusus yang belum dipakai.

6 Hasil uji

Hasil positif ditunjukkan dengan adanya kotoran yang tersangkut dalam saringan, dan dapat berupa bulu sapi, rumput, sisa makanan, tinja dan lain-lain.

Uji pemalsuan

1 Uji terhadap penambahan susu masak

1.1 Ruang Lingkup

Standar ini menetapkan metode pengujian kemungkinan adanya pemalsuan pada susu segar berupa penambahan susu yang telah mengalami pemanasan dengan uji Storch.

1.2 Prinsip

Di dalam susu segar terdapatenzim peroksidase yang akan terurai/musnah oleh pemanasan di atas 750C. Enzim ini akan membebaskan oksigen dari larutan peroksida yang ditambahkan ke dalam susu. Oksigen akan bersenyawa dengan zat pemulas sehingga warnanya berubah.

1.3 Pereaksi

a) Larutan paraphenildiamin 2% dalam air b) Larutan hidrogen peroksida (H2O2) 0,2 - 1 %

1.4 Peralatan Tabung reaksi

1.5 Prosedur

1.5.1 Masukkan 5 ml contoh susu ke dalam tabung reaksi, kemudian tambahkan 2 tetes larutan paraphenildiamin 2%.

1.5.2 Tambahkan 1-4 tetes larutan H2O2 (0,2 - 1 %) dan amati terjadinya perubahan warna.

74 dari 82 1.6 Hasil uji

Hasil uji dinyatakan dengan hasil positif atau negatif. Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna biru.

2 Uji terhadap penambahan gula

2.1 Ruang lingkup

Standar ini menetapkan metoda pengujian kemungkinan adanya pemalsuan susu dengan penambahan gula yang bisa berasal dari gula pasir, sakarin, air kelapa atau susu kental manis dengan cara uji Conradi.

2.2 Prinsip

Uji ini digunakan untuk membuktikan adanya sakarosa. Gula akan terhidrolisa oleh HCl pekat menjadi 4-hidroksi metil furfural. Furfural dan turunannya akan

Dokumen terkait