BAB V
Tabel 7. Deskripsi umur responden pembudidaya rumput laut di Kecamatan Binamu
Usia Jenis Kelamin Jumlah
Laki-laki Perempuan Orang %
20 - 30 53 - 53 45.30
31 - 40 38 - 38 32.48
41 - 50 18 - 18 15.38
51 - 60 7 1 8 6.48
Total 117 100
Hal ini menunjukkan bahwa pada usia yang masih relatif muda, lebih produktif dibandingkan dengan responden yang telah berusia lanjut.
Pada kisaran umur 51 – 60 tahun terdapat seorang pembudidaya perempuan yang dalam mengelola usaha rumput laut dibantu oleh anak-anaknya.
2. Pendidikan
Selain umur, pendidikan juga merupakan faktor yang mempengaruhi produktivitas. Responden yang berpendidikan, lebih dinamis dan aktif dalam mencari informasi yang berhubungan dengan teknologi maupun pasar. Dengan tingkat pendidikan yang dimiliki tersebut akan memberikan kemudahan dalam mengadopsi teknologi serta keterampilan dalam budidaya dan pemasaran rumput laut. Adapun tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada Tabel 8 berikut.
Tingkat pendidikan responden pembudidaya rumput laut di tertinggi yaitu pada tingkat pendidikan Sekolah Dasar sebanyak 55 orang, disusul
tingkat pendidikan Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas/Kejuruan sebanyak 57 orang.
Tabel 8. Deskripsi tingkat pendidikan responden pembudidaya rumput laut di Kecamatan Binamu
Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase
1. Tidak Sekolah 4 3.42%
2. SD 55 47.01%
3. SMP 32 27.35%
4. SMA / SMK 25 21.37%
5. S1 1 0.85%
Jumlah 117 100%
Berdasarkan klasifikasi pendidikan dapat dijelaskan bahwa pembudidaya rumput laut di Kecamatan Binamu sebagian besar telah menempuh pendidikan formal. Pendidikan formal yang telah ditempuh oleh responden menunjukkan kualitas sumberdaya yang dimiliki. Oleh sebab itu, pembudidaya rumput laut di Kecamatan Binamu masih memerlukan pendidikan yang bersifat nonformal seperti pembinaan dan pengetahuan yang bersumber dari instansi terkait berupa penyuluhan yang mengacu pada pengembangan kemampuan pembudidaya dalam meningkatkan kinerjanya.
3. Pengalaman Responden
Pengalaman dapat menjadi guru yang paling baik, hal inilah sehingga dianggap bahwa pengalaman ini erat kaitannya dengan umur, sehingga semakin lama pengalaman yang dimiliki juga semakin tua usia
orang tersebut sehingga pengalaman tidak secara otomatis mempengaruhi produktivitas, karena seseorang semakin tua kekuatan dan kesehatannya pun akan menurun sehingga produktivitaspun akan menurun. Berikut disajikan dalam Tabel 9 lamanya responden terlibat dalam kegiatan budidaya rumput laut K. alvarezii.
Tabel 9. Deskripsi pengalaman kerja pembudidaya rumput laut di Kecamatan Binamu
Lama Budidaya Responden
(tahun) Jumlah %
1 - 2 21 17.95
3 - 4 64 54.70
5 - 6 20 17.09
7 - 8 10 8.55
9 - 10 2 1.71
Total 117 100
Dari Tabel 9 di atas terlihat sebanyak 64 responden telah melakukan kegiatan budidaya rumput laut selama 3 – 4 tahun yang berarti pengalaman yang didapatkan selama melakukan kegiatan budidaya rumput laut tergolong masih baru. Berdasarkan wawancara dengan salah satu responden yang berusia 58 tahun kegiatan budidaya rumput laut di pesisir Kecamatan Binamu dimulai sejak tahun 1999 yang berarti sudah berlangsung selama 13 tahun.
4. Jumlah Tanggungan Responden
Tanggungan keluarga adalah semua keluarga yang langsung menjadi beban tanggungan dari responden. Tanggungan anggota keluarga yang besar sangat berpengaruh terhadap alokasi pendapatan
rumah tangga responden. Berikut jumlah tanggungan keluarga dari responden, dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Deskripsi jumlah tanggungan responden pembudidaya rumput laut berdasarkan di Kecamatan Binamu
Jumlah Tanggungan Responden
Jumlah %
0 7 5.98
1 - 2 36 30.77
3 - 4 60 51.28
5 - 6 11 9.40
> 7 3 2.56
Total 117 100
Berdasarkan Tabel 10 deskripsi responden terhadap jumlah tanggungan dalam keluarga di Kecamatan Binamu sebanyak 7 orang (5,98%) tidak memiliki tanggungan hal ini dikarenakan pembudidaya masih berumur sangat muda dan belum berkeluarga tetapi sudah mempunyai lahan budidaya rumput laut sendiri. Sebanyak 60 orang responden memiliki jumlah tanggungan 3 – 4 orang yang terdiri dari pembudidaya itu sendiri yang menjadi Kepala Keluarga dengan seorang istri dan 2 - 3 orang anak yang masih bergantung kepada kepala keluarga untuk memenuhi keperluannya sehari-hari.
5. Jumlah Bentangan
Jumlah bentangan adalah banyaknya tali bentangan rumput laut yang digunakan dalam kegiatan budidaya rumput laut. Tali bentangan merupakan faktor yang menunjang peningkatan produksi. Hal ini disebabkan seberapa banyak jumlah bentangan yang akan dibentang oleh pembudidaya rumput laut maka akan mempengaruhi jumlah satuan
produksi yang diterima dan secara langsung akan berpengaruh terhadap pendapatan pembudidaya (Tabel 11).
Tabel 11. Deskripsi jumlah bentangan responden pembudidaya rumput laut di Kecamatan Binamu
Jumlah Bentangan Responden
Jumlah %
40 - 150 61 51.14
151 - 300 42 35.9
301 - 450 5 4.27
451 - 600 4 3.42
601 - 900 5 4.27
Total 177 100
Berdasarkan Tabel 11 di atas sebanyak 61 orang atau 51.14%
pembudidaya rumput laut memiliki 40 – 150 jumlah bentangan. Banyak jumlah bentangan yang dimiliki oleh pembudidaya tergantung dari modal dan luas lahan yang didapatkan untuk melakukan kegiatan ini.
Pembudidaya yang memiliki modal yang besar bisa memiliki jumlah bentangan yang lebih banyak yang ditempatkan di beberapa lokasi yang didapatkan.
B. Kondisi Fisika Kimia Oseanografi Perairan Binamu
Kondisi Oseanografi merupakan salah satu faktor yang menjadi persyaratan untuk keberhasilan suatu kegiatan budidaya rumput laut.
Kondisi oseanografi seperti kecepatan arus mempengaruhi pertumbuhan rumput laut (Tabel 12).
Tabel 12. Kisaran parameter kimia fisika oseanografi di perairan Kecamatan Binamu
Parameter Kisaran Optimum Pustaka
a. Kec. Arus (m/dtk) 0.13 - 0.35 0.20 - 0.30 Sulistijo (1996), Aslan (1998) Ditjenkan Budidaya (2004) b. Kecerahan (m) 0.5 - 3.1 >3 Puslitbangkan (1991)
c. Kedalaman (m) 1 - 10 4 - 6 Aslan (1998)
d. Salinitas (‰) 28 - 31 28 - 35 Ditjenkan Budidaya (2004) e. Suhu (⁰ C) 27.2 - 29.7 27 - 30 Effendi (2003), Anggadiredja
(2006)
f. pH 7.06 - 8.3 7 - 8.5 Indriani & Suminarsih (2003) g. Fosfat (mg/l) 0.66 - 1.35 0.02 - 1.0 Indriani & Suminarsih (2003),
Sulistijo (1996) h. Nitrat (mg/l) 0.11 - 0.54 0.9 - 3.0 Sulistijo (1996)
i. DO (mg/l) 5.02 - 6.78 >6 Ditjenkan Budidaya (2004) j. Kekeruhan (NTU) 0.4 - 1.9 <10 Aslan (1998)
a. Kecepatan Arus
Kecepatan arus yang terjadi di perairan Binamu pada musim Timur berkisar antara 0.13 – 0.35 m/detik. Kecepatan arus berbeda sesuai di setiap stasiun, semakin jauh lokasinya ke arah laut semakin tinggi kecepatan arus dan sebaliknya semakin mendekati pantai semakin berkurang kecepatannya. Hal ini terjadi karena pengaruh jarak tempuh arus ke pantai dan teredam oleh hamparan budidaya rumput laut (Gambar 6).
Rumput laut memerlukan kecepatan arus tertentu untuk pertumbuhannya. Menurut Sulistijo (1996) kecepatan arus yang antara 0.20 – 0.30 m/dtk adalah sangat sesuai sedangkan kecepatan arus antara 0.30 – 0.40 m/dtk adalah kategori sesuai. Arus yang terlalu cepat akan mematahkan rumput laut dan merusak bentangan sedangkan arus yang
sangat lambat bisa menyebabkan rumput laut kekurangan nutrien yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan akan menyebabkan kotoran dan organisme pengganggu (hama) gampang menempel. Organisme pengganggu atau hama bisa memakan rumput laut atau bersaing dalam penggunaan nutrient sedangkan kotoran yang menempel akan menyebabkan proses fotosintesa tidak maksimal karena menghalangi penetrasi cahaya matahari sampai ke thallus.
Menurut pembudidaya rumput laut, pada musim Timur (kemarau), pertumbuhan rumput laut yang berada di jauh dari garis pantai lebih bagus pertumbuhannya dibandingkan yang di tanam dekat dengan garis pantai.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Yusuf (2009) di perairan Punaga Kabupaten Takalar laju pertumbuhan harian rumput laut dengan jarak 300 meter dari garis pantai sebesar 3.42% hal ini dikarenakan rumput laut yang ditanam di bagian luar selalu bergerak terkena arus dan gelombang.
b. Kecerahan Perairan
Kondisi kecerahan daerah penelitian tergolong sesuai untuk budidaya rumput laut yakni berkisar antara 0.5 – 3.1 meter dimana tingkat kecerahan perairan semakin jauh ke arah laut semakin tinggi (Gambar 7).
Kecerahan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kedalaman penetrasi cahaya ke dalam laut, selain absorpsi cahaya itu sendiri oleh air (Nybakken, 1988) .
57 Gambar 6. Peta sebaran kecepatan arus di perairan Kecamatan Binamu
58 Gambar 7. Peta sebaran kecerahan perairan Kecamatan Binamu
59 Gambar 8. Peta sebaran kedalaman perairan Kecamatan Binamu
Kecerahan tidak berdampak langsung pada pertumbuhan rumput laut akan tetapi secara tidak langsung melalui penetrasi cahaya. Penetrasi cahaya ke dalam perairan yang menyebabkan proses fotosintesis semakin tinggi, jika semakin tinggi tingkat kecerahannya semakin efektif untuk pertumbuhan rumput laut
c. Kedalaman Perairan
Kedalaman perairan sangat tergantung pada kondisi pasang surut perairan. Hasil pengukuran kedalaman perairan pada kawasan budidaya rumput laut di lokasi penelitian didapatkan kedalaman dengan kisaran antara 1 – 10 meter. Kedalaman perairan di Kecamatan Binamu ini tergolong dangkal, hal ini terlihat dari pengamatan langsung dilapangan (Gambar 8).
Kedalaman berhubungan dengan penetrasi cahaya matahari ke dalam perairan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan rumput laut. Dengan menggunakan metode long line pertambahan kedalaman tidak berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan rumput laut, karena tanaman rumput laut tersebut tetap berada disekitar permukaan bagaimanapun dalamnya perairan tersebut.
d. Salinitas
Hasil pengukuran di lapangan diperoleh data salinitas yang berkisar antara 28 – 31‰, nilai ini tergolong sangat sesuai untuk budidaya rumput laut kendatipun terdapat aliran air tawar dari sungai yang ada di Kelurahan Monro-monro dan Kelurahan Sidenre yang tidak mempengaruhi salinitas
perairan tersebut. Hal ini juga dikarenakan waktu pengukuran dilakukan pada musim Timur yakni pertengahan bulan Mei dimana intensitas air hujan masih kurang. (Gambar 9).
Sebaran salinitas air laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai. Pertumbuhan rumput laut juga sangat dipengaruhi oleh salinitas air laut, apabila salinitas rendah jauh di bawah batas toleransinya maka rumput laut akan berwarna pucat, gampang patah dan lunak akhirnya membusuk. Rumput laut K.
alvarezii membutuhkan kisaran salinitas 28 – 35‰ untuk pertumbuhan yang maksimal (Ditjenkan Budidaya, 2005).
e. Suhu
Suhu perairan di lokasi penelitian berkisar antara 27.2 – 29.7 ⁰ C (Gambar 10), suhu ini sangat sesuai untuk budidaya rumput laut untuk jenis K. alvarezii yang berkisar antara 27 – 30 ⁰ C. Menurut Effendi (2003) suhu perairan berhubungan dengan kemampuan pemanasan oleh sinar matahari, waktu dalam hari dan lokasi, hal ini didukung oleh Hutabarat dan Evans (1995) yang mengatakan bahwa air lebih lambat menyerap panas tetapi akan menyimpan panas lebih lama dibandingkan dengan daratan.
Suhu juga secara tidak langsung berhubungan dengan kedalaman, makin dangkal perairan maka cenderung semakin cepat terjadi perubahan suhu sebab dengan sumber panas yang sama besarnya.
f. Derajat Keasaman (pH)
Derajat Keasaman (pH) merupakan parameter kualitas air memiliki peran sebagai pengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan dalam air, serta organisme laut hidup pada selang pH tertentu. Nilai pH di perairan lokasi penelitian cenderung homogen yaitu berkisan antara 7.06 – 3.30 (Gambar 11), nilai cukup sesuai untuk pertumbuhan rumput laut K.
Alvarezii yaitu berkisar antara 7 – 9 dengan kisaran optimum 7.3 – 8.2 (Indriani dan Suminarsih, 2003).
g. Fosfat
Kandungan fosfat di lokasi penelitian berkisar antara 0.69 – 1.35 mg/l, melihat kisaran ini dapat dikatakan bahwa perairan tersebut termasuk dalam perairan yang memiliki kesuburan sangat baik dan masih dalam kisaran yang layak untuk pertumbuhan biota perairan (Gambar 12).
Kandungan fosfat yang sangat sesuai untuk pertumbuhan rumput laut K.
alvarezii menurut Indriani dan Suminarsih (2003) 0.02 – 1.0 mg/l.
Senyawa fosfat dan nitrat secara alamiah berasal dari perairan itu sendiri melalui proses-proses penguraian pelapukan atau dekomosisi tumbuh-tumbuhan, sisa-sisa organisme mati dan buangan limbah baik limbah daratan seperti limbah domestik, industri, pertanian dan limbah peternakan ataupun sisa pakan yang dengan adanya bakteri terurai menjadi zat hara (Ulqodry et al, 2010).
63 Gambar 9. Peta sebaran salinitas perairan di Kecamatan Binamu
64 Gambar 10. Peta sebaran suhu perairan kecamatan Binamu
65 Gambar 11. Peta sebaran derajat keasaman perairan Kecamatan Binamu
h. Nitrat
Nitrat merupakan bentuk nitrogen yang berperan sebagai nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman alga. Nilai pengukuran kandungan nitrat di perairan lokasi penelitian cenderung heterogen yakni berkisar antara 0.11 – 0.64 mg/l (Gambar 13), dimana nilai tersebut optimal untuk budidaya rumput laut adalah 0.9 – 3.0 mg/l (Sulistijo, 1996).
Menurut Boyd dan Lichtkoppler (1982) dalam Alam (2011) batas toleransi nitrat terendah untuk pertumbuhan alga adalah 0.1 ppm sedangkan batas tertingginya adalah 3 ppm. Apabila kadar nitrat di bawah 0.1 atau di atas 3 ppm maka nitrat merupakan faktor pembatas.
i. Oksigen Terlarut
Kandungan oksigen terlarut di perairan Binamu menunjukkan kisaran yang tidak merata berkisar antara 5.53 – 8.37 mg/l tetapi sesuai untuk pertumbuhan rumput laut yakni untuk kisaran optimal pertumbuhan rumput laut >6 ppm. Menurut Sidabutar (1994) dalam Ulqodry (2010) kandungan oksigen diperairan laut umumnya berkisan antara 5.7 – 8.5 mg/l (Gambar 14).
j. Kekeruhan
Partikel koloid tersuspensi dalam perairan memiliki gaya berat yang diakibatkan oleh gravitasi bumi, partikel tersebut cenderung untuk bergerak menuju ke pusat bumi atau ke dasar perairan. Akibatnya perairan yang relatif tenang atau pengaruh arus dan gelombang relative kecil akan menyebabkan
partikel koloid tersuspensi cenderung meningkat/terkonsentrasi pada massa air dekat dasar perairan. Menurut Boyd dan Lichtkoppler (1982) dalam Alam (2011) mengatakan bahwa nilai kekeruhan perairan lebih kecil dari 40 NTU merupakan kriteria yang optimal untuk bagi pertumbuhan rumput laut.
Sedangkan nilai kisaran kekeruhan perairan di lokasi penelitian 0.4 – 1.33 NTU, nilai yang sesuai untuk budidaya rumput laut K. alvarezii.
k. Substrat
Substrat dasar perairan Binamu umumnya terdiri dari pasir, pasir bercampur lumpur dan pecahan karang hanya di perairan bagian Kelurahan Biringkassi yang terdiri dari karang keras dan bebatuan. Meskipun substrat dasar perairan berupa pasir berlumpur akan tetapi masyarakat melakukan budidaya rumput laut di lokasi perairan yang dalam dan jauh dari tepi pantai.
Substrat dasar berhubungan dengan kecerahan dan kekeruhan perairan. Substrat lumpur apabila kedalamannya rendah atau sangat dangkal pada saat surut akan sangat mudah teraduk oleh arus dan gelombang sehingga menyebabkan kekeruhan yang selanjutnya kekeruhan akan menghambat proses penetrasi cahaya matahari yang sangat dibutuhkan oleh rumput laut dalam proses fotosintesis untuk pertumbuhannya.
l. Hama/Hewan Herbivora
Hewan herbivora yang dianggap hama karena sering memakan tanaman rumput laut pembudidaya di perairan Kecamatan Binamu adalah dari Genus Siganus yang dikenal dengan sebutan ikan Baronang, selain itu
68 Gambar 12. Peta sebaran fosfat di perairan Kecamatan Binamu
69 Gambar 13. Peta sebaran nitrat di perairan Kecamatan Binamu
70 Gambar 14. Peta sebaran oksigen terlarut perairan Kecamatan Binamu
banyak pula ditemukan alga filamen dari Genus Chaetomorpha dan Genus Enteromorpha yang menempel pada thallus K. alvarezii yang bisa menyebabkan menurunnya laju pertumbuhan rumput laut K. alvarezii karena menghalangi penyerapan nutrien dan cahaya matahari.
m. Keterlindungan
Wilayah pesisir Kecamatan Binamu merupakan daerah terbuka yang berhadapan langsung dengan Laut Flores tanpa ada penghalang seperti pulau atau gusung, sehingga tidak sesuai untuk budidaya rumput laut.
Dimana, salah satu persyaratan lokasi budidaya rumput laut adalah harus terlindung dari hempasan ombak atau arus yang kuat (Puslitbangkan, 1991 dan Aslan, 1998) sehingga umumnya lokasi budidaya rumput laut berada pada teluk atau perairan yang didepannya terdapat pulau kecil atau gusung . Kondisi perairan di wilayah pesisir Kecataman Binamu yang terbuka tetap dimanfaatkan oleh masyarakat, dimana hal ini merupakan pertanda bahwa budidaya rumput laut yang dilakukan tetap menguntungkan. Namun, pembudidaya rumput laut tidak bisa melakukan budidaya sepanjang tahun, mereka harus menyesuaikan jadwal tanamnya dengan kondisi alam yang memenuhi persyaratan untuk pertumbuhan rumput laut seperti masyarakat efektif melakukan budidaya pada musim Timur dan musim transisi atau peralihan, dimana kondisi kecepatan arus dan gelombang sesuai untuk budidaya rumput laut. Data pengukuran fisika kimia oseanografi dapat dilihat pada lampiran 7.
C. Kesesuaian Perairan Budidaya Rumput laut
Analisis kesesuaian perairan untuk budidaya rumput laut K. alvarezii didasarkan pada beberapa persyaratan menyangkut parameter fisika kimia perairan di Kecamatan Binamu, karena dapat menjadi faktor pembatas terhadap pertumbuhan rumput laut jenis K. alvarezii untuk dibudidayakan.
Berdasarkan hasil pembobotan kesesuaian perairan untuk budidaya rumput laut (lampiran 7), nilai untuk kelas dengan kriteria sangat sesuai (SS) berkisar antara >250 – 300, sedangkan untuk kelas dengan kriteria sesuai (S) berkisar antara >150 – 250. Hasil perhitungan luas areal kesesuaian diperoleh 407.6 Ha untuk area perairan dengan kriteria sangat sesuai, 856.93 Ha untuk area perairan dengan kriteria sesuai untuk kegiatan budidaya dan 2665.78 yang tidak sesuai untuk kegiatan budidaya rumput laut (Tabel 13).
Tabel 13. Luasan Kesesuaian perairan budidaya rumput laut di lima Kelurahan Kecamatan Binamu
No Kelurahan
Luas Perairan (Ha) Sangat Sesuai
(SS) Sesuai (S) Tidak Sesuai (TS)
1 Biringkassi 100.42 243.24 1166.22
2 Pabiringa 104.33 224.8 248.88
3 Monro-monro 146.1 162.03 171.69
4 Sidenre 35.63 122.9 907.99
5 Empoang
Selatan 21.48 99.96 170.98
Jumlah 407.6 856.93 2665.78
73 Gambar 15. Peta luasan kesesuaian perairan budidaya rumput laut Kecamatan Binamu
Hasil pengukuran di lapangan dengan menggunakan GPS, didapatkan bahwa luas lahan atau perairan di Kecamatan Binamu yang saat ini digunakan untuk kegiatan budidaya rumput laut adalah sebesar 519.82 Ha, dari 1264.53 Ha atau sekitar 41,25% dari luas perairan yang potensial digunakan untuk kegiatan budidaya rumput laut. Dengan demikian, masih ada sekitar 744.71 Ha perairan potensial yang belum dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya rumput laut (Gambar 15 dan Tabel 14 ).
Tabel 14. Luasan potensial perairan budidaya rumput laut di lima Kelurahan Kecamatan Binamu
No Kelurahan
Luas Perairan (Ha) Potensial
(sangat sesuai+sesuai)
Sudah dimanfaatkan
Belum dimanfaatkan
1 Biringkassi 343.66 117.64 226.02
2 Pabiringa 333.13 112.31 220.82
3 Monro-monro 308.13 103.16 204.97
4 Sidenre 158.53 98.6 59.93
5 Empoang
Selatan 121.08 88.11 32.97
Jumlah 1264.53 519.82 744.71
D. Kelayakan Ekonomi Kegiatan Budidaya Rumput Laut
Kegiatan budidaya rumput laut di Kecamatan Binamu menyerap banyak tenaga kerja. Hal ini bisa dilihat dari jumlah Rumah Tangga Perikanan (RTP) sebanyak 599. Berdasarkan hasil wawancara dengan
responden, diketahui bahwa seluruh anggota keluarga terlibat dalam kegiatan budidaya rumput laut ini.
Kegiatan budidaya rumput laut di Kabupaten Jeneponto sudah dilakukan sekitar tahun 1983 di Desa Nasara’ Kecamatan Bangkala, namun kegiatan ini mulai populer dan banyak dikembangkan oleh masyarakat hampir diseluruh wilayah pesisir yang ada di Kabupaten Jeneponto pada tahun 1999. Jenis rumput laut yang usahakan hanya satu jenis yaitu K.
alvarezii dan dengan metode long line. Dari hasil wawancara diketahui juga
bahwa harga rumput laut jenis K. alvarezii pernah mencapai harga Rp.
18.000/kg pada tahun 2008 yang membangkitkan minat masyarakat untuk memilih melakukan kegiatan budidaya rumput laut ini, saat ini harga rumput laut di pedagang pengumpul dihargai Rp. 5.500/kg dikarenakan kualitas rumput laut pasca panen yang kurang baik.
Untuk mengetahui sejauh mana kegiatan budidaya rumput laut yang dilakukan masyarakat ini menguntungkan sehingga layak dilakukan atau merugi secara ekonomi.
a. Biaya Investasi
Biaya investasi untuk kegiatan budidaya rumput laut antara lain biaya perahu, mesin, tali, pelampung, pemberat dan alat penjemuran yang mengalami penyusutan. Berikut dipaparkan pada Tabel 15 di bawah ini.
Tabel 15. Jenis dan jumlah rata-rata biaya investasi responden pada kegiatan budidaya rumput laut di Kecamatan Binamu
No Jenis Biaya/Investasi Jumlah biaya
/panen (Rp)
1 Perahu (sampan) 358,012
2 Perahu mesin 367,094
3 Tali Utama no. 9 137,692
4 Tali bentangan no. 4 213,248
5 Tali pengikat bibit no.1 424,359
6 Pemberat 55,716
7 Pelampung 1 (jergen) 34,829
8 Pelampung 2 (Botol polietilen) 64,269
9 Alat penjemuran 207,123
Jumlah 1,862,342
b. Biaya Operasional/Produksi
Biaya Operasional atau biaya produksi biaya meliputi biaya upah tenaga kerja, biaya panen dan biaya bahan bakar (Tabel 16).
Tabel 16. Jenis, kisaran dan rata-rata biaya produksi responden pada kegiatan budidaya rumput laut di Kecamatan Binamu
No Jenis Biaya Produksi
Jumlah Biaya/Panen (Rp)
Kisaran Rerata
1 Upah tenaga kerja Rp. 60.000 - Rp.
1.125.000 305.705
2 Biaya panen Rp. 50.000 - Rp. 200.000 99.785 3 Biaya Transportasi Rp. 10.000 - Rp. 45.000 37.564
Jumlah 443.054
c. Penerimaan
Besarnya total jumlah penerimaan dihitung berdasarkan jumlah produksi rumput laut dikali dengan harga rumput laut saat itu (Tabel 17). Kisaran pendapatan bersih responden terbesar dalam setahun yakni di Kelurahan Pabiringa yakni antara Rp. 7.370.000 – Rp. 80.471.250. Hal ini dapat dilihat dari Lampiran 2 dan Lampiran 3 dimana rata-rata jumlah bentangan yang paling banyak adalah responden di Kelurahan Pabiringa.
d. Keuntungan
Keuntungan = Penerimaan – Total Biaya
= Rp. 1.982.184.042 – Rp. 476.831.583 = Rp. 1.505.353.459
BRC (Benefit Cost Ratio) = Penerimaan / Total Biaya
= Rp. 1.982.184.042 : Rp. 476.831.583 = 4,15
BCR > 1, Maka kegiatan budidaya rumput laut layak dikembangkankan
78 Tabel 17. Jumlah kisaran, rata-rata produksi dan pendapatan responden dalam setahun tiap Kelurahan di
Kecamatan Binamu
No. Nama Kelurahan Produktivitas RL KK /thn Pendapatan Kotor (Rp) Total Biaya Produksi perTahun (Rp) Pendapatan Bersih (Rp)
Kisaran Rerata Kisaran Rerata Kisaran Rerata Kisaran Rerata
1 Pabiringa 1.875 - 16.875 7.030 Rp. 10.312.500 - Rp. 38.651.250 Rp. 2.942.500 - Rp. 6. 163.530 Rp. 7.370.000 - Rp. 32.487.720
Rp. 92.812.500 Rp. 12.341.250 Rp. 80.471.250
2 Monro-monro 1.315 - 5.625 3.075 Rp. 7.218.750 - Rp. 16.912.500 Rp. 1.636.000 - Rp. 3.879.950 Rp. 5.582.750 - Rp. 13.032.550
Rp. 30.937.500 Rp. 6.327.500 Rp. 24.610.000
3 Biringkassi 750 - 10.315 3.320 Rp. 4.125.000 - Rp. 18.264.583 Rp. 1.387.000 - Rp. 3.913.633 Rp. 2.738.000 - Rp. 14.350.950
Rp. 56.718.750 Rp. 9.402.500 Rp. 47.316.250
4 Sidenre 750 - 5.625 2.425 Rp. 4.125.000 - Rp. 13.344.375 Rp. 1.584.500 - Rp. 2.957.903 Rp. 2.540.500 Rp. 10.386.472
Rp. 30.937.500 Rp. 6.252.500 Rp. 24.685.000
5 Empoang
Selatan 1.875 - 5.625 2.87 Rp. 10.312.500 - Rp. 15.791.015 Rp. 2.317.500 - Rp. 3.330.156 Rp. 7.995.000 - Rp. 12.460.859
Rp. 30.937.500 Rp. 6.277.500 Rp. 24.660.000
E. Analisis Keberlanjutan Kegiatan Budidaya Rumput Laut K. alvarezii di Kecamatan Binamu
Keberlanjutan Kegiatan budidaya rumput laut K. alvarezii dipertimbangkan dari lima dimensi, yaitu dimensi ekologi, dimensi ekonomi, dimensi sosial budaya, dimensi teknologi dan dimensi kelembagaan. Dalam setiap dimensi tedapat beberapa atribut yang diukur baik secara kuantitatif maupun kualitatif, dan selanjutnya diberikan bobot dengan menggunakan Multidimensional Scalling (MDS). Analisis ini dilakukan dengan menggunakan software Rapfish. Atribut yang digunakan merupakan modifikasi dari Pitcher & Preikshot (2001), Hartono et al.
(2005), Aziz (2011). Pemberian skor pada masing-masing dimensi disesuaikan dengan kondisi ril kegiatan budidaya rumput laut di wilayah pesisir Kecamatan Binamu (Lampiran 8).
a. Status Keberlanjutan Dimensi Ekologi
Status keberlanjutan dimensi ini adalan cukup berkelanjutan.
Atribut yang diperkirakan memberikan pengaruh terhadap tingkat keberlanjutan pada dimensi ekologi terdiri dari sembilan atribut, yaitu (1) keterlindungan, (2) fosfat, (3) kecepatan arus, (4) kedalaman, (5) kecerahan, (6) nitrat, (7) mutu bibit, (8) ketersediaan bibit, serta (9) luasan areal yang sesuai untuk budidaya rumput laut. Dari Sembilan atribut tersebut berdasarkan analisis Leveraging, diperoleh hasil bahwa atribut yang cukup sensitif pada dimensi ini adalah (1) kecerahan, (2) fosfat, dan (3) kedalaman (Gambar 16).
Berdasarkan hasil pengukuran parameter oseanografi dilapangan menunjukkan bahwa ketiga atribut yang sensitif pada dimensi ekologi yakni kecerahan, fosfat dan kedalaman memberikan hasil yang sesuai untuk budidaya rumput laut, hanya ada beberapa stasiun yang mengalami sedikit kekeruhan dimana tingkat kecerahan berhubungan dengan kedalaman perairan.
Gambar 16. Peran masing-masing atribut dimensi ekologi dalam keberlanjutan kegiatan budidaya rumput laut.
Tingkat kecerahan yang rendah berada pada kedalaman perairan yang dangkal sehingga pengadukan terjadi sampai ke dasar perairan.
Untuk perbaikan kedua atribut di atas sebaiknya penanaman dilakukan pada kedalaman air pada saat surut terendah 0,40 meter (Anggadiredja, 2006) sehingga rumput laut yang ditanam tidak mengalami kekeringan.
1.44
2.95 3.25
3.44 0.31
2.03 2.05 1.98 1.88
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4
Keterlindungan Kedalaman Fosfat Kecerahan Kecepatan arus Nitrat Mutu bibit Ketersediaan bibit Luas areal yang sesuai budidaya RL
Atribut
Pe ruba ha n Root Me a n Squa re (RMS) Ke tika Sa la h Sa tu Atribut Dihila ngka n
Kandungan zat hara pada suatu perairan selain berasal dari perairan itu sendiri juga tergantung pada keadaan sekelilingnya, seperti sumbangan dari daratan melalui sungai serta serasah mangrove dan lamun. Zat hara adalah zat-zat yang diperlukan dan mempunyai pengaruh terhadap proses dan perkembangan hidup organisme terutama zat hara fosfat dan nitrat. Kedua zat hara ini berperan penting terhadap sel jaringan jazad hidup organisme serta dalam proses fotosintesis (Ulqodry, 2010), sehingga mangrove yang tumbuh di pesisir pantai harus tetap dijaga, begitu pula limbah domestik sebaiknya tidak dibuang sembarangan karena akan mempengaruhi kualitas perairan.
Upaya-upaya perbaikan tidak hanya dilakukan terhadap atribut yang sensitif memberikan pengaruh terhadap nilai indeks keberlanjutan dimensi ekologi, akan tetapi juga diupayakan mempertahankan atau meningkatkan atribut-atribut yang berdampak positif terhadap peningkatan nilai indeks keberlanjutan dimensi ekologi kegiatan budidaya rumput laut untuk lebih meningkatkan status keberlanjutan.
b. Status Keberlanjutan Dimensi Ekonomi
Status keberlanjutan pada dimensi ekonomi adalah cukup berkelanjutan dengan nilai indeks 52,19. Atribut yang berpengaruh pada dimensi ini terdiri dari lima atribut yaitu (1) kelayakan budidaya rumput laut, (2) keuntungan budidaya rumput laut, (3) kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah, (4) rantai pemasaran rumput laut, serta (5) jumlah pasar.
Besarnya nilai indeks keberlanjutan dimensi ekonomi dipengaruhi oleh atribut-atribut keberlanjutan yang telah disebutkan di atas. Atribut-atribut tersebut memberikan pengaruh yang berbeda-beda terhadap besarnya nilai indeks keberlanjutan. Adapun hasil dari analisis leveraging diperoleh tiga atribut yang paling sensitif mempengaruhi dimensi ekonomi, yaitu (1) Kelayakan budidaya rumput laut, (2) keuntungan budidaya rumput laut, serta (3) kontribusi terhadap PAD (Gambar 17).
Gambar 17. Peran masing-masing atribut dimensi ekonomi dalam keberlanjutan kegiatan budidaya rumput laut.
Keuntungan kegiatan budidaya rumput laut merupakan atribut yang paling sensitif, keuntungan adalah selisih antara total penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan budidaya. Suatu usaha atau kegiatan dikatakan berhasil apabila keuntungan yang diperoleh dapat digunakan untuk membeli sarana produksi dan membayar upah tenaga kerja selama proses produksi. Dalam penelitian rata-rata
11.79 11.62 8.03
3.82
9.72
0 2 4 6 8 10 12 14
Keuntungan kegiatan budidaya RL Kontribusi terhadap PAD
Pasar rumput laut Rantai pemasaran Kelayakan kegiatan
budidaya RL
Atribut
Perubahan Root Mean Square (RMS) Ketika Salah Satu Atribut Dihilangkan