• Tidak ada hasil yang ditemukan

Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)

Dalam dokumen BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISA (Halaman 23-34)

2.2. Hasil Penelitian dan Analisa

2.2.1. Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)

H.A.W. Widjaja menyatakan bahwa desa adalah sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak

asal-36

usul yang bersifat istimewa. Landasan pemikiran dalam mengenai Pemerintahan Desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli,

demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat.35

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa sebagai dasar hukum pertama yang mengatur mengenai desa tersebut menjelaskan bahwa desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah Camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kemudian pada tahun 1999 dasar hukum mengenai desa tersebut kembali diperbaharui dengan disah-kannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah menjelaskan bahwa desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan Nasional dan berada di daerah kabupaten.

Tidak berhenti pada tahun tersebut, setelah beberapa tahun akhirnya pemerintah menanggapi serius dalam hal dasar hukum pengaturan mengenai desa tersebut, pada tahun 2014 pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang berlaku hingga saat ini. Dalam UU Desa tersebut menjelaskan bahwa desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan

35 H.A.W. Widjaja, Pemerintahan Desa dan Administrasi Desa menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 3.

37

pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa

masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Maka dalam hal tersebut desa adalah masyarakat hukum yang memiliki wilayah sediri dan memiliki pemerintahan desa sendiri yang memiliki hak tradisional serta hak asal usul yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Indonesia.

Dengan diterbitkannya UU Desa No. 6/2014 yang mengandung asas rekognisi-subsidaritas ini menuntut desa untuk dapat mengurus rumah tangganya sendiri. Hal tersebut menunjukkan pada Pemerintah Desa berwenang untuk mendirikan BUMDes yang dikelola dengan semangat kekeluargaan dan gotong-royong yang dapat bergerak di bidang ekonomi, pedagangan, pelayanan jasa maupun pelayanan umum lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Namun dalam hal tersebut BUMDes ini tidak hanya mengejar keuntungan keuangannya saja. BUMDes ini juga mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat desa. Sumber pendanaan BUMDes ini juga dibantu oleh Pemerintah, Pemerintah daerah provinsi, Pemerintah daerah Kabupaten/Kota, dan Pemerintah desa. Pemerintah mendorong BUMDes dengan memberikan hibah dan atau akses permodalan, melakukan pendampingan teknis dan akses ke pasar, dan memprioritaskan BUMDes dalam pengelolaan sumber daya alam di desa.

Selain itu kewenangan desa yang diatur dalam UU Desa No. 6/2014 meliputi:

38

b. Kewenangan berdasarkan hak asal-usul; c. Kewenangan lokal berkala desa;

d. Kewenangan yang ditugaskan pemerintah daerah provinsi, pemerintah kota/kabupaten kota;

e. Kewenangan lain yang ditugaskan oleh pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pendirian BUMDes yang didasarkan oleh tujuan utama BUMDes sesuai dengan UU Desa, yaitu:

1. Meningkatkan perekonomian desa.

2. Mengoptimalkan aset desa agar bermanfaat untuk kesejahteraan desa. 3. Meningkatkan usaha masyarakat dalam pengelolaan potensi ekonomi

desa.

4. Menembangkan rencana kerjasama usaha antar desa dan/atau dengan pihak ketiga.

5. Menciptakan peluang dan jaringan pasar yang mendukung kebutuhan layanan umum warga.

6. Membuka lapangan kerja.

7. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui perbaikan pelayanan umum, pertumbuhan dan pemerataan ekonomi desa.

8. Meningkatkan pendapatan masyarakat desa dan pendapatan asli desa. Chabib Soleh menjelaskan bahwa pendirian BUMDes memiliki beberapa

asas yang perlu dipenuhi, yaitu:36

36 Chabib Soleh, Dialektika Pembangunan dengan Pemberdayaan, Fokus Media, Bandung, 2014, hlm. 83-84.

39

a) Asas Kesukarelaan, maksudnya keterlibatan seseorang dalam kegiatan pemberdayaan melalui kegiatan BUMDes yang harus dilakukan tanpa adanya paksaan, tetapi atas dasar keinginannya sendiri yang didorong oleh kebutuhan untuk memperbaiki dan memecahkan masalah kehidupan yang dirasakannya.

b) Asas Kesetaraan, maksudnya semua pihak pemangku kekuasaan yang berkecimpung di BUMDes memiliki kedudukan dan posisi yang setara, tidak ada yang tinggikan dan tidak ada yang direndahkan. c) Asas Musyawarah, maksudnya semua pihak diberikan hak untuk

mengemukakan gagasan atau pendapatnya dan saling menghargai perbedaan pendapat. Dalam pengambilan keputusan harus dilakukan musyawarah untuk mencapai mufakat.

d) Asas Keterbukaan, dalam hal ini semua yang dilakukan dalam kegiatan BUMDes dilakukan secara terbuka, sehingga tidak menimbulkan kecurigaan, dan menumpuk rasa saling percaya, sikap jujur dan saling peduli satu sama lain.

Pendirian BUMDes tersebut yang merujuk pada Permendesa No. 4 Tahun 2015 ini menjelaskan bahwa sifat usaha dari BUMDes tersebut adalah Badan Usaha yang mekanisme pembentukkannya berdasarkan musyawarah desa, yang dapat membentuk kegiatan usaha yaitu Perseroan Terbatas dan Lembaga Keuangan Mikro.

Maka dalam hal tersebut terdapat beberapa aspek yang dapat dipertimbangkan dalam mendirikan BUMDes, yaitu:

1. Inisiatif Pemerintah Desa dan/atau masyarakat Desa; 2. Potensi usaha ekonomi desa;

3. Sumberdaya alam desa;

4. Sumberdaya manusia yang mampu mengelola BUM Desa;

5. Penyertaan modal dari Pemerintah Desa dalam bentuk pembiayaan dan kekayaan Desa yang diserahkan untuk dikelola sebagai bagian dari usaha BUM Desa.

Inisiatif Pemerintah Desa yang dimaksud dalam hal tersebut merupakan sosialisasi kepada masyarakat desa yang dilakukan oleh Pemerintah Desa, BPD

40

(Badan Permusyawaratan Desa), KPMD (Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa) baik secara langsung maupun bekerja sama dengan berbagai pihak misalnya, pendamping desa yang berkedudukan di kecamatan/kabupaten ataupun dengan pihak ketiga (LSM atau organisasi kemasyarakatan). Hal tersebut merupakan langkah awal yang bertujuan agar masyarakat desa mengerti dan memahami mengenai BUMDes tersebut.

Tata cara pendirian BUMDes yang dibuka dengan musyawarah desa tersebut harus memuat beberapa aspek, yaitu:

1. Pendirian BUM Desa sesuai dengan kondisi ekonomi dan sosial budaya masyarakat;

2. Organisasi pengelola BUM Desa; 3. Modal usaha BUM Desa;

4. Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga BUM Desa.

Kemudian setelah diterbitkannya hasil musyawarah desa tersebut, perlu adanya menetapkan peraturan desa tentang pendirian BUMDes tersebut yang kemudian lahirlah sebuah BUMDes sesuai dengan peraturan yang berlaku tersebut.

Dari pendirian BUMDes tersebut sesuai dengan Permendesa No. 4/2015 menjelaskan beberapa tipe atau klasifikasi jenis usaha BUMDes, yaitu:

1) Bisnis Sosial (social business) dan Pelayanan Umum (serving)

Yaitu suatu tipe yang melakukan pelayanan kepada warga sehingga warga desa mendapaatkan manfaat sosial yang besar. Contoh pada tipe tersebut adalah seperti usaha air minum desa, usaha listrik desa, pengolahan sampah, dsb.

41 2) Bisnis Penyewaan (renting)

Yaitu suatu tipe yang menjalankan usaha penyewaan guna untuk memudahkan warga mendapatkan berbagai kebutuhan peralatan maupun perlengkapan yang dibutuhkan. Contoh dari tipe tersebut adalah seperti alat transportasi, gedung, rumah atau toko, tanah milik BUMDes, dsb.

3) Usaha Perantara (brokering)

Yaitu suatu tipe yang menjalankan usaha menghubungkan komoditas pertanian dengan pasar atau agar para petani tidak kesulitan menjual produk mereka ke pasar. Contoh dari tipe usaha ini adalah seperti jasa pembayaran listrik, desa mendirikan pasar desa untuk memasarkan produk-produk yang dihasilkan masyarakat, dsb.

4) Perdagangan (trading)

Yaitu suatu tipe yang menjalankan usaha penjualan barang atau jasa yang dibutuhkan masyaakat yang selama ini tidak bias dilakukan warga secara perorangan. Contoh dari tipe usaha ini adalah seperti pabrik es, hasil pertanian, sarana produksi pertanian, pom bensin bagi para nelayan, dsb.

5) Bisnis Keuangan (financial business)

Yaitu suatu tipe yang menjalankan usaha yang dapat membangun lembaga keuangan untuk membantu warga mendapatkan akses modal dengan cara yang mudah dengan bunga yang kecil.

42

Yaitu suatu tipe yang menjalankan usaha dimana BUMDes sebagai induk dari unit-unit usaha yang ada didesa, dimana masing-masing unit yang berdiri sendiri-sendiri ini, diatur dan ditata sinerginya oleh BUMDes agar tumbuh usaha bersama. Contoh dari tipe usaha ini adalah seperti “desa wisata” yang mengorganisir berbagai jenis usaha dari kelompok masyarakat seperti makanan, kerajinan, sajian wisata, kesenian, dsb.

Selanjutnya, dalam Permendesa No. 4/2015 menjelaskan bahwa BUMDes dapat membentuk unit usaha, yaitu:

1) Perseroan Terbatas, yaitu sebagai persekutuan modal, dibentuk berdasarkan perjanjian, dan melalukan kegiatan usaha dengan modal yang sebagian besar dimiliki oleh BUMDes, sesuai dengan peraturan perundang-undangan tentang Perseroan Terbatas (Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas).

2) Lembaga Keuangan Mikro (LKM), dengan andil BUMDes sebesar 60% sesuai dengan peraturan perundang-undangan tentang lembaga keuangan mikro (Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro).

Disisi lain dalam hal pengelolaan BUMDes memiliki beberapa prinsip, yaitu:37

1) Kooperatif, yaitu semua komponen yang terlibat di dalam BUMDes harus mampu melakukan kerjasama yang baik demi pengembangan dan kelangsungan hidup usahanya.

37 Departemen Pendidikan Nasional, Pendirian dan Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa, Pusat Kajian Dinamika Sistem Pembangunan, Universitas Brawijaya, 2007, hlm. 13.

43

2) Partisipatif, yaitu semua komponen yang terlibat di dalam BUMDes harus bersedia secara sukarela atau diminta memberikan dukungan dan kontribusi yang dapat mendorong kemajuan usaha BUMDes.

3) Emansipatif, yaitu semua komponen yang terlibat di dalam BUMDes harus diperlakukan sama tanpa memandang golongan, suku, dan agama.

4) Transparan, yaitu aktivitas yang berpengaruh terhadap kepentingan masyarakat umum harus dapat diketahui oleh segenap lapisan masyarakat dengan mudah dan terbuka.

5) Akuntabel, yaitu seluruh kegiatan usaha harus dapat dipertanggung jawabkan secara teknis maupun administratif.

6) Sustainabel, yaitu kegiatan usaha harus dapat dikembangkan dan dilestarikan oleh masyarakat dalam wadah BUMDes.

Dalam hal modal pendirian BUMDes tersebut diatur dalam Permendesa No. 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurursan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa. Dalam Permendesa No. 4/2015 tersebut menjelaskan bahwa modal awal BUMDes tersebut dapat bersumber dari APB Desa. Kemudian modal BUMDes tersebut terdiri atas:

a) Penyertaan Modal Desa

Penyertaan modal desa yang dimaksud dalam hal merupakan kekayaan desa yang dipisahkan yang berasal dari APB Desa yaitu neraca dan pertanggungjawaban pengurusan BUMDes dipisahkan dari neraca dan pertanggungjawaban pemeritah desa. Kemudian, penyertaan modal desa ini adalah dapat terdiri atas hibah dari pihak swasta, lembaga sosial ekonomi kemasyarakatan dan/atau lembaga donor yang disalurkan melalui mekanisme APB Desa; bantuan Pemerintah, Pemerintah DaerahProvinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang dialurkan melalui mekanisme APB Desa; kerjasama usaha dari pihak swasta, lembaga sosial ekonomi kemasyarakatan dan/atau lembaga donor yang dipastikan sebagai kekayaan kolektif desa dan disaurkan melalui mekanisme APB Desa; aset desa yang diserahkan

44

kepada APB Desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang aset desa.

b) Penyertaan Modal Masyarakat Desa

Penyertaan modal masyarakat desa yang dimaksud dalam hal tersebut adalah berasal dari tabungan masyarakat dan atau simpanan masyarakat.

Sesuai dengan Permendesa No. 4/2015 tersebut menjelaskan struktural organisasi BUMDes berserta dengan tugas dan wewenangnya, yaitu:

1) Penasihat

Dalam hal tersebut penasihat dijabat secara ex officio oleh Kepala Desa yang bersangkutan. Penasihat tersebut memiliki kewajiban untuk

memberikat nasihat kepada Pelaksana Operasional dalam

melaksanakan pengelolaan BUMDes; memberikan saran dan pendapat mengenai masalah yang dianggap penting bagi pengelolaan BUMDes; serta mengendalikan pelaksanaan kegiatan pengelolaan BUMDes.

Penasihat dalam hal tersebut juga berwenang untuk meminta penjelasan dari Pelaksana Operasional mengenai persoalan yang menyangkut pengelolaan usaha desa serta melindungi usaha desa terhadap hal-hal yang dapat menurunkan kinerja BUMDes.

2) Pelaksana Operasional

Tugas dari pelaksana operasional ini adalah mengurus dan mengelola BUMDes sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ataupun pelaksana operasional dapat menunjuk anggota pengurus sesuai dengan kapasitas bidang usaha, khususnya

45

dalam mengurus pencatatan dan administrasi usaha dan fungsi operasional bidang usaha. Pelaksana operasional tersebut memiliki kewajiban untuk melaksanakan dan mengembangkan BUMDes agar menjadi lembaga yang melayani kebutuhan ekonomi dan/atau pelayanan umum masyarakat desa; menggali dan memanfaatkan potensi usaha ekonomi desa untuk meningkatkan pendapatan asli desa; serta melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga perekonomian desa lainnya.

Disamping itu, pelaksana operasional tersebut berwenang untuk membuat laporan keuangan seluruh unit-unit usaha BUMDes setiap bulan; membuat laporan perkembangan kegiatan unit-unti usaha BUMDes setiap bulan; serta memberikan laporan perkembangan unit-unit usaha BUMDes kepada masyarakat desa melalui musyawarah desa sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun.

3) Pengawas

Pengawas dalam hal tersebut mewakili kepentingan masyarakat yang mempunyai kewwajiban untuk menyelenggarakan Rapat Umum untuk membahas kinerja BUMDes sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali.

Pegawas dalam hal tersebut memiliki susunan sebagai berikut: a) Ketua;

b) Wakil ketua merangkap anggota; c) Sekertaris merangkap anggota; d) Anggota.

46

Disamping itu, pengawas berwenang untuk menyelenggarakan Rapat Umum Pengawas untuk pemilihan dan pengangkatan pengurus; penetapan kebijakan pengembangan kegiatan usaha dari BUMDes; serta pelaksanaan pemantauan dan evaluasi terhadap kinerja pelaksana operasional.

Dalam dokumen BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISA (Halaman 23-34)

Dokumen terkait