J. PENGGUNAAN SEL ERITROSIT UNTUK UJI IN VITRO
III. BAHAN DAN METODE
A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah daun ceremai, daun delima putih, daun jati belanda, daun kemuning, dan bunga kecombrang diperoleh dari Balitro, Bogor. Bahan kimia yang dipakai untuk ekstraksi adalah akuades, etanol 96%, dan kertas saring Whatman No.42 diperoleh dari Setia Guna, Bogor. Bahan-bahan yang digunakan untuk isolasi sel eritrosit dan kultur sel adalah darah dari donor yang sehat, aquades, akuabides, etanol 70%, fycoll-histopaque (Sigma, USA), biru tripan, dan PBS
(Phospat Buffer Saline). Bahan kimia yang digunakan untuk pengujian sel
darah merah adalah PBS (Phospat Buffer Saline), H2O2 0.5 %, dan formaldehid 5 %. Bahan kimia yang dipakai untuk analisis kimia K2SO4, HgO, H2SO4 pekat, NaOH-Na2S2O3, asam borat, HCl 0.02 N, indikator metil merah dan metil biru, dan aquades. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis antioksidan adalah larutan DPPH (
2,2-diphenyl-1-picrylhydrazil atau 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil) 3 mM segar, metanol,
HPO3, asam askorbat, dan larutan buffer asetat (campuran Na-asetat dan asam asetat). Bahan kimia yang digunakan untuk analisis total fenol adalah etanol, air deion, pereaksi Folin Ciocalteau 50%, Na2CO3 5%, dan asam tanat. Bahan kimia lain yang digunakan adalah KmnO4.
2. Alat
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi alat untuk ekstraksi dan persiapan sampel, yaitu blender kering, peralatan gelas, kompor, panci, kain saring, rotary vacuum evaporator, syringe, membran steril 0.22 μm (Sartorius), dan tabung eppendorf. Alat-alat yang digunakan untuk isolasi sel eritrosit dan kultur sel adalah tabung vacutainer steril, sentrifuse CR412, tabung sentrifuse steril 15 ml disposible (Nunc), mikropipet, mikrotip, vorteks, hemasitometer (Bright-line), mikroskop (Olympus CH 20), lempeng mikrokultur (96 well), laminar flow hood,
inkubator VWR Scientific (CO2 5 %, 37oC), dan Spectrophotometer
Microplate Reader (Bio-rad model 550). Alat-alat yang digunakan untuk
analisis kimia adalah oven kering, oven vakum, gegep, neraca analitik, erlenmeyer 100 ml, cawan alumunium, labu kjedahl, pipet 5 ml, 3 ml, dan 10 ml, alat dekstruksi, alat destilasi, buret, gelas piala, sudip, dan gelas pengaduk. Alat-alat yang digunakan untuk analisis antioksidan dan total fenol adalah spektrofotometer, kuvet, tabung reaksi, gelas piala, botol gelap, mikropipet, pipet 5 ml, dan vorteks.
B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini terdiri atas beberapa tahap, yaitu :
1. Ekstraksi
Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan dua pelarut, yaitu aquades dan etanol 96 %. Bagian tanaman yang diekstrak adalah daun (ceremai, delima putih, kemuning, jati belanda) dan bunga (kecombrang). Hasil ekstraksi kemudian dianalisis kapasitas antioksidan dan total fenolnya. Proses ekstraksi menggunakan perbandingan bahan segar dan pelarut sebanyak dua kali konsentrasi normal, atau disebut C1. Perbandingan bahan segar dan pelarut pada konsentrasi normal dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Konsumsi normal masyarakat terhadap kelima tanaman
Tanaman Konsumsi Normal
Bahan segar (g) Pelarut (ml) Daun ceremaia 3 – 25 200 Daun delima putihb 5 – 10 200 Bunga kecombrangc 20 – 50 200 Daun kemuningd 20 – 60 200 Daun jati belandae 5 – 10 150
a ) IPTEKa, 2005 b ) IPTEKb, 2005 c)Warintek.Ristek., 2005 d ) IPTEKc, 2005 e) IPTEKd, 2005
Total volume akhir ekstrak ditepatkan menjadi 10 ml. Penepatan dilakukan dengan proses pemanasan pada pelarut akuades (80°C, 10 menit), dan evaporasi berputar pada pelarut etanol (55°C). Hasil ekstraksi digunakan dalam pengujian kadar total fenol, kapasitas antioksidan (DPPH), dan aktivitas penghambatan hemolisis pada sel darah merah in
vitro.
Tabel 2. Perbandingan Sampel dan Pelarut
Sampel Jumlah
Bahan segar (gr) Pelarut (ml) Daun Ceremai
Daun Delima putih Bunga Kecombrang Daun Kemuning Daun Jati belanda
40 20 40 40 15 200 200 200 200 150
Ekstraksi dengan pelarut aquades (Pandoyo, 2000)
Bahan yang telah mengalami proses pembersihan kemudian langsung diblender dengan pelarut aqudes. Perbandingan antara bahan dan pelarut disesuaikan dengan dua kali konsumsi masyarakat sehari-hari (Tabel 2). Setelah diblender, larutan tersebut kemudian dipanaskan 80°C, 10 menit. Kemudian sampel diangkat dan disaring menggunakan kain saring. Hasil saringan disentrifus pada 2000 rpm selama 10 menit untuk memisahkan padatan yang masih tersisa. Supernatan yang diperoleh kemudian dipanaskan kembali sampai diperoleh volume ekstrak akhir 10 ml untuk menyamakan volume masing-masing hasil ekstraksi.
1.2. Ekstraksi dengan pelarut etanol (Marliyati et.al., 2005)
Bahan yang sudah melalui proses pembersihan kemudian diblender secara kering. Setelah semua bahan diblender, kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan etanol. Perbandingan antara bahan dan pelarut sama dengan ekstraksi menggunakan aquades (Tabel 2). Larutan yang diperoleh kemudian
dimaserasi pada suhu ruang dengan kecepatan 35 rpm. Proses maserasi berlangsung 24 jam pada suhu ruang, kemudian larutan tersebut disaring menggunakan pompa vakum yang diberi kertas saring Whatman No. 1. Hasil saringan yang diperoleh kemudian dipekatkan menggunakan rotary vacuum evaporator pada suhu 55oC sehingga diperoleh ekstrak pekat dengan volume 10 ml.
1.3. Persiapan hasil ekstraksi untuk inkubasi sel eritrosit
Sebelum digunakan pada kultur sel, hasil ekstraksi disterilisasi terlebih dahulu dengan menggunakan membran 0.22 μm. Hasil penyaringan kemudian diencerkan dengan media PBS (Phosphat
Buffered Saline) sebagai media pelarut. Melalui pengenceran diperoleh
tiga taraf konsentrasi yaitu C1, C2, dan C3. C1 merupakan dua kali konsentrasi normal masyarakat, C2 merupakan konsentrasi normal masyarakat, dan C3 merupakan setengah konsentrasi normal masyarakat. Hasil ektraksi ini nantinya akan ditambahkan pada suspensi eritrosit yang akan diinkubasi dan diuji responnya dalam menghambat hemolisis.
2. Analisis Kimia
Analisis kimia yang dilakukan mencakup analisis kadar air, kadar protein, kadar total fenol, dan kapasitas antioksidan. Pengujian kadar air dan kadar protein dilakukan terhadap sampel segar tanaman, sedangkan kadar total fenol dan kapasitas antioksidan dilakukan terhadap hasil ekstraksi tanaman.
Analisis kadar air metode oven (AOAC,1984)
Cawan aluminium dikeringkan dalam oven selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator selama 10 menit, kemudian ditimbang. Sampel dipotong kecil-kecil kemudian ditimbang kurang lebih 5 gram dalam cawan. Selanjutnya cawan beserta isinya ditempatkan dalam oven selama 6 jam. Kemudian pindahkan cawan ke desikator, lalu didinginkan. Setelah dingin ditimbang kembali dan
diulang proses pengeringan dalam oven sampai diperoleh berat yang tetap.
Kadar air diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut :
Keterangan : a = berat cawan dan sampel akhir (g)
b = barat cawan (g)
c = berat sampel awal (g)
2.2. Analisis kadar protein (AOAC,1984)
Ditimbang 0.1-0.15 gram contoh. Contoh dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl dan ditambahkan 1.9±0.1 g K2SO4, 40±10 mg HgO, dan 2.0±0.1 ml H2SO4. Contoh kemudian dididihkan sampai cairan menjadi jernih (1 jam). Larutan jernih ini kemudian dipindahkan ke alat destilasi. Labu Kjeldahl dicuci dengan air (1-2 ml). Air cucian dimasukkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan 10 ml larutan NaOH-Na2S2O3. Digunakan asam standar, yaitu asam borat yang telah ditambahkan indikator campuran merah metil dan metil biru. Destilasi dihentikan saat terjadi perubahan warna asam standar dari biru violet menjadi hijau. Cairan hasil destilasi (dalam erlenmeyer) kemudian dititrasi oleh HCl 0.02 N. Titik akhir titrasi ketika warna titrat berubah dari hijau menjadi biru keunguan/abu-abu.
Kadar protein diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut : Kadar air (bb) = c – (a-b) x 100 %
c
Kadar air (bk) = c – (a-b) x 100 % (a-b)
%N = ( ml HCL sampel – ml HCL blanko ) x N HCL x 14.007 mg contoh
Kadar Protein (KP) % = Faktor Konversi x %N
2.3. Analisis Total Fenol
Analisis terhadap total fenol sampel dilakukan menurut metode Chandler dan Dodds yang dimodifikasi (Shetty et.al , 1995). Sebanyak 1 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi 1 ml etanol 95 % dan 5 ml air bebas ion. Pereaksi Folin-Ciocalteau (50%, 0,5 ml) ditambahkan pada masing-masing sampel. Campuran tersebut kemudian divorteks dan didiamkan selama 5 menit. Setelah 5 menit, ditambahkan 1 ml Na2CO3 5 %, kemudian divorteks dan disimpan selama 60 menit dalam ruang gelap. Sampel dihomogenisasi kembali, dan absorbansinya diukur pada panjang gelombang 725 nm. Standar yang digunakan adalah asam tanat. Dengan konsentrasi 0, 5, 10, 15, 20, dan 25 ppm.
2.4. Analisis Kapasitas Antioksidan (Hatano et.al., 1988)
Analisis kapasitas antioksidan dilakukan dengan menggunakan metode DPPH. Sebanyak 2 ml buffer asetat dicampur dengan 3.75 ml metanol dan 200 μl larutan DPPH. Campuran kemudian divorteks. Setelah itu ditambahkan 50 μl sampel / larutan standar. Larutan kemudian divorteks dan didiamkan selama 20 menit di ruang gelap. Absorbansi larutan diukur pada panjang gelombang 517 nm. Kontrol negatif yang digunakan adalah metanol, sedangkan kontrol positif yang digunakan adalah asam askorbat (50, 100, 200, 500, dan 1000 ppm). Kapasitas antioksidan diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut :
Kapasitas antioksidan (%) = [ A kontrol (-) – A sampel ] A kontrol (-)
3. Isolasi Sel Eritrosit (Qin Yan Zhu, 2002)
Darah donor diambil secara aseptis dan disimpan dalam tabung
vacuntee steril yang sudah terdapat EDTA 0.1 %. Darah yang diambil
sebanyak kira-kira 30 ml, dan EDTA 0.1 % berfungsi sebagai antikoagulan darah. Pengambilan dilakukan di klinik Farfa, Dramaga, Bogor oleh seorang suster.
Darah tersebut kemudian dipindahkan ke dalam tabung sentrifus steril dan pengerjaannya dilakukan di dalam laminar hood. Darah pada penelitian ini akan digunakan dalam pengujian aktivitas proliferasi dan aktivitas anti hemolisis. Pemisahan sel eritrosit pada penelitian ini didahului oleh pemisahan sel limfosit untuk digunakan pada pengujian aktivitas proliferasi.
Sampel darah disentrifus selama 10 menit pada 2000 rpm. Sel eritrosit akan berada di bagian paling bawah dan plasma akan berada di bagian atas. Di antara lapisan sel darah merah dan plasma terdapat lapisan
buffycoat yang sebagian besar merupakan sel limfosit. Lapisan sel eritrosit
yang terdapat pada lapisan terbawah tabung sentrifus dapat digunakan untuk pengujian penghambatan hemolisis. Akan tetapi, pada penelitian ini yang digunakan adalah sel eritrosit yang telah dipisahkan melalui pemisahan sel limfosit dengan menggunakan Hystopaque.
Lapisan buffycoat diambil dengan menggunakan mikropipet. Lapisan buffycoat yang diambil ini masih mengandung sel eritrosit dan plasma. Kemudian pemisahan sel limfosit dilakukan dengan menggunakan
Histopaque (buffycoat : Histoaque = 1:1). Pemisahan dengan Histopaque,
yang setelah disentrifus 2500 rpm selama 30 menit, akan mengakibatkan pemisahan secara utuh antara sel limfosit dan eritrosit. Sel eritrosit akan mengendap di dasar tabung bersama sel lainnya yang mempunyai densitas cukup tinggi seperti granulosit.
Sel eritrosit yang mengendap di bawah dicuci tiga kali dengan menggunakan larutan PBS (Phosphat Buffer Saline) lima kali volume sel eritrosit yang diambil. Sebanyak 1 ml sel eritrosit dicuci dengan 5 ml larutan PBS, kemudian disentrifus 2000 rpm selama 10 menit. Sel eritrosit akan mengendap di dasar tabung dan larutan PBS akan berwarna kuning jernih. Pencucian dilakukan sebanyak tiga kali hingga larutan PBS hampir tidak berwarna dan jernih.
Sel eritrosit yang telah mengendap di dasar tabung kemudian ditambahkan kembali dengan larutan PBS. Suspensi eritrosit kemudian diencerkan agar jumlah sel dapat dihitung. Pengenceran dilakukan sebanyak 300 kali dan jumlah sel dihitung, sel yang hidup harus lebih dari 95% agar dapat dipergunakan untuk pengujian hemolisis sel eritrosit. Perhitungan jumlah sel hidup di atas 95% dilakukan dengan hemasitometer dan larutan pewarna trifan biru.
Gambar 9. Hasil pemisahan sel eritrosit menggunakan Hystopaque
4. Pengujian Respons Perlindungan Eritrosit Terhadap Hemolisis (Qin Yan Zhu, 2002)
Suspensi sel eritrosit yang hidup di atas 95% disiapkan. Suspensi sel tersebut kemudian ditambahkan ke dalam sumur sebanyak 60 μl. Kemudian, ke dalam tiap – tiap sumur tersebut ditambahkan ekstrak sebanyak 20 μl yang telah disiapkan. Ekstrak yang telah disiapkan tersebut terdiri dari tiga taraf, yaitu C1, C2, dan C3. Well yang telah berisi suspensi eritrosit dan ekstrak tersebut kemudian didiamkan selama 10 menit pada inkubator bersuhu 37°C agar ekstrak dapat bercampur seluruhnya dengan suspensi eritrosit.
Sel eritrosit Sel limfosit
Suspensi eritrosit dan ekstrak tersebut kemudian ditambah dengan larutan H2O2 0.5% atau formaldehida 5% sebanyak 20 μl untuk memicu terjadinya hemolisis. Kontrol negatif yang digunakan adalah suspensi eritrosit yang hanya ditambahkan larutan oksidator. Larutan Phosphat
Buffered Saline digunakan untuk menyamakan volume dari
masing-masing suspensi dalam sumur. Volume dari masing-masing-masing-masing suspensi dalam sumur adalah 100 μl. Dilakukan 3 ulangan pada masing-masing suspensi yang hendak diukur absorbansinya.
Inkubasi dilakukan dalam inkubator bersuhu 37°C selama 2 jam. Pengukuran dilakukan setiap 20 menit sekali dengan menggunakan
Spectrophotometer Micropalate Reader pada panjang gelombang 450 nm.
% Pencegahan Hemolisis = (Abs. Kontrol Negatif – Abs. Sampel) Abs. Kontrol Negatif
Keterangan :
Abs. Kontrol Negatif : Absorbansi suspensi eritrosit + oksidator
Abs. Sampel : [(Absorbansi suspensi eritrosit + hasil ekstraksi + oksidator)-(Absorbansi hasil ekstraksi)]