• Tidak ada hasil yang ditemukan

Back to Nature: Bentuk Partisipasi

Dalam dokumen 20101104214711 Otonomi Daerah Masalah Pe (Halaman 80-84)

BAB III. OTONOMI DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

D. Back to Nature: Bentuk Partisipasi

Gerakan-gerakan massa yang sangat populer dalam upaya membangun kesadaran masyarakat adalah Gerakan Pelestarian Lingkungan Hidup. Gerakan pelestarian disadari sebagai upaya melestarikan kehidupan manusia itu sendiri. Perusakan lingkungan yang kerap dilakukan seringkali berekses negatif terhadap hidup manusia. Penggundulan hutan merupakan kasus perusakan lingkungan yang banyak terjadi di Indonesia dan menyebabkan kerugian yang sangat besar seperti, kekeringan di musim kemarau, banjir serta tanah longsor di musim penghujan yang menelan korban, harta dan nyawa. Kasus lain yang dapat dijadikan contoh sebagai bentuk perusakan lingkungan adalah penggunaan produk penunjang pertanian yang artifisial dan transgenik. Dalam berbagai penelitian, terungkap fakta bahwa penggunaan produk penunjang pertanian yang artifisial dan transgenik dapat menyebabkan penyakit, yang disebabkan oleh penggunaan kandungan bahan kimia dalam jumlah besar dan massal.

Gerakan pelestarian lingkungan hidup biasanya dilakukan oleh sekelompok masyarakat yang memiliki kepedulian terhadap isu-isu pembangunan dan berbagai kebijakan pemerintah yang berpotensi merusak kelestarian alam sehingga merugikan masyarakat luas. Eskalasi gerakan pelestarian lingkungan hidup ini semakin besar skalanya tatkala berbagai perusahaan multinasional (Multi National Corporation/MNC’s) melakukan investasi besar-besaran di negara Dunia Ketiga dengan cara membangun pabrik yang kerapkali mengabaikan dampak negatifnya terhadap lingkungan.

Gerakan pro-lingkungan secara global dimotori oleh sebuah lembaga nirlaba seperti Greenpeace yang banyak mensponsori aksi-aksi penyelamatan lingkungan dan konservasi alam. Di tahun 1990-an, kelompok-kelompok semacam ini menghimbau masyarakat untuk meminimalkan penggunaan plastik yang menyebabkan polusi tanah karena plastik merupakan bahan yang tidak dapat diurai sehingga mengganggu produktivitas tanah dan menghambat peresapan air. Aksi-aksi pro-lingkungan juga menyikapi berbagai aktivitas MNC’s yang menginvestasikan modalnya di negara Dunia Ketiga dan mengubah komoditas petani untuk menanam komoditas yang dibutuhkan MNC’s. Akhirnya, petani menjadi tergantung terhadap perusahaan dan meninggalkan tradisi keberagaman pola tanam komoditi pertanian.

Kasus-kasus seperti itu banyak terdapat di negara-negara Dunia Ketiga sebagai sasaran investasi para pengusaha fast food yang melakukan ekspansi besar-besaran. Restoran-restoran tersebut mensyaratkan keseragaman rasa dan model penyajian bagi para pemegang lisensi. Untuk menjamin kesamaan kualitas, maka rata-rata bahan yang dipasok setidaknya harus disesuaikan dengan kriteria pemilik lisensi. Untuk menjamin pasokan, maka dibangunlah pabrik-pabrik yang memproduksi bahan baku restoran cepat saji.

Persoalannya bukan hanya pada buruknya kondisi kerja pabrik-pabrik pemasok. Tetapi juga rendahnya upah buruh yang terjadi di negara-negara miskin tempat investor menanamkan investasinya. Sebagai perbandingan, buruh pemetik strawberi di California, Amerika Serikat mendapatkan upah sebesar US$ 5,5 per jam. Sedangkan untuk pekerjaan yang sama, buruh di desa-desa di Mexico dan Guatemala hanya dibayar sekitar US$ 5 per minggu. Belum lagi kerusakan lingkungan yang disebabkan pembukaan hutan untuk mendirikan pabrik-pabrik tersebut di negara-negara Dunia Ketiga. Kondisi ini tidak disadari oleh para buruh dan petani yang terlibat dalam sistem kapitalis global ini, tetapi beberapa kelompok masyarakat menyadari bahwa ada yang harus dilakukan untuk menyelamatkan lingkungan. 15

Di negara-negara maju, fungsi kontrol masyarakat terhadap pembangunan yang memiliki dampak terhadap lingkungan sangat

kuat. Dalam publikasi Orgaization for Economic Cooperation and Development (OECD) tentang “Public Participation and Environmen-tal Matters” dikemukakan tentang peran serta masyarakat sebagai berikut:

Public participation can be seen as an essential means for increasing environmental “as well as political awareness, for clari-fying the choice to be made, and for seeking social concensus on the balance to be sought between economic development and environmental concern. (Partisipasi masyarakat dapat dipandang sebagai sumbangan yang sangat esensial untuk meningkatkan kualitas lingkungan “sama pentingnya dengan peringatan politis, untuk mengklarifikasikan keputusan yang akan diambil, dan untuk mencari konsensus sosial untuk keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan kepentingan lingkungan) (Hagul, 1992).

Keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan pelestarian kemampuan lingkungan merupakan prinsip yang sangat penting, maka hal tersebut dimasukkan dalam Undang-undang tentang Lingkungan Hidup dengan istilah “pembangunan berwawasan lingkungan” sebagai “upaya sadar dan berencana dalam menggunakan dan mengelola sumber daya secara bijaksana dalam pembangunan yang berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup. Menurut Lothar Gundling, dasar-dasar bagi adanya peran serta tersebut adalah:

1) memberi informasi kepada pemerintah;

2) meningkatkan kesediaan masyarakat untuk menerima keputusan;

3) membantu perlindungan hukum;

4) mendemokratisasikan pengambilan keputusan.

Di negara-negara maju yang telah memiliki critical mass atau masyarakat yang kritis, berbagai bentuk peran serta telah dikembangkan. Di Belanda misalnya dikenal lembaga ‘inspraak’ yang merupakan satu alat dalam melaksanakan fungsi-fungsi demokrasi. Inspraak merupakan teknik sosial, bukan tujuan dan tidak merupakan

substitusi dari keputusan-keputusan Dewan Perwakilan Rakyat. Inspraak tersebut mempunyai tiga unsur, yaitu:

1) dilaksanakan secara terorganisasi

2) diskusi dilakukan dengan lembaga eksekutif dan perencana di mana terdapat hak berbicara (spreekrecht) dan kewajiban mendengarkan (luisterplicht);

3) hasil dari inspraak sampai batas yang wajar dapat mem-pengaruhi keputusan akhir dari pemerintah.

Inspraak dilakukan pada fase formulasi gagasan, perencanaan dan penetapan suatu proyek. Di Kanada telah dikembangkan com-munity hearings, yang bersifat informal, di mana penduduk secara bebas dan terbuka dapat mengemukakan pendapat dan ke-risauannya. Di dalam community hearings ini tidak terdapat pendekatan ‘cross examination’ sebagaimana lazim digunakan dalam public inquiries yang bersifat formal. Adanya suatu kombinasi antara kedua bentuk hearings (formal dan informal) merupakan sesuatu yang menguntungkan, karena dengan demikian diperoleh jumlah dan keanekaragaman informasi serta pendapat yang cukup luas.

Bentuk kontrol sosial yang sama dibentuk di Jerman dan dikenal dengan “planningcells” atau “citizen panels” yang merupakan kelompok-kelompok yang bersifat temporer guna membicarakan bersama berbagai kegiatan dan dibentuk untuk kurun waktu 3 hari sampai dengan 3 minggu. Teknik lain juga dikembangkan di Amerika Serikat adalah apa yang disebut sebagai Citizen Review Boards. Di dalam badan ini wewenang pengambilan keputusan didelegasikan kepada wakil-wakil warga masyarakat yang dipilih atau diangkat dalam badan tersebut. Wewenang yang diberikan untuk meninjau berbagai alternatif rencana dan untuk memutuskan rencana mana yang akan dilaksanakan. Bentuk pembangunan apa yang cocok untuk masyarakat dalam rangka penyaluran peran tersebut, merupakan sesuatu yang perlu dipelajari dengan mempertimbangkan pola budaya, adat-istiadat, aspirasi, yang ada dalam masyarakat. Peran serta masyarakat nantinya akan diatur dalam peraturan tersendiri.

Bentuk partisipasi masyarakat sadar lingkungan ini dimiliki oleh negara-negara maju yang tingkat pendidikan penduduknya relatif tinggi. Masyarakat negara-negara Dunia Ketiga pada umumnya belum memiliki daya kritis untuk mengklarifikasi bentuk pembangunan yang dibutuhkan dan model pembangunan yang sesuai dengan kultur mereka. Untuk itu, yang diperlukan adalah upaya membangun kesadaran agar masyarakat mampu mengoptimalkan kemampuan-nya untuk dapat mengembangkan diri, dan mengkritisi kebijakan yang dibuat pemerintah.

E. Penggalian Potensi Sosial Budaya dan Alam:

Dalam dokumen 20101104214711 Otonomi Daerah Masalah Pe (Halaman 80-84)