• Tidak ada hasil yang ditemukan

Isolat R. solanacearum KN118 (Ras 1, Biovar 3) yang digunakan dalam percobaan ini diperoleh dari Dr Nishiyama, National Institute for Agro- Environmental Sciences, Tsukuba. Agens biokontrol diisolasi dari rizosfer tanaman tomat sehat yang terdapat pada pertanaman tomat yang mengalami penyakit layu bakteri. Isolat yang diperoleh diuji kemampuannya menghambat R.

solanacearum pada berbagai media agar untuk mendeteksi mekanisme antibiosis

berdasarkan adanya zone hambatan. Isolat-isolat yang tidak menghasilkan zone hambatan selanjutnya diuji kemampuannya menghambat R. solanacearum melalui kompetisi pada media King’s B cair.

Berdasarkan hasil penapisan melalui pembentukan zone hambatan pada medium King’s B agar dan kecepatan pertumbuhan pada isolat yang tidak menghasilkan zone hambatan terpilih 16 isolat untuk digunakan dalam pengujian selanjutnya. Enam belas isolat agens biokontrol tersebut diuji kemampuannya dalam menghambat pertumbuhan populasi R. solanacearum secara in-vitro dan kemampuannya menekan perkembangan penyakit layu bakteri di rumah kaca dan di lapangan. Empat isolat berasal dari koleksi Laboratory of Phytopathology,

Tokyo University of Agriculture, Japan, yaitu: Pseudomonas kelompok fluorescence R4011 dan RH4003, Bacillus subtilis AB89 dan B. subtilis AN; satu isolat Pseudomonas fluorescens Gi-19 merupakan koleksi dari Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian-IPB dan sebelas isolat agens biokontrol lainnya diisolasi dari pertanaman tomat di Bogor dan Lembang, Jawa Barat.

Pengaruh media terhadap pembentukan zone hambatan

Biakan bakteri agens biokontrol pada media King’s B agar yang berumur 48 – 72 jam masing-masing disuspensikan dalam aquadest steril dan kerapatannya diusahakan 108 - 109 cfu/ml. Semua media yang diuji dipanaskan hingga mencair dan setelah suhunya kira-kira 45 – 50oC ditambahkan suspensi R. solanacearum

dengan kerapatan 1010 – 1011 cfu/ml. Setiap 9 ml media ditambah 1 ml suspensi patogen dicampur hingga merata dan kemudian dituang ke dalam cawan petri steril. Selanjutnya satu potongan kertas saring steril dengan diameter 8 mm yang sudah dicelupkan ke dalam suspensi agens biokontrol diletakkan di tengah permukaan agar. Sebagai kontrol, potongan kertas saring dicelupkan ke dalam aquadest steril. Masing-masing agens biokontrol diuji sebanyak tiga kali dan diameter zone hambatan diukur setelah inkubasi pada suhu ruang selama 3 – 4 hari. Media-media yang diuji adalah: NA (meat extract, 10 g; peptone, 10 g; NaCl, 1.5 g; Agar, 15 g; Aquadest, 1000 ml); King`s B Agar 10% (Proteose peptone No.3, 2 g; glycerol, 1 g; K2HPO4, 0.15 g; MgSO4.7H2O, 0.15 g; Agar,

15 g; Aquadest, 1000 ml); CPMA (mannitol, 10 g; cassamino acids, 1 g; peptone, 10 g; Agar, 15 g; Aquadest, 1000 ml); CPMA-Ca2+ (mannitol, 10 g; casamino acids, 1 g; peptone, 10 g; CaCl2.2H2O, 5 g; Agar, 15 g; Aquadest,

1000 ml); CPGA (glucose, 10 g; casamino acids, 1 g; peptone, 10 g; Agar, 15 g; aquadest, 1000 ml); YPDA (peptone, 0.6 g; dextrose, 3 g; yeast extract, 3 g; Agar, 15 g; Aquadest, 1000 ml).

Kemampuan penghambatan bakteri pada media cair

Kandidat agens biokontrol yang tidak menghasilkan zone hambatan, pengujian kemampuan antagonisme dilakukan dengan menumbuhkan masing- masing agens biokontrol bersama-sama dengan patogen dalam media King’s B cair (KBB) 10%. Patogen R. solanacearum yang digunakan dalam percobaan ini

adalah bakteri yang resisten secara spontan terhadap rifampisin 50 µg/ml. Suspensi R. solanacearum dan agens biokontrol yang mempunyai kerapatan 105 – 106 cfu/ml, masing-masing diambil sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang berisi 50 ml KBB 10%. Sebagai kontrol, ke dalam erlenmeyer ditambahkan 1 ml suspensi patogen dan 1 ml aquadest steril. Inkubasi dilakukan pada suhu ruang dan digoyang menggunakan shaker dengan kecepatan 150 rpm/menit. Populasi R. solanacearum dihitung dengan metode pencawanan 24 jam setelah inkubasi. Pencawanan dilakukan secara duplo pada media King’s B 10% yang mengandung rifampisin 50 µg/ml. Penghitungan populasi R.

solanacearum dilakukan pada periode inkubasi 1, 3, dan 7 hari setelah inokulasi

dan pencawanan dilakukan sebanyak dua kali.

Pengaruh agens biokontrol terhadap pertumbuhan kecambah tomat (uji pengaruh fitotoksisitas)

Benih tomat hibrida varietas Big Fukujyu disterilkan dengan alkohol 70% selama 5 menit kemudian direndam dalam NaOCl 1% selama 10 menit dan selanjutnya dibilas dengan aquadest steril. Agens biokontrol diaplikasikan dengan dua cara yaitu : 1. Kontaminasi kertas pembenihan (PC); 3 ml suspensi agens biokontrol dengan kerapatan 109 – 1010 cfu/ml dituangkan ke dalam cawan petri sehingga membasahi kertas pembenihan. Untuk kontrol, kertas pembenihan disiram dengan 3 ml aquadest steril. Selanjutnya sebanyak 50 benih steril diletakkan di atas kertas tersebut; 2. Perlakuan benih (ST); sebanyak 50 benih yang sudah steril direndam dalam suspensi agens biokontrol selama 14 jam dan kemudian diletakkan dalam cawan petri. Untuk kontrol, benih direndam dalam aquadest steril. Masing-masing perlakuan dilakukan dengan tiga ulangan.

Masing-masing cawan petri tanpa penutup selanjutnya diberi kerudung kantong plastik bening dan diletakkan di laboratorium dengan suhu 26 oC dan diberi cahaya selama 12 jam. Pengukuran tinggi kecambah dilakukan pada periode 5, 10, dan 15 hari setelah perlakuan.

Keefektifan agens biokontrol terhadap penyakit layu bakteri

Kemampuan agens biokontrol dalam menekan penyakit layu bakteri diuji dengan cara perendaman akar bibit sebelum pindah tanam. Percobaan dilakukan di dalam rumah kaca dan di lapangan.

Rumah kaca. Bibit tomat yang berumur dua minggu setelah tanam dicabut dari media pembibitan dan setelah akarnya dicuci dengan air kemudian direndam dalam suspensi agens biokontrol dengan kerapatan 109 – 1010 cfu/ml selama 14 jam. Untuk kontrol, akar direndam dalam aquadest steril. Pot plastik berukuran 20 cm x 20 cm x 40 cm diisi dengan tanah steril setinggi ± 8 cm kemudian ditambahkan tanah yang sudah diinokulasi R. solanacearum setinggi ± 5 cm dan terakhir ditambahkan tanah steril setinggi ± 2 cm. Bibit yang sudah direndam akarnya dalam suspensi agens biokontrol kemudian ditanam dalam pot- pot tersebut. Tiap-tiap pot ditanami dengan 10 bibit dan masing-masing perlakuan diulang dua kali.

Keparahan penyakit dihitung menggunakan rumus Townsend dan Hueberger (Unterstenhover 1963). Kriteria penyakit dihitung menggunakan skala yang disebutkan oleh Arwiyanto et al. (1994) dengan beberapa modifikasi, yaitu: 0 = tidak ada gejala, 1 = 0 < kelayuan daun ≤ 10%, 2 = 10 < kelayuan daun ≤ 30%, 3 = 30 , kelayuan daun ≤ 60%, 4 = 60 < kelayuan daun ≤ 90%, dan 5 = 90 < kelayuan daun 100%. Rumus keparahan penyakit adalah :

5 ∑ ni x vi

i=0

Keparahan penyakit (%) = x 100% N x Z

ni = jumlah tanaman dengan skala penyakit ke-i

vi = skala penyakit ke-i

N = Jumlah tanaman pada tiap perlakuan Z = Skala penyakit tertinggi

Rumus index penekanan penyakit:

DIc – DIb

Indeks penekanan penyakit = x 100% Dic

DIc = Index penyakit pada kontrol

DIb = index penyakit pada perlakuan agens biokontrol

Lapangan. Metode aplikasi agens biokontrol dilakukan seperti pada percobaan di rumah kaca, kecuali umur bibit yang digunakan adalah tiga minggu setelah tanam. Bibit yang sudah direndam kemudian ditanam pada plot percobaan di luar rumah kaca yang sudah diinfestasi dengan R. solanacearum. Masing- masing plot berukuran 2 m x 1,5 m. Dalam satu plot ditanam 20 bibit dan

masing-masing perlakuan diulang dua kali. Tingkat keparahan penyakit, index penyakit dan index penekanan penyakit dihitung menggunakan rumus seperti disebut terdahulu.

Kemampuan agens biokontrol mengkolonisasi akar

Kemampuan agens biokontrol dalam mengkolonisasi perakaran diuji pada bibit tomat di laboratorium secara “gnotobiotik” dengan dua perlakuan yaitu : infestasi tanah dan perlakuan benih.

Kontaminasi tanah. Pot plastik transparan (AGRIPOT) berdiameter 8 cm dan tinggi 15 cm yang bertutup (Gambar 1) diisi dengan 55 g tanah dan disterilkan pada suhu 121oC selama 15 menit. Tanah dalam pot disiram dengan 10 ml suspensi agens biokontrol yang memiliki kerapatan 109 – 1010 cfu/ml. Benih tomat yang sudah disterilkan permukaannya ditanam dalam pot tersebut, satu benih dalam satu pot. Pot-pot tersebut ditempatkan di laboratorium dengan suhu 26oC dan 12 jam penyinaran.

Pada interval waktu tertentu bibit yang sudah tumbuh dicabut secara hati- hati supaya perakarannya tidak banyak yang terputus. Partikel-partikel tanah yang melekat di permukaan akar dihilangkan. Akar dipotong di dekat pangkal batang dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 10 ml aquadest steril. Setelah dikocok menggunakan vortex selama 5 menit dan dilakukan pengenceran berseri. Sebanyak 100 µl suspensi dari masing-masing pengenceran disebar pada permukaan media King’s B agar dalam cawan petri. Cawan petri tersebut diinkubasi pada suhu 26oC dan populasi agens biokontrol dihitung tiga hari setelah inkubasi. Akar-akar yang ada dalam tabung reaksi kemudian diambil, dikeringkan menggunakan kertas tissue dan ditimbang.

Perlakuan benih. Benih yang sudah steril direndam dalam suspensi agens biokontrol selama 14 jam. Benih kemudian ditanam dalam pot seperti yang digunakan pada perlakuan kontaminasi tanah. Pada interval waktu tertentu populasi agens biokontrol dihitung dengan metode yang sama dengan perlakuan infestasi tanah.

Gambar 2. Pot plastik yang digunakan untuk menumbuhkan benih tomat secara steril

Identifikasi dan karakterisasi sifat-sifat fisiologi agens biokontrol

Dua isolat agens biokontrol yaitu isolat RH4003 dan L32 selanjutnya diidentifikasi dan dikarakterisasi sifat-sifat fisiologisnya. Karakterisasi dilakukan dengan metode yang disebutkan dalam Klement et al. (1990) dan Schaad et al.

(2001). Identifikasi dilakukan berdasarkan sekuens parsial dari 16S rDNA menggunakan BigDye Terminator v3.0 Ready Reaction Cycle Sequencing Kit. Isolasi dan pemurnian DNA dilakukan berdasarkan metode yang dikemukakan oleh Schaad et al. (2001).

DNA diekstraksi dengan phenol-chloroform kemudian diamplifikasi menggunakan mesin PCR ( dengan primer 16S-1F : 5’AGTGGCGGACGG GTGAGTAA3’ dan 16S-4R: 5’TGACGGGCGGTGTGTACAAG3’. Total volume reaksi 20 µl yang terdiri dari 10xEx-Taq buffer 2 µl, dNTP 1,6 µl, primer 16S-1F 10 pmol/µl, primer 16S-4R 10 pmol/ µl, DNA template 0,5 µl atau 10 – 20 ng DNA, Ex-Taq 0,1 µl. Kondisi awal PCR terdiri dari denaturasi pada suhu 94oC selama 4 menit, pelekatan primer (annealing) pada suhu 64oC selama 30 detik dan ekstensi pada 72oC selama 2 menit diikuti dengan 35 siklus yang terdiri dari denaturasi pada suhu 94oC selama 30 detik, pelekatan primer (annealing)

pada suhu 64oC selama 30 detik dan ekstensi pada suhu 72oC selama 30 detik dan ekstensi akhir pada 72oC selama 7 menit.

Sekuensing dilakukan menggunakan Big Dye Terminator V3.0 Kit (Applied Biosystems, Tokyo) sesuai dengan instruksi produsen. Reaksi PCR untuk sekuensing dilakukan dengan Gene Amp System 9600 (Perkin Elmer Applied Biosystems, Tokyo). Amplifikasi parsial 16S rDNA (kurang lebih 1,3- kpb) dilakukan dengan 2 pasang primer, yaitu; 16S-2F: 5’TGCCA GCAGCCGCGG3’ dan 16S-2R: 5’CCGCGGCTGCTGGCA3’ serta 16S-3F: 5’CCGCAA-CGAGCGCAA3’ dan 16S-3R: 5’TTGCGCTCGT TGCGG3’. Total volume reaksi PCR untuk DNA yang akan disekuens adalah 20 µl yang terdiri dari Terminator Ready Reaction Mix 8,0 µl, DNA template 20 ng, primer 3,2 pmol atau 3,2 µl dan air bebas ion sesuai kebutuhan. PCR untuk sekuensing dilakukan sebanyak 25 siklus yang terdiri dari denaturasi pada suhu 96oC selama 10 detik, pelekatan (annealing) pada suhu 50oC selama 5 detik dan pemanjangan (extension) pada 60oC selama 4 menit. Potongan DNA hasil amplifikasi dipisahkan dari agarose gel menggunakan metode presipitasi ethanol sesuai petunjuk produsen.

Sekuensing DNA dilakukan dengan mesin DNA sekuenser otomatis Applied Biosystem prism 3100 (Perkin Elmer Applied Biosystems) dengan perangkat Sequencing Analysis ver. 3.7 dan Data collection ver. 1.0.1. Data hasil sekuensing dicocokkan dengan data Gene Bank NCBI menggunakan program BLAST pada http://www.ncbi.nlm.nih.org.

Dokumen terkait