• Tidak ada hasil yang ditemukan

1.7 Sistematika Penuliasan Skripsi

1.7.1 Bagian Awal

Bagian awal terdiri atas halaman judul, halaman pernyataan, halaman pengesahan, halaman motto dan persembahan, kata pengantar, abstrak, daftar isi, daftar gambar, daftar tabel, dan daftar lampiran.

1.7.2 Bagian Isi

Bagian isi merupakan bagian inti dalam penulisan skripsi. Bagian isi terdiri atas lima BAB yaitu sebagai berikut.

BAB 1 : PENDAHULUAN

Berisi tentang latar belakang, fokus penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah, dan sistematika penulisan skripsi.

BAB 2 : LANDASAN TEORI

Berisi tentang teori-teori yang digunakan sebagai landasan teoritis dalam penulisan skripsi, penelitian yang relevan, kerangka berpikir dan hipotesis penelitian.

BAB 3 : METODE PENELITIAN

Berisi tentang metode penelitian, desain penelitian, latar penelitian, data dan sumber data, metode pengumpulan data, prosedur penelitian, instrumen penelitian, teknik analisis data, dan pengujian keabsahan data. BAB 4 : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berisi tentang hasil penelitian dan pembahasannya. BAB 5 : PENUTUP

Berisi tentang simpulan hasil penelitian dan saran-saran dari peneliti. 1.7.3 Bagian Akhir

Bagian ini terdiri atas daftar pustaka dan lampiran-lampiran yang digunakan dalam penelitian.

12

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Kajian Teori

2.1.1 Belajar

Menurut Rifa’i (2012: 82), belajar merupakan proses penting bagi perubahan perilaku setiap orang dan belajar itu mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan oleh seseorang. Belajar memegang peranan penting di dalam perkembangan, kebiasaan, sikap, keyakinan, tujuan, kepribadian, dan bahkan persepsi seseorang. Belajar dapat terjadi kapan saja dan dimana saja, salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar yaitu terjadi perubahan tingkah laku pada diri seseorang yang disebabkan oleh terjadinya perubahan pada tingkat pengetahuan, keterampilan,maupun perubahan pada sikapnya.

Menurut Purwanto (2007: 84 – 85), beberapa elemen penting yang mencirikan pengertian tentang belajar antara lain:

(1) belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku dimana perubahan itu dapat mengarah pada tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada kemugkinan mengarah pada tingkah laku yang lebih buruk;

(2) belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman;

(3) agar dapat disebut sebagai belajar, maka perubahan itu harus relatif mantap, harus cukup panjang. Lamanya periode itu berlangsung sulit ditentukan dengan

pasti tetapi hendaknya perubahan itu sebuah akhir dari suatu periode yang mungkin berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan ataupun bertahun-tahun. Ini berarti kita harus mengenyampingkan perubahan-perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh motivasi, kelelahan, adaptasi, ketajaman perhatian atau kepekaan seseorang, yang biasanya hanyaberlangsung sementara;

(4) tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti perubahan dalam pengertian, pemecahan suatu masalah berpikir, keterampilan, kecakapan, kebiasaan, ataupun sikap.

Perumusan dan tafsiran tentang belajar oleh para ahli berbeda satu sama lain. Menurut William Burton sebagaimana dikutip oleh Hamalik (2005: 28), mengemukakan bahwa, situasi belajar yang baik terdiri dari pengalaman belajar yang banyak dan beragam, serta bersatu di sekitar orang yang memiliki banyak pengalaman dan berada dalam interaksi yang bervariasi, dan lingkungan provokatif.

Menurut Wiliam sebagaimana dikutip oleh Hamalik (2005: 28), juga mengemukakan bahwa, belajar didefinisikan sebagai modifikasi atau penguatan perilaku melalui pengalaman. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Arends (2012: 17), belajar merupakan kegiatan sosial budaya dimana siswa membangun makna yang dipengaruhi oleh interaksi dari pengetahuan sebelumnya serta peristiwa baru dalam pembelajaran.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan perilaku seseorang yang dipengaruhi oleh interaksi

dari pengetahuan yang dimiliki dengan peristiwa baru dan lingkungannya untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas tingkah laku dalam berbagai bidang.

2.1.2 Kemampuan Komunikasi Matematis

NCTM (2000: 60), kemampuan siswa dalam menggunakan matematika sebagai alat komunikasi dan kemampuan siswa mengkomunikasikan matematika yang telah dipelajarinya sebagai isi pesan yang harus disampaikan disebut dengan komunikasi matematis. Menurut Tandililing (2011: 923), kemampuan komunikasi matematika adalah kemampuan siswa dalam menggambar, membuat ekspresi matematika, atau menulis jawaban mereka dengan bahasa mereka sendiri terkait dengan berbagai situasi atau matematika ide yang disajikan dalam bentuk gambar, diagram, grafik, simbol, barang cerita, atau model matematika. Siswa yang memiliki kesempatan, dorongan, dan dukungan dalam berbicara, menulis, membaca, dan mendengarkan matematika di kelas mempunyai manfaat ganda yaitu mereka berkomunikasi untuk belajar matematika, dan mereka belajar untuk berkomunikasi secara matematis.

Greenes dan Shulman sebagaimana dikutip oleh Tandililing (2011: 918), menyatakan bahwa komunikasi matematika adalah (1) Kekuatan utama bagi siswa dalam merumuskan konsep dan strategi matematika; (2) kunci keberhasilan siswa terhadap pendekatan dan penyelesaian dalam eksplorasi dan penyidikan matematika; (3) cara siswa untuk berkomunikasi dengan teman-teman mereka dalam memperoleh informasi, berbagi dan menemukan ide-ide, menilai dan memperbaiki ide untuk meyakinkan orang lain.

Salah satu syarat penting yang membantu proses penyusunan ide-ide dalam menghubungkan gagasan-gagasan agar dapat dimengerti orang lain adalah komunikasi matematis. Komunikasi matematis merupakan salah satu standar yang diterpkan oleh National Coucil of Theachers of Mathematics (NCTM) untuk semua lembaga pendidikan yang mengajarkan matematika kepada siswa khususnya sekolah. Standar proses yang ditetapkan oleh NCTM yaitu kemampuan pemecahan masalah, kemampuan menalar dan membuktikan, kemampuan komunikasi, kemampuan koneksi, serta kemampuan representasi.

Qohar (2011: 2), menyatakan bahwa komunikasi matematis diperlukan untuk memahami ide-ide matematis dengan benar. Keterampilan komunikasi matematis yang lemah akan mengakibatkan kurangnya kemampuan matematika lainnya. Siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis yang baik akan mampu menciptakan representasi yang beragam, akan lebih mudah dalam mencari alternatif dalam memecahkan masalah. Kemampuan komunikasi matematis akan membuat seseorang bisa menggunakan matematika untuk dirinya sendiri dan juga untuk orang lain, sehingga akan meningkatkan sikap positif terhadap matematika baik dari dalam diri sendiri maupun orang lain.

Silver, sebagaimana dikutip oleh Kosko (2012: 79), menyatakan bahwa menulis dipandang sebagai cara bagi individu untuk merenungkan atau menjelaskan secara rinci ide-ide matematis yang mereka punya. Hal yang sama juga ditegaskan oleh Ahmad (2008: 229), bahwa siswa perlu belajar bahasa tertulis untuk menyampaikan solusi atau ide-ide mereka. Mereka harus menggunakan sintaks yang benar dan akurat dan tata bahasa dari bahasa matematika. Ia juga

mengemukakan bahwa cara efektif untuk meningkatkan kemampuan komunikasi adalah secara tertulis karena secara formal penggunaan bahasa lebih mudah diimplementasikan dengan cara tertulis. Jordak, sebagaimana dikutip oleh Kosko (2012: 81), juga menambahkan bahwa kemampuan komunikasi matematis tertulis akan membantu siswa untuk mengekspresikan ide-ide matematis mereka untuk menjelaskan strategi, meningkatkan pengetahuan dalam menuliskan algoritma, dan secara umum dapat meningkatkan kemampuan kognitif. Oleh karena itu komunikasi matematis memiliki peranan yang penting dalam pembelajaran matematika.

Menurut Sumarmo (2006: 3-4), indikator komunikasi matematis sebagai berikut.

(1) Menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide matematika. (2) Menjelaskan ide, situasi dan relasi matematik, secara lisan atau tulisan, dengan

benda nyata, gambar, grafik dan aljabar.

(3) Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematik. (4) Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika.

(5) Membaca presentasi matematika tertulis dan memyusun pertanyaan yang relevan.

(6) Membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi dan generalisasi.

Menurut menurut NCTM (2000: 60), indikator kemampuan komunikasi matematis siswa sebagai berikut.

(2) Mengkomunikasikan ide-ide matematik secara koheren dan jelas kepada teman-temannya, guru dan orang lain.

(3) Menganalisis dan mengevaluasi ide-ide matematik secara lisan dan tulisan. (4) Menggunakan bahasa matematik dalam mengekspresikan ide-de matematik

secara benar.

Berdasarkan indikator dari Sumarmo (2006) dan NCTM (2000) indikator dalam penelitian ini sebagai berikut.

(1) Kemampuan menghubungkan benda nyata ke dalam ide-ide matematika. Pada penelitian ini siswa dapat menuliskan informasi yang diketahui dan ditanyakan atau tujuan dari permasalahan.

(2) Kemampuan menyatakan peristiwa sehari-hari dengan simbol-simbol matematika dalam menyajikan ide-ide matematik secara tertulis. Pada penelitian ini siswa dapat menggunakan simbol-simbol matematika saat menuliskan informasi yang diperoleh dari soal dan saat menyelesaikan permasalahan.

(3) Kemampuan menjelaskan ide, situasi sehari-hari dan relasi matematik, secara tertulis, dengan gambar. Pada penelitian ini siswa dapat meggambarkan bangun yang sesuai pada permasalahan yaitu gambar bangun ruang sisi datar kubus dan balok.

(4) Kemampuan memahami dan mengevaluasi ide-ide matematik dalam menyelesaikan permasalahan sehari-hari secara tertulis. Pada penelitian ini siswa dapat menuliskan konsep rumus yang digunakan dalam menyelesaikan

permasalahan, dapat menggunakan langkah-langkah penyelesaian dengan baik serta dapat melalukan perhitungan dengan benar.

(5) Kemampuan mengkomunikasikan kesimpulan jawaban permasalahan sehari- hari sesuai dengan pertanyaan. Pada penelitian ini siswa dapat menuliskan simpulan hasil penyelesaian yang sesuai dengan tujuan dari permasalahan.

Berdasarkan uraian di atas komunikasi matematis sangatlah penting. Hal ini dikarenakan dengan komunikasi matematis yang baik siswa dapat memahami tujuan dari permasalahan yang ada, dapat menyusun setrategi dalam menyelesaikan permasalahan, dapat menggunakan bahasa matematika seperti simbol-simbol matematika dalam menyelesaikan permasalahan, dapat mengevaluasi konsep yang digunakan, dapat melakukan perhitungan dengan benar serta dapat menyampaikan hasil penyelesaian dengan baik dan menyempaikan ide-ide matematika yang mereka punya sehingga dapat dipahami oleh orang lain.

International Baccalaureate (2012) menyatakan bahwa kriteria kemampuan kolunikasi matematis dapat digolongkan dalam beberapa tingkatan. Kriteria tersebut mengkaji beberapa hal yaitu (1) menggunakan bahasa matematika yang tepat baik lisan maupun tulisan; (2) menggunakan berbagai bentuk representasi matematis seperti menuliskan rumus, menggambar diagram, tabel, bagan, grafik dan gambar; dan (3) dapat menggunakan berbagai bentuk representasi yaitu siswa didorong untuk memilih dan menggunakan alat-alat ICT yang tepat seperti kalkulator tampilan grafis, screenshot, grafik, spreadsheet, database, gambar dan perangkat lunak pengolah kata, yang sesuai, untuk meningkatkan komunikasi. Tingkatan kemampuan komunikasi matematis dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut.

Table 2.2 Tingkat Kemampun komunikasi Matematis Menurut IB Tingkat

Pencapaian Deskripsi

0 Siswa tidak mencapai standar yang dijelaskan oleh salah satu deskriptor yang diberikan di bawah.

1-2 Siswa menunjukkan penggunaan dasar bahasa matematika dan / atau bentuk representasi matematis.

Memberikan alur pikiran yang sulit untuk dimengerti. 3-4 Siswa cukup dalam menunjukkan penggunaan bahasa

matematika dan bentuk representasi matematis.

Memberikan alur pikiran yang jelas meskipun tidak selalu logis atau lengkap.

Siswa menggunakan berbagai bentuk representasi dengan beberapa keberhasilan.

5-6 Siswa menunjukkan dengan baik penggunaan bahasa matematika dan bentuk representasi matematis.

Memberikan alur pikiran yang ringkas, logis dan lengkap. Siswa menggunakan secara efektif antara berbagai bentuk representasi.

Kriteria kemampuan komunikasi matematis menurut IB (2012: 35) pada Tabel 2.2 juga memuat tentang kriteria kemampuan komunikasi lisan. Padahal pada penelitian ini hanya membahas tentang kemampuan komunikasi matematis secara tertulis. Sehingga dalam hal ini peneliti membuat kriteria kemampuan komunikasi matematis tulis berdasarkan kriteria dari IB (2012). Jadi kriteria yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 2.3 berikut.

Tabel 2.3 Kriteria Kemampuan Komunikasi Matematis yang Digunakan Tingkat

Pencapaian Deskripsi

0 Siswa tidak mencapai standar yang dijelaskan oleh salah satu deskriptor yang diberikan di bawah.

1 Siswa menunjukkan penggunaan dasar bahasa matematika. Dapat diartikan siswa hanya dapat menuliskan bahasa matematika walaupun masih salah.

2 Siswa menunjukkan penggunaan dasar bahasa matematika dan bentuk representasi matematis. Dapat diartikan siswa hanya dapat

Tingkat

Pencapaian Deskripsi

menuliskan bahasa matematika dan menuliskan rumus-rumus atau gambar yang digunakan tetapi tidak lengkap dan masih salah. 3 Siswa cukup dalam menunjukkan penggunaan bahasa matematika

dan bentuk representasi matematis. Artinya dapat menuliskan simbol-simbol matematika, rumus-rumus yang digunakan serta dapat menggambarkan bangun yang sesuai walaupun masih ada yang salah.

Memberikan alur pikiran yang jelas meskipun tidak selalu logis atau lengkap. Artinya siswa dapat menggunakan representasi matematika dengan disertai langkah-langkah walaupun tidak lengkap dan masih salah.

Siswa menggunakan berbagai bentuk representasi dengan beberapa keberhasilan. Artinya siswa dapat melakukan

perhitungan akan tetapi masih ada beberapa kesalahan, ia juga dapat menuliskan simpulan walaupun masih salah.

4 Siswa menunjukkan dengan baik menunjukkan penggunaan bahasa matematika dan bentuk representasi matematis. Artinya dapat menuliskan simbol-simbol matematika, rumus-rumus yang digunakan serta dapat menggambarkan bangun yang sesuai walaupun masih ada yang salah.

Memberikan alur pikiran yang jelas meskipun tidak selalu logis atau lengkap.

Siswa menggunakan berbagai bentuk representasi dengan beberapa keberhasilan.

5 Siswa menunjukkan dengan baik penggunaan bahasa matematika dan bentuk representasi matematis. Artinya siswa dapat menuliskan simbol-simbol matematika, rumus-rumus yang digunakan dan gambar dengan benar.

Memberikan alur pikiran yang ringkas, logis dan lengkap. Artinya siswa dapat menuliskan langkah-langkah yang digunakan dengan lengkap.

Siswa menggunakan berbagai bentuk representasi dengan beberapa keberhasilan.

6 Siswa menunjukkan dengan baik penggunaan bahasa matematika dan bentuk representasi matematis.

Memberikan alur pikiran yang ringkas, logis dan lengkap.

Siswa menggunakan secara efektif antara berbagai bentuk representasi. Artinya siswa dapat melakukan semua perhitungan dan membuat simpulan akhir dengan benar.

Kriteria kemampuan komunikasi matematis tulis yang berupa tingkatan pencapaian pada Tabel 2.3 yang nantinya akan digunakan peneliti dalam membahas

kemampuan komunikasi matematis siswa kelas VIII di SMP 1 Jekulo. Sehingga akan mempermudah peneliti dalam mengetahui kemampuan komunikasi matematis siswa.

2.1.3 Model Pembelajaran Resource Based Learning

Menurut Joyce sebagaimana dikutip oleh Trianto (2007: 5), model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain. Ia juga menyatakan bahwa setiap model pembelajaran mengarahkan kita ke dalam mendesain pembelajaran untuk membantu siswa sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai.

Menurut Sutrisno (2010: 1), resource based learning (RBL) atau belajar berdasarkan sumber adalah suatu proses pembelajaran yang langsung menghadapkan siswa dengan suatu atau sejumlah sumber belajar secara individu atau kelompok dengan segala kegiatan yang bertalian dengan sumber belajar. RBL adalah model pendidikan yang dirancang oleh instruktur, untuk melibatkan para siswa secara aktif dengan aneka ragam sumber belajar, baik cetak maupun non- cetak. Hal ini juga ditegaskan oleh Fathurrohman (2015: 143), yang menyatakan bahwa model pembelajaran resource based learning atau pembelajaran berbasis sumber mencakup berbagai cara dan sarana dimana siswa dapat belajar dari berbagai cara mulai dari mendapat bantuan dari guru hingga belajar secara mandiri.

Selain itu menurut Rake sebagaimana dikutip oleh Chang (2007: 3), model

untuk menjawab pertanyaan atau memecahkan masalah yang berkaitan dengan topik juga merupakan suatu sistem belajar yang berorientasi pada siswa yang menggunakan aneka sumber dalam proses pembelajarannya.

Menurut Fathurrohman (2015: 145), pembelajaran berbasis sumber sangat diperlukan dan mutlak diterapkan dalam pendidikan karena adanya perubahan paradigma pendidikan, yaitu dari pendidikan yang berfokus pada penguasaan isi mata pelajaran bergeser pada pendidikan yang berfokus pada pengalaman belajar yang berorientasi untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai. Menurut Hannafin (2007: 533), komponen resource based learning dirancang untuk memberi contoh seleksi sumber belajar siswa dan makna pembuatan dengan menyediakan konteks dan alat untuk mengeksplorasi dan memperbaiki pemahaman dan cara untuk memandu dan memberikan dukungan penalaran.

Resource based learning tidak meniadakan peran guru. Tidak berarti bahwa guru dapat duduk bermalas-malasan. Menurut Nasution (2011: 28), guru terlibat dalam setiap langkah proses belajar, dari perencanaan, penentuan dan mengumpulkan sumber-sumber informasi, memberi motivasi, memberi bantuan apabila diperlukan dan bila dirasanya perlu memperbaiki kesalahan. Jadi, dalam

resource based learning kegiatan pembelajaran tidak lagi dilakukan dengan cara dimana guru menyampaikan bahan pelajaran kepada murid. Tugas utama guru adalah sebagai fasilitatot dan membimbing siswa untuk menemukan dan menyimpulkan sendiri melalui sumber belajar yang tersedia. Segala sumber informasi sekarang ini dapat dimanfaatkan sepenuhnya sebagai sumber belajar. Pemanfaatan sumber belajar diharapkan dapat mempermudah siswa dalam

memahami konsep materi pembelajaran serta mampu menyelesaikan permasalahan yang diberikan.

Menurut Butler (2012: 5), pada dasarnya, dalam resource based learning ini pengetahuan diasumsikan tidak ditransmisikan tetapi pengetahuan itu dibangun oleh siswa. Menurut Chang (2007: 13), model pembelajaran resource based learning memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengeksplorasi dan melatih argumen mereka. Siswa dapat memanfaatkan sumber-sumber belajar yang ada disekitar guna membangun pengetahuan, mengeksplorasi pengetahuan dan membuat argumen mereka dalam menyelesaikan permasalahan.

Menurut Chang (2007: 3), model resource based learning menekankan pada enam poin yaitu guru sebagai fasilitator, memanfaatkan berbagai sumber, pertanyaan primer, penemuan informasi, penekanan proses, dan penilaian. Menurut Fathurrohman (2015: 146), langkah-langkah yang harus dilakukan dalam model pembelajaran resource based learning sebagai berikut.

(1) Mengidentifikasi masalah.

Mengidentifikasi masalah yang dimaksut yaitu siswa dapat menentukan informasi yang dibutuhkan untuk menjawab dan menyelesaikan permasalahan tersebut. Pada penelitian ini identifikasi masalah dapat dilihat dari cara siswa dalam menuliskan informasi yang diketahui pada soal, kemudian mereka juga dapat menentukan apa tujuan dari permasalahan yang ada.

(2) Merencanakan cara mencari informasi

Merencanakan cara mencari informasi yang dimaksut yaitu siswa difasilitasi untuk mengidentifikasi sumber-sumber informasi yang potensial (dapat

digunakan), dapat berupa media cetak, noncetak maupun orang. Pada penelitian ini siswa dapat merencanakan mencari informasi dengan mengumpulkan bahan-bahan yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan.

(3) Mengumpulkan informasi

Mengumpulkan informasi yang dimaksud yaitu siswa dituntut untuk memilih dan memilah informasi dan fakta apa saja yang penting dan relevan dengan pertanyaan penelitian dan mengategorikan hasil temuannya tersebut. Pada penelitian ini siswa dapat mengumpulkan informasi berupa buku-buku penunjang, internet, bertukar pengalaman dengan teman, tanya pada orang yang dapat menjelaskan penyelesaian permasalahan tersebut. Akan tetapi siswa lebih senang mengumpulkan informasi dengan membaca buku-buku penunjang, memanfaatkan fasilitas internet yang kemudian didiskusikan dengan teman satu kelompok. (4) Menggunakan informasi

Siswa dapat menggunakan informasi yang telah mereka dapat dalam kata atau bahasa mereka sendiri sehingga mereka dapat menyelesaikan permasalahan yang diberikan. Pada penelitian ini siswa menggunakan informasi yang berupa buku- buku penunjang, fasilitas internet, hasil diskusi yang kemudian digunakan untuk menyelesaikan permasalahan.

(5) Mensintesis informasi

Siswa dibimbing untuk mengorganisasikan informasi yang didapat ke dalam suatu susunan yang sistematis, logis dan memungkinkan untuk dipahami dengan cepat dan benar oleh orang lain. Tidak hanya itu siswa juga diminta untuk memilih

cara menyajikan hasilnya pada orang lain dengan menggunakan cara tertulis, presentasi, visual, oral atau kombinasi dari kesemuanya.

Pada penelitian ini siswa dibimbing untuk menuliskan hasil diskusi mereka dan hasil penyelesaian masalah yang terstruktur. Kemudian siswa diminta menyajikan hasil penyelesaian pada lembar jawab yang disediakan oleh guru. Penulisan hasil penyelesaiaannya memperhatikan struktur yaitu dengan menuliskan diketahui, ditanya, langkah-langkah penyelesaian yang disertai dengan perhitungan kemudian simpulan.

(6) Evaluasi

Evaluasi disini yang dimaksud untuk membiasakan siswa melakukan evaluasi terhadap apa yang telah mereka lakukan. Hal ini penting agar siswa menyadari betul tentang apa yang sedang mereka lakukan. Evaluasi dan refleksi dilakukan oleh mereka sendiri.

Pada penelitian ini siswa diminta untuk menanggapi hasil presentasi kelompok yang telah berani menyajikan hasil penyelesaian permasalahan yang diberikan di depa kelas. Setelah siswa lain memberikan evaluasi guru juga memberikan evaluasi.

Berdasarkan uraian diatas melalui pelaksanaan model pembelajaran resource based learning, siswa diarahkan untuk belajar dengan mandiri. Guru berperan sebagai fasilitator dan motivator pada siswa agar dapat menyelesaikan masalah matematika. Guru menciptakan suasana dalam proses pembelajaran matematika yang kondusif agar belajar siswa lebih terarah. Pengajaran matematika yang akan diterapkan di dalam kelas adalah pengajaran dimana siswa dituntut untuk aktif

dalam mencari sumber belajar dan dalam menyelesaikan masalah. Selain itu, siswa mampu menemukan dan membangun pengetahuan mereka kemudian menemukan solusi dari permasalahan yang harus diselesaikan, serta mereka dapat mengkomunikasikan solusi yang mereka dapat dalam bentuk yang sistematis dan dapat dipahami oleh orang lain.

Penggunaan model resource based learning diharapkan dapat menumbuhkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Hal ini dikarenakan dengan model pemeblajaran resource based learning siswa dapat bertukar pikiran dalam pembelajaran dengan teman dan orang yang lebih berpengalaman dari mereka. Sehingga mereka dapat menyelesaiakan permasalahan dengan baik dan benar serta dapat menyajikan hasil penyelesaian masalah dengan komunikatif yang dapat dipahami oleh orang lain.

2.1.4 Teori Belajar yang Mendukung Model Pembelajaran Resource Based

Dokumen terkait