TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanasan Global dan Energi
2.3 Industri bahan baku oleo kimia
2.3.1 Sistim Splitting
Asam lemak untuk keperluan bahan kimia telah lama diproduksi secara komersial. Lemak dapat dihidrolisa dengan asam , maupun dengan menyabunkan kemudian diasamkan menghasilkan campuran asam lemak dan glisrin maupun hasil samping. Selain itu dapat juga terjadi dengan memberikan tekanan uap yang tinggi sehingga asam lemak terdestilasi keluar (Ruston, N. A 1952).
2.3. 2 Sistim Enzimatis
Enzim lipase dapat menghidrolisa lemak dalam kondisi yang rendah menghasilkan asam lemak dan dapat juga membentuk metil ester asam lemak. Bebagai jenis enzim lipase dan cara perlakuan telah dilaporkan. Cara yang yang
16
menarik ialah dengan menjerat enzim ini supaya dapat digunakan berulang-ulang (Ranganathan S.V. 2008) .
2.3.3 Transeterifakasi
Usaha untuk menjadikan minyak nabati sebagai bahan bakar mesin diesel telah dicoba, namun bahan ini terhambat karena viskositas terlalu tinggi. Beberapa usaha telah dilakukan mengurangi viskositas itu seperti pengenceran, mikro emulsi, pirolisis dan transesterifikasi. Perubahan kimia dari minyak menjadi ester asam lemak (FAME) secara industri dilakukan dengan reaksi transesterifikasi. Berbagai teknik reaksi transesterifikasi telah dilakukan baik dari sumber pangan maupun non pangan dengan menggunakan katalis dan juga non katalis.
Reaksi transesterifikasi membutuhkan katalis baik homogen seperti KOH, NaOH, metoksida dan katalis asam seperti asam sulfat, para toluena sulfonat. Katalis heterogen juga telah dipakai seperti oksida logam ataupun senyawa karbonat. Berbagai teknik reaksi dengan mengubah media maupun suhu dan tekanan seperti kondisi superkritis metanol dan menggunakan kosolven telah dilaporkan. Teknik reaksi yang cukup penting dan tidak mencemari lingkungan yaitu menggunakan enzim lipase digolongkan pada reaksi biokatalisis juga telah digunakan.
Transesterifikasi menggunakan katalis basa dilakukan dengan melarutkan KOH ataupun NaOH dalam metanol dalam satu reaktor. Minyak nabati diinjeksikan kedalam reaktor biodiesel diikuti kemudian larutan katalis. Campuran dipanaskan pada 67oC selama 2 jam pada tekanan 1 atm. Hasil reaksi membentuk 2 lapisan yaitu ester dan gliserol kasar. Pemisahan akan sempurna setelah dibiarkan dalam 2 jam. Kesempurnaan diperoleh dengan setling 20 jam, kemudian ditambahkan air sebanyak 5,5% voluma dari jumlah metil ester, kemudian diaduk selama 5 menit. Proses pencucian ester dilakukan dalam dua step. Pertama dicuci menggunakan air sebanyak 28% dari volume minyak dan pencucian kedua dengan larutan 1 g asam titanat per liter air sambil diaduk perlahan-lahan. Kedalam lapisan air digelembungkan udara sambil diaduk sampai diperoleh lapisan ester menjadi jernih. Setelah setling, lapisan air dipisahkan dan ahirnya ditambahkan lagi air sebanyak 28% dari jumlah minyak untuk pencucian ahir.
C H2 C H C H2 O O O C C C R R R O O O C H3 OH
+
C H2 C H C H2 OH OH OH+
R C O O CH3 Trigliserida Katalis GlisrolMetil ester asam lemak ( FAME )
.
Gambar 2.1 Reaksi umum transesterifikasi
Metode transesterifikasi dapat dilakukan dengan menggunakan katalis asam.
m metanol sebagai katalis dapat dibuat dengan
. Minyak nabati Katalis asam yang digunakan antara lain seperti asam klorida anhidrat, asam sulfat, maupun turunan sulfonat.
Asam klorida anhidrous 5% dala
penggelembungan gas HCl kering kedalam metanol.). Pembuatan asam klorida anhidrous dapat dilakukan dengan dengan menambahkan amonium klorida kedalam asam sulfat pekat. Cara pembuatan HCl dapat juga dilakukan dengan menambahkan 5ml asetil klorida kedalam 50 ml metanol kering.
Asam sulfat dalam metanol secara umum sudah banyak dilakukan
mengalami reaksi transesterifikasi dikatalisis dengan campuran 10% asam sulfat dalam metanol sambil dipanaskan. Kemampuan katalisis asam sulfat metanol 1-2% setara dengan sifat asam klorida – metanol 5% dan katalis asam sulfat ini mudah dibuat. Transesterifikasi dengan katalis ini menghasikan alkil ester berjumlah banyak, tetapi berjalan lambat. Faktor perbandingan jumlah alkohol dengan minyak adalah penting. Kelebihan alkohol membuat glisrol sulit untuk diperoleh. Karena itu perbandingan pemakaian alkohol dengan minyak harus dibuat dengan tepat. Dengan prinsip kesetimbangan, maka pemakaian alkohol yang berlebih akan menggeser kesetimbangan kearah kanan sehingga berpengaruh pada peningkatan jumlah ester yang terbentuk. Mekanisme transesterifikasi dengan katalis asam dapat dilihat pada Gambar 2.2 dibawah ini
R C O O R1 H+ R C O O+ H R1 R2OH R C O O+ O H R2 H R1 R C O O+ H R2 R C O O R2 HOR1 H+ Ester / Lemak ( alkohol) Alkil Ester
Gambar 2.2 Mekanisme Transesterifikasi dikatalisis dengan Asam
Pada Gambar diatas menunjukkan bahwa pada reaksi langkah pertama terjadi protonasi menghasilkan ion oksonium selanjutnya mengalami reaksi pertukaran dengan alkohol menghasilkan suatu intermediate. Zat intermediate ini melepaskan suatu alkohol (glisrol) dan selanjutnya menghasilkan alkil ester setelah melepaskan proton. Dalam reaksi transesterifikasi ini terjadi kesetimbangan dalam tiap langkah, karena itu jika terdapat alkohol yang berlebih maka reaksi pembentukan ester menjadi sempurna (Demirbas, A 2008).
Transesterifikasi minyak nabati dengan katalis asam relatif lambat dibandingkan dengan katalis basa, akan tetapi sangat tepat digunakan pada minyak yang mengandung asam lemak bebas sehingga perlu pengembangan metode reaksi. Pengembangan tehnik reaksi transesterifikasi minyak nabati mengandung asam lemak telah dilaporkan. Katalis yang bersifat asam, seperti asam sulfat dan para toluen sulfonat (PTS) telah digunakan pada reaksi transesterifikasi minyak nabati. Percampuran minyak nabati dengan alkohol dan katalis asam tidak dapat bercampur homogen, karena itu perlu ditambahkan pelarut organik, dimetil eter. Percobaan reaksi ini dilakukan dalam sebuah reaktor glas yang tahan tekanan. Kedalam reaktor ini dimasukkan minyak, katalis asam dan metanol. Dimetil eter dialirkan dari suatu tabung melalui pipa sampai mencapai tekanan 5 atm. Jumlah metanol divarisi 3 sampai 10 % mol sedangkan katalis dibuat 1 sampai 4% berat dari minyak. Variasi suhu reaksi dibuat 40; 60 dan 80oC. Alat ini dikocok dengan kecepatan 2,6 Hz. Hasil reaksi bahwa katalis asam para toluena sulfonat (PTSA)
lebih aktif dari pada asam sulfat. Setelah reaksi 8 jam pada 60oC dalam pelarut dimetil eter dihasilkan metil ester 90,2%. Pada pertambahan suhu menjadi 80oC, reaksi menghasilkan metil ester 97,1% dalam 2 jam. PTSA lebih aktif dari asam sulfat diduga karena sifat hidrofobilitasnya yang tinggi sehingga mudah menyerang molekul triglisrida sebaliknya dengan asam sulfat selain sifatnya dapat mengoksidasi, kemampuannya bercampur dengan minyak (hidrofobilitasnya) rendah(Guan, G 2009).
Cara lain dengan menggunakan katalis basa organik seperti amine. Yao menampilkan 3 jenis katalis basa organik, isopropil amine (IPA), tertier butil amine (t-BA), and tertier etil amine(TEA) pada transesterifikasi minyak biji lobak dan minyak biji kacang. Katalis ini mempunyai keunggulan karena pada ahir reaksi dapat diperoleh dari campuran hasil reaksi dengan cara mendestilasi dan tidak menghasilkan sabun. Kelemahan sistim ini dibandingkan dengan katalis basa anorganik adalah suhu dan tekanan serta jumlah metanol yang dibutuhkan relatif tinggi. Untuk mengatasi kesulitan ini maka dibutuhkan KOH dalam jumlah kecil. Reaksi transesterifikasi minyak pada 190oC selama 3 jam dengan katalis campuran amine 6% berat minyak serta menambahkan KOH 367,1 mg/ kg dalam metanol 9% mol minyak. Peran KOH mempertinggi aktifitas amine sebagai katalis transesterifikasi dapat terlihat dari yield metil ester. Pada sistim katalis TEA yield metil ester meningkat dari 55,3 menjadi 94,1%, demikian juga dengan katalis DEA meningkat dari 67,5 menjadi 92,8%. Penggunaan katalis t-BA mengalami pertambahan yield metil ester dari 62,4 menjadi 91,3% ( Yao, J 2010). Berbagai tipe katalis lain juga telah dipakai misalnya natrium metoksida dan boron triflorida. Penggunaan natrium metoksida sebagai katalis transesterifikasi dapat dilakukan pada sekala yang besar. Reaksi antara natrium metoksida dengan minyak nabati bersama metanol berlangsung cepat, dalam 2- 5 menit reaksi terjadi dengan sempurna meskipun pada suhu kamar (Dermibas, A 2008). Penggunaan basa seperti NaOH, KOH sebagai katalis transesterifikasi diduga membetuk metoksida secara insitu. NaOH mula mula bereaksi dengan CH3OH menghasilkan NaOCH3.
Adanya air pada reaksi transesterifikasi dapat mengganggu reaksi karena dapat menghidrolisa metil ester yang dihasilkan reaksi.
C H2 OCOR1 C H C H2 OCOR2 OCOR3 + 3 CH3OH Katalis C H2 OH C H C H2 OH OH + R1 COOCH3 R2 COOCH3 R3 COOCH3
Minyak/Lemak Metanol Glisrol Metil ester
RCOOCH3 + H2O RCOOH + CH3OH
Metil ester Asam lemak
Mekanisme reaksi transesterifikasi dengan katalis natrium metoksida diusulkan menurut Gambar 2.3 sebagai berikut
NaOCH3 Na+ + CH3O -R1 C O O R2 + CH3O- R 1 C O -O O R2 CH3 + CH3OH R1 C O -O+ CH3 O R2 H CH3O- + R1 C O O CH3 R2OH + R2 adalah CH2 -C H C H2 OCOR1 OCOR1
R1 adalah rantai karbon asam lemak triglisrida metoksida metoksida metoksida natrium metoksida Gambar 2.3 Mekanisme reaksi transesterifikasi dikatalisis oleh alkoksida Dari mekanisme ini terlihat metoksida kembali dihasilkan pada langkah berikutnya tanpa terjadi air. Adanya air menyebabkan terjadi hidrolisis sehingga
metil ester yang dihasilkan menghasilkan asam, selanjutnya dapat menghasilkan sabun karena bereaksi dengan basa. Karena itu reaksi transesterifikasi dengan katalis metoksida lebih baih dibandingkan dengan memakai hidroksida dari golongan alkali. Kesulitan katalis metoksida ini ada pada penyimpanan dan penanganan (handling).Bahan ini mudah terurai pada kelembapan dan sifatnya basa membuat perlu penanganan hati-hati. Hal inilah membuat perusahaan pemasok bahan mencampur natrium metoksida bersama metanol kering( Meher, L. C 2006).
Usaha untuk memperoleh hasil transesterifikasi minyak nabati yaitu metil ester dan juga gliserol yang baik, maka digunakan metode dengan kondisi metanol superkritis. Problem terbesar pada reaksi menggunakan katalis basa adalah sulit untuk mendapatkan gliserol, karena itu telah dicoba usaha melakukan reaksi transesterifikasi minyak nabati dengan metanol superkritis tanpa katalis. Hawash melaporkan transesterifikasi minyak jarak menggunakan kondisi metanol superkritis tanpa katalis. Serangkaian percobaan reaksi telah dilakukan untuk mempelajari pengaruh suhu, tekanan, perbandingan mol metanol terhadap triglisrida terhadap jumlah metil ester yang dihasilkan. Zat hasil reaksi dianalisis menggunakan plat TLC dan juga dengan kromatografi cair performansi yang tinggi (HPLC). Pada TLC dapat diketahui adanya triglisrida yang belum bereaksi dan komponen yang berupa senyawa mono, diglisrida serta juga metil ester. Dengan HPLC dapat ditentukan kandungan senyawa polar seperti di, dan mono glisrida serta glisrol. Jumlah asam lemak bebas pada bahan ditentukan secara titrasi menggunakan larutan standart 0,1 N KOH dengan fenol ftalena sebagai indikator. Plat TLC berukuran 20x 20 cm dilapisi dengan bubur silika gel ( 60 G) dalam air ( 15 g silika gel/100ml air), dikeringkan diudara kemudian dipanaskan(diaktifkan) pada 110oC selama 1 jam. Sampel minyak jatropha yang sudah diesterkan dan sampel jatropha sebelum diesterkan serta sampel standart metil ester ditotolkan pada plat TLC kira kira 3 cm dari bawah. Pelarut eluen yang digunakan terdiri dari n-heksana :dietil eter : asam asetat = 80:20:1. Selanjutnya plat itu setelah dielusi, dimasukkan ke ruang berisi uap jodium, untuk melihat noda yang berbeda. Alat HPLC yang digunakan Shimadzu L C 10 dihubungkan
22
dengan detektor refraksi index menggunakan kolom Shim-Pack SCR- 10 N (7,9 mm – 30 cm) buatan Shimadzu. Suhu dibuat 50oC dan air dipompa melalui kolom dengan kecepatan 0,5 ml/menit untuk membuat komponen terpisah. Kondisi reaksi pada 512-613 K dengan tekanan 5.7-8.6 MPa, menggunakan perbandingan alkohol : minyak adalah 10 : 43 mol menghasilkan FAME 100% (Hawash, S 2009). Prinsip dasar proses pada oleo kimia melalui reaksi transesterifikasi minyak seperti CPO, PKO maupn minyak jarak menghasilkan ester metil maupun etil telah banyak dilaporkan. Baik ester asam lemak maupun asam lemak bebas telah diubah menjadi alkohol (fatty alcohol). Melalui berbagai metode transesterifikasi trigliserida dapat dihasilkan berbagai bahan kimia secara industri. Table 2.2 Beberapa bahan kimia yang dapat dihasilkan dari minyak nabati Nama
minyak
Bahan hasil
Hasil hilir Penggunaan
CPO Glisrol Mono glisrida Pengemulsi
makanan 1-2 propana diol, dimetil propana
glikol (1)
Pelarut minyak wangi
RCOOCH3 RCOONa Sabun
Asam oleat
Asam azelat, asam pelargonat, 1,9-nona diamida, 1,9-nona diamina, pelargo namida.(2)
Bahan polimer, insektisida, dan pelumas
Dikarboksilat anhidrid , asam dikarboksilat rantai cabang(3)
Bahan aditif biodiesel(3) Asam
linoleat
Asam dikarboksilat anhidrid tak jenuh(4)
Bahan adesif
PKO asam
dekanoat
Dekil amine, dekil aldehid (5) insektisida
Castor oil Metil risinoleat
Lakton cincin 6 , hidroksi dimetil ester rantai cabang(6)
Aditif biodiesel kaya oksigen
1-6 ditemukan oleh Nimpan Bangun dan Seri Bima Sembiring berupa teknologi proses dan manfaat, beserta mhasiswa maupun beberapa orang luar USU.