• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG HAK PERLINDUNGAN

C. Badan Perlindungan Konsumen dan Pengawasannya

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen memungkinkan penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan [Pasal 45 ayat (1) jo, Pasal 23 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen]. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan dilaksanakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian dan/atau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita oleh Konsumen ( Pasal 47 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen).36 Dengan cara ini dimaksudkan supaya persoalan antara konsumen dan produsen dapat segera ditemukan jalan penyelesaian. Namun demikian, tidak tertutup kemungkinan persoalan diselesaikan melalui pengadilan.

Penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan ini sama seperti penyelesaian sengketa dengan jalan negosiasi, konsultasi, konsiliasi, mediasi, ataupun arbitrase.

Penjelasan Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pada pokoknya menyatakan:

1. Penyelesaian sengketa konsumen (di luar pengadilan) tidak menutup kemungkinan penyelesaian damai oleh para pihak yang bersengketa.

2. Pada setiap tahap diusahakan untuk menggunakan penyelesaian damai oleh kedua belah pihak yang bersengketa.

3. Penyelesaian secara damai oleh penyelesaian yang dilakukan oleh kedua belah pihak yang bersengketa ( pelaku usaha dan konsumen ) tanpa melalui

36

peradilan atau Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dan tidak bertentangan dengan undang-undang ini. 37

Menurut Pasal 47 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan ini bertujuan untuk mencapai kesepakatan atau perdamaian. Jadi, baik negosiator, konsultan, konsiliator, mediator, maupun arbiter berusaha mencapai kesepakatan atau perdamaian dalam menyelesaikan sengketa konsumen.

Demikian halnya dengan majelis BPSK sedapat mungkin mengusahakan tercapainya kesepakatan antara produsen-pelaku usaha dan konsumen yang bersengketa. Penyelesaian sengketa melalui BPSK ini memuat unsur perdamaian yang harus di usahakan. Namun, harus diingat bahwa sengketa konsumen tidak boleh diselesaikan dengan perdamaian saja sebab ketentuan hukum harus terus di pegang. Dengan demikian, BPSK menyelesaikan sengketa konsumen dengan memeriksa dan memutus sengketa tetap berdasarkan hukum.38 Artinya BPSK saat menjalankan perannya dalam penyelesaian sengketa tetap berpegang pada ketentuan dan tegaknya undang-undang (hukum) yang berlaku. 39

Untuk membantu penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, undang-undang ini memperkenalkan sebuah lembaga yang bernama Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen ( BPSK ). Penyelesaian sengketa konsumen melalui BPSK termasuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan dan mirip dengan badan arbitrase. Badan ini merupakan badan hasil bentukan pemerintah

37

Ibid

38

Di peradilan umum, dalam perkara perdata, ada ketentuan bahwa hakim berusaha mendamaikan para pihak yang beperkara

39

yang berkedudukan di ibukota Daerah Tingkat II Kabupaten/Kota (Pasal 49 ayat 1 Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen).

Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) adalah lembaga yang memeriksa dan memutus sengketa konsumen, yang bekerja seolah-olah sebagai sebuah pengadilan. Karena itu, BPSK dapat disebut sebagai peradilan kuasi.

Terdapat dua fungsi BPSK, pertama sebagai instrument hukum penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan. Tugas tugas BPSK pada pasal 52 butir e,f,g,h,i,j,k,l dan m UUPK terserap kedalam fungsi utama tersebut. Penyelesaian sengketa konsumen, dilakukan dengan tiga cara yaitu:

1. konsiliasi 2. mediasi, dan; 3. arbitrase40

Cara konsiliasi ditempuh atas inisiatif salah satu pihak atau para pihak, sedangkan majelis BPSK bersikap pasif. Majelis BPSK bertugas sebagai pemerantara antara para pihak yang bersengketa.

Di dalam konsiliasi, seorang konsiliator akan mengklarifikasikan masalah-masalah yang terjadi dan bergabung di tengah-tengah para pihak, tetapi kurang aktif dibandingkan dengan seorang mediator dalam menawarkan pilihan-pilihan penyelesaian suatu sengketa. Konsiliasi menyatakan secara tidak langsung suatu kebersamaan suatu pihak dimana pada akhirnya kepentingan-kepentingan bergerak mendekat dan selanjutnya didapat suatu penyelesaian yang memuaskan

40

Yusuf Shofie, 2008, Kapita Selekta Hukum Perlindungan Konsumen, PT Citra Aditya Bakti, Bandung hlm. 123

kedua belah pihak.41 Rekonsiliasi menyatakan secara tidak langsung kebersamaan pihak-pihak yang bersengketa yang dahulunya berkawan atau berkongsi, kini mereka berselisih atau bertengkar. Pandangan-pandangan yang berbeda coraknya diantara para pihak harus dipertemukan dengan teliti.

Sama halnya dengan konsiliasi, cara mediasi ditempuh atas inisiatif salah satu pihak atau para pihak. Bedanya dengan yang pertama, pada mediasi, Majelis BPSK bersikap aktif sebagai pemerantara atau penasihat.42

BPSK berkedudukan di Kabupaten/Kota dibentuk melalui keputusan Presiden, dengan susunan:

1. Satu orang ketua merangkap anggota

2. satu orang wakil ketua merangkap anggota;dan 3. 9 sampai dengan 15 orang anggota.

Anggota BPSK terdiri atas unsur-unsur: pemerintah, konsumen, dan pelaku usaha, yang masing-masing unsur diwakili oleh sekurang-kurangnya 3 orang dan sebanyak banyaknya 5 orang. Anggota BPSK ditetapkan oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan.43

Etika penyelesaian sengketa konsumen mendesak untuk dirumuskan oleh para anggota BPSK sebagai panduan/pegangan moral bagi setiap anggota BPSK dalam menjalankan tugasnya menyelesaikan sengketa konsumen yang diajukan oleh konsumen. Etika penyelesaian sengketa konsumen diperlukan terutama untuk : 41 Ibid hlm. 124 42 Ibid 43 Ibid hlm. 184

1. Mewujudkan gagasan paternalisme UUPK

2. Menciptakan korps BPSK yang bersih dan disegani untuk menjaga standar mutu putusan-putusan BPSK.44

Namun satu hal yang harus diperhatikan disini yaitu etika penyelesaian sengketa konsumen bukan untuk melindungi pelanggaran-pelanggaran etik atau bahkan pelanggaran-pelanggaran hukum anggota BPSK di dalam menjalakan tugasnya.

Untuk memperlancar tugasnya, BPSK dibantu oleh sekretariat yang dipimpin oleh seorang kepala sekretariat dan beberapa anggota sekretariat. Kepala dan anggota sekretariat diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan.

Untuk dapat diangkat menjadi anggota BPSK, menurut pasal 49 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen harus memenuhi syarat:

a. Warga Negara Republik Indonesia; b. Berbadan sehat;

c. Berkelakuan baik;

d. Tidak pernah dihukum karena kejahatan;

e. Memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang perlindungan konsumen; f. Berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun. 45

Pembentukan BPSK telah dimulai sejak tahun 2001 dengan keluarnya Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 90 Tahun 2001. Berdasarkan keputusan presiden tersebut telah dibentuk BPSK di 10 daerah , yaitu di kota Medan, Palembang, Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Malang, dan Makassar. Secara berangsur-angsur, BPSK kemudian

44

Yusuf Shofie, 2008, Kapita Selekta Hukum Perlindungan Konsumen, PT Citra Aditya Bakti, Bandung hlm. 135

45

didirikan di berbagai kota dan kabupaten di Indonesia, dan sampai tahun 2012 sudah banyak BPSK yang didirikan di kabupaten/kota.

Tugas dan wewenang BPSK menurut Pasal 52 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen meliputi:

a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi;

b. Memberikan konsultasi perlindungan konsumen;

c. Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku;

d. Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam undang-undang ini;

e. Menerima pengaduan, baik tertulis maupun tidak tertulis dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;

f. Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen; g. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap

perlindungan konsumen;

h. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan/atau setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap undang-undang ini;

i. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud pada huruf g dan huruf h, yang tidak bersedia memenuhi panggilan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK);

j. Mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan;

k. Memutuskan dan menetepkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak konsumen;

l. Memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;

m. Menjatuhkan sanksi administrative kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini. 46

Mencermati tugas dan wewenang BPSK sebagaimana disebutkan di atas, dapat dikatakan bahwa BPSK ini lebih luas dari sebuah badan peradilan perdata. Karena selain yang berkaitan dengan perkara, BPSK ini sudah sampai pula pada tugas konsultasi yang merupakan tugas dan wewenang Badan Perlindungan

46

Konsumen Nasional (BPKN) dan pengawasan yang merupakan tugas dan wewenang pemerintah, masyarakat, dan LSM. Sebaiknya, tugas dan wewenang BPSK ini dapat mencapai tujuannya. Idealnya BPSK ini adalah sebuah lembaga arbitrase yang tugas-tugasnya berada pada lingkup mencari pemecahan/penyelesaian sengketa konsumen dengan jalan kesepakatan atau perdamaian dalam kerangka hukum yang berlaku. Dengan tugas seperti ini maka BPSK dapat dengan segera memberikan putusannya untuk mengakhiri sengketa konsumen. Diharapkan dengan penyelesaian sengketa yang sederhana dan singkat, tidak diperlukan lagi penyelesaian sengketa melalui pengadilan yang cenderung lama dan berlarut-larut.

Perlindungan hukum bagi konsumen di Indonesia didasarkan pada 3 prinsip, yaitu prinsip perlindungan kesehatan/harta konsumen, prinsip perlindungan atas barang dan harga serta prinsip penyelesaian sengketa secara patut. Di samping itu UUPK juga secara tegas memuat prinsip ganti kerugian subjek terbatas dan prinsip tanggung gugat berdasarkan kesalahan dengan beban pembuktian terbalik. Namun demikian, UUPK masih memiliki kekurangan-kekurangan karena mengatur ketentuan yang secara prinsipil bersifat kontradiktif, yaitu di satu pihak menutup kemungkinan bagi produsen untuk mengalihkan tanggung gugatnya kepada konsumen, akan tetapi di pihak lain tetap memungkinkan untuk diperjanjikan batas waktu pertanggung gugatan. Walaupun masih terdapat kekurangan UUPK namun secara umum semakin membebani produsen untuk bertanggung gugat terhadap kerugian yang dialami oleh konsumen, sehingga untuk mengantisipasi kemungkinan tanggung gugatnya kepada konsumen,

produsen dapat melakukan perjanjian asuransi dengan perusahaan asuransi tertentu.47

D. Perlindungan Konsumen Pengguna Jasa Penerbangan Ditinjau Dari

Dokumen terkait