Waktu dan Tempat Penelitian.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2008 sampai bulan Mei 2009 yang bertempat di kandang hewan percobaan dan Laboratorium Fisiologi dan Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) kampus Darmaga Institut Pertanian Bogor (IPB) serta di di Laboratorium Klinik Prodia Bogor untuk analisa hormon.
Bahan dan Alat
Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah tikus putih (Rattus
norvegicus) jantan dan betina galur Sprague-Dawley sebanyak 45 ekor yang terdiri
atas 15 ekor jantan dan 30 ekor betina dan telah berumur 14 minggu dengan bobot badan ± 250-300 gram. Hewan-hewan ini berasal dari bagian hewan percobaan Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Bahan-bahan lain yang diperlukan adalah rokok kretek, nicotine pure for synthesis (C10H14N2), pelet, air, kit triiodotironin, kapas, cotton buds, giemsa, larutan Hayem, larutan Turk, larutan NaCl fisiologis 0.9%, éter, buffer normal formalin (BNF) 10%, aquadest, tissu penyerap dan sekam.
Alat yang diperlukan dalam penelitian ini adalah perangkat kandang tikus,
smoking chamber, pompa udara, tabung oksigen, Automatic Gamma Counter,
sentrifius, timbangan dial-0-gram 1600 series, timbangan digital, seperangkat alat bedah, mikroskop, tabung reaksi, stopless, spuit, mikropipet, pipet pengencer,
hematocrit reader, hemositometer (kamar hitung), alat bantú hitung (counter), cawan,
spektrofotometer, Opto-varimex Activity Monitor, kaca preparat dan gelas objek.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap yaitu: a) tahap persiapan alat dan bahan, b) tahap perlakuan yaitu pemaparan dengan asap rokok dan injeksi nikotin, c) tahap pemeliharaan dan pengamatan, dan e) tahap analisa yaitu analisa darah (pemeriksaan hematologi) pada anak tikus dan induk, dan analisa kadar hormon triiodotironin (T3) pada anak tikus.
Parameter yang diamati terbagi menjadi dua yaitu pada induk tikus yang terpapar dan pada anak-anak tikus yang dilahirkan. Parameter pada induk dititikberatkan pada tampilan kemampuan reproduksinya yang meliputi keberhasilan implantasi, berat ovarium, berat uterus-plasenta-anak (UPA) serta gambaran hematologi (hemoglobin, hematokrit, butir darah merah, butir darah putih dan diferensiasi butir darah putih). Sedangkan parameter yang diamati pada anak tikus adalah bobot badan, pertambahan bobot badan, mortalitas, kadar hormon T3, gambaran hematologi (hemoglobin, hematokrit, butir darah merah, butir darah putih dan diferensiasi butir darah putih) serta aktivitas individu.
Tahap Persiapan Bahan
Bahan utama yang diperlukan dalam penelitian ini adalah rokok kretek yang menurut survei adalah rokok kretek yang paling banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia dengan kandungan nikotin 2,76 mg/batang, tar 45,77 mg/batang, eugenol 14,70 mg/batang, CO 2,70% atau 16,66 mg/batang berdasarkan hasil uji dari Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional Jakarta (Widodo 2006). Nikotin yang digunakan adalah nicotine pure for synthesis (C10H14N2) 99% produksi Honenbrunn German dengan merek dagang Schuchardt OHG 85662.
Persiapan Hewan Model
Sebelum percobaan dimulai semua tikus diadaptasikan di lingkungan kandang percobaan (Gambar 4) selama 10 hari. Tikus jantan dan tikus betina ditempatkan pada kandang (bak) plastik secara individual dengan tutup terbuat dari kawat ram dan dialasi sekam. Pakan berupa pellet dan air minum diberikan ad libitum. Lingkungan kandang dibuat agar tidak lembab, ventilasi dan penyinaran yang cukup.
Gambar 4 Kondisi kandang percobaan
Perkawinan dilakukan dengan cara satu mencampurkan satu ekor tikus jantan dengan dua ekor tikus betina dalam satu kandang. Pada keesokan harinya dilakukan pembuktian perkawinan dengan cara melakukan ulas vagina “papsmear” yaitu metode yang dipakai untuk melihat adanya sperma pada preparat apusan vagina tikus (Gambar 5). Jika pada preparat apusan vagina tikus ditemukan sperma maka pada hari tersebut ditetapkan sebagai kebuntingan hari pertama.
Gambar 5 Cara menentukan kebuntingan tikus
Tikus-tikus percobaan yang dinyatakan bunting pada kebuntingan hari kesatu dikelompokkan kedalam tiga kelompok (Tabel 1) yaitu: 1) kelompok kontrol, 2) kelompok yang dipapar asap rokok, dan 3) kelompok yang diinjeksi nikotin (sebagai pembanding). Tikus kelompok perlakuan dibagi dalam dua kelompok yaitu: 1) tikus yang dikorbankan pada hari kebuntingan ke-11, untuk mendapatkan data fisiologis induk, dan 2) tikus yang dibiarkan sampai melahirkan, selanjutnya anaknya dipelihara untuk mendapatkan data perkembangan anak.
A. adaptasi tikus B. kandang (bak) pemeliharaan C. tikus jantan dan betina
Tabel 1 Jenis perlakuan dan jumlah tikus betina target
Tahap Perlakuan dan Pengamatan
Tikus-tikus yang telah dinyatakan bunting (pada kebuntingan hari kesatu) selanjutnya diberi perlakuan dengan pemaparan asap rokok. Pemaparan dimulai dengan memasukkan 5 ekor tikus bunting ke dalam smoking chamber kemudian rokok dipasang pada pipa yang dihubungkan dengan pompa udara (Gambar 6). Rokok kretek yang telah dipasang dibakar dan pompa udara dinyalakan, bersamaan dengan itu oksigen juga dialirkan kedalam smoking chamber dengan kecepatan 0,5 ppm. Perlakuan pemaparan dilakukan dengan menggunakan 4 batang rokok selama 1 jam setiap hari dengan selang waktu 10-15 menit setiap batang selama 11 hari untuk kelompok pertama dan 21 hari untuk kelompok kedua. Pemaparan dilakukan di Laboratorium Fisiologi dan Farmakologi FKH IPB. Sebagai pembanding (kontrol positif) dilakukan penyuntikan (injeksi) dengan menggunakan nikotin murni (99%) secara subcutan dengan dosis 3 mg/kg bb yang dilarutkan dalam larutan NaCl 0,9% (Hudson dan Timiras 1972). Dosis ini diujicobakan beberapa kali, hingga mendapatkan dosis yang tepat yaitu 0.5 mg/kg bb.
Gambar 6 Pemaparan asap rokok dan injeksi nikotin
Kelompok Kontrol Dipapar asap rokok Injeksi nikotin murni Total
1 5 ekor 5 ekor 5 ekor 15 ekor
2 5 ekor 5 ekor 5 ekor 15 ekor
Jumlah 10 ekor 10 ekor 10 ekor 30 ekor
Pada kelompok pertama, setelah 11 hari perlakuan, sebagian tikus percobaan dianestesi dengan cara memasukkan induk tikus kedalam stopless yang berisi eter, kemudian darahnya diambil untuk pemeriksaan hematologi, dan selanjutnya induk tikus dibedah (Gambar 7). Pembedahan dilakukan untuk mengetahui jumlah titik implantasi, jumlah korpus luteum, berat ovarium dan berat uterus, plasenta, anak (UPA). Perlakuan ini dilakukan sebanyak empat kali ulangan (n=4). Sedangkan untuk perlakuan 21 hari, setelah perlakuan, tikus dibiarkan dalam kandang dengan tetap diberi pakan sampai tikus melahirkan. Pengambilan data bobot badan dilakukan dengan menimbang anak tikus sesaat setelah lahir (bobot lahir). Kemudian untuk mengetahui pertumbuhannya, anak tikus tetap dipelihara di kandang percobaan (tanpa perlakuan), disapih sampai berusia tiga minggu dan ditimbang satu kali tiap minggu selama delapan minggu. Pengamatan ini dilakukan sebanyak lima kali ulangan (n=5) untuk masing-masing kelompok perlakuan.
Gambar 7 Tikus percobaan yang dikorbankan setelah perlakuan 11 hari
Pengamatan terhadap aktivitas anak tikus dilakukan setelah anak tikus berusia delapan minggu. Aktivitas anak tikus yang diamati meliputi: a) jarak perpindahan anak tikus dari satu tempat ke tempat lain (distance traveled), b) waktu istirahat tikus (resting time), c) waktu yang dibutuhkan oleh tikus untuk memulai suatu gerakan (ambulatory time), dan d) waktu selama tikus melakukan gerakan stereotypic, seperti gerakan menggaruk, menjilat-jilat dan mencium (stereotypic time). Pengamatan aktivitas anak tikus dilakukan dengan cara anak tikus dimasukkan ke dalam
Opto-varimex Activity Monitor (Gambar 8). Jarak perpindahan dan lamanya waktu
bergerak anak tikus dalam opto-varimex dihitung dengan menggunakan program
Auto-Track System 4.31 selama 5 menit (waktu yang ditentukan).
Setelah pengamatan aktivitas, anak tikus dianestesi untuk pengambilan darah. Darah diambil dari jantung sebanyak 1 ml, selanjutnya darah yang diambil dianalisa untuk mengetahui gambaran hematologi, dan sebagian disentrifius untuk mendapatkan serum dan disimpan untuk analisa hormon T3. Pemeriksaan hematologi (Lampiran 2) dilakukan sebanyak lima kali ulangan (n=5) pada masing-masing kelompok perlakuan. Sedangkan analisa hormon T3 dilakukan dengan menggunakan metode radioimunoassay (RIA) sebanyak tiga kali ulangan (n=3) pada masing-masing kelompok perlakuan. Diagram penelitian dan parameter dari tiap perlakuan yang diamati dalam penelitian ini ditampilkan pada Gambar 9 dan Tabel 2.
Gambar 9 Diagram Penelitian
Gambar 8 Alat Opto-varimex Activity Monitor
Dikorbankan pada 11 hari kebuntingan untuk data fisiologis induk, dan dibiarkan sampai melahirkan dan anaknya dipelihara untuk melihat perkembangan anak
Tikus Bunting
Kontrol Dipapar Asap Rokok Diinjeksi Nikotin
Selama 11 hari dan 21 hari Tikus Jantan + Tikus Betina
Tabel 2 Parameter yang diukur pada tiap perlakuan
Keterangan: * Induk, **Anak
Tahap Analisis Hormon Triiodotironin
Analisis hormon T3 dilakukan dengan cara sampel darah diambil dari jantung sebanyak 1 ml kemudian disentrifusi dengan kecepatan 2.000 rpm selama 30 menit guna mendapatkan serum dari darah. Teknik fase-padat dengan menggunakan kit triiodotironin coat-a-count yang berisi triiodotironin berlabel 125I, seri larutan standar A, B, C, D, E dan F berturut-turut berisi T3 dengan konsentrasi 0, 20, 50, 100, 200, dan 600 pg/ml yang diperoleh dari diagnostic product corporation (Los Angeles, CA). Volume sampel yang direkomendasikan adalah 100 µl. Supaya konsentrasi sampel dapat masuk dalam kisaran standar yang direkomendasikan pembuat kit, maka sampel dipekatkan sampai 3 kali. Untuk melihat adanya variasi hasil dengan pengenceran sampel terhadap konsentrasi hormon, maka dilakukan pengujian dengan menggunakan volume sampel 100, 200, 300 µl.
Tabung untuk Non Spesific Binding (NSB) dan Total Count (T) diberi label dan masing-masing dibuat duplo. Sebanyak 12 tabung diberi label masing-masing A (MB), B, C, D, E, dan F (duplo). Dengan menggunakan mikropipet 100 µl larutan standar konsentrasi 0, 20, 50, 100, 200, dan 600 pg/ml dipipet hingga ke dasar tabung. Pada tabung NSB dimasukkan juga 100 µl larutan standar A. Tabung-tabung lainnya diisi sampel masing-masing sebanyak 300 µl. Ke dalam tiap tabung ditambahkan 1 ml T3 berlabel kemudian divorteks. Keseluruhan campuran itu diinkubasikan selama 3 jam dalam keadaan temperatur kamar. Sisa cairan yang ada dalam tiap tabung dituang dan tabung dibiarkan kering selama 3 menit. Radioaktivitas yang terikat pada tabung dicacah dengan menggunakan Automatic
Perlakuan 11 hari* 21 hari**
Reproduksi Hematologi Bobot badan Hematologi Hormon T3 Aktivitas
Kontrol 9 9 9 9 9 9
Asap Rokok 9 9 9 9 9 9
Gamma Counter (Gambar 10) selama 1 menit. Persen radioaktifitas yang terikat dihitung dengan membagi CPM sampel maupun standar dengan CPM standar A (MB). Persamaan kurva standar dihitung dengan persamaan regresi linier persen radioaktivitas yang terikat sebagai Y dan log konsentrasi standar sebagai X. Konsentrasi T3 sampel dihitung dengan memasukkan nilai persen radioaktivitas terikat sampel ke persamaan kurva standar.
Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan pola rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 (tiga) kelompok perlakuan dan 5 (lima) kali ulangan yang terbagi atas: 1) tikus bunting tanpa perlakuan (kontrol), 2) tikus bunting yang dipapar asap rokok dan 3) tikus bunting yang diinjeksi nikotin (sebagai pembanding).
Analisis Data
Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan Analysis of Variance (ANOVA) dan dilanjutkan dengan Uji Duncan pada selang kepercayaan 95% (α = 0.05) dengan menggunakan perangkat lunak SPSS 16 (Santoso 2008).