• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bakteri Escherichia coli pembawa vaksin DNA (Nuryati, 2010) dikultur dengan cara menginokulasi satu koloni bakteri media LB tripton dengan penambahan antibiotik ampisilin (konsentasi 100 µL/mL) sebanyak 1 µL/mL media. Metode kultur yang digunakan adalah metode gores kuadran untuk mendapatkan koloni tunggal. Biakan diinkubasi pada suhu 37oC selama 16 jam, kemudian digunakan untuk kultur cair dan sisanya disimpan pada suhu 4oC hingga akan digunakan kembali. Untuk perbanyakan plasmid, bakteri dikultur di media cair menggunakan thermo shaker dengan kecepatan 240 rpm selama 16 jam (Lampiran 2).

Bakteri dipanen dengan merujuk pada metode Yulianti (2011). Sebanyak 40 mL bakteri dituangkan secara parsial ke dalam masing-masing mikrotube bervolume 1,5 mL, lalu disentrifugasi pada kecepatan 12.000 rpm dan suhu 4oC selama 30 detik. Pelet bakteri yang terbentuk dicuci dengan 1 mL phosphate buffered saline (PBS) sebanyak tiga kali. Setelah dicuci PBS, bakteri diinaktivasi dengan perlakuan panas pada suhu 80oC selama 5 menit, selanjutnya disentrifugasi, dan supertanan dibuang. Bakteri diresuspensi kembali dengan PBS sebanyak 1 mL (Lampiran 3).

2.2 Vaksinasi dan Uji Tantang

Dosis vaksin yang digunakan adalah 7,6 ng dengan kepadatan bakteri 108 cfu/mL (Yulianti, 2011). Bakteri yang mengandung vaksin DNA dicampurkan terlebih dahulu dengan kuning telur sebanyak 1-2% volume bakteri sebelum dicampurkan ke pakan dengan jumlah pakan sebanyak 5% dari biomasa ikan. Kuning telur berfungsi sebagai pengikat (binder). Kemudian pakan didiamkan pada suhu ruang sampai kering. Pencampuran pakan buatan dengan bakteri pembawa vaksin DNA dilakukan sesaat sebelum pemberian pakan perlakuan (Yulianti, 2011).

Penelitian ini menggunakan ikan mas yang telah diseleksi tingkat kesehatannya. Validasi ikan uji ini dilengkapi dengan pemerikasaan DNA virus

menggunakan metode PCR (polymerase chain reaction) (Zahro, 2010). Selain itu, ikan uji yang digunakan merupakan ikan sehat, tidak terserang bakteri dan penyakit. Untuk menguji ikan tidak terserang penyakit adalah dengan mengamati kondisi tubuh ikan, apakah ada kelainan atau jamur tertentu dan dilakukan juga adaptasi ikan pada suhu rendah (18 °C) selama dua minggu (seleksi suhu), setelah itu diamati apakah ada gejala klinis atau tanda-tanda ikan terserang penyakit atau ikan masih dalam kondisi normal. Ikan mas yang digunakan adalah ikan mas yang memiliki bobot 10,22±1,88 gram sebanyak 200 ekor. Ikan tersebut dipelihara di dalam 20 akuarium yang berukuran 45x40x35 cm3. Sebelum akuarium digunakan, dilakukan persiapan dengan cara dicuci menggunakan deterjen, kemudian dibilas dengan air dan setelah itu dikeringkan. Selanjutnya akuarium disemprot dengan menggunakan alkohol 70% dan dibiarkan kering di udara. Akuarium diisi air dengan ketinggian 30 cm.

Ikan ditebar dalam 20 akuarium masing-masing 10 ekor/akuarium. Selama masa pemeliharaan, ikan diberi pakan komersial dengan frekuensi 2 kali sehari, yaitu pagi dan sore secara satiasi. Sebelum divaksin, ikan dipuasakan selama satu hari. Masa vaksinasi hanya dilakukan selama satu minggu, setelah itu dilakukan pemeliharaan selama 28 hari. Penelitian ini menggunakan lima kelompok perlakuan dengan masing-masing tiga kali ulangan dan satu ulangan dibuat khusus untuk analisis indeks fagositosis.

Adapun rancangan perlakuan pada penelitian ini adalah setelah ikan diadaptasikan selama satu minggu, kemudian diberi perlakuan sebagai berikut: Perlakuan A :ikan diberi pakan mengandung vaksin dengan frekuensi

pemberian satu kali dalam seminggu dan diuji tantang dengan filtrat KHV

Perlakuan B :ikan diberi pakan mengandung vaksin dengan frekuensi pemberian dua kali dalam seminggu dan diuji tantang dengan filtrat KHV

Perlakuan C :ikan diberi pakan mengandung vaksin dengan frekuensi pemberian tiga kali seminggu dan diuji tantang dengan filtrat KHV

Kontrol positif :ikan tanpa diberi pakan mengandung vaksin dan diuji tantang dengan filtrat KHV, dan

Kontrol negatif :ikan tanpa diberi pakan mengandung vaksin dan diinjeksi dengan PBS.

Setelah pemeliharaan 28 hari perlakuan A, B, C, dan kontrol positif diuji tantang dengan menyuntikkan filtrat KHV sebanyak 0,1 mL/ekor dengan konsentrasi 10-2 secara intramuskular. Masa uji tantang untuk melihat gejala klinis dan kelangsungan hidup ikan yang diberi vaksin DNA dilakukan selama 30 hari (Skema dan time line penelitian terlampir pada Lampiran 5).

2.3 Parameter Penelitian

2.3.1 Kelangsungan Hidup relatif (Relative Percent Survival/RPS)

Kematian ikan dicatat sebelum dan sesudah uji tantang untuk menghitung kelangsungan hidup relatif (Relative survival rate/RPS). RPS dihitung dengan menggunakan rumus :

RPS = [1-

Keterangan :

RPS : Relative percent survival (%) Mn : Mortalitas pada perlakuan N (%) Mk : Mortalitas pada perlakuan kontrol (%)

2.3.2 Gejala Klinis

Pengamatan gejala klinis dilakukan setiap hari pada saat pemberian pakan selama masa vaksinasi dan pascauji-tantang. Pengamatan gejala klinis meliputi respons makan, tingkah laku ikan, dan kelainan kondisi fisik ikan.

2.3.3 Indeks Fagositosis

Pengamatan indeks fagositosis dilakukan setiap seminggu sekali pada masa vaksinasi dan tiga minggu pascauji-tantang. Indeks fagositosis menunjukkan jumlah sel fagosit yang mampu melakukan proses fagositosis setelah dilakukan uji tantang. Metode perhitungan indeks fagositosis dilakukan dengan cara mengambil sampel darah sebanyak 50 µL kemudian dimasukkan ke dalam mikrotube

bervolume 1,5 mL, ditambahkan dengan 50 µL suspensi Staphylococcus aureus

dalam PBS (108 sel/mL), dihomogenkan dan diinkubasi dalam suhu ruang selama 20 menit. Setelah itu, sebanyak 50 µL dibuat sediaan ulas darah dan dikeringudarakan. Preparat difiksasi dengan metanol 96% selama 5 menit dan dikeringkan. Selanjutnya preparat direndam dalam pewarna Giemsa 70% selama 15 menit dan dicuci dengan air mengalir serta dikeringkan dengan tisu (Lampiran 6). Setelah itu diamati dengan menggunakan mikroskop pada perbesaran 20x. Jumlah sel yang menujukkan proses fagostosis (sel darah putih yang sedang memfagosit Staphylococcus aureus) dihitung dari 100 sel fagosit yang teramati.

2.3.4 Pengamatan Histologis

Pengambilan sampel ikan mas dilakukan pada hari ke-6 pascainfeksi KHV sebanyak 1 ekor setiap perlakuan. Organ yang diambil untuk preparasi histologis adalah insang dan ginjal. Cara preparasi histologis adalah insang ikan mas difiksasi dengan menggunakan larutan Bouin’s selama 24 jam, kemudian diganti dengan alkohol sebagai tahap awal dari histopatologi. Preparasi meliputi fiksasi, dehidrasi, clearing, embedding, blocking, pemotongan serta pewarnaan Hematoksilin-Eosin (Lampiran 7). Preparat histologis diamati dengan mikroskop pada perbesaran 100x dan 200x.

Pengamatan histopatologi bertujuan untuk membuktikan bahwa ikan sakit disebabkan oleh serangan KHV. Hal ini ditinjau dari adanya gejala kelainan histopatologi (terjadinya hiperplasia, hipertropi, dan badan inklusi pada jaringan) ikan yang muncul setelah dilakukan uji tantang. Selain dengan cara tersebut, pembuktian serangan KHV juga dapat diketahui dengan melakukan uji PCR.

PCR dilakukan dengan menggunakan primer spesifik KHV 290 bp. Amplifikasi PCR dilakukan dengan program: pre-denaturasi pada suhu 95oC selama 7 menit; 45 siklus pada suhu 95oC selama 30 detik, 64oC selama 30 detik dan 72oC selama 30 menit; serta pada suhu 72oC selama 7 detik. Pengecekan hasil amplifikasi PCR dilakukan dengan elektroforesis menggunakan gel agarosa 0,7%.

2.3.5 Kualitas Air

Pengukuran kualitas air dalam penelitian ini meliputi pengukuran suhu harian yang diamati pada pagi dan sore hari, dan pengukuran pH, DO (dissolve oxygen), dan NH3-N yang dilakukan sebelum dan sesudah perlakuan. Pergantian air sebanyak 50% dilakukan satu kali per dua hari dan penyifonan dilakukan setiap hari, agar kualitas air tetap terjaga.

2. 5 Analisis Data

Penelitian yang dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Data yang diperoleh adalah data RPS, gejala klinis, indeks fagositosis, histopatologi, respons makan dan kualitas air. Data indeks fagositosis dan RPS diolah dengan menggunakan Microsoft Excel 2007. Data histopatologi, gejala klinis, respons makan dan kualitas air (suhu) dianalisis secara deskriptif.

Dokumen terkait