TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanasan Global dan Energi
2.7 Bahan bakar aditif organik beroksigen
Penelitian tentang hubungan bahan bakar beroksigen yang dicampurkan terhadap minyak bensin maupun minyak solar telah mendapat perhatian banyak pihak. Bahan bakar yang mengandung oksigen sebagai tambahan disebut bahan aditif. Masalah besar pada mesin berbahan bakar diesel adalah emisi partikulat dan emisi gas NOx yang tinggi. Untuk menurunkan emisi ini maka penelitian tentang cara dan perbaikan bahan bakar diesel telah mendapat perhatian serius. Beberapa bahan organik mengandung oksigen telah dicampur dengan minyak
solar dan efek campuran itu menunjukkan pengaruh pada penurunan emisi terutama pada partikulat. Usaha yang telah dilakukan pada awal adalah dengan mencampurkan metil ester turunan minyak kacang, asam dekanoat dan oktanol. Bahan yang diujikan 1-2% dalam campuran itu telah menunjukkan penurunan partikulat mencapai 10-15% tergantung pada struktur senyawa yang mengandung oksigen itu. Meskipun penurunan jumlah emisi partkulat terjadi, namun emisi gas NOx terdapat peningkatan pada metil ester minyak kacang 2-3%. Perlakuan dengan campuran asam dekanoat tidak memberi pengaruh pada kenaikan emisi gas NOx (Mc Cormick, R.L 1997).
Teknologi seperti ini menunjukkan sifat pembakaran yang lebih sempurna sehingga dapat menurunkan emisi polutan secara umum. Pembakaran bahan biodiesel ini telah menurunkan emisi partikulat, CO dan UHC akan tetapi emisi gas NOX sedikit bertambah. Bahan aditif seperti metanol, metil tertier butil eter (MTBE) dan dimetilkarbonat (DMC) maupun asetal telah digunakan untuk meningkatkan kinerja bahan bakar bensin. DMC ini merupakan bahan turunan sumber terpebaharukan, telah digunakan sebagai bahan aditif pada solar. Penggunaan etanol 10% dalam campuran bensin telah menurunkan emisi hidrokarbon 24%, emisi CO 61% sedangkan dengan menggunakan DMC 5% dapat menurunkan emisi hidrokarbon 35%, beserta turunnya emisi CO 65%. Namun sebaliknya emisi gas CO2 naik 14,8% dengan memakai etanol 10% dan 18% dengan menggunakan DMC 5%. Adapun perubahan emisi gas NOX dengan aditif beroksigen tidak begitu nyata. Konsumsi bahan bakar memakai etanol dan DMC sebagai bahan aditif dilaporkan mengalami kenaikan. Hal ini disebabkan kalor bakar dengan bending bahan aditif ini menjadi lebih rendah dibanding tanpa blending(Wen, L 2010).
Pengaruh penambahan asetal suatu senyawa dengan rumus 1, 1-diethoxy ethana CH3CH (OC2H5)2 telah diturunkan dari bahan etanol.
2 CH3 -CH2 -OH + CH3CHO H3C C O O CH3 CH3 H + H2O Katalis
42
Katalis yang dipakai terbuat dari asam perfluorosulfonat dimuat pada silika disingkat (PFS-SiO2). Bahan asetal ini digolongkan dalam energi terpebarukan karena material ini berdasar pada bioetanol.
Pengujian kinerja bahan ini sebagai aditif dilakukan dengan membandingkan bahan 1 % asetal diblending dengan minyak solar terhadap minyak solar murni. Kemudian diuji penurunan titik nyala dalam bahan itu dengan kenaikan kandungan oksigen dalam bahan blending itu. Titik nyala untuk blending berubah menurut kadar kandungan asetal. Minyak solar dengan kadar berturut-turut (100%)., 95% ., 90% dan 80% mempunyai titik nyala 73., 45., 32 dan 28 oC. Makin tinggi kadar asetal dalam bahan itu menunjukkan titik nyala yang semakin rendah. Untuk pengujian performansi mesin dilakukan dengan menggunakan blending 10% asetal yaitu bahan dengan titik nyala 32 oC dibandingkan dengan minyak 100%( titik nyala 73oC. Besaran emisi dari kedua jenis bahan bakar kemudian diukur.
Pengaruh bahan aditif ini. pada bahan bakar solar terhadap emisi gas buang mesin berbahan bakar minyak diesel telah dianalisis. Emisi unburn hidrokarbon dan gas CO menunjukkan tidak ada perbedaan diantara penggunaan bahan bakar solar dengan bahan bakar blending 10% asetal. Asetal sebagai bahan beroksigen tinggi telah diharapkan akan berdampak pada menurunnya pembentukan asap. Emisi gas NOx yang dihasilkan kemungkinan lebih dipengaruhi oleh sistim sirkulasi gas buang dari pada mutu bahan bakar yang digunakan, walaupun emisi yang teramati bertambah. (Frusteri, F 2007).
Bahan ini dapat bercampur baik dan berkinerja menurunkan emisi partikulat maupun emisi gas dibandingkan tanpa aditif, namun mengkonsumsi bahan bakar lebih banyak. Selain itu emisi bahan asetaldehide meningkat empat kali lipat. Acetal disebut untuk 1, 1-diethoxy ethana maupun dimetil karbonat memiliki rantai yang pendek namun mengandung oksigen yang tinggi dan dapat cepat terurai sehingga menyebabkan kenaikan emisi asetaldehide. Ketidak stabilan bahan aditif diatas kemungkinan karena efek sinergi rantai pendek dengan rantai panjang parafin masih rendah. Untuk meningkatkan sifat sinergi itu maka perlu dibuat suatu molekul berantai panjang yang mengandung oksigen dan bercabang.
Senyawa yang dimaksud ini dapat diturunkan dari oleat, linoleat maupun risinoleat yang berbahan baku renewable dengan reaksi karbonilasi. Proses pembuatan asam oleat dari minyak kelapa sawit melalui reaksi transesterfikasi sebagaimana dengan proses oleokimia. Hasil transesterifikasi berupa metil ester campuran dan mengandung sedikit glisrida. Untuk mendapatkan metil oleat perlu pemurnian dalam beberapa langkah yang meliputi destilasi vakum yang menggunakan bahan pemantap maupun tanpa pemantap. Kemurnian tinggi dapat diperoleh dengan fraksinasi rekristalisasi dalam urea-metanol mulai dalam bentuk metil ester kemudian dilakukan dalam bentuk asam lemak hingga diperoleh kadar asam oleat 85-95%. Asam oleat ini kemudian direaksikan dengan gas CO menggunakan katalis PdCl2/CuCl2 bersama SiO2 aerosil, sehingga diperoleh campuran hasil reaksi. Isolasi hasil reaksi dilakukan seperti prosedure yang dilaporkan (Bangun, N dan Siahaan, D 2007).
Dimetil ester ini dipakai sebagai bahan aditif bersama metil ester campuran dan dibelending dengan petrodiesel. Sedian bahan bakar ini diuji performance mesin dan emisi gas yang dihasilkan.
Sebagaimana metode isolasi asam oleat maka isolasi risinoleat dilakukan dari minyak jarak risinus. Cara yang dilakukan umumnya mengikuti proses yang dilaporkan Berdeaux (Berdeaux, O 1997). Dengan metode ini metil risinoleat dapat diperoleh dengan kemurnian 97,3%. Diharapkan hasil karbonilasi dapat menghasilkan dimetil ester rantai panjang bercabang mengandung 5 atom oksigen dengan struktur dibawah ini.
+ CO C H3 (CH2)5 CH O CH2 CH CH2 C=O (CH2)7COOCH3 C H3 (CH2)5CH OH CH2 CH CH (CH2)7 COOCH3 (lakton cincin -5) CH3OH/H2SO4 C H3 (CH2)5CH OH CH2 CH COOCH3 CH2 (CH2)7COOCH3 dimetil ester bercabang dengan 5 atom oksigen
Jika bahan baku dimulai dengan 2 buah ikatan rangkap seperti metil linoleat, maka akan dihasilkan trimetil ester bercabang mengandung 6 atom oksigen.
44 BAB III
METODE PENELITIAN