• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bagan Alir Penelitian

Dalam dokumen DAFTAR ISI (Halaman 55-66)

METODE PENELITIAN

F. Bagan Alir Penelitian

Pelaksanaan penelitian dimulai dari tahap survei lapangan sampai dengan penyusunan laporan dan rekomendasi yang disajikan dalam bentuk bagan yang tercantum pada gambar 5.

Gambar 5. Bagan alir penelitian Survei Lapangan

Penentuan Lokasi

Penentuan Atribut Dimensi Ekologi, Ekonomi, Sosial-Budaya, Teknologi,

Kelembagaan

Studi Literatur

Pengukuran Parameter Fisika- Kimia Oceanografi

Analisis Data

- Kesesuaian Lahan/Perairan - Keberlanjutan Budidaya RL

Hasil dan Pembahasan

Penyusunan Laporan Dan Rekomendasi

BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Letak Administrasi dan Batas Geografis

Kabupaten Jeneponto terletak dibagian selatan wilayah provinsi Sulawesi Selatan dengan jarak 91 km dari kota Makassar. Secara geografis berada diantara 5⁰ 23’ 1,2” - 5⁰ 42’ 1,2” Lintang Selatan dan antara 119⁰42’ 12” - 119⁰ 56’ 44,9” Bujur Timur. Secara administrasi Kabupaten Jeneponto memiliki batasan wilayah sebagai berikut:

1. Di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Gowa dan Kabupaten Takalar.

2. Di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Bantaeng.

3. Di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Takalar dan 4. Di sebelah selatan berbatasan dengan Laut Flores.

Luas wilayah Kabupaten Jeneponto adalah 749,79 Km2 yang meliputi 11 kecamatan 113 desa/kelurahan. Tujuh kecamatan diantaranya terletak di wilayah pesisir dengan panjang garis pantai 114 km. dalam penelitian ini wilayah yang menjadi kajian adalah wilayah di pesisir Kecamatan Binamu.

Ibukota Kecamatan Binamu terletak di Kelurahan Pabiringa daerah Bontosunggu, di mana sebelah Utara Kecamatan Binamu berbatasan dengan Kecamatan Turatea, sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Batang dan Kecamatan Arungkeke, disebelah Selatan

berbatasan langsung dengan Laut Flores dan sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Tamalanrea dengan luas wilayah 69,49 Km2. Sebanyak Lima kelurahan Binamu merupakan daerah pesisir dan Delapan Desa/Kelurahan lainnya merupakan daerah bukan pesisir (Tabel 4) (BPS Kecamatan Binamu, 2012).

Tabel 4. Luas Wilayah Kecamatan Binamu Menurut Desa/Kelurahan Tahun 2011

No. Kelurahan Luas (km2) Keterangan

1 Pabiringa 2,91 Daerah Pesisir

2 Balang 4,02 Non Pesisir

3 Empoang 9,45 Non Pesisir

4 Sapanang 3,87 Non Pesisir

5 Biringkassi 8,73 Daerah Pesisir

6 Monro-monro 4,28 Daerah Pesisir

7 Panaikang 3,14 Non Pesisir

8 Balang Beru 5,04 Non Pesisir

9 Balang Toa 2,63 Non Pesisir

10 Empoang Utara 10,09 Non Pesisir

11 Sidenre 3,19 Daerah Pesisir

12 Empoang Selatan 8,01 Daerah Pesisir

13 Bontoa 4,13 Non Pesisir

Jumlah 69,49

Sumber : Kecamatan Binamu Dalam Angka, 2012

B. Iklim

Keadaan iklim di Kabupaten Jeneponto pada umumnya sama dengan iklim di Kabupaten lain di Sulawesi Selatan yang mengenal dua musim yaitu musim kemarau yang terjadi antara bulan Mei dan Oktober.

sedangkan musim penghujan terjadi antara bulan Nopember hingga bulan

April. Curah hujan di Kabupaten Jeneponto umumnya tidak merata dan relatif rendah, hal ini menimbulkan wilayah yang basah dan semi kering.

Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Februari, sedangkan curah hujan terendah biasanya terjadi pada bulan Juli sampai Agustus, menurut data dari alat pengukur curah hujan yang terpasang rata-rata hujan di Kabupaten Jeneponto 300mm/tahun atau 90 hari hujan dalam setahun.

Berdasarkan klasifikasi dari iklim yang ada di Indonesia, Kabupaten Jeneponto memiliki beberapa tipe iklim, (1) tipe iklim D3 dan D4 yaitu wilayah dengan bulan kering berkisar 5 sampai 6 bulan, sedangkan bulan basah antara 1 sampai 3 bulan tipe ini hampir merata pada semua Kecamatan, (2) tipe iklim C2 yaitu wilayah yang memiliki bulan basah 5 sampai 6 bulan dan bulan lembab 2 sampai 4 bulan. Ini biaasanya dijumpai pada daerah ketinggian 700-1727 meter dpl seperti di Kecamatan Kelara (Kabupaten Jeneponto dalam Angka, 2011).

C. Topografi

Kondisi topografi di wilayah Kabupaten Jeneponto sangat variatif dan dikenal sebagai wilayah bayangan hujan karena terletak di balik Gunung Lompobattang, sehingga intensitas hujan lebih banyak tercurah di wilayah sebaliknya. Di bagian sebelah Utara terdapat dataran tinggi dan perbukitan yang membentang dari Barat ke Timur dengan ketinggian antara 500 sampai 1.727 meter di atas permukaan laut (mdpl). Daerah ini berpotensi sebagai areal pengembangan tanaman hortikultura dan

sayur-sayuran. Dataran rendan (ketinggian 0 – 150 mdpl) terbentang di bagian tengah hingga ke Selatan. Dataran rendah ini, umumnya dimanfaatkan sebagai sawah tadah hujan dan tegalan. Sedangkan daerah pesisir pantai (sepanjang 114 km) dikelola untuk menghasilkan garam, budidaya rumput laut dan perikanan tradisional. Perbedaan letak antar Kecamatan di wilayah Kabupaten Jeneponto menyebabkan adanya perbedaan langsung dalam pengembangan potensi ekonomi per Kecamatan.

D. Penduduk

Berdasarkan catatan kependudukan Kecamatan Binamu Dalam Angka 2011, bahwa jumlah penduduk di Kecamatan Binamu 52.355 jiwa terdiri dari laki-laki sebanyak 25.468 jiwa dan perempuan sebanyak 26.887 jiwa. Penduduk merupakan faktor produksi dalam pemanfaatan potensi sumberdaya perairan, penduduk juga merupakan potensi yang sangat besar dalam pembangunan suatu wilayah sebab adanya pembangunan tidak lepas dari keterlibatan serta partisipasi langsung maupun tidak langsung masyarakat. Sebanyak 28.284 jiwa jumlah penduduk usia kerja yang ada di Kecamatan Binamu yang terdiri 13.367 jiwa laki-laki dan sebanyak 14.881 jiwa perempuan.

Dilihat dari sumber mata pencaharian menunjukkan bahwa dari jumlah penduduk yang bekerja sebanyak 7.743 orang adalah petani pangan sedangkan peternak sebanyak 1.601 orang, tambak dan nelayan sebanyak 673 orang. Penduduk yang bekerja diluar sektor pertanian

antara lain perdagangan 1.455 orang, industri 687 orang, angkutan 491 orang dan jasa 2.045 orang adapun penduduk yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil dan ABRI 2.623 orang.

Jumlah penduduk dan kepadatan penduduk di wilayah pesisir yakni Kelurahan Biringkassi, Pabiringa, Monro-monro, Sidenre dan Empoang Selatan Kecamatan Binamu dapat dilihat pada Tabel 5 berikut:

Tabel 5. Jumlah penduduk dan tingkat kepadatan penduduk di Kelurahan Biringkassi, Pabiringa, Monro-monro, Sidenre dan Empoang Selatan Kecamatan Binamu

Nama kelurahan

Jumlah Penduduk (Jiwa) Tingkat Kepadatan (Jiwa/km2)

2008 2009 2010 2011 2008 2009 2010 2011 Biringkassi 3.162 3.179 3.435 3.470 362 364 393 428 Pabiringa 5.679 5.710 6.121 6.183 1.95

2

1.96 2

2.10

3 2.253

Monro-monro 2.555 2.569 2.635 2.725 597 600 616 635 Sidenre 2.996 3.013 3.161 3.193 939 945 991 1.041 Empoang

Selatan 4.046 4.069 4.722 4.769 505 508 590 623 Jumlah 18.43

8

18.54 0

20.07 4

20.34 0

4.35 5

4.37 9

4.69

3 4.980 Berdasarkan hasil sensus penduduk di Kecamatan Binamu tahun 2011 diketahui jumlah penduduk di lima Kelurahan, yakni Kelurahan Biringkassi, Pabiringa, Monro-monro, Sidenre dan Empoang Selatan adalah 20.340 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk 4.980 jiwa/km2.

E. Sosial Ekonomi

1. Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap kualitas sumberdaya untuk budidaya rumput laut. Pendidikan yang diperoleh baik di sekolah umum (formal) maupun nonformal merupakan modal dasar bagi petani rumput laut untuk dapat mengakses informasi dari berbagai media sehingga memudahkan mereka menyerap suatu perubahan atau inovasi yang berhubungan dengan perilaku (Aziz, 2009). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) pendidikan berarti proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.

Menurut Badan Pusat Statistik (2012) Pemerintah Kecamatan Binamu telah membangun sarana hingga tahun ajaran 2011/2012 sebagai berikut; jumlah TK ada 18 sekolah dengan 792 murid dan 46 guru. Sedangkan tingkat SD Negeri sebanyak 32 sekolah dengan 7.645 murid dan 311 orang guru. Untuk tingkat SLTP sebanyak 8 sekolah dengan 3.373 orang murid dan 232 orang guru, tingkat SLTA terdapat 5 sekolah dengan 3.685 murid dan 225 orang guru. Selain itu terdapat pula sekolah yang berada di bawah naungan Departemen Agama yaitu Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah dengan jumlah murid MTs 617 orang dan guru 54 orang, untuk MA sebanyak 143 orang murid dan 46 orang guru.

2. Kesehatan

Aspek kesehatan merupakan salah satu indikator tingkat kesejahteraan masyarakat. Semakin tinggi tingkat kesejahteraan masyarakat maka semakin tinggi derajat kesehatannya. Masyarakat yang sudah sejahtera berarti kebutuhan primernya sudah terpenuhi, termasuk aspek kesehatan. Kalaupun mereka sakit, mereka sudah punya kemampuan pendanaan untuk berobat. Tabel 6 berikut disajikan sarana kesehatan di Kecamatan Binamu.

Tabel 6. Fasilitas dan Tenaga Kesehatan di Kecamatan Binamu

Fasilitas Kesehatan Banyaknya

1. Rumah Sakit 1 buah

2. Puskesmas 4 buah

3. Pustu (Puskesmas Pembantu) 3 buah

4. Posyandu 46 buah

5. Toko Obat 9 buah

Total 63 buah

Tenaga Kesehatan 1. Dokter

- Spesialis 5 orang

- Gigi 6 orang

- Umum 16 orang

2. Perawat 86 orang

3. Bidan 29 orang

4. Paramedis 115 orang

Total 257 orang

Penyediaan sarana pelayanan kesehatan di Kecamatan Binamu berupa rumah sakit, puskesmas dan tenaga kesehatan semakin ditingkatkan. Selain itu juga terdapat aspek penunjang di bidang kesehatan seperti toko obat yang terjangkau oleh transportasi umum.

3. Potensi Perikanan

Struktur perekonomian Kecamatan Binamu masih di dominasi oleh sektor pertanian dan peternakan sedangkan untuk perikanan Kecamatan Binamu berada di posisi ketiga dari seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Jeneponto setelah Kecamatan Tamalatea dan Kecamatan Bangkala.

Luas areal tambak di Kecamatan Binamu sekitar 206.90 Ha, yang terdiri dari tambak intensif 3.5 Ha, tambak semi intensif 18.50 Ha, dan terbanyak adalah tambak tradisional plus sekitar 184.9 Ha. Produksi perikanan darat meliputi udang windu sekitar 20,4 ton dan ikan bandeng sekitar 288,8 ton, sedangkan untuk budidaya rumput laut hasilnya sekitar 2.001,3 ton.

F. Kegiatan Budidaya Rumput Laut

Kegiatan budidaya rumput laut yang dilakukan oleh masyarakat pesisir di Kecamatan Binamu diperoleh melalui survei terhadap rumah tangga nelayan/petani rumput laut. Dari hasil wawancara tidak sepenuhnya responden menjadikan kegiatan budidaya rumput laut sebagai mata pencaharian utama/pokok, 5% petani pekerjaan utamanya sebagai wirausahawan dan buruh bangunan. Sedangkan 95% responden menjadikan kegiatan budidaya rumput laut ini sebagai mata pencaharian utama yang menopang kehidupannya dan melakukan pekerjaan

sampingan sebagai nelayan, tukang becak, buruh bangunan dan tenaga sukarela di kantor pemerintahan.

Umumnya kepala keluarga di pesisir Kecamatan Binamu memiliki lahan budidaya rumput laut dengan luasan yang bervariasi, tergantung banyaknya bibit dan ketersediaan modal berkisar dengan jumlah bentangan 40 – 900 bentang dengan panjang satu bentangan juga bervariasi antara 20 – 25 meter dan jarak antar bentangan satu meter, sehingga setiap ha lahan budidaya berisi 500 bentangan (Lampiran 2).

Diantara beberapa bentangan antara satu pemilik dengan pemilik lainnya terdapat jarak sekitar 10 meter yang diperuntukkan sebagai jalur perahu.

Lahan budidaya rumput laut tersebut umumnya hanya diusahakan pada musim Timur (kemarau) dan musim peralihan, dimana kondisi lingkungan terutama kecepatan arus dan gelombang memungkinkan untuk melakukan budidaya. Petani rumput laut yang tetap menanam pada musim Barat (hujan), biasanya hanya untuk persiapan bakal bibit pada saat musim Timur.

Berdasarkan data yang diperoleh dari responden hampir seluruh petani tidak membeli bibit untuk kegiatan budidaya rumput laut ini. Petani atau pembudidaya hanya pada awal memulai kegiatan budidaya rumput laut petani membeli dari petani lain yang mempunyai bibit unggul, kemudian menyisihkan dari hasil panen dan digunakan berulang-ulang.

Mubarak (1978) memperkirakan bahwa paling lama enam bulan bibit sudah harus diganti dengan bibit yang baru sebab penggunaan bibit lebih

dari enam bulan, produksi cenderung menurun. Menurut Anggadiredja et al (2006) berat bibit awal diupayakan seragam 100 g/rumpun. Sedangkan

hasil penelitian Iksan (2005) produksi tertinggi dihasilkan dari penggunaan bibit seberat 125 g/rumpun dengan pemeliharaan yang benar, panen pada umur 45 hari dan perlakuan pasca panen yang sesuai.

Metode penanaman rumput laut yang digunakan oleh masyarakat umumnya menggunakan metode rawai atau metode long line, para responden biasa menyebutnya dengan metode tali panjang. Beberapa alasan penggunaan metode ini, karena dirasakan oleh pembudidaya rumput laut di pesisir Kecamatan Binamu cocok dengan kondisi perairan Laut Flores yang cukup dinamis, biaya relatif murah, mudah diawasi, serta pembuatan yang relatif mudah, tahan lama dan dapat digunakan lebih dari sekali pemakaian.

BAB V

Dalam dokumen DAFTAR ISI (Halaman 55-66)

Dokumen terkait