• Tidak ada hasil yang ditemukan

1.7 Sistematika Penuliasan Skripsi

2.1.4 Teori Belajar yang Mendukung Model Pembelajaran Resource

Teori-teori belajar yang mendukung pembahasan model pembelajaran

resource based learning dalam penelitian ini sebagai berikut. 2.1.4.1 Teori Belajar Konstruktivisme

Teori konstruktivis ini menyatakan bahwa manusia membangun dan memaknai pengetahuan dari pengalamannya sendiri. Esensi teori ini adalah siswa secara individu menemukan dan mentransfer informasi yang kompleks apabila menghendaki informasi itu menjadi miliknya. Menurut Rifa’i (2012: 189), teori ini berpandangan bahwa siswa secara terus-menerus memeriksa informasi baru yang

berlawanan dengan aturan-aturan lama dan merevisi aturan-aturan tersebut jika tidak sesuai lagi.

Suryono (2011: 105), konstruktivisme malandasi pemikiannya bahwa pengetahuan bukanlah sesuatu yang given dari alam karena hasil kontak manusia dengan alam, tetapi pengetahuan merupakan hasil konstruksi (bentukan) aktif manusia itu sendiri. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide. Satu prinsip yang paling penting adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benak mereka. Menurut Trianto (2007: 13), guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri.

Teori konstrukivisme sesuai dengan penelitian ini dikarenakan siswa dapat menemukan informasi materi sendiri melalui sumber-sumber belajar yang ada serta siswa dilatih untuk memecahkan masalah matematika melalui model pembelajaran

resource based learning (RBL), dengan begitu diharapkan kemampuan komunikasi matematis siswa akan tumbuh dan berkembang.

2.1.4.2 Teori Belajar Piaget

Menurut Arends (2012: 400), Jean Piaget adalah seorang psikolog Swiss yang menghabiskan lebih dari lima puluh tahun mempelajari bagaimana anak-anak berpikir dan proses yang terkait dengan perkembangan intelektual mereka. Dalam menjelaskan bagaimana kecerdasan berkembang pada anak-anak, Piaget

menegaskan bahwa anak-anak selalu penasaran dan terus berusaha untuk memahami dunia di sekitar mereka. Keingintahuan ini, menurut Piaget, memotivasi mereka untuk aktif membangun representasi dalam pikiran mereka tentang lingkungan yang mereka alami. Saat mereka tumbuh dewasa dan memperoleh kapasitas bahasa dan memori yang lebih, representasi mental mereka tentang dunia menjadi lebih rumit dan abstrak. Pada semua tahap pengembangan, namun, anak- anak perlu memahami lingkungan mereka memotivasi mereka untuk menyelidiki dan untuk membangun teori yang menjelaskan hal itu.

Tahap-tahap perkembangan kognitif menurut Piaget sebagaimana dikutip oleh Arends (2012: 330) termuat pada Tabel 2.1 berikut.

Tabel 2.1 Tahap-tahap Perkembangan Kognitif Piaget

Tahap Perkiraan

Usia Kemampuan-kemampuan Utama Sensorimotor 0 – 2 tahun Terbentuknya “kepermanenan

objek” dan kemajuan gradual dan perilaku refleksif ke perilaku yang mengarah kepada tujuan.

Praoperasional 2 – 7 tahun Perkembangan kemampuan menggunakan simbol-simbol untuk menyatakan objek-objek dunia. Pemikiran masih egosentris dan sentrasi.

Operasional Konkret

7 – 11 tahun Perbaikan dalam kemampuan untuk berpikir logis. Kemampuan- kemampuan baru termasuk penggunaan operasioperasi yang dapat-balik. Pemikiran tidak lagi sentrasi tetapi desentrasi dan pemecahan masalah tidak begitu dibatasi oleh keegosentrisan.

Operasional 11 – 15 tahun/dewasa

Pemikiran abstrak dan murni simbolis mungkin dilakukan. Masalah-masalah dapat dipecahkan melalui penggunaan eksperimentasi sistematis.

Dengan demikian penelitian ini memiliki keterkaitan dengan teori Piaget yaitu belajar aktif melalui kemampuan siswa menemukan sendiri, belajar lewat interaksi sosial melalui diskusi kelompok, dan pembelajaran dengan pengalaman sendiri yang akan membentuk pembelajaran yang bermakna. Pemahaman teori ini mendukung pembelajaran matematika dengan model resource based learning

dimana siswa bekerja dan berdiskusi dalam kelompok yang terdiri dari beberapa orang dengan menyelesaikan permasalahan nyata untuk memperoleh pengetahuan. 2.1.4.3 Teori Belajar David Ausubel

Inti dari teori Ausubel tentang belajar adalah belajar bermakna. Menurut Dahar sebagaimana dikutip oleh Trianto (2007: 25), belajar bermakna merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif siswa. Faktor yang paling penting yang mempengaruhi belajar ialah apa yang telah diketahui siswa. Dengan demikian agar terjadi belajar bermakna, konsep baru atau informasi baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah ada dalam struktur kognitif siswa.

Menurut Trianto (2007: 26), berdasarkan teori ausubel, dalam membantu siswa menanamkan pengetahuan baru dari suatu materi, sangat diperlukan konsep- konsep awal yang sudah dimiliki siswa yang berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari. Jika dikaitkan dengan model pembelajaran berdasarkan masalah, di mana siswa mampu mengerjakan permasalahan yang autentik sangat memerlukan konsep awal yang sudah dimiliki siswa sebelumnya untuk suatu penyelesaian nyata dari permasalahan yang nyata.

Berdasarkan uraian diatas, didapatkan bahwa kaitan teori belajar Ausubel dengan model pembelajaran resource based learning adalah siswa dapat menggunakan keterkaitan antara konsep-konsep yang telah dimilikinya dengan konsep baru atau informasi baru yang didapatkan dalam meyelesaikan permasalahan.

2.1.4.4 Teori Belajar Vygotsky

Menurut Vygotsky sebagaimana dikutip oleh Yvon (2013: 35), menyatakan bahwa guru sengaja membawa dan mengajarkan bekerja sama siswa dengan lingkungan sosial dan keinginan siswa dan kesiapan untuk bertindak bersama-sama dengan guru. Kolaboratif antara guru dan siswa merupakan faktor pembangunan. Seperti interpretasi Vygotsky sangat dekat dengan pendekatan sosial budaya. Menurut Arends (2012:147), teori Vygotsky berpendapat “that human activity takes place in cultural settings and that these settings influence greatly what we do

and think”. Aktivitas manusia berlangsung dalam pengaturan budaya dan pengaturan ini sangat mempengaruhi kegiatan yang kita lakukan dan pikiran yang sedang kita pikirkan.

Menurut Arends (2012: 475), Vygotsky percaya bahwa belajar yang terjadi melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya dan bagian dari pekerjaan guru adalah untuk menerapkan tantangan yang tepat dan bantuan untuk menggerakkan siswa untuk maju dalam zone of proximal development (ZPD) mereka. Menurut Vygotsky sebagaimana dikutip oleh Trianto (2010: 76), pembelajaran terjadi apabila anak bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuan

(zone of proximal development). Hal tersebut dipertegas oleh Slavin sebagaimana dikutip oleh Trianto (2010: 76), mengenai zone of proximal development yaitu perkembangan sedikit di atas perkembangan seseorang saat ini. Vygotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul dalam percakapan atau kerjasama antar individu, sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap ke dalam individu tersebut. Sedangkan menurut Vygotsky sebagaimana dikutip oleh Yvon (2013: 35), ZPD adalah ruang sosial di mana tindakan guru dan rekan- rekan ditafsirkan sebagai suatu kegiatan berbagi yang memandu penemuan anak dari objek pengetahuan.

Berdasarkan uraian di atas, didapatkan bahwa kaitan model resource based learning (RBL) dengan teori belajar Vygotsky adalah siswa dapat melakukan penemuan terbimbing melalui kerjasama dalam kelompok dan dari lingkungan sekitarnya. Dengan demikian, siswa diharapkan dapat berinteraksi dengan siswa lain untuk menangani tugas-tugas yang diberikan sehingga mereka dapat mengkomunikasikan apa yang telah mereka pelajari.

Dokumen terkait