• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.2 Saran

5.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar untuk mengembangkan penelitian keperawatan bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pengalaman ibu usia remaja dalam merawat bayi berat lahir rendah.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah)

2.1.1 Definisi BBLR

Proverawati dan Ismawati (2010) menyatakan bahwa definisi BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2.500 gram tanpa memandang masa kehamilan. Bayi yang berada di bawah persentil 10 dinamakan ringan untuk kehamilan. Pada tahun 1961 oleh WHO semua bayi yang baru lahir dengan berat lahir kurang dari 2500 gram disebut Low Birth Weight Infants (BBLR).

2.1.2 Klasifikasi BBLR

Maryunani dan Nurhayati (2009) menyatakan bahwa ada cara dalam mengelompokkan bayi BBLR, yaitu:

1. Menurut berat badannya:

a. Bayi berat lahir rendah (BBLR) berat lahir 1500-2500 gram

b. Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) berat lahir 1000-1500 gram

c. Bayi berat lahir ekstrim rendah (BBLER) berat lahir kurang dari 1000 gram. 2.1.3 Etiologi BBLR

Penyebab terjadinya bayi BBLR menurut (Rukiyah & Yulianti, 2010) bersifat multifaktorial, sehingga kadang mengalami kesulitan untuk melakukan tindakan pencegahan. Namun, penyebab terbanyak terjadinya bayi BBLR adalah kelahiran prematur. Semakin muda usia kehamilan semakin besar risiko jangka pendek dan jangka panjang dapat terjadi.

Berikut adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan bayi BBLR secara umum menurut Proverawati dan Ismawati (2010) yaitu:

1. Faktor ibu

Faktor ibu merupakan hal yang dominan dalam mempengaruhi kejadian bayi berat lahir rendah antara lain: (a) Mengalami komplikasi kehamilan, seperti: anemia sel berat, pendarahan antepartum, hipertensi, preeklampsia berat, eklampsia, infeksi selama kehamilan (infeksi kandung kemih dan ginjal); (b) Menderita penyakit seperti malaria, Infeksi Menular Seksual, HIV/AIDS, malaria, TORCH; (c) Usia ibu pada waktu hamil kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun; (d) Kehamilan ganda (multigravida); (e) Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari 1 tahun); (f) Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya; (g) Kebiasaan ibu (ketergantungan obat narkotik, rokok, dan alkohol); (h) Trauma pada masa kehamilan antara lain jatuh; (i) Bekerja yang terlalu berat (Proverawati & Ismawati, 2010).

2. Faktor janin

Beberapa faktor janin yang mempengaruhi kejadian bayi berat lahir rendah antara lain: (a) Kelainan kromosom (trisomy autosomal); (b) Infeksi janin kronik (inklusi sitomegali, rubella bawaan); (c) Disautonomia familial; (d) Radiasi; (e) Kehamilan ganda/kembar (gemeli); (f) Aplasia pancreas (Proverawati & Ismawati, 2010).

3. Faktor plasenta:

Beberapa faktor plasenta yang mempengaruhi kejadian bayi berat lahir rendah antara lain: (a) Berat plasenta berkurang atau berongga atau keduanya

(hidramnion); (b) Luas permukaan berkurang; (c) Plasentitis vilus (bakteri,virus dan parasit); (e) Infark; (f) Tumor (korioangioma, mola hidatidosa); (g) Plasenta yang lepas; (h) Sindrom plasenta yang lepas; (i) Sindrom transfusi bayi kembar (sindrom parabiotik) (Proverawati & Ismawati, 2010).

4. Faktor lain

Selain faktor ibu, janin dan plasenta, ada faktor lain yaitu faktor lingkungan yang meliputi bertempat tinggal di dataran tinggi, terkena radiasi, dan terpapar zat beracun (Proverawati & Ismawati, 2010).

Berdasarkan tipe BBLR menurut (Proverawati & Ismawati, 2010) penyebab terjadinya bayi BBLR dapat digolongkan menjadi sebagai berikut:

1. BBLR tipe KMK, disebabkan oleh: (a) Ibu hamil yang kekurangan nutrisi; (b) Ibu memiliki hipertensi, preeklampsia, atau anemia; (c) Kehamilan kembar, kehamilan lewat waktu; (d) Malaria kronik, penyakit kronik; (e) Ibu hamil merokok.

2. BBLR tipe prematur, disebabkan oleh: (a) Berat badan ibu yang rendah, ibu hamil yang masih remaja, kehamilan kembar; (b) Pernah melahirkan bayi premature sebelumnya, (c) Cervical imcompetence (mulut rahim yang lemah hingga tak mampu menahan berat bayi dalam rahim); (d) Pendarahan sebelum atau saat persalinan (antepartum hemorrhage); (e) Ibu hamil yang sedang sakit; (f) Kebanyakan tidak diketahui penyebabnya.

2.1.4 Manifestasi BBLR

Secara umum gambaran klinis dari BBLR menurut Proverawati dan Ismawati (2010) adalah sebagai berikut: (a) Berat kurang dari 2500 gram;

(b) Panjang kurang dari 45 cm; (c) Lingkar dada kurang dari 30 cm; (d) Lingkar kepala kurang dari 33 cm; (e) Umur kehamilan kurang dari 37 minggu; (f) Kepala lebih besar; (g) Kulit tipis, transparan, rambut lanugo banyak, lemak kurang; (h) Otot hipotonik lemah; (i) Pernapasan tak teratur dapat terjadi apnea; (j) Ekstremitas: paha abduksi, sendi lutut / kaki fleksi-lurus; (k) Kepala tidak mampu tegak; (l) Pernapasan 40 – 50 kali / menit; (m) Nadi 100 – 140 kali / menit (Pantiawati, 2010).

2.1.5 Masalah-masalah yang Dapat Terjadi

Menurut Proverawati dan Ismawati (2010), masalah-masalah yang sering terjadi pada bayi BBLR adalah sebagai berikut:

1. Hipotermia

Terjadi karena hanya sedikit lemak tubuh dan sistem pengaturan suhu tubuh pada bayi baru lahir belum matang. Adapun ciri-ciri bayi BBLR yang mengalami hipotermia adalah sebagai berikut: (a) Suhu tubuh < 32º C; (b) Mengantuk dan sukar dibangunkan; (c) Menangis sangat lemah; (d) Seluruh tubuh dingin; (e) Pernafasan lambat; (f) Pernafasan tidak teratur; (g) Bunyi jantung lambat; (h) Mengeras kaku (sklerema); (i) Tidak mau menyusui, sehingga berisiko dehidrasi (Proverawati & Ismawati, 2010).

2. Hipoglikemia

Gula darah berfungsi sebagai makanan otak dan membawa oksigen ke otak. Jika asupan glukosa ini kurang, akibatnya sel-sel syaraf di otak mati dan memengaruhi kecerdasan bayi kelak. BBLR membutuhkan ASI sesegera mungkin

setelah lahir dan minum sangat sering (setiap 2 jam) pada minggu pertama (Proverawati & Ismawati, 2010).

3. Hiperglikemia

Hiperglikemia sering merupakan masalah pada bayi yang sangat amat prematur yang mendapat cairan glukosa berlebihan secara intravena tetapi mungkin juga terjadi pada bayi BBLR lainnya (Proverawati & Ismawati, 2010). 4. Masalah pemberian ASI

Masalah pemberian ASI pada BBLR terjadi karena ukuran tubuh bayi dengan BBLR kecil, kurang energi, lemah, lambungnya kecil dan tidak dapat mengisap. Bayi dengan BBLR sering mendapatkan ASI dengan bantuan, membutuhkan pemberian ASI dalam jumlah yang lebih sedikit tetapi sering. Bayi BBLR dengan kehamilan ≥ 35 minggu dan berat lahir ≥ 2000 gram umumnya bisa langsung menyusui (Proverawati & Ismawati, 2010).

5. Gangguan Imunologik

Daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena rendahnya kadar Ig C, maupun gamma globulin. Bayi prematur relatif belum sanggup membentuk antibodi dan daya fagositosis serta reaksi terhadap infeksi belum baik. Karena sistem kekebalan tubuh bayi BBLR belum matang (Proverawati & Ismawati, 2010).

6. Kejang saat dilahirkan

Biasanya bayi akan dipantau dalam 1 x 24 jam untuk dicari penyebabnya. Misalnya apakah karena infeksi sebelum lahir (prenatal), pendarahan intrakranial, atau karena vitamin B6 yang dikomsumsi ibu. Selain itu, bayi akan dijaga jalan

nafasnya agar tetap dalam kondisi bebas. Bila perlu diberikan obat anti kejang (Proverawati & Ismawati, 2010).

7. Ikterus (Kadar bilirubin yang tinggi)

Ikterus adalah menjadi kuningnya warna kulit, selaput lendir, dan berbagai jaringan oleh warna zat warna empedu. Ikterus neonatal adalah suatu gejala yang sering ditemukan pada bayi baru lahir (Proverawati & Ismawati, 2010).

8. Sindroma gangguan pernafasan

Gangguan nafas yang sering terjadi pada bayi BBLR kurang bulan (masa gestasi yang pendek) adalah penyakit membran hialin, dimana angka kematian ini menurun dengan meningkatnya umur kehamilan. Membran hialin ini jarang terjadi pada bayi besar yang lahir pada waktunya kecuali bayi yang lahir dengan bedah sesar dan bayi dari ibu penderita diabetes mellitus. Sedangkan gangguan nafas yang sering terjadi pada bayi BBLR lebih bulan adalah aspirasi mekonium. Selain itu, pada bayi BBLR dapat mengalami gangguan pernafasan oleh karena bayi menelan air ketuban sehingga masuk ke dalam paru-paru dan kemudian mengganggu pernafasannya (Proverawati & Ismawati, 2010).

9. Asfiksia

Bayi BBLR bisa kurang, cukup atau lebih bulan, semuanya berdampak pada proses adaptasi pernafasan waktu lahir sehingga mengalami asfiksia lahir. Bayi BBLR membutuhkan kecepatan dan keterampilan resusitasi (Proverawati & Ismawati, 2010).

10. Masalah Perdarahan

Perdarahan pada neonatus mungkin dapat disebabkan karena kekurangan faktor pembekuan darah dan faktor fungsi pembekuan darah abnormal atau menurun, gangguan trombosit, dan gangguan pembuluh darah. Faktor yang berperan serta dalam masalah perdarahan pada bayi BBLR antara lain adalah: (a) Meningginya fragilitas kapiler, arteri, dan jaringan kapiler vena dalam jaringan germinal paraventrikular yang mudah rusak, dan (b) Meningginya tekanan vaskular (Proverawati & Ismawati, 2010).

11. Anemia

Anemia fisiologik pada bayi BBLR disebabkan oleh supresi eritropoesis pasca lahir, persediaan besi janin yang sedikit, serta bertambah besarnya volume darah sebagai akibat pertumbuhan yang relatif lebih cepat. Oleh karena itu, anemia pada bayi BBLR terjadi lebih dini. Kehilangan darah pada janin atau neonatus akan memperberat anemianya. Persediaan zat besi pada neonatus termasuk bayi dengan BBLSR biasanya mencukupi sampai berat badannya menjadi 2 kali berat lahir (Proverawati & Ismawati, 2010).

` 2.1.6 Penatalaksanaan Umum pada Bayi BBLR

Pantiawati (2010) menyatakan bahwa penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada bayi BBLR yaitu:

1. Mempertahankan Suhu Tubuh Bayi

Bayi dengan berat badan lahir rendah dirawat didalam inkubator. Inkubator yang modern dilengkapi dengan alat pengukur suhu dan kelembapan agar bayi dapat mempertahankan suhu tubuhnya yang normal, alat oksigen yang dapat

diatur, serta kelengkapan lain untuk mengurangi kontaminasi bila inkubator dibersihkan. Kemampuan bayi BBLR dan bayi sakit untuk hidup lebih besar bila mereka dirawat pada atau mendekati suhu lingkungan yang netral. Suhu ini ditetapkan dengan mengatur suhu permukaan yang terpapar radiasi, kelembaban relatif, dan aliran udara sehingga produksi panas (yang diukur dengan komsumsi oksigen) sesedikit mungkin dan suhu tubuh bayi dapat dipertahankan dalam batas normal (Pantiawati, 2010).

Suhu inkubator yang optimum diperlukan agar panas yang hilang dan komsumsi oksigen terjadi minimal sehingga bayi telanjang pun dapat mempertahankan suhu tubuhnya sekitar 36,5º - 37º C. Dalam keadaan tertentu bayi yang sangat prematur tidak hanya memerlukan inkubator untuk mengatur suhu tubuhnya tetapi juga memerlukan pleksiglas penahan panas atau topi maupun pakaian (Pantiawati, 2010). .

2. Pengaturan dan Pengawasan Intake Nutrisi

Pengaturan dan pengawasan intake nutrisi dalam hal ini adalah menentukan pilihan susu, cara pemberian dan jadwal pemberian yang sesuai dengan kebutuhan bayi BBLR (Pantiawati, 2010). .

ASI (Air Susu Ibu) merupakan pilihan pertama jika bayi mampu mengisap. ASI merupakan makanan yang paling utama, sehingga ASI adalah pilihan yang harus didahulukan untuk diberikan. ASI juga dapat dapat dikeluarkan dan diberikan pada bayi yang tidak cukup mengisap. Bila faktor menghisapnya kurang maka ASI dapat diperas dan diminumkan dengan sendok perlahan-lahan atau dengan memasang sonde ke lambung. Permulaan cairan yang diberikan

sekitar 200 cc/ kgBB/ hari. Jika ASI tidak ada atau tidak mencukupi khususnya pada bayi BBLR dapat digunakan susu formula yang komposisinya mirip ASI atau susu formula khusus bayi BBLR (Pantiawati, 2010).

Cara pemberian makanan bayi BBLR harus diikuti tindakan pencegahan khusus untuk mencegah terjadinya regurgitasi dan masuknya udara dalam usus. Pada bayi dalam inkubator dengan kontak yang minimal, tempat tidur atau kasur inkubator harus diangkat dan bayi dibalik pada sisi kanannya. Sedangkan pada bayi lebih besar dapat diberi makan dalam posisi dipangku (Pantiawati, 2010).

Pada bayi BBLR yang lebih kecil, kurang giat dalam mengisap dan sianosis ketika minum melalui botol atau menyusui pada ibunya, makanan diberikan melalui Naso Gastric Tube (NGT). Jadwal pemberian makanan disesuaikan dengan kebutuhan dan berat badan bayi BBLR. Pemberian makanan interval tiap jam dilakukan pada bayi dengan berat badan lebih rendah (Pantiawati, 2010). .

3. Pencegahan Infeksi

Fungsi perawatan disini adalah memberi perlindungan terhadap bayi BBLR dari bahaya infeksi. Oleh karena itu, bayi BBLR tidak boleh kontak dengan penderita infeksi dalam bentuk apapun. Digunakan masker dan baju khusus dalam penanganan bayi, perawatan luka tali pusat, perawatan mata, hidung, kulit, tindakan aseptis dan antiseptik alat-alat yang digunakan, isolasi pasien, jumlah pasien dibatasi, rasio perawat pasien ideal, mengatur kunjungan, menghindari perawatan yang terlalu lama, mencegah timbulnya asfiksia dan pemberian antibiotik yang tepat (Pantiawati, 2010).

4. Pengawasan Jalan Nafas

Jalan nafas merupakan jalan udara melalui hidung, pharing, trachea, bronchioles, bronchiolus respiratorius, dan duktus alveoleris ke alveoli. Terhambatnya jalan nafas dapat menimbulkan asfiksia, hipoksia, dan akhirnya kematian. Selain itu bayi BBLR tidak dapat beradaptasi dengan asfiksia yang terjadi selama proses kelahiran sehingga dapat lahir dengan asfiksia perinatal. Bayi BBLR berisiko mengalami serangan apneu dan defisiensi surfaktan, sehingga tidak dapat memperoleh oksigen yang cukup yang sebelumnya diperoleh dari plasenta (Pantiawati, 2010). .

Dalam kondisi seperti ini, diperlukan pembersihan jalan nafas segera setelah lahir (aspirasi lendir), dibaringkan pada posisi miring, merangsang pernafasan dengan menepuk atau menjentik tumit. Bila tindakan ini gagal, dilakukan ventilasi, intubasi endotrakheal, pijatan jantung dan pemberian oksigen dan selama pemberian intake dicegah terjadinya aspirasi. Dengan tindakan ini dapat dicegah sekaligus mengatasi asfiksia sehingga memperkecil kematian bayi BBLR (Pantiawati, 2010).

2.1.7 Perawatan dan Pemantauan (Monitoring) Bayi BBLR 2.1.7.1. Perawatan di Rumah Sakit

Pada bayi BBLR yang harus dilakukan tindakan penanganan di rumah sakit, juga tergantung pada kondisi bayi masing-masing. Namun, tindakan yang dilakukan oleh tim medis pada bayi dengan BBLR akan segera diperiksa fungsi organ-organ tubuhnya terutama paru-paru dan jantung. Sebelum mencapai berat yang cukup, bayi BBLR biasanya memerlukan perawatan intensif dalam

inkubator. Salah satu penyebabnya, bayi bertubuh kecil sangat sensitif terhadap perubahan suhu. Oleh sebab itulah, bayi perlu dimasukkan ke kotak kaca yang bisa diatur kestabilan suhunya (Proverawati & Ismawati, 2010).

Tidak ada patokan pasti untuk lama perawatan bayi BBLR di rumah sakit. Bayi dengan berat 1.000 gram, misalnya, memerlukan perawatan seksama dan bertahap sehingga bisa satu bulan lebih harus berada dalam inkubator. Lama perawatan lebih ditentukan oleh kemampuan bayi beradaptasi dengan lingkungan, seperti tidak ada lagi gangguan pernafasan, suhu tubuh telah stabil dan bayi sudah punya refleks isap dan menelan yang baik. Sebelum pulang, bayi sudah harus mampu minum sendiri dengan botol maupun puting susu ibu. Selain itu, kenaikan berat badannya telah berkisar 10-30 gram/hari dan suhu tubuh tetap normal di ruangan biasa. Bayi juga tidak menderita gangguan pernafasan lagi dan tidak membutuhkan oksigen serta obat-obatan yang diberikan melalui pembuluh darah atau infuse (Proverawati & Ismawati, 2010).

2.1.7.2. Perawatan di Rumah

Orang tua terutama ibu, secara fisik dan psikologis harus mampu dan siap merawat bayinya di rumah. Ibu harus dapat menguasai cara memberi ASI dengan benar, cara memandikan, merawat tali pusat, mengganti popok, memberi Pendamping ASI (PASI), juga menjaga kebersihan dan lingkungan yang optimal untuk tumbuh kembang bayi. Ibu harus percaya diri dan berani merawat bayinya sendiri, karena dari situlah akan terjadi kontak untuk menciptakan bonding antara ibu dan bayi (Proverawati & Ismawati, 2010).

Berikut adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan orang tua saat merawat bayi BBLR di rumah, yaitu sebagai berikut: (a) Perhatikan suhu, (b) beri minum dengan porsi kecil tapi sering, (c) utamakan pemberian ASI (Air Susu Ibu), (d) pemberian imunisasi, (e) lakukan banyak sentuhan, (f) hindarkan kontak terhadap orang/lingkungan yang berisiko tinggi, (g) cuci tangan sebelum memegang bayi, (h) pakailah masker bila kondisi badan sakit sebelum memegang bayi, (i) lakukan pemijatan bayi secara rutin (tanyakan dokter tentang caranya), (j) beri vitamin (Proverawati & Ismawati, 2010).

2.1.7.3 Pemantauan (Monitoring) Bayi BBLR 1. Pemantauan saat dirawat

Pantau berat badan bayi secara periodik yaitu: (a) Bayi akan kehilangan berat badan selama 7-10 hari pertama (sampai 10% untuk bayi dengan berat lahir

≥ 1.500 gram dan 15% untuk bayi dengan berat lahir < 1500 gram), dan bila bayi

sudah mendapatkan ASI secara penuh (pada semua kategori berat lahir) dan telah berusia lebih dari 7 hari: (a) Tingkatkan jumlah ASI dengan 20 ml/kg/hari sampai tercapai jumlah 180 ml/kg/hari, (b) tingkatkan jumlah ASI sesuai dengan peningkatan berat badan bayi agar jumlah pemberian ASI tetap 180 ml/kg/hari, (c) apabila kenaikan berat badan tidak adekuat, tingkatkan jumlah pemberian ASI hingga 200 ml/kg/hari (Pantiawati, 2010).

2. Pemantauan setelah pulang

Diperlukan pemantauan setelah pulang untuk mengetahui perkembangan bayi dan mencegah atau mengurangi kemungkinan untuk terjadinya komplikasi setelah pulang sebagai berikut: (a) Sesudah pulang hari ke-2, ke-10, ke-20, ke-30,

dilanjutkan setiap bulan, (b) hitung umur koreksi, (c) pertumbuhan yang meliputi berat badan, panjang badan, dan lingkar kepala, (d) tes perkembangan yaitu Denver development screening test (DDST), (e) awasi adanya kelainan bawaan (Pantiawati, 2010).

3. Mencegah infeksi dengan ketat

Bayi BBLR sangat rentan terhadap infeksi oleh karena daya tahan tubuh bayi yang masih lemah, kemampuan leukosit masih kurang, dan pembentukan antibodi belum sempurna. Prosedur yang dapat dilakukan dalam rangka pencegahan infeksi adalah sebagai berikut: (a) Mencuci tangan sampai ke siku dengan sabun dan air mengalir selama 2 menit sebelum masuk ke tempat rawat bayi, (b) mencuci tangan dengan zat antiseptik/sabun setiap sebelum dan sesudah memegang seorang bayi, (c) melakukan tindakan untuk mengurangi kontaminasi pada makanan bayi dan semua benda yang berhubungan langsung dengan bayi, (d) mencegah kontaminasi udara di sekitar bayi, (e) mencegah jumlah bayi yang terlalu banyak dalam satu ruangan, (f) membatasi kontak langsung dan tidak langsung dengan petugas ruangan dan bayi lainnya, (g) melarang petugas yang menderita infeksi masuk ke tempat bayi dirawat (Pantiawati, 2010)..

4. Pemeriksaan Fisik

Yang dapat dijumpai saat pemeriksaan fisik pada bayi BBLR antara lain : (a) Berat badan, (b) tanda-tanda prematuritas (pada bayi kurang bulan), (c) tanda bayi cukup bulan atau lebih bulan (bila bayi kecil untuk masa kehamilan) (Pantiawati, 2010).

5. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain adalah sebagai berikut: (a) Pemeriksaan skor ballard (Ballard Test), (b) tes kocok (shake test), (c) darah rutin, glukosa darah, kalau perlu dan tersedia fasilitas diperiksa kadar elektrolit dan analisa gas darah, (d) foto dada ataupun babygram diperlukan pada bayi baru lahir dengan umur kehamilan kurang bulan dimulai pada umur 8 jam atau didapat/diperkirakan akan terjadi sindrom gawat nafas, (e) USG kepala (Pantiawati, 2010).

2.2 Ibu Usia Remaja

2.2.1 Defenisi dan Batasan Remaja

Kusmiran (2011) mendefenisikan remaja merupakan suatu masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa, yang meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa. Masa remaja (usia 10-20 tahun) adalah masa yang khusus dan penting, karena merupakan pematangan organ reproduksi manusia. Masa remaja disebut juga masa pubertas, yaitu masa transisi yang unik ditandai dengan berbagai perubahan fisik, emosi dan psikis.

Pada masa remaja terjadi perubahan organobiologik yang cepat dan tidak seimbang dengan perubahan mental emosional (kejiwaan). Keadaan ini dapat membuat remaja bingung. Oleh karena itu perlu pengertian, bimbingan, dan dukungan dari lingkungan di sekitarnya sehingga remaja dapat tumbuh dan berkembang menjadi manusia dewasa yang sehat baik jasmani, mental maupun psikososial (Pinem, 2009).

Periode remaja dibagi menjadi tiga tahap yaitu:

(a) Masa remaja awal (10-13 tahun) dengan ciri khas antara lain: ingin bebas, lebih dekat dengan teman sebaya, mulai berpikir abstrak dan lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya

(b) Masa remaja tengah (13-16 tahun), dengan ciri khas antara lain: mencari identitas diri, timbul keinginan untuk berkencan, berkhayal tentang aktivitas seksual, dan mempunyai rasa cinta yang mendalam

(c) Masa remaja akhir (17-20 tahun) dengan ciri khas antara lain: mampu berfikir abstrak, lebih selektif dalam mencari teman sebaya, mempunya citra jasmani dirinya, dapat mewujudkan rasa cinta, dan pengungkapan kebebasan diri (Pinem, 2009).

2.2.2 Ciri- Ciri dan Tugas Perkembangan Remaja 2.2.2.1 Ciri-Ciri Remaja

1. Pertumbuhan fisik

Pertumbuhan fisik yang terjadi pada remaja berkaitan dengan pertumbuhan dan kematangan seksual. Tugas yang harus dilakukan oleh remaja terkait dengan pertumbuhan fisik adalah bagaimana menerims keadaan fisik sebagai hasil dari pertumbuhan alami secara arif dan bijaksana dan tidak berbuat ke arah destruktif (tindakan buruk) dari keadaan fisik tersebut. Sebaliknya bila pertumbuhan fisik sesuai dengan harapan dirinya dan lingkungan, juga tidak menjadikan dirinya berlaku sombong, angkuh dan melampaui batas (Irianto, 2014).

2. Perkembangan seksual

Tanda perkembangan seksual pada pria diantaranya adalah perkembangan kelenjar keringat, pertumbuhan penis dan buah zakar, alat produksi spermanya mulai berproduksi, mengalami mimpi basah yang pertama tanpa sadar mengeluarkan sperma, lehernya menonjol buah jakun, terjadinya ereksi dan ejakulasi, dada lebih lebar,tumbuh kumis di atas bibir, jambang dan rambut di sekitar kemaluan dan ketiak. Sedangkan tanda seksual pada wanita ditandainya dengan datangnya menstruasi, pinggul melebar, pertumbuhan rahim dan vagina, tumbuh rambut disekitar kemaluan dan ketiak, dan payudara membesar (Irianto, 2014).

3. Cara berpikir kausalitas

Remaja juga sudah mulai menunjukkan cara berfikir kausalitas, yang menyangkut hubungan sebab-akibat dan berfikir kritis (Irianto, 2014).

4. Emosi yang meluap-luap

Keadaan emosi remaja masih labil karena erat hubungannya dengan keadaan hormon. Emosi yang meluap-luap itu dapat mendorong remaja melakukan tindakan yang melampaui batas kepatutan dan kewajaran. Emosi remaja lebih kuat dan menguasai diri mereka daripada pikiran yang realistis. Untuk itu remaja dituntut untuk dapat mengendalikan dan mengontrol emosi (Irianto, 2014).

5. Bertindak menarik perhatian lingkungan

Tindakan remaja dalam menarik perhatian lingkungan ada yang diwujudkan dalam bentuk tindakan positif seperti belajar dan berlatih dengan rajin

dan sungguh-sungguh untuk menjadikan remaja berprestasi dalam bidang akademik, seni, dan sastra. Namun, ada pula remaja yang melakukan tindakan negatif dalam rangka menarik perhatian lingkungan, seperti melakukan tindakan perkelahian, menyalahgunakan narkoba, tindakan seks bebas, dan sebagainya (Irianto, 2014).

6. Terikat dengan kelompok

Masa remaja dalam kehidupan sosialnya lebih tertarik dengan kelompok manusia yang sebaya dengannya. Bergabungnya remaja dalam kelompok “gang’’, karena remaja beranggapan bahwa kelompok ini mau mengerti, mau menganggap diri remaja dan menjadi tempat curhat serta tempat pelampiasan perasaan tertekan dan saling tukar pengalaman (Irianto, 2014).

2.2.2.2 Tugas-Tugas Perkembangan Remaja

Kusmiran (2011) ada tugas-tugas yang harus diselesaikan dengan baik pada setiap periode perkembangan. Tugas perkembangan adalah hal-hal yang harus dipenuhi atau dilakukan oleh remaja dan dipengaruhi oleh harapan sosial. Deskripsi tugas perkembangan berisi harapan lingkungan yang merupakan tuntutan bagi remaja dalam bertingkah laku.

Adapun tugas perkembangan menurut Kusmiran (2011) pada remaja adalah sebagai berikut: (a) Menerima keadaan dan penampilan diri, serta menggunakan tubuhnya secara efektif. (b) Belajar berperan sesuai dengan jenis kelamin (sebagai laki-laki atau perempuan). (c) Mencapai relasi yang baru dan lebih matang dengan teman sebaya, baik sejenis maupun lawan jenis. (d) Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab. (e) Mencapai kemandirian secara

emosional terhadap orang tua dan orang dewasa lainnya. (f) Mempersiapkan karier dan kemandirian secara ekonomi. (g) Menyiapkan diri (fisik dan psikis) dalam menghadapi perkawinan dan kehidupan keluarga. (h) Mengembangkan kemampuan dan keterampilan intelektual untuk hidup bermasyarakat dan untuk masa depan (dalam bidang pendidikan atau pekerjaan). (i) Mencapai nilai-nilai kedewasaan.

Adapun tugas perkembangan masa remaja lainnya menurut Irianto (2014) yaitu: (a) Memperluas hubungan antar pribadi dan berkomunikasi secara lebih dewasa dengan teman sebaya dari kedua jenis kelamin. (b) Memperoleh peranan sosial. (c) Menerima keadaan tubuhnya dan menggunakan secara efektif. (d) Memperoleh kebebasan emosional dari orang tua. (e) Mencapai kepastian akan kebebasan dan kemampuan berdiri sendiri. (f) Memiliki dan mempersiapkan diri untuk suatu pekerjaan. (g) Mempersiapkan diri untuk perkawinan dan kehidupan keluarga. (h) Mengembangkan dan membentuk konsep-konsep moral.

Dokumen terkait