• Tidak ada hasil yang ditemukan

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini mencakup tiga unit lingkungan. Lingkungan Bogor1 dan Bogor2 dilaksanakan pada bulan Maret – Agustus 2010 dan September 2010 – Januari 2011 di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB Dramaga dan di Laboratorium Genetika dan Pemulian Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB. Lingkungan Boyolali dilaksanakan dari bulan Agustus – Desember 2010 bertempat di lahan petani di Boyolali. Penulis tidak melaksanakan sendiri untuk lingkungan Boyolali, namun oleh tenaga lapang yang sudah terlatih.

Bahan dan Alat

Alat yang digunakan meliputi tray semai, cangkul, koret, ember, gayung, sprayer, timbangan, gelas ukur, jangka sorong, penggaris, dan kantong plastik.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 13 galur cabai yaitu IPB001004, IPB002001, IPB002003, IPB002005, IPB002046, IPB009002, IPB009004, IPB009015, IPB009019, IPB015002, IPB015008, IPB019015, dan IPB120005. Galur tersebut merupakan galur cabai generasi lanjut hasil pemuliaan Tim Pemuliaan Cabai Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB. Tetua yang digunakan sebagai bahan persilangan terdiri dari beberapa golongan, yaitu cabai besar, cabai rawit, dan cabai keriting. Disamping itu juga digunakan 4 varietas komersial sebagai pembanding yaitu Gelora, Tit Super, Tombak, dan Trisula.

Sarana produksi cabai yang digunakan adalah media semai, pupuk kandang, pupuk daun, pupuk NPK mutiara, urea, SP-18, KCl, ajir bambu, tali rafia, akarisida berbahan aktif Difocol 51 %, insektisida butiran berbahan Karbofuran 3 %, insektisida berbahan aktif Profenofos 50 %, fungisida berbahan aktif Mancozeb 45 %, fungisida berbahan aktif Propineb 70 %, dan bakterisida berbahan aktif Streptomisin sulfat 20 %.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Petak Tersarang dua faktor dan tiga ulangan. Faktor utama adalah lingkungan tanam yang terdiri dari tiga taraf,

yaitu Bogor1, Bogor2, dan Boyolali. Faktor kedua sebagai anak petak adalah 17 genotipe cabai yang diuji, terdiri atas 13 galur cabai IPB dan 4 varietas komersial sebagai pembanding. Setiap lingkungan terdapat 51 satuan percobaan dengan masing-masing terdapat 20 tanaman

Model matematis untuk analisis gabungan antar lokasi adalah: Yijk= + i+ i/j+ k + ()ik+ ijk

dimana:

Yijk = nilai peubah yang diamati

 = nilai tengah populasi

i = pengaruh lingkungan ke-i

i/j = pengaruh ulangan ke-i dalam lingkungan ke-j

k = pengaruh genotipe ke-k

()ik= pengaruh interaksi lingkungan ke-i genotipe ke-k

ijk = pengaruh galat pada ulangan ke-i, lingkungan ke-j, dan genotipe ke-k

i = 1, 2, 3

j = 1, 2, 3

k = 1, 2, 3, ..., 17

Analisis data pengamatan kuantitatif menggunakan analisis ragam (ANOVA) pada taraf 5 % untuk melihat perbedaan diantara perlakuan. Jika hasil pengujian menunjukkan beda nyata, maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan Dunnett pada taraf 5 %. Analisis stabilitas dilakukan pada karakter hasil dengan menggunakan metode Additive Main Effect and Multiplicative Interaction (AMMI). Hasil analisis stabilitas AMMI ditampilkan dengan menggunakan biplot untuk melihat galur-galur yang stabil pada tiga unit lingkungan atau spesifik pada lingkungan tertentu.

Pelaksanaan Penelitian Penyemaian

Penanaman cabai dilakukan dengan metode indirect planting, artinya benih cabai disemaikan terlebih dahulu sebelum ditanam di lapang. Benih disemai dalam tray semai 72 lubang yang diisi media tanam organik. Tiap lubang tray semai diisi dua benih. Seminggu setelah penyemaian dilakukan penyulaman untuk

benih yang tidak tumbuh. Pemeliharaan yang dilakukan adalah penyiraman jika media mulai kering. Jika terdapat serangan OPT, dilakukan pengendalian dengan pestisida maupun secara manual. Setelah tanaman berusia 2 minggu, dilakukan penyemprotan pupuk daun dan pupuk kocor setiap minggu pada hari yang berbeda. Bibit cabai siap dipindah ke lahan setelah berusia 1.5 – 2 bulan, setidaknya tanaman memiliki setidaknya 4 - 6 daun sejati.

Pengolahan Lahan

Lahan disiapkan 2 minggu sebelum tanam. Pupuk dasar berupa pupuk kandang dengan dosis 20 ton /ha. Tanah diolah sehingga bercampur dengan pupuk kandang, kemudian dibuat bedengan dengan ukuran lebar 1 m, panjang 5 m, jarak antar bedeng 50 cm, tinggi bedeng 30 cm. Bedeng ditutup dengan mulsa plastik hitam perak setelah ditaburi dengan pupuk urea, SP-18 dan KCl, kemudian dibuat lubang tanam 50 cm x 50 cm.

Penanaman Bibit

Bibit yang telah dikeluarkan dari tray semai kemudian ditanam di bedengan sebatas posisi daun kotiledon. Bibit yang telah ditanam segera diberi insektisida butiran dan ditancapkan ajir bambu dan diikat dengan tali rafia dengan ikatan yang membentuk angka 8. Waktu penanaman dilakukan pada sore hari agar tidak terjadi penguapan yang berlebih. Pemberian insektisida butiran untuk mencegah serangan ulat tanah. Bibit yang selesai ditanam kemudian disiram agar tidak layu.

Pemeliharaan

Pemeliharaan yang dilakukan meliputi penyulaman, penyiraman, penyiangan gulma, pewiwilan, pengocoran, pengikatan ke ajir, dan pengendalian hama dan penyakit. Kegiatan penyulaman dilakukan maksimal satu minggu setelah tanam. Penyiraman dilakukan apabila kondisi tanah mulai kering. Penyiangan gulma dilakukan secara manual. Satu minggu setelah penanaman, dilakukan pewiwilan pada tanaman, agar tidak tumbuh cabang air yang akan menggangu pertumbuhan tanaman. Pemeliharaan lainnya adalah pengocoran, yang dilakukan seminggu sekali dengan larutan NPK mutiara dengan dosis 10 g/liter. Setelah tanaman tumbuh besar, dilakukan pengikatan kembali ke ajir agar

tanaman tumbuh tegak. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara teratur secara terpadu.

Pemanenan

Panen dilakukan setelah buah berwarna merah setidaknya 75 %. Data yang digunakan bukan merupakan data panen per petak, sehingga hanya tanaman contoh yang buahnya dipanen untuk kemudian ditimbang. Panen dilakukan dua kali seminggu untuk menghindari buah cabai busuk karena terserang antraknosa ketika berada di lahan.

Pengamatan

Karakter yang diamati adalah karakter kualitatif dan kuantitatif. Karakter yang diamati disesuaikan dengan karakter tanaman yang diperlukan untuk pelepasan varietas. Pengamatan yang dilakukan merujuk kepada deskripsi cabai berdasarkan International Plant Genetic Resources for Chili (IPGRI, 1995). Cara pengamatan masing-masing karakter adalah:

Karakter kualitatif:

1. Bentuk kanopi (tegak, kompak, atau kompak), diamati setelah panen pertama.

2. Bentuk batang (bulat, bersudut, atau pipih), diamati setelah panen pertama. 3. Warna batang (hijau, hijau dengan garis ungu, ungu, atau lainnya), diamati

sebelum tanaman dipindah ke lapang.

4. Bentuk daun (delta, oval, atau lanset), diamati setelah panen pertama, bentuk dari rata-rata 10 daun dewasa.

5. Warna hijau daun (hijau muda, hijau, atau hijau tua), diamati ketika tanaman sudah dewasa.

6. Bentuk tepi daun (rata, agak bergelombang, atau bergelombang), diamati pada daun yang telah dewasa dan berukuran maksimum.

7. Bentuk ujung daun (runcing atau tumpul), diamati pada daun yang telah dewasa dan berukuran maksimum.

8. Tekstur permukaan daun (halus, agak kasar, atau kasar) , diamati pada daun muda yang telah mencapai ukuran maksimum

9. Warna mahkota (putih, kuning muda, kuning, kuning hijau, ungu dengan warna dasar putih, ungu)

10. Jumlah mahkota (helai), diamati pada kisaran jumlah mahkota yang ada pada. 11. Warna anther (putih, kuning, hijau, biru, ungu muda, ungu) , diamati setelah

bunga mekar namun belum terjadi anthesis kelopak.

12. Jumlah anther (buah), diamati pada kisaran jumlah anther yang ada.

13. Bentuk ujung buah (runcing, tumpul, atau berlekuk), diamati sebagai rataan pada 10 buah.

14. Tekstur kulit buah (halus, agak kasar, atau kasar), diamati ketika buah sudah dewasa.

15. Warna buah muda (hijau cerah, hijau, atau hijau gelap), diamati ketika buah masih muda dan belum memasuki kematangan.

16. Warna buah tua (merah cerah, merah, atau merah gelap), diamati ketika buah telah mencapai kematangan penuh.

Karakter kuantitatif:

1. Lebar daun (cm), diukur rata-rata 10 daun yang telah berukuran maksimum pada percabangan utama pada titik terlebar.

2. Panjang daun (cm), diukur rata-rata 10 daun yang telah berukuran maksimum pada percabangan utama pada titik terpanjang.

3. Diameter batang (cm), diukur pada pertengahan batang sebelum dikotomus setelah panen pertama.

4. Tinggi tanaman (cm), diukur dari pangkal batang sampai titik tumbuh tertinggi setelah panen pertama.

5. Lebar tajuk (cm), diukur setelah panen pertama.

6. Bobot 1 000 butir biji (g), berasal dari konversi penghitungan bobot 100 butir biji yang diulang sebanyak tiga kali.

7. Umur berbunga (HST), diukur dari mulai pindah tanam hingga 50 % populasi tanaman berbunga.

8. Umur berbuah (HST), diukur dari mulai pindah tanam hinga 50 % populasi tanaman berbunga

9. Diameter buah (cm), rata-rata diameter 10 buah pada titik terlebar yang berasal dari panen kedua.

10. Bobot per buah (g), rata-rata bobot 10 buah yang berasal dari panen kedua. 11. Tebal daging buah (mm), rata-rata tebal daging 10 buah pada titik tertebal

yang berasal dari panen kedua.

12. Panjang buah (cm), rata-rata panjang 10 buah mengikuti bentuk buah yang berasal dari panen kedua

13. Bobot buah total per tanaman (g), ditimbang buah yang ada selama 8 minggu panen.

14. Produktivitas tanaman (ton/ha), dihitung dengan rumus: Produktivitas=୮ ୭ ୮ ୳ ୪ ୟ ୱ ୧/୦ ୟ ୶ ୠ ୭ ୠ ୭ ୲ ୠ ୳ ୟ ୦/୲ ୟ ୬ ୟ ୫ ୟ ୬ ୶ ଼ ଴%୶ ଼ ଴%

ଵ ଴ ଴ ଴ ଴ ଴ ଴

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Penelitian ini meliputi tiga unit lingkungan yang berbeda, yaitu Bogor1 (mewakili dataran rendah beriklim kering), Bogor2 (mewakili dataran rendah beriklim basah), dan Boyolali (mewakili sentra produksi cabai). Data klimatologi untuk lingkungan 1 dan 2 (Bogor1 dan Bogor2) didapatkan dari Badan Klimatologi dan Geofisika Dramaga (Tabel Lampiran 1), sedangkan data curah hujan untuk lingkungan Boyolali didapatkan dari kantor Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali.

Unit lingkungan Bogor1 dilakaksanakan pada bulan Maret–Agustus 2010, curah hujan terendah terjadi pada bulan April, dengan curah hujan 42.9 mm, dengan curah hujan tertinggi pada bulan Mei 2010, yaitu mencapai 303.4 mm. Curah hujan pada bulan April 2010 yang sangat rendah berdampak sangat besar kepada kondisi tanaman. Cekaman kekeringan yang sangat ekstrim pada saat pembungaan menyebabkan banyak tanaman yang gagal berbuah, karena bunganya rontok akibat kekurangan air. Moss (1984), menyatakan bahwa kekurangan air merupakan penyebab terbesar kehilangan hasil pada tanaman pertanian. Penyiraman yang dilakukan dua kali sehari (pagi dan sore), tidak banyak membantu sehingga tanaman tetap layu. Hal tersebut diperparah dengan kenaikan suhu dari rata-rata 25.68 oC menjadi 27.1 oC.

Penelitian di lingkungan Bogor2 dilaksanakan pada bulan September 2010-Januari 2011. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan September (curah hujan 601.0 mm), sedangkan terendah terjadi pada bulan Desember 2010 (curah hujan 177.3 mm). Distribusi curah hujan selama musim penanaman memiliki kecenderungan bahwa di awal penanaman, saat terjadi pertumbuhan pertumbuhan vegetatif, curah hujan sangat tinggi, sehingga kebutuhan air tercukupi dengan baik. Ketika tanaman berada dalam fase generatif, curah hujan menurun sehingga berada di kisaran 200 mm/bulan, sehingga masih cukup untuk memenuhi kebutuhan tanaman, namun tidak terlalu lembab sehingga serangan penyakit antraknosa tidak terlalu tinggi. Nilai rataan suhu harian berkisar antara 25.0 (Nopember) – 25.5 (Desember) oC. Kelembaban udara pada awal musim tanam di

lingkungan Bogor2 cukup 436.20 – 601.00 mm/bulan. yang disebabkan oleh terutama banyak menyerang

ini menyebabkan cabang dan ranting busuk dan Penelitian di ling

Desember 2010. Curah hujan 260.00 mm, dengan rataan adalah pada bulan keempat berada dalam fase awal

yang busuk terserang antraknosa, terpengaruh.

Organisme pengganggu pertanaman meliputi Coll

Gemini (penyakit menguning) (Aphidae). Bosland dan umum adalah pertumbuhan gejala mozaik berwarna berkurangnya hasil.

Gambar 3. Gejala Penyakit yang Menyerang Tana Kuning, B. Layu Bakteri, C. Se

Bogor2 cukup tinggi, yaitu 84 – 86 %, disertai curah hujan mm/bulan. Pada pertanaman terjadi serangan penyakit

oleh cendawan Choanephora cucurbitarum. Penyakit menyerang galur IPB002001 dan IPB002005. Serangan ini menyebabkan cabang dan ranting busuk dan mati.

di lingkungan Boyolali dilaksanakan pada bulan Curah hujan yang tercatat setiap bulan berkisar antara dengan rataan 263.00 mm/bulan. Curah hujan yang paling

keempat penanaman, sebesar 336.00 mm, ketika tanaman mulai awal produksi. Akibat yang muncul adalah banyaknya terserang antraknosa, meskipun bobot total buah tidak

pengganggu tanaman (OPT) utama yang menyeran

Colletotrichum spp (penyebab penyakit antraknosa), menguning), lalat buah (Bactrocera dorsalis) dan kutu Bosland dan Votava (2000), menyatakan bahwa gejala yang

pertumbuhan yang kerdil, keriting, atau daunnya terpelintir, berwarna kuning cerah, penurunan jumlah daun dan buah,

Gejala Penyakit yang Menyerang Tanaman Cabai A. Penyakit Keriting Kuning, B. Layu Bakteri, C. Senthik, D. Antaknosa

curah hujan sebesar penyakit senthik, Penyakit ini Serangan penyakit bulan Agustus- antara 138.00 – paling menonjol a tanaman mulai banyaknya buah buah tidak terlalu

yang menyerang antraknosa), Virus dan kutu daun ejala yang paling terpelintir, adanya dan buah, serta

Karakter Kualitatif

Karakter kualitatif merupakan karakter yang dikendalikan oleh satu atau beberapa gen. Karakter kualitatif sedikit sekali dipengaruhi oleh faktor lingkungan, sehingga pengamatan karakter ini dilakukan hanya sekali. Karakter kualitatif pada genotipe yang diuji menunjukkan adanya perbedaan dengan varietas pembanding. Dari 16 karakter kualitatif yang diamati, hanya karakter warna batang dan bentuk batang yang tidak menunjukkan perbedaan, yaitu semua genotipe memiliki warna batang hijau dengan bentuk batang bulat (Tabel 1).

Tabel 1. Penampilan Bentuk Kanopi, Warna, dan Bentuk Batang 13 Galur Cabai IPB yang Diuji dan 4 Varietas Pembanding yang Diuji

Genotipe Bentuk Kanopi Bentuk Batang Warna Batang

IPB001004 Kompak Bulat Hijau

IPB002001 Kompak Bulat Hijau

IPB002003 Tegak Bulat Hijau

IPB002005 Kompak Bulat Hijau

IPB002046 Kompak Bulat Hijau

IPB009002 Kompak Bulat Hijau

IPB009004 Kompak Bulat Hijau

IPB009015 Kompak Bulat Hijau

IPB009019 Tegak Bulat Hijau

IPB015002 Menyebar Bulat Hijau

IPB015008 Tegak Bulat Hijau

IPB019015 Kompak Bulat Hijau

IPB120005 Kompak Bulat Hijau

Gelora Kompak Bulat Hijau

Tit Super Menyamping Bulat Hijau

Tombak Kompak Bulat Hijau

Trisula Menyamping Bulat Hijau

Karakter pertama yang menunjukkan adanya perbedaan adalah karakter bentuk kanopi. Galur IPB002003, IPB009019, dan IPB015008 memiliki kanopi yang berbentuk tegak, sedangkan galur IPB015002 berbentuk menyamping, sama dengan varietas pembanding Trisula dan Tit Super. Galur lain yang diuji memiliki bentuk kanopi yang sama dengan varietas pembanding Gelora dan Tombak, yaitu kompak. Bentuk kanopi merupakan gambaran secara umum penampilan tanaman

di lapang. Tanaman dengan bentuk kanopi yang menyebar, yaitu IPB015002, Tit Super, dan Trisula dahan dan rantingnya akan melengkung ketika dipenuhi buah, sehingga mudah patah jika ukuran batangnya kecil.

Bentuk daun galur IPB002001 dan IPB009015 adalah sama dengan varietas Tombak, yaitu delta, sedangkan IPB002046 merupakan satu-satunya galur dengan bentuk daun lanset. Galur lain memiliki bentuk daun yang sama dengan varietas Gelora, Tit Super, dan Trisula, yaitu oval (Tabel 2).

Tabel 2. Penampilan Bentuk Daun, Bentuk Tepi Daun, dan Bentuk Ujung Daun 13 Galur Cabai IPB yang Diuji dan 4 Varietas Pembanding

Genotipe Bentuk Daun Bentuk Tepi Daun Bentuk Ujung Daun

IPB001004 Oval Rata Tumpul

IPB002001 Delta Rata Tumpul

IPB002003 Oval Agak Bergelombang Runcing

IPB002005 Oval Agak Bergelombang Runcing

IPB002046 Lanset Agak Bergelombang Agak Runcing

IPB009002 Oval Agak Bergelombang Runcing

IPB009004 Oval Agak Bergelombang Runcing

IPB009015 Delta Rata Agak Runcing

IPB009019 Oval Rata Runcing

IPB015002 Oval Rata Agak Runcing

IPB015008 Oval Rata Agak Runcing

IPB019015 Oval Rata Runcing

IPB120005 Oval Agak Bergelombang Tumpul

Gelora Oval Rata Agak Runcing

Tit Super Oval Bergelombang Agak Runcing

Tombak Delta Agak Bergelombang Runcing

Trisula Oval Agak Bergelombang Agak Runcing

Tabel 2 menunjukkan adanya perbedaan bentuk tepi daun pada galur-galur yang diuji. Galur IPB002003, IPB002005, IPB002046, IPB009002, IPB009004, dan IPB120005 memiliki bentuk tepi daun yang agak bergelombang, serupa dengan varietas pembanding Tombak dan Trisula. Galur lainnya memiliki bentuk tepi daun yang rata, serupa dengan varietas Gelora. Tit Super merupakan satu- satunya pembanding dengan bentuk tepi daun yang bergelombang, berbeda dengan genotipe lainnya.

Tabel 2 juga menunjukkan bahwa galur IPB001004, IPB002001, dan IPB120005 memiliki bentuk ujung daun yang tumpul, berbeda dengan semua pembanding. Galur IPB002046, IPB009015, IPB015002, dan IPB015008 memiliki bentuk ujung daun yang agak runcing, serupa dengan varietas pembanding Gelora, Tit Super, dan Trisula. Galur lainnya memiliki ujung daun yang runcing, serupa dengan varietas pembanding Tombak.

Tabel 3 menunjukkan perbedaan warna dan tekstur daun diantara galur dan varietas yang ditanam. Galur IPB002003 dan IPB009015 merupakan genotipe yang memiliki warna daun hijau, berbeda dengan 11 galur lainnya dan 4 varietas pembanding yang memiliki warna daun hijau tua.

Tabel 3. Penampilan Warna Daun dan Tekstur Daun 13 Galur Cabai IPB yang Diuji dan 4 Varietas Pembanding

Genotipe Warna Daun Tekstur Daun

IPB001004 Hijau Tua Halus

IPB002001 Hijau Tua Halus

IPB002003 Hijau Halus

IPB002005 Hijau Tua Agak Kasar

IPB002046 Hijau Tua Agak Kasar

IPB009002 Hijau Tua Halus

IPB009004 Hijau Tua Halus

IPB009015 Hijau Halus

IPB009019 Hijau Tua Agak Kasar

IPB015002 Hijau Tua Agak Kasar

IPB015008 Hijau Tua Halus

IPB019015 Hijau Tua Halus

IPB120005 Hijau Tua Halus

Gelora Hijau Tua Agak Kasar

Tit Super Hijau Tua Kasar

Tombak Hijau Tua Kasar

Trisula Hijau Tua Agak Kasar

Tekstur daun genotipe yang diuji dapat digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu halus, agak kasar, dan kasar. Galur yang memiliki permukaan daun yang halus adalah IPB001004, IPB002001, IPB002003, IPB009002, IPB009004, IPB015008, IPB019015, dan IPB120005, sedangkan IPB002005, IPB002046, IPB009019, dan IPB015002 memiliki permukaan daun yang agak kasar, serupa

dengan varietas pembanding Gelora, Tombak, dan Trisula. Varietas Tit Super merupakan satu-satunya genotipe yang berdaun kasar.

Karakter lain yang diamati adalah warna dan jumlah mahkota serta warna dan jumlah anther. Semua genotipe yang ditanam, baik galur yang diuji maupun varietas pembanding memiliki warna mahkota yang sama, yaitu putih (Tabel 4). Warna anther bunga cabai terbagi menjadi dua, yaitu ungu dan biru muda. Galur yang memiliki warna anther biru muda adalah IPB002003, IPB009002, dan IPB019015, serupa dengan varietas Tombak. Sepuluh galur lain memiliki kesamaan warna anther dengan tiga varietas pembanding lainnya, yaitu ungu.

Tabel 4. Penampilan Warna dan Jumlah Mahkota dan Warna dan Jumlah Anther 13 Galur Cabai IPB yang Diuji dan 4 Varietas Pembanding

Genotipe Warna Mahkota Jumlah Makota Warna Anther Jumlah Anther

IPB001004 Putih 5 Ungu 5

IPB002001 Putih 5-6 Ungu 5-6

IPB002003 Putih 6 Biru Muda 6

IPB002005 Putih 5-6 Ungu 5-6

IPB002046 Putih 5 Ungu 5

IPB009002 Putih 5-6 Biru Muda 5-6

IPB009004 Putih 5-6 Ungu 5-6

IPB009015 Putih 5-6 Ungu 5-6

IPB009019 Putih 5-6 Ungu 5-6

IPB015002 Putih 5-6 Ungu 5-6

IPB015008 Putih 5-6 Ungu 5-6

IPB019015 Putih 5-7 Biru Muda 5-7

IPB120005 Putih 5-7 Ungu 5-7

Gelora Putih 5 Ungu 5

Tit Super Putih 5-6 Ungu 5-6

Tombak Putih 5-6 Biru Muda 5-6

Trisula Putih 5-6 Ungu 5-6

Setiap genotipe yang diuji memiliki mahkota dan anther dengan jumlah yang sama dalam setiap buah (Tabel 4). Galur IPB001004 dan IPB002046 memiliki jumlah mahkota dan anther yang sama dengan varietas pembanding Gelora, yaitu 6 buah tiap kuntum bunga. Galur IPB002001, IPB002005, IPB009002, IPB009004, IPB009015, IPB009019, IPB015002, dan IPB015008

memiliki jumlah mahkota dan anther yang sama dengan Tit Super, Tombak, dan Trisula, yaitu berkisar antara 5-6 buah dalam satu bunga. Galur IPB019015 dan IPB120005 memiliki kisaran jumlah mahkota dan anther yang lebih lebar, yaitu 5- 7 buah/bunga. Galur IPB002003 memiliki jumlah mahkota dan anther yang selalu 6, berbeda dengan semua genotipe lainnya.

Karakter kualitatif terakhir yang bisa dijadikan pembeda adalah tekstur kulit buah, bentuk ujung buah, warna buah muda, dan warna buah masak, yang bisa dilihart pada Tabel 5. Tekstur kulit buah digolongkan menjadi tiga, yaitu halus, agak kasar, dan kasar. Tit Super merupakan satu-satunya genotipe yang berkulit kasar, sedangkan kulit agak kasar terdapat pada galur IPB002001, IPB002003, IPB009002, IPB019015. Sembilan galur lainnya memiliki tekstur kulit yang halus, sama seperti varietas Gelora, Tombak, dan Trisula.

Tabel 5. Penampilan Tekstur Kulit Buah, Bentuk Ujung Buah, Warna Buah Muda, dan Warna Buah Masak 13 Galur Cabai IPB yang Diuji dan 4 Varietas Pembanding

Genotipe Tekstur Kulit

Buah Bentuk Ujung Buah Warna Buah Muda Warna Buah Masak

IPB001004 Halus Tumpul Hijau Merah

IPB002001 Agak Kasar Runcing Hijau Merah

IPB002003 Agak Kasar Runcing Hijau Merah Tua

IPB002005 Halus Runcing Hijau Merah

IPB002046 Halus Tumpul Hijau Merah Cerah

IPB009002 Agak Kasar Tumpul Hijau Merah

IPB009004 Halus Tumpul Hijau Tua Merah Cerah

IPB009015 Halus Tumpul Hijau Muda Merah

IPB009019 Halus Runcing Hijau Merah Cerah

IPB015002 Halus Tumpul Hijau Tua Merah

IPB015008 Halus Tumpul Hijau Muda Merah

IPB019015 Agak Kasar Tumpul Hijau Muda Merah

IPB120005 Halus Tumpul Hijau Merah Cerah

Gelora Halus Runcing Hijau Tua Merah

Tit Super Kasar Runcing Hijau Tua Merah Tua

Tombak Halus Tumpul Hijau Merah Cerah

Karakter bentuk ujung buah yang diamati bisa dibedakan menjadi dua, yaitu tumpul dan runcing. Galur IPB002001, IPB002003, IPB002005, dan IPB009019 memiliki ujung buah yang runcing, serupa dengan varietas Gelora, Tit Super, dan Trisula. Galur lainnya memiliki ujung buah yang berbentuk tumpul, serupa dengan varietas Tombak.

Warna kulit buah muda digolongkan menjadi tiga, yaitu hijau muda, hijau, dan hijau tua. Warna kulit hijau muda terdapat pada galur IPB009015, IPB015008, dan IPB019015. Galur IPB009004 dan IPB015002 memiliki warna kulit buah muda hijau tua, sama dengan varietas Gelora, Tit Super, dan Trisula.Galur lainnya memiliki warna buah muda yang sama dengan varietas Tombak, yaitu hijau.

Warna buah matang merupakan karakter kualitatif terakhir yang diamati. Karakter ini dibagi menjadi tiga, yaitu merah cerah, merah, dan merah tua. Warna merah cerah terdapat pada galur IPB002046, IPB009004, dan IPB009019, serupa dengan varietas Tombak. Warna merah tua terdapat pada galur IPB002003 dan varietas Tit Super. Galur lainnya dan varietas Gelora dan Trisula saat matang berwarna merah.

Karakter kuantitatif

Rekapitulasi F-hitung dan Koefisien Keragaman

Berdasarkan rekapitulasi sidik ragam (Tabel 6), lingkungan dan genotipe memberikan pengaruh yang nyata terhadap hampir semua karakter kuantitatif yang diamati, kecuali pada karakter produksi di lingkungan Bogor2. Interaksi antara perlakuan lingkungan dan genotipe memberikan pengaruh yang sangat nyata, kecuali untuk karakter lebar tajuk dan produksi di lingkungan Bogor2.

Dokumen terkait