• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji daya hasil 13 galur cabai IPB pada tiga unit lingkungan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji daya hasil 13 galur cabai IPB pada tiga unit lingkungan"

Copied!
157
0
0

Teks penuh

(1)

UJI DAYA HASIL 13 GALUR CABAI IPB

PADA TIGA UNIT LINGKUNGAN

Oleh:

S. ANDRA MASTAUFAN

A24070011

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

RINGKASAN

S. ANDRA MASTAUFAN. Uji Daya Hasil 13 Galur Cabai IPB pada Tiga Unit Lingkungan. Dibimbing oleh MUHAMAD SYUKUR dan SRIANI SUJIPRIHATI.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi 13 galur cabai IPB,

mendapatkan galur dengan daya hasil yang tinggi, dan memiliki tingkat adaptasi

yang baik pada lingkungan tanam yang berbeda. Pengujian dilakukan dengan

menanam galur terpilih pada tiga unit lingkungan yang berbeda, yaitu Bogor1

(Bogor dengan curah hujan rendah), Bogor2 (Bogor dengan curah hujan tinggi),

dan Boyolali.

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Petak Tersarang

dua faktor dengan 3 ulangan. Faktor utama adalah kondisi lingkungan tanam dan

sebagai anak petak adalah 17 genotipe cabai yang diuji. Penelitian ini dilakukan

dari bulan Maret 2010 – Januari 2011 di Kebun Percobaan Leuwikopo, Dramaga,

Bogor, dan kebun petani di Boyolali. Genotipe yang digunakan adalah 13 galur

cabai, terdiri atas IPB001004, IPB002001, IPB002003, IPB002005, IPB002046,

IPB009002, IPB009004, IPB009015, IPB009019, IPB015002, IPB015008,

IPB019015, dan IPB120005, serta 4 varietas komersial sebagai pembanding, yaitu

Gelora, Tit Super, Tombak, dan Trisula. Data dari tiga unit lingkungan kemudian

dianalisis gabungan. Analisis stabilitas terhadap karakter hasil dilakukan dengan

menggunakan metode Additif Main Effect and Multiplicative Interaction(AMMI). Hasil penelitian menunjukkan bahwa lingkungan dan genotipe

memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap hampir semua peubah

kuantitatif yang diamati, yaitu lebar daun, panjang daun, diameter batang, tinggi

tanaman, lebar tajuk, bobot 1 000 biji, hari berbunga, hari berbuah, diameter buah,

bobot buah, tebal kulit buah, panjang buah, bobot buah total, dan produktivitas.

Peubah produksi per tanaman dianalisis secara terpisah per lingkungan, dan

didapatkan bahwa pada lingkungan Bogor1 dan Boyolali, terdapat pengaruh yang

sangat nyata. Pada lingkungan Bogor2, didapatkan bahwa perlakuan lingkungan,

(3)

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa galur IPB120005 dan

IPB001004 memiliki potensi hasil yang tinggi (14.34 ton/ha dan 13.04 ton/ha).

Hasil analisis stabilitas menunjukkan bahwa galur IPB002003, IPB009004, dan

IPB015008 bisa dikategorikan sebagai galur yang stabil. Galur IPB009019

merupakan galur yang spesifik lingkungan pada Bogor2, sedangkan galur

IPB001004 dan IPB120005 merupakan galur yang sesuai untuk lingkungan

(4)

UJI DAYA HASIL 13 GALUR CABAI IPB

PADA TIGA UNIT LINGKUNGAN

Skripsi sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh:

S. ANDRA MASTAUFAN

A24070011

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(5)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : UJI DAYA HASIL 13 GALUR CABAI IPB PADA TIGA UNIT LINGKUNGAN

Nama : S. Andra Mastaufan

NIM : A24070011

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Muhamad Syukur, SP, MSi. Prof. Dr. Ir. Sriani Sujiprihati, MS

NIP 19720102 200003 1 001 NIP 19551028 198303 2 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc.Agr

NIP 19611101 198703 1 003

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Desa Wotsogo, Kabupaten Tuban, pada tanggal 29

Oktober 1989 sebagai anak bungsu dari tiga bersaudara pasangan bapak Masueb

dan ibu Suparti.

Penulis memulai pendidikan formal saat bersekolah di TK Dharma Wanita

pada tahun 1994. Penulis melanjutkan pendidikan di SDN Wotsogo 02 hingga

tahun 2001, kemudian menempuh pendidikan di SMPN 01 Jatirogo. Pada tahun

2007, penulis menyelesaikan studi di SMAN 01 Jatirogo, dan pada tahun yang

sama mulai tercatat sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura,

IPB melalui jalur USMI.

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi pengurus Himpunan

Mahasiswa Agronomi dan Hortikultura pada tahun 2008-2009. Penulis pernah

menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Dasar Pemuliaan Tanaman, Teknik

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan penelitian dan

skripsi dengan judul “Uji Daya Hasil 13 Galur Cabai IPB pada Tiga Unit

Lingkungan.”

Penelitian ini merupakan rangkaian dari perakitan cabai merah bersari

bebas yang dilakukan oleh tim pemuliaan cabai bagian Genetika dan Pemuliaan

Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian hingga penyusunan skripsi ini

yaitu:

1. Dr. Muhamad Syukur, SP, MSi. dan Prof. Dr. Ir. Sriani Sujiprihati, MS.

selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan penulis arahan

selama penelitian hingga penyusunan skripsi.

2. Dr. Ir. Maya Melati MS, MSc. Selaku dosen penguji yang telah memberikan

masukan dalam penulisan skripsi ini.

3. Suparti SPd dan Masueb SPd, selaku kedua orang tua penulis.

4. Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz MS selaku dosen pembimbing akademik yang telah

memberikan arahan selama penulis tercatat sebagai mahasiswa.

5. Dr. Rahmi Yunianti SP, MSi yang telah memberikan masukan selama

penelitian berlangsung.

6. Nurwanita Ekasari Putri SP, MSi, Siti Marwiyah SP, MSi, Swisci Margaret

SP, MSi, Abdullah bin Arif SP, MSi, Novita Fardilawati SP, Tiara Yudilastari

SP, Abdul Hakim SP, Mochamad Suwarno SP, Ricki Susilo, dan Rara

Puspita Dewi Lima Wati yang telah membantu penulis selama penelitian.

7. Undang SP, Pak Darwa, Vitria Puspitasari R. SP, dan M. Ridha Alfaribi

Istiqlal SP yang sangat membantu pelaksanaan penelitian di lapang.

8. Wahyu Kaharjati SP dan Anisa Rachmi Ayu Rihana yang telah membantu

ketersediaan data lingkungan Boyolali.

Bogor, Agustus 2011

(8)

DAFTAR ISI

Interaksi Genetik x Lingkungan dan Analisis Stabilitas ... 5

Lingkungan Tanam ... 6

Rekapitulasi F-hitung dan Koefisien Keragaman ... 21

Lebar daun dan Panjang Daun ... 22

Diameter Batang, Tinggi Tanaman, Lebar Tajuk ... 24

Bobot 1 000 biji ... 28

Umur Berbunga dan Umur Berbuah ... 30

Diameter Buah, Bobot per Buah, Tebal Daging Buah, dan Panjang Buah ... 32

Karakter Mutu Buah Cabai Segar ... 37

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1. Penampilan Bentuk Kanopi, Warna, dan Bentuk Batang 13 Galur Cabai IPB yang Diuji dan 4 Varietas Pembanding... 15

2. Penampilan Bentuk Daun, Bentuk Tepi Daun, dan Bentuk Ujung Daun 13 Galur Cabai IPB yang Diuji dan 4 Varietas Pembanding ... 16

3. Penampilan Bentuk Warna Daun dan Tekstur Daun 13 Galur Cabai IPB yang Diuji dan 4 Varietas Pembanding... 17

4. Penampilan Warna dan Jumlah Mahkota dan Warna dan Jumlah Anther 13 Galur Cabai IPB yang Diuji dan 4 Varietas Pembanding... 18

5. Penampilan Tekstur Kulit Buah, Bentuk Ujung Buah, Warna Buah Muda, dan Warna Buah Tua 13 Galur Cabai IPB yang Diuji dan 4 Varietas Pembanding ... 19

6. Rekapitulasi F-hitung dan Koefisien Keragaman... 21

7. Rataan Lebar Daun 13 Galur Cabai IPB yang Diuji dan 4 Varietas

Pembanding di Tiga Unit Lingkungan... 22

8. Rataan Panjang Daun 13 Galur Cabai IPB yang Diuji dan 4 Varietas

Pembanding di Tiga Unit Lingkungan... 23

9. Rataan Diameter Batang 13 Galur Cabai IPB yang Diuji dan 4 Varietas Pembanding di Tiga Unit Lingkungan ... 25

10. Rataan Tinggi Tanaman 13 Galur Cabai IPB yang Diuji dan 4 Varietas Pembanding di Tiga Unit Lingkungan ... 26

11. Rataan Lebar Tajuk 13 Galur Cabai IPB yang Diuji dan 4 Varietas

Pembanding di Tiga Unit Lingkungan... 28

12. Rataan Bobot 1 000 biji 13 Galur Cabai IPB yang Diuji dan 4 Varietas Pembanding di Tiga Unit Lingkungan ... 29

(10)

14. Rataan Umur Berbuah 13 Galur Cabai IPB yang Diuji dan 4 Varietas

Pembanding di Tiga Unit Lingkungan... 31

15. Rataan Diameter Buah 13 Galur Cabai IPB yang Diuji dan 4 Varietas Pembanding di Tiga Unit Lingkungan ... 33

16. Rataan Bobot per Buah 13 Galur Cabai IPB yang Diuji dan 4 Varietas Pembanding di Tiga Unit Lingkungan ... 34

17. Rataan Tebal Daging Buah 13 Galur Cabai IPB yang Diuji dan 4 Varietas Pembanding di Tiga Unit Lingkungan ... 35

18. Rataan Panjang Buah 13 Galur Cabai IPB yang Diuji dan 4 Varietas Pembanding di Tiga Unit Lingkungan ... 37

19. Karakteristik Mutu Buah Cabai Segar 13 Galur Cabai IPB yang Diuji dan 4 Varietas Pembanding ... 38

20. Produksi 13 Galur Cabai IPB yang Diuji dan 4 Varietas

Pembanding ... 40

21. Analisis Ragam Model AMMI 13 Galur Cabai IPB yang Diuji dan 4 Varietas Pembanding di Tiga Unit Lingkungan... 42

22. Analisis AMMI pada 13 Galur Cabai IPB yang Diuji dan 4 Varietas

Pembanding ... 43

Lampiran

1. Data Komponen Cuaca Daerah Dramaga, Bulan Maret

2010-Januari 2011... 49

2. Data Curah Hujan Daerah Sawit-Boyolali, Bulan Agustus –

Desember 2010 ... 49

3. Sidik Ragam Lebar Daun 13 Galur Cabai IPB yang Diuji dan 4 Varietas Pembanding ... 49

4. Sidik Ragam Panjang Daun 13 Galur Cabai IPB yang Diuji dan 4 Varietas Pembanding ... 50

(11)

6. Sidik Ragam Tinggi Tanaman 13 Galur Cabai IPB yang Diuji dan 4 Varietas Pembanding ... 50

7. Sidik Ragam Lebar Tajuk 13 Galur Cabai IPB yang Diuji dan 4 Varietas Pembanding ... 51

8. Sidik Ragam Bobot 1 000 biji 13 Galur Cabai IPB yang Diuji dan 4 Varietas Pembanding ... 51

9. Sidik Ragam Umur Berbunga 13 Galur Cabai IPB yang Diuji dan 4 Varietas Pembanding ... 51

10. Sidik Berbunga Umur Berbuah 13 Galur Cabai IPB yang Diuji dan 4 Varietas Pembanding ... 52

11. Sidik Ragam Diameter Buah 13 Galur Cabai IPB yang Diuji dan 4 Varietas Pembanding ... 52

12. Sidik Ragam Bobot per Buah 13 Galur Cabai IPB yang Diuji dan 4 Varietas Pembanding ... 52

13. Sidik Ragam Tebal Daging Buah 13 Galur Cabai IPB yang Diuji dan 4 Varietas Pembanding ... 53

14. Sidik Ragam Panjang Buah 13 Galur Cabai IPB yang Diuji dan 4 Varietas Pembanding ... 53

15. Sidik Ragam Bobot Buah Total 13 Galur Cabai IPB yang Diuji dan 4 Varietas Pembanding ... 53

16. Sidik Ragam Produktivitas 13 Galur Cabai IPB yang Diuji dan 4 Varietas Pembanding ... 54

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Teks

1. Bentuk Kanopi Cabai ... 10

2. Bentuk Daun Cabai ... 11

3. Gejala Penyakit yang Menyerang Tanaman Cabai... 14

4. Diagram Biplot AMMI ... 44

Lampiran 1. Tanaman Cabai Galur IPB001004... 55

2. Tanaman Cabai Galur IPB002001... 56

3. Tanaman Cabai Galur IPB002003... 57

4. Tanaman Cabai Galur IPB002005... 58

5. Tanaman Cabai Galur IPB002046... 59

6. Tanaman Cabai Galur IPB009002... 60

7. Tanaman Cabai Galur IPB009004... 61

8. Tanaman Cabai Galur IPB009015... 62

9. Tanaman Cabai Galur IPB009019... 63

10. Tanaman Cabai Galur IPB015002... 64

11. Tanaman Cabai Galur IPB015008... 65

12. Tanaman Cabai Galur IPB019015... 66

13. Tanaman Cabai Galur IPB120005... 67

14. Tanaman Cabai Varietas Pembanding Gelora... 68

15. Tanaman Cabai Varietas Pembanding Tit Super... 69

16. Tanaman Cabai Varietas Pembanding Tombak ... 70

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Cabai merupakan tanaman hortikultura yang banyak dikembangkan di

Indonesia. Cabai memiliki kelebihan dibandingkan dengan sayuran lainnya karena

bisa digunakan sebagai penambah rasa (rempah-rempah) pada makanan. Sebagai

sayuran, cabai mengandung serat, vitamin, dan mineral yang sangat diperlukan

oleh manusia. Cabai di Indonesia biasa dikonsumsi secara segar maupun olahan.

Tanaman ini memiliki banyak kegunaan, mulai dari sayuran hingga fungsi

biofarmaka.

Cabai memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi, dilihat dari tingginya

angka produksi cabai yang tercapai per tahun. Pada tahun 2005, produksi cabai

nasional mencapai 1 058 023 ton, kemudian berfluktuatif pada tahun-tahun

berikutnya menjadi 1 185 057 ton pada 2006, 1 128 792 pada 2007, 1 153 060 ton

pada 2008, dan 1 378 727 ton pada 2009 (BPS, 2010a). Di Indonesia, ada tiga provinsi yang menjadi sentra produksi cabai, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, dan

Jawa Timur, dengan total produksi pada tahun 2009 masing-masing mencapai 315

569 ton, 220 929 ton, dan 243 562 ton (BPS, 2010b).

Kebutuhan cabai selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun

mengingat jumlah penduduk dan tingkat konsumsi per kapita terus meningkat.

Selain itu, perluasan penggunaan cabai sebagai bahan baku industri membuat

peningkatan produksi cabai perlu segera dilakukan. Peningkatan produksi cabai

bisa dilakukan melalui beberapa cara, yaitu penggunaan varietas cabai berdaya

hasil tinggi, perluasan areal tanam, dan perbaikan berbagai teknik budidaya

lainnya.

Penggunaan varietas berdaya hasil tinggi dapat menjadi cara yang dipilih

untuk mengingkatkan produksi cabai. Dengan luasan lahan dan teknik budidaya

yang sama, penggunaan varietas berdaya hasil tinggi bisa memberikan hasil panen

yang lebih besar. Varietas berdaya hasil tinggi merupakan salah suatu tujuan

utama dalam proses pemuliaan tanaman.

Salah satu tahapan dalam proses pemuliaan tanaman adalah evaluasi daya

(14)

pada kondisi lingkungan yang berbeda-beda, sehingga bisa melihat pengaruh

lingkungan terhadap daya hasil galur cabai. Galur cabai yang unggul akan

memiliki nilai produksi yang tinggi pada kondisi lingkungan yang berbeda-beda,

artinya galur tersebut memiliki daya adaptasi yang baik.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengevaluasi 13 galur cabai IPB.

2. Mendapatkan galur-galur cabai yang memiliki daya hasil yang tinggi dan

lebih baik daripada varietas pembanding.

3. Mendapatkan galur cabai yang memiliki daya adaptasi yang baik pada

lingkungan yang berbeda.

Hipotesis

1. Terdapat minimal satu galur tanaman cabai yang memiliki daya hasil lebih

tinggi daripada varietas pembanding.

2. Terdapat minimal satu galur yang memiliki daya adaptasi yang baik pada tiga

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani dan Morfologi Cabai

Cabai merupakan sebutan untuk mewakili semua spesies dari genus

Capsicum. Berdasarkan penggunaannya, cabai bisa dibedakan menjadi sayuran,

rempah-rempah, obat herbal, atau tanaman hias di beberapa bagian di dunia.Cabai

memiliki berbagai macam kenampakan, bentuk, ukuran, dan warna. Berdasarkan

karakteristik bunga dan buah, cabai budidaya (Capsicum spp.) dibagi menjadi lima spesies utama, yaitu C. annuum, C. frutencens, C. chinense, C. pendulum, dan C. pubenscens (Ali, 2006). Di Asia, tiga spesies yang disebutkan pertama merupakan spesies yang paling banyak dikembangkan. Tanaman cabai yang

paling banyak dikenal di Indonesia adalah cabai merah, memiliki nama latin

Capsicum annuum L. Cabai diduga berasal dari daerah Colombia, mengingat fakta yang ada bahwa genus Capsicum memiliki keragaman morfologis yang

sangat luar biasa di daerah ini (Barrera et al., 2005).

Cabai merah (C. annuum) memiliki tingkat keragaman yang sangat tinggi, namun umumnya merupakan tanaman semusim yang tumbuh berupa terna atau

menyemak, dengan tinggi 0.5 – 1.5 m, tegak, dengan percabangan lebat, dan

ditanam sebagai tanaman semusim. Akar tunjang cabai sangat kuat, dengan

banyak akar samping. Batang cabai biasanya bulat, dengan diameter hingga 1 cm.

susunan daun cabai adalah alternate berupa daun tunggal, dengan variasi yang

tinggi. Tangkai daun hingga 10 cm, panjang daun berukuran 10-16 cm, lebarnya

5-8 cm. Tepi daunnya umumnya rata dengan warna daun hijau muda hingga hijau

tua (Poulos, 1994). Buah cabai menggantung atau tegak, merupakan buah beri

dengan biji yang banyak.Buah kadang tumbuh tunggal pada tiap buku, meskipun

beberapa jenis menunjukkan adanya buah yang lebih dari satu. Saat

perkembangan buah, kulit buah berkembang lebih cepat daripada plasenta biji,

sehingga buah yang terbentuk akan berongga. Biji cabai berbentuk pipih,

biasanya kuning pucat, bulat telur, dengan 150-160 butir tiap gram (Rubatzky dan

(16)

Syarat Tumbuh Cabai

Cabai merupakan tanaman daerah dengan iklim hangat yang tidak

terpengaruh panjang hari, meskipun beberapa jenis menunjukkan reaksi

fotoperiodik. Penanaman cabai di Indonesia meliputi daerah dengan agroklimat

dan sistem penanaman yang berbeda-beda (Mustafa et al., 2006). Cabai mampu bertahan pada lingkungan dengan naungan hingga 45 %, meskipun hal tersebut

akan menunda pembungaan. Cabai tumbuh baik pada tanah berlempung yang

teririgasi dengan baik dengan pH 5.5-6.8 (Poulos, 1994). Tanah yang baik untuk

penanaman cabai adalah tanah yang berstruktur remah atau gembur, subur, dan

banyak mengandung bahan organik (BBPPTP, 2008). Cabai dapat hidup pada

daerah dengan ketinggian antara 0 – 1200 m dpl, yang artinya tanaman ini toleran

terhadap dataran tinggi maupun dataran rendah. Cabai secara tradisional

dibudidayakan pada areal dengan kisaran suhu yang lebih luas jika dibandingkan

dengan paprika yang dikategorikan tanaman iklim sejuk (Gniffke, 2004). Cabai

mampu beradaptasi dengan baik pada kondisi yang lebih hangat daripada paprika,

namun pembentukan buah tidak terjadi dengan baik ketika suhu malam diatas 24

o

C. Suhu yang baik bagi cabai adalah antara 20-30 oC. Ketika suhu dibawah 15 oC atau melebihi 32 oC untuk waktu yang cukup panjang, pertumbuhan dan potensi hasil biasanya akan menurun (Berke et al., 2005).

Pemuliaan Tanaman Cabai

Pemuliaan tanaman adalah suatu ilmu dan seni yang bertujuan untuk

merakit suatu varietas dengan kemampuan yang lebih baik dan dapat diterima

oleh petani sebagai pengguna. Dalam melakukan pemuliaan tanaman dibutuhkan

sumber daya genetik yang memiliki keragaman sehingga bisa dihasilkan variasi

yang akan dilakukan seleksi. Tujuan akhir suatu kegiatan pemuliaan tanaman

adalah dihasilkannya suatu varietas unggul.

Pemuliaan cabai pada awalnya berkembang untuk merakit kultivar

paprika. Pemuliaan untuk cabai pedas baru berkembang pada akhir-akhir ini

(Sanjaya et al., 2002). Sebagai komoditas hortikultura yang penting, kini pemuliaan cabai mulai dikembangkan ke arah cabai merah, mengingat potensi

(17)

Pengembangan varietas cabai diarahkan untuk tujuan akhir didapatkannya

varietas hibrida atau varietas bersari bebas (Open Pollinated Variety / OPV). Varietas unggul cabai merah di Indonesia masih mengarah ke aspek produksi

yang tinggi, karena produktivitas cabai nasional yang masih rendah, yaitu sekitar

4 ton/ha (Kirana, 2006). Untuk meningkatkan produktivitas cabai, salah satu

solusinya adalah menggunakan benih bermutu dari varietas unggul. Benih hibrida

memiliki kelebihan dibandingkan dengan benih bersari bebas, antara lain

produktivitas yang lebih tinggi dan lebih seragam. Kelemahan benih hibrida

adalah harganya yang jauh lebih mahal dan biji yang didapatkan dari tanaman

hibrida tidak bisa digunakan sebagai benih pada musim tanam berikutnya.

Perbedaan harga benih hibrida dengan benih bersari bebas cukup tinggi, hal ini

disebabkan proses pembuatan benih hibrida yang relative lebih sulit sehingga

memerlukan biaya produksi yang lebih tinggi.

Interaksi Genetik x Lingkungan dan Analisis Stabilitas Tanaman

Salah satu kriteria supaya varietas bisa dikatakan unggul adalah jika

varietas tersebut mampu beradaptasi secara baik pada kondisi lingkungan yang

beragam. Suatu parameter yang paling mudah diamati untuk menilai tingkat

adaptasi suatu genotipe adalah dengan melihat kenampakan visual atau kondisi

fenotipenya. Hal tersebut sejalan dengan tulisan Sujiprihati et al. (2006), yang menyatakan bahwa tingkat adaptasi tanaman bisa diukur dari penampilan

tanaman, yang tergantung kepada genotipe, lingkungan, dan interaksi genotipe

dan lingkungan.

Untuk mengetahui tingkat adaptasi tanaman bisa dengan melakukan

pengamatan visual secara langsung kepada genotipe yang dievaluasi. Untuk

mengetahui tingkat adaptasi secara akurat dan terstruktur dilakukan pengujian

multi lingkungan, yang terdiri atas multi musim dan multi lingkungan. Saraswati

et al. (2006), menyatakan bahwa pengujian multi lingkungan dilakukan untuk melihat daya adaptasi dan stabilitas dalam mempertahankan penampilan potensi

hasil di berbagai lokasi. Genotipe yang stabil dan adaptif akan menunjukkan

kemampuan tumbuh yang sama pada kondisi lingkungan yang berbeda-beda.

(18)

pengaruh genetik tanaman memiliki proporsi yang lebih besar terhadap

penampilan tanaman jika dibandingkan dengan pengaruh lingkungan atau

interaksi genetik dan lingkungan. Zen (2007) menyatakan bahwa nilai kontribusi

galur yang rendah terhadap komponen varians interaksi Genotipe dan Lingkungan

(interaksi G x L) sebesar 15 % menunjukkan bahwa galur tersebut lebih stabil

daripada galur dengan nilai G x L sebesar 23 %. Pernyataan tersebut senada

dengan pernyataan Saraswati (2006), bahwa ketidakstabilan hasil suatu kultivar di

berbagai lingkungan biasanya menunjukkan interaksi yang tinggi antara faktor

genetik dan lingkungan.

Lingkungan Tanam

Kondisi lingkungan tanam dalam budidaya tanaman bisa dibedakan

menjadi dua, yaitu berdasarkan musim dan lokasi. Budidaya tanaman pertanian

pada musim tanam yang berbeda-beda akan memberikan hasil atau harga yang

lebih baik (Berke, 2005).

Pengaruh lain dari musim tanam adalah dari segi kondisi faktor

lingkungan abiotik seperti radiasi matahari, kadar air tanah, suhu harian, dan

faktor lainnya. Pada musim kemarau, suhu harian dan radiasi surya akan

meningkat, namun akan diiringi oleh turunnya kelembaban. Kafidazeh (2008),

menyatakan bahwa peningkatan suhu mampu menyebabkan turunnya daya

kecambah polen cabai secara drastis. Suhu yang tinggi menyebabkan menurunnya

jumlah buah yang terbentuk dan memperkecil ukuran buah cabai (Gniffke, 2004).

Penanaman pada lokasi yang berbeda akan memberikan pengaruh berupa

perbedaan kondisi agroklimat, sehingga berdampak terhadap pertumbuhan

tanaman budidaya. Menurut Hartuti dan Sinaga (2006) umur panen cabai sangat

bervariasi, salah satunya disebabkan oleh perbedaan lokasi penanaman. Hal

tersebut sesuai dengan pernyataan Sujiprihati et al. (2006), bahwa tanaman yang dibudidayakan di dataran tinggi memiliki pertumbuhan vegetatif yang lebih lama,

(19)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini mencakup tiga unit lingkungan. Lingkungan Bogor1 dan

Bogor2 dilaksanakan pada bulan Maret – Agustus 2010 dan September 2010 –

Januari 2011 di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB Dramaga dan di Laboratorium

Genetika dan Pemulian Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB.

Lingkungan Boyolali dilaksanakan dari bulan Agustus – Desember 2010

bertempat di lahan petani di Boyolali. Penulis tidak melaksanakan sendiri untuk

lingkungan Boyolali, namun oleh tenaga lapang yang sudah terlatih.

Bahan dan Alat

Alat yang digunakan meliputi tray semai, cangkul, koret, ember, gayung,

sprayer, timbangan, gelas ukur, jangka sorong, penggaris, dan kantong plastik.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 13 galur cabai yaitu

IPB001004, IPB002001, IPB002003, IPB002005, IPB002046, IPB009002,

IPB009004, IPB009015, IPB009019, IPB015002, IPB015008, IPB019015, dan

IPB120005. Galur tersebut merupakan galur cabai generasi lanjut hasil pemuliaan

Tim Pemuliaan Cabai Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB. Tetua yang

digunakan sebagai bahan persilangan terdiri dari beberapa golongan, yaitu cabai

besar, cabai rawit, dan cabai keriting. Disamping itu juga digunakan 4 varietas

komersial sebagai pembanding yaitu Gelora, Tit Super, Tombak, dan Trisula.

Sarana produksi cabai yang digunakan adalah media semai, pupuk

kandang, pupuk daun, pupuk NPK mutiara, urea, SP-18, KCl, ajir bambu, tali

rafia, akarisida berbahan aktif Difocol 51 %, insektisida butiran berbahan

Karbofuran 3 %, insektisida berbahan aktif Profenofos 50 %, fungisida berbahan

aktif Mancozeb 45 %, fungisida berbahan aktif Propineb 70 %, dan bakterisida

berbahan aktif Streptomisin sulfat 20 %.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Petak Tersarang dua faktor dan

(20)

yaitu Bogor1, Bogor2, dan Boyolali. Faktor kedua sebagai anak petak adalah 17

genotipe cabai yang diuji, terdiri atas 13 galur cabai IPB dan 4 varietas komersial

sebagai pembanding. Setiap lingkungan terdapat 51 satuan percobaan dengan

masing-masing terdapat 20 tanaman

Model matematis untuk analisis gabungan antar lokasi adalah:

Yijk= + i+ i/j+ k + ()ik+ ijk

dimana:

Yijk = nilai peubah yang diamati

 = nilai tengah populasi

i = pengaruh lingkungan ke-i

i/j = pengaruh ulangan ke-i dalam lingkungan ke-j

k = pengaruh genotipe ke-k

()ik= pengaruh interaksi lingkungan ke-i genotipe ke-k

ijk = pengaruh galat pada ulangan ke-i, lingkungan ke-j, dan genotipe ke-k

i = 1, 2, 3

j = 1, 2, 3

k = 1, 2, 3, ..., 17

Analisis data pengamatan kuantitatif menggunakan analisis ragam

(ANOVA) pada taraf 5 % untuk melihat perbedaan diantara perlakuan. Jika hasil

pengujian menunjukkan beda nyata, maka dilakukan uji lanjut dengan

menggunakan Dunnett pada taraf 5 %. Analisis stabilitas dilakukan pada karakter

hasil dengan menggunakan metode Additive Main Effect and Multiplicative Interaction (AMMI). Hasil analisis stabilitas AMMI ditampilkan dengan menggunakan biplot untuk melihat galur-galur yang stabil pada tiga unit

lingkungan atau spesifik pada lingkungan tertentu.

Pelaksanaan Penelitian

Penyemaian

Penanaman cabai dilakukan dengan metode indirect planting, artinya benih cabai disemaikan terlebih dahulu sebelum ditanam di lapang. Benih disemai

dalam tray semai 72 lubang yang diisi media tanam organik. Tiap lubang tray

(21)

benih yang tidak tumbuh. Pemeliharaan yang dilakukan adalah penyiraman jika

media mulai kering. Jika terdapat serangan OPT, dilakukan pengendalian dengan

pestisida maupun secara manual. Setelah tanaman berusia 2 minggu, dilakukan

penyemprotan pupuk daun dan pupuk kocor setiap minggu pada hari yang

berbeda. Bibit cabai siap dipindah ke lahan setelah berusia 1.5 – 2 bulan,

setidaknya tanaman memiliki setidaknya 4 - 6 daun sejati.

Pengolahan Lahan

Lahan disiapkan 2 minggu sebelum tanam. Pupuk dasar berupa pupuk

kandang dengan dosis 20 ton /ha. Tanah diolah sehingga bercampur dengan pupuk

kandang, kemudian dibuat bedengan dengan ukuran lebar 1 m, panjang 5 m, jarak

antar bedeng 50 cm, tinggi bedeng 30 cm. Bedeng ditutup dengan mulsa plastik

hitam perak setelah ditaburi dengan pupuk urea, SP-18 dan KCl, kemudian dibuat

lubang tanam 50 cm x 50 cm.

Penanaman Bibit

Bibit yang telah dikeluarkan dari tray semai kemudian ditanam di

bedengan sebatas posisi daun kotiledon. Bibit yang telah ditanam segera diberi

insektisida butiran dan ditancapkan ajir bambu dan diikat dengan tali rafia dengan

ikatan yang membentuk angka 8. Waktu penanaman dilakukan pada sore hari agar

tidak terjadi penguapan yang berlebih. Pemberian insektisida butiran untuk

mencegah serangan ulat tanah. Bibit yang selesai ditanam kemudian disiram agar

tidak layu.

Pemeliharaan

Pemeliharaan yang dilakukan meliputi penyulaman, penyiraman,

penyiangan gulma, pewiwilan, pengocoran, pengikatan ke ajir, dan pengendalian

hama dan penyakit. Kegiatan penyulaman dilakukan maksimal satu minggu

setelah tanam. Penyiraman dilakukan apabila kondisi tanah mulai kering.

Penyiangan gulma dilakukan secara manual. Satu minggu setelah penanaman,

dilakukan pewiwilan pada tanaman, agar tidak tumbuh cabang air yang akan

menggangu pertumbuhan tanaman. Pemeliharaan lainnya adalah pengocoran,

yang dilakukan seminggu sekali dengan larutan NPK mutiara dengan dosis 10

(22)

tanaman tumbuh tegak. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara teratur

secara terpadu.

Pemanenan

Panen dilakukan setelah buah berwarna merah setidaknya 75 %. Data yang

digunakan bukan merupakan data panen per petak, sehingga hanya tanaman

contoh yang buahnya dipanen untuk kemudian ditimbang. Panen dilakukan dua

kali seminggu untuk menghindari buah cabai busuk karena terserang antraknosa

ketika berada di lahan.

Pengamatan

Karakter yang diamati adalah karakter kualitatif dan kuantitatif. Karakter

yang diamati disesuaikan dengan karakter tanaman yang diperlukan untuk

pelepasan varietas. Pengamatan yang dilakukan merujuk kepada deskripsi cabai

berdasarkan International Plant Genetic Resources for Chili (IPGRI, 1995). Cara

pengamatan masing-masing karakter adalah:

Karakter kualitatif:

1. Bentuk kanopi (tegak, kompak, atau kompak), diamati setelah panen pertama.

2. Bentuk batang (bulat, bersudut, atau pipih), diamati setelah panen pertama.

3. Warna batang (hijau, hijau dengan garis ungu, ungu, atau lainnya), diamati

sebelum tanaman dipindah ke lapang.

(23)

4. Bentuk daun (delta, oval, atau lanset), diamati setelah panen pertama, bentuk

dari rata-rata 10 daun dewasa.

5. Warna hijau daun (hijau muda, hijau, atau hijau tua), diamati ketika tanaman

sudah dewasa.

6. Bentuk tepi daun (rata, agak bergelombang, atau bergelombang), diamati

pada daun yang telah dewasa dan berukuran maksimum.

7. Bentuk ujung daun (runcing atau tumpul), diamati pada daun yang telah

dewasa dan berukuran maksimum.

8. Tekstur permukaan daun (halus, agak kasar, atau kasar) , diamati pada daun

muda yang telah mencapai ukuran maksimum

9. Warna mahkota (putih, kuning muda, kuning, kuning hijau, ungu dengan

warna dasar putih, ungu)

10. Jumlah mahkota (helai), diamati pada kisaran jumlah mahkota yang ada pada.

11. Warna anther (putih, kuning, hijau, biru, ungu muda, ungu) , diamati setelah

bunga mekar namun belum terjadi anthesis kelopak.

12. Jumlah anther (buah), diamati pada kisaran jumlah anther yang ada.

13. Bentuk ujung buah (runcing, tumpul, atau berlekuk), diamati sebagai rataan

pada 10 buah.

14. Tekstur kulit buah (halus, agak kasar, atau kasar), diamati ketika buah sudah

dewasa.

15. Warna buah muda (hijau cerah, hijau, atau hijau gelap), diamati ketika buah

masih muda dan belum memasuki kematangan.

16. Warna buah tua (merah cerah, merah, atau merah gelap), diamati ketika buah

telah mencapai kematangan penuh.

(24)

Karakter kuantitatif:

1. Lebar daun (cm), diukur rata-rata 10 daun yang telah berukuran maksimum

pada percabangan utama pada titik terlebar.

2. Panjang daun (cm), diukur rata-rata 10 daun yang telah berukuran maksimum

pada percabangan utama pada titik terpanjang.

3. Diameter batang (cm), diukur pada pertengahan batang sebelum dikotomus

setelah panen pertama.

4. Tinggi tanaman (cm), diukur dari pangkal batang sampai titik tumbuh

tertinggi setelah panen pertama.

5. Lebar tajuk (cm), diukur setelah panen pertama.

6. Bobot 1 000 butir biji (g), berasal dari konversi penghitungan bobot 100 butir

biji yang diulang sebanyak tiga kali.

7. Umur berbunga (HST), diukur dari mulai pindah tanam hingga 50 % populasi

tanaman berbunga.

8. Umur berbuah (HST), diukur dari mulai pindah tanam hinga 50 % populasi

tanaman berbunga

9. Diameter buah (cm), rata-rata diameter 10 buah pada titik terlebar yang

berasal dari panen kedua.

10. Bobot per buah (g), rata-rata bobot 10 buah yang berasal dari panen kedua.

11. Tebal daging buah (mm), rata-rata tebal daging 10 buah pada titik tertebal

yang berasal dari panen kedua.

12. Panjang buah (cm), rata-rata panjang 10 buah mengikuti bentuk buah yang

berasal dari panen kedua

13. Bobot buah total per tanaman (g), ditimbang buah yang ada selama 8 minggu

panen.

14. Produktivitas tanaman (ton/ha), dihitung dengan rumus:

Produktivitas=୮ ୭ ୮ ୳ ୪ ୟ ୱ ୧/୦ ୟ ୶ ୠ ୭ ୠ ୭ ୲ ୠ ୳ ୟ ୦/୲ ୟ ୬ ୟ ୫ ୟ ୬ ୶ ଼ ଴%୶ ଼ ଴%

ଵ ଴ ଴ ଴ ଴ ଴ ଴

(25)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Penelitian ini meliputi tiga unit lingkungan yang berbeda, yaitu Bogor1

(mewakili dataran rendah beriklim kering), Bogor2 (mewakili dataran rendah

beriklim basah), dan Boyolali (mewakili sentra produksi cabai). Data klimatologi

untuk lingkungan 1 dan 2 (Bogor1 dan Bogor2) didapatkan dari Badan

Klimatologi dan Geofisika Dramaga (Tabel Lampiran 1), sedangkan data curah

hujan untuk lingkungan Boyolali didapatkan dari kantor Kecamatan Sawit,

Kabupaten Boyolali.

Unit lingkungan Bogor1 dilakaksanakan pada bulan Maret–Agustus 2010,

curah hujan terendah terjadi pada bulan April, dengan curah hujan 42.9 mm,

dengan curah hujan tertinggi pada bulan Mei 2010, yaitu mencapai 303.4 mm.

Curah hujan pada bulan April 2010 yang sangat rendah berdampak sangat besar

kepada kondisi tanaman. Cekaman kekeringan yang sangat ekstrim pada saat

pembungaan menyebabkan banyak tanaman yang gagal berbuah, karena bunganya

rontok akibat kekurangan air. Moss (1984), menyatakan bahwa kekurangan air

merupakan penyebab terbesar kehilangan hasil pada tanaman pertanian.

Penyiraman yang dilakukan dua kali sehari (pagi dan sore), tidak banyak

membantu sehingga tanaman tetap layu. Hal tersebut diperparah dengan kenaikan

suhu dari rata-rata 25.68 oC menjadi 27.1 oC.

Penelitian di lingkungan Bogor2 dilaksanakan pada bulan September

2010-Januari 2011. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan September (curah

hujan 601.0 mm), sedangkan terendah terjadi pada bulan Desember 2010 (curah

hujan 177.3 mm). Distribusi curah hujan selama musim penanaman memiliki

kecenderungan bahwa di awal penanaman, saat terjadi pertumbuhan pertumbuhan

vegetatif, curah hujan sangat tinggi, sehingga kebutuhan air tercukupi dengan

baik. Ketika tanaman berada dalam fase generatif, curah hujan menurun sehingga

berada di kisaran 200 mm/bulan, sehingga masih cukup untuk memenuhi

kebutuhan tanaman, namun tidak terlalu lembab sehingga serangan penyakit

antraknosa tidak terlalu tinggi. Nilai rataan suhu harian berkisar antara 25.0

(26)

lingkungan Bogor2 cukup

436.20 – 601.00 mm/bulan.

yang disebabkan oleh

terutama banyak menyerang

ini menyebabkan cabang dan ranting busuk dan

Penelitian di ling

Desember 2010. Curah hujan

260.00 mm, dengan rataan

adalah pada bulan keempat

berada dalam fase awal

yang busuk terserang antraknosa,

terpengaruh.

Gambar 3. Gejala Penyakit yang Menyerang Tana Kuning, B. Layu Bakteri, C. Se

Bogor2 cukup tinggi, yaitu 84 – 86 %, disertai curah hujan

mm/bulan. Pada pertanaman terjadi serangan penyakit

oleh cendawan Choanephora cucurbitarum. Penyakit menyerang galur IPB002001 dan IPB002005. Serangan

ini menyebabkan cabang dan ranting busuk dan mati.

di lingkungan Boyolali dilaksanakan pada bulan

Curah hujan yang tercatat setiap bulan berkisar antara

dengan rataan 263.00 mm/bulan. Curah hujan yang paling

keempat penanaman, sebesar 336.00 mm, ketika tanaman mulai

awal produksi. Akibat yang muncul adalah banyaknya

terserang antraknosa, meskipun bobot total buah tidak

pengganggu tanaman (OPT) utama yang menyeran

Colletotrichum spp (penyebab penyakit antraknosa), menguning), lalat buah (Bactrocera dorsalis) dan kutu Bosland dan Votava (2000), menyatakan bahwa gejala yang

pertumbuhan yang kerdil, keriting, atau daunnya terpelintir,

berwarna kuning cerah, penurunan jumlah daun dan buah,

Gejala Penyakit yang Menyerang Tanaman Cabai A. Penyakit Keriting Kuning, B. Layu Bakteri, C. Senthik, D. Antaknosa

(27)

Karakter Kualitatif

Karakter kualitatif merupakan karakter yang dikendalikan oleh satu atau

beberapa gen. Karakter kualitatif sedikit sekali dipengaruhi oleh faktor

lingkungan, sehingga pengamatan karakter ini dilakukan hanya sekali. Karakter

kualitatif pada genotipe yang diuji menunjukkan adanya perbedaan dengan

varietas pembanding. Dari 16 karakter kualitatif yang diamati, hanya karakter

warna batang dan bentuk batang yang tidak menunjukkan perbedaan, yaitu semua

genotipe memiliki warna batang hijau dengan bentuk batang bulat (Tabel 1).

Tabel 1. Penampilan Bentuk Kanopi, Warna, dan Bentuk Batang 13 Galur Cabai IPB yang Diuji dan 4 Varietas Pembanding yang Diuji

Genotipe Bentuk Kanopi Bentuk Batang Warna Batang

IPB001004 Kompak Bulat Hijau

Karakter pertama yang menunjukkan adanya perbedaan adalah karakter

bentuk kanopi. Galur IPB002003, IPB009019, dan IPB015008 memiliki kanopi

yang berbentuk tegak, sedangkan galur IPB015002 berbentuk menyamping, sama

dengan varietas pembanding Trisula dan Tit Super. Galur lain yang diuji memiliki

bentuk kanopi yang sama dengan varietas pembanding Gelora dan Tombak, yaitu

(28)

di lapang. Tanaman dengan bentuk kanopi yang menyebar, yaitu IPB015002, Tit

Super, dan Trisula dahan dan rantingnya akan melengkung ketika dipenuhi buah,

sehingga mudah patah jika ukuran batangnya kecil.

Bentuk daun galur IPB002001 dan IPB009015 adalah sama dengan

varietas Tombak, yaitu delta, sedangkan IPB002046 merupakan satu-satunya

galur dengan bentuk daun lanset. Galur lain memiliki bentuk daun yang sama

dengan varietas Gelora, Tit Super, dan Trisula, yaitu oval (Tabel 2).

Tabel 2. Penampilan Bentuk Daun, Bentuk Tepi Daun, dan Bentuk Ujung Daun 13 Galur Cabai IPB yang Diuji dan 4 Varietas Pembanding

Genotipe Bentuk Daun Bentuk Tepi Daun Bentuk Ujung Daun

IPB001004 Oval Rata Tumpul

Tabel 2 menunjukkan adanya perbedaan bentuk tepi daun pada galur-galur

yang diuji. Galur IPB002003, IPB002005, IPB002046, IPB009002, IPB009004,

dan IPB120005 memiliki bentuk tepi daun yang agak bergelombang, serupa

dengan varietas pembanding Tombak dan Trisula. Galur lainnya memiliki bentuk

tepi daun yang rata, serupa dengan varietas Gelora. Tit Super merupakan

satu-satunya pembanding dengan bentuk tepi daun yang bergelombang, berbeda

(29)

Tabel 2 juga menunjukkan bahwa galur IPB001004, IPB002001, dan

IPB120005 memiliki bentuk ujung daun yang tumpul, berbeda dengan semua

pembanding. Galur IPB002046, IPB009015, IPB015002, dan IPB015008

memiliki bentuk ujung daun yang agak runcing, serupa dengan varietas

pembanding Gelora, Tit Super, dan Trisula. Galur lainnya memiliki ujung daun

yang runcing, serupa dengan varietas pembanding Tombak.

Tabel 3 menunjukkan perbedaan warna dan tekstur daun diantara galur

dan varietas yang ditanam. Galur IPB002003 dan IPB009015 merupakan genotipe

yang memiliki warna daun hijau, berbeda dengan 11 galur lainnya dan 4 varietas

pembanding yang memiliki warna daun hijau tua.

Tabel 3. Penampilan Warna Daun dan Tekstur Daun 13 Galur Cabai IPB yang Diuji dan 4 Varietas Pembanding

Tekstur daun genotipe yang diuji dapat digolongkan menjadi tiga jenis,

yaitu halus, agak kasar, dan kasar. Galur yang memiliki permukaan daun yang

halus adalah IPB001004, IPB002001, IPB002003, IPB009002, IPB009004,

IPB015008, IPB019015, dan IPB120005, sedangkan IPB002005, IPB002046,

(30)

dengan varietas pembanding Gelora, Tombak, dan Trisula. Varietas Tit Super

merupakan satu-satunya genotipe yang berdaun kasar.

Karakter lain yang diamati adalah warna dan jumlah mahkota serta warna

dan jumlah anther. Semua genotipe yang ditanam, baik galur yang diuji maupun

varietas pembanding memiliki warna mahkota yang sama, yaitu putih (Tabel 4).

Warna anther bunga cabai terbagi menjadi dua, yaitu ungu dan biru muda. Galur

yang memiliki warna anther biru muda adalah IPB002003, IPB009002, dan

IPB019015, serupa dengan varietas Tombak. Sepuluh galur lain memiliki

kesamaan warna anther dengan tiga varietas pembanding lainnya, yaitu ungu.

Tabel 4. Penampilan Warna dan Jumlah Mahkota dan Warna dan Jumlah Anther 13 Galur Cabai IPB yang Diuji dan 4 Varietas Pembanding

Genotipe Warna

memiliki jumlah mahkota dan anther yang sama dengan varietas pembanding

Gelora, yaitu 6 buah tiap kuntum bunga. Galur IPB002001, IPB002005,

(31)

memiliki jumlah mahkota dan anther yang sama dengan Tit Super, Tombak, dan

Trisula, yaitu berkisar antara 5-6 buah dalam satu bunga. Galur IPB019015 dan

IPB120005 memiliki kisaran jumlah mahkota dan anther yang lebih lebar, yaitu

5-7 buah/bunga. Galur IPB002003 memiliki jumlah mahkota dan anther yang selalu

6, berbeda dengan semua genotipe lainnya.

Karakter kualitatif terakhir yang bisa dijadikan pembeda adalah tekstur

kulit buah, bentuk ujung buah, warna buah muda, dan warna buah masak, yang

bisa dilihart pada Tabel 5. Tekstur kulit buah digolongkan menjadi tiga, yaitu

halus, agak kasar, dan kasar. Tit Super merupakan satu-satunya genotipe yang

berkulit kasar, sedangkan kulit agak kasar terdapat pada galur IPB002001,

IPB002003, IPB009002, IPB019015. Sembilan galur lainnya memiliki tekstur

kulit yang halus, sama seperti varietas Gelora, Tombak, dan Trisula.

Tabel 5. Penampilan Tekstur Kulit Buah, Bentuk Ujung Buah, Warna Buah Muda, dan Warna Buah Masak 13 Galur Cabai IPB yang Diuji dan

IPB002003 Agak Kasar Runcing Hijau Merah Tua

IPB002005 Halus Runcing Hijau Merah

IPB002046 Halus Tumpul Hijau Merah Cerah

IPB009002 Agak Kasar Tumpul Hijau Merah

IPB009004 Halus Tumpul Hijau Tua Merah Cerah

IPB009015 Halus Tumpul Hijau Muda Merah

IPB009019 Halus Runcing Hijau Merah Cerah

IPB015002 Halus Tumpul Hijau Tua Merah

IPB015008 Halus Tumpul Hijau Muda Merah

IPB019015 Agak Kasar Tumpul Hijau Muda Merah

IPB120005 Halus Tumpul Hijau Merah Cerah

Gelora Halus Runcing Hijau Tua Merah

Tit Super Kasar Runcing Hijau Tua Merah Tua

Tombak Halus Tumpul Hijau Merah Cerah

(32)

Karakter bentuk ujung buah yang diamati bisa dibedakan menjadi dua,

yaitu tumpul dan runcing. Galur IPB002001, IPB002003, IPB002005, dan

IPB009019 memiliki ujung buah yang runcing, serupa dengan varietas Gelora, Tit

Super, dan Trisula. Galur lainnya memiliki ujung buah yang berbentuk tumpul,

serupa dengan varietas Tombak.

Warna kulit buah muda digolongkan menjadi tiga, yaitu hijau muda, hijau,

dan hijau tua. Warna kulit hijau muda terdapat pada galur IPB009015,

IPB015008, dan IPB019015. Galur IPB009004 dan IPB015002 memiliki warna

kulit buah muda hijau tua, sama dengan varietas Gelora, Tit Super, dan

Trisula.Galur lainnya memiliki warna buah muda yang sama dengan varietas

Tombak, yaitu hijau.

Warna buah matang merupakan karakter kualitatif terakhir yang diamati.

Karakter ini dibagi menjadi tiga, yaitu merah cerah, merah, dan merah tua. Warna

merah cerah terdapat pada galur IPB002046, IPB009004, dan IPB009019, serupa

dengan varietas Tombak. Warna merah tua terdapat pada galur IPB002003 dan

varietas Tit Super. Galur lainnya dan varietas Gelora dan Trisula saat matang

(33)

Karakter kuantitatif

Rekapitulasi F-hitung dan Koefisien Keragaman

Berdasarkan rekapitulasi sidik ragam (Tabel 6), lingkungan dan genotipe

memberikan pengaruh yang nyata terhadap hampir semua karakter kuantitatif

yang diamati, kecuali pada karakter produksi di lingkungan Bogor2. Interaksi

antara perlakuan lingkungan dan genotipe memberikan pengaruh yang sangat

nyata, kecuali untuk karakter lebar tajuk dan produksi di lingkungan Bogor2.

Tabel 6. Rekapitulasi F-hitung dan Koefisien Keragaman

No. Peubah KTLingkungan KTGenotipe KTGxL KK (%)

1 Lebar Daun 6.07** 0.45** 0.19** 7.42

2 Panjang Daun 225.15** 2.22** 1.02** 7.64

3 Diameter Batang 72.10** 5.06** 1.81** 8.70

4 Tinggi Tanaman 18.79** 658.19** 210.79** 8.32

5 Lebar Tajuk 6 942.51** 354.65tn 251.08tn 18.42

6 Bobot 1 000 biji 61.68** 2.21** 1.21** 14.63

14 Produktivitas 5 186 266.00** 52 756.94** 43 292.54** 26.08

No. Peubah KTUlangan KTGenotipe KTModel KK (%)

15 Produksi (Bogor1) 8 476.32* 7 869.07** 7 936.55** 41.77

16 Produksi (Bogor2) 4 631.12tn 27 291.52tn 24 813.54tn 26.70

17 Produksi (Boyolali) 40 700.33** 104 172.93** 97 120.42** 17.60

Keterangan: * berbeda nyata pada taraf 5 %, ** berbeda nyata pada taraf 1 %, dan tntidak berbeda nyata.

Nilai koefisien keragaman (KK) yang didapatkan berkisar antara 2.02 %

(karakter umur berbuah) hingga 41.77 % (karakter produksi pada lingkungan

Bogor1). Gomez dan Gomez (1995) menyebutkan bahwa nilai KK menunjukkan

tingkat ketepatan dan merupakan indeks yang baik dari keadaan percobaan. Nilai

KK yang semakin tinggi menunjukkan bahwa tingkat validasi suatu percobaan

(34)

Lebar Daun dan Panjang Daun

Karakter lebar daun dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, genotipe cabai,

dan interaksi antara keduanya. Rataan lebar daun cabai yang ditanam di tiga

lingkungan adalah 3.24 cm. Tanaman di lingkungan Bogor1 memiliki nilai rataan

lebar daun yang paling kecil, yaitu 2.90 cm, lebih kecil jika dibandingkan dengan

Bogor2 (3.23 cm). Pertanaman di Boyolali memiliki daun yang paling lebar

dibandingkan dengan dua lingkungan lainnya, yaitu sebesar 3.24 cm (Tabel 7).

Tabel 7. Rataan Lebar Daun 13 Galur Cabai IPB yang Diuji dan 4 Varietas Pembanding di Tiga Lingkungan

Genotipe Lebar Daun (cm)

Bogor1 Bogor2 Boyolali Rata-Rata

IPB001004 2.95 3.13c 3.60 3.23c

IPB002001 3.30b 3.27 3.68 3.42

IPB002003 2.59c 3.32 3.35 3.09ac

IPB002005 2.62c 2.78c 3.79 3.06ac

IPB002046 2.80c 2.85c 3.66 3.10ac

IPB009002 2.63c 2.93c 3.40 2.99c

IPB009004 3.40bd 3.55 3.59 3.51d

IPB009015 3.28b 3.16c 3.55 3.33c

IPB009019 2.14abcd 3.23 3.36 2.91c

IPB015002 2.59c 3.09c 3.53 3.07ac

IPB015008 3.61abd 3.79 3.46 3.62bd

IPB019015 2.53ac 3.06c 3.77 3.12c

IPB120005 2.76c 2.89c 3.82d 3.15c nyata dengan Gelora, Tit Super, Tombak, dan Trisula berdasarkan uji Dunnett pada taraf 5 %. - Angka yang diikuti huruf kapital yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata

berdasarkan uji lanjut Duncan pada taraf 5 %.

Galur IPB001004, IPB009002, IPB009015, IPB009019, IPB019015, dan

IPB120005 memiliki lebar daun yang lebih kecil jika dibandingkan dengan

varietas Tombak (3.68 cm), namun tidak berbeda dengan ketiga varietas

pembanding lainnya. Galur IPB002003, IPB002005, IPB002046, dan IPB015002

(35)

Daun galur IPB015008 lebih lebar daripada varietas pembanding Tit Super (3.19

cm) dan Trisula (3.14 cm). Daun galur IPB009004 lebih lebar jika dibandingkan

dengan varietas Trisula, namun tidak berbeda dengan ketiga pembanding lainnya.

Lingkungan budidaya, genotipe, dan interaksi keduanya memberikan

pengaruh terhadap ukuran panjang daun cabai. Cabai yang ditanam di Boyolali

memiliki daun yang lebih panjang (11.62 cm), lebih besar daripada tanaman yang

ditanam di Bogor2 (8.42 cm) maupun Bogor1 (7.66 cm). Data mengenai panjang

daun disajikan pada Tabel 8.

IPB002001 8.33 7.12ac 12.05d 9.17a

IPB002003 6.63a 8.05a 10.80abc 8.49ac

IPB002005 7.00 8.01a 11.91d 8.97a

IPB002046 8.56 8.89 11.68 9.71

IPB009002 7.44 8.24a 10.91ac 8.87a

IPB009004 7.75 8.98 11.49 9.40

IPB009015 7.91 7.57a 11.49 8.99a

IPB009019 6.26a 8.91 11.28 8.82a

IPB015002 6.8 7.62a 11.18 8.53ac

IPB015008 8.76 9.29 11.54 9.86

IPB019015 7.04 7.83a 12.35d 9.07a

IPB120005 7.89 8.06a 12.27d 9.41

Gelora 8.93 10.10 12.04 10.36

Tit Super 7.32 7.87 11.75 8.98

Tombak 8.47 8.97 11.89 9.78

Trisula 7.64 8.54 10.81 9.00

Rata-rata 7.66C 8.42B 11.62A 9.23

Keterangan :

- Angka yang diikuti dengan huruf a, b, c, dan d pada kolom yang sama, berturut-turut berbeda nyata dengan Gelora, Tit Super, Tombak, dan Trisula berdasarkan uji Dunnett pda taraf 5 %. - Angka yang diikuti huruf kapital yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata

berdasarkan uji lanjut Duncan pada taraf 5 %.

Genotipe yang memiliki daun paling panjang adalah varietas pembanding

Gelora, dengan panjang daun 10.36 cm. Daun galur IPB002001, IPB002005,

IPB009002, IPB009015, IPB009019 dan IPB019015 lebih pendek dibandingkan

(36)

IPB002003 dan IPB015002 lebih pendek jika dibandingkan dengan Gelora dan

Tombak, namun tidak berbeda dengan dua pembanding lainnya. Galur

IPB001004, IPB002046, IPB009004, IPB015008, dan IPB120005 tidak

menunjukkan perbedaan pada karakter panjang daun dengan keempat pembanding

(Gelora: 10.36 cm; Tit Super: 8.98 cm; Tombak: 9.78 cm; dan Trisula: 9.00 cm).

Lebar dan panjang daun menentukan luas areal efektif daun yang

berfungsi sebagai tempat pelaksanaan fotosintesis. Brown (1984) menyatakan

bahwa permukaan daun menerima cahaya dan menyerap karbon dioksida selama

proses fotosintesis berlangsung. Dengan demikian, semakin luas permukaan daun,

diharapkan laju fotosintesis yang terjadi semakin besar.

Diameter Batang, Tinggi Tanaman, dan Lebar Tajuk

Diameter batang dipengaruhi oleh lingkungan tanam, genotipe, dan

interaksi keduanya. Diameter batang paling besar terdapat pada tanaman yang

dibudidayakan di lingkungan Bogor2, yaitu 11.87 mm, lebih besar dibandingkan

dengan Bogor1 (10.01 mm) dan Boyolali (9.66 mm), seperti yang bisa dilihat

pada Tabel 9.

Galur IPB015002 memiliki diameter batang sebesar 8.69 mm, lebih kecil

dibandingkan dengan keempat varietas pembanding: Gelora (11.31 mm), Tit

Super (10.55 mm), Tombak (11.07 mm), dan Trisula (10.72 mm). Galur

IPB001004, IPB009002, dan IPB009019 memiliki diameter batang yang lebih

kecil daripada dengan Gelora, namun tidak berbeda dengan tiga pembanding

lainnya. Galur IPB002005 memiliki diameter batang yang lebih kecil jika

dibandingkan dengan Gelora dan Tombak, namun tidak berbeda dengan Tit Super

dan Trisula. Galur IPB019015 memiliki batang yang paling besar, berbeda dengan

Tit Super, namun tidak berbeda dengan ketiga pembanding lainnya. Galur lain

yang diuji tidak menunjukkan perbedaan dengan keempat pembanding.

Tanaman dengan diameter batang yang besar akan lebih kokoh sehingga

jika tanaman tersebut berbuah lebat maka akan lebih kuat sehingga tidak mudah

patah. Jika beban buah terlalu berat, maka batang atau dahan akan mudah patah,

namun jika buah yang dihasilkan tidak terlalu berat, maka dahan atau ranting

(37)

IPB015002. Tanaman tersebut memiliki diameter batang yang paling kecil

diantara semua genotipe yang ditanam, sehingga ketika memasuki periode

generatif, cabang beberapa tanaman menjadi melengkung dan bahkan patah.

Tabel 9. Rataan Diameter Batang 13 Galur Cabai IPB yang Diuji dan 4 Varietas Pembanding di 3 Lingkungan

Genotipe Diameter Batang (mm)

Bogor1 Bogor2 Boyolali Rata-Rata

IPB001004 9.96 11.13 8.90 10.00a

IPB002001 9.09a 11.24 12.23abd 10.86

IPB002003 9.98 11.93 9.43 10.45

IPB009019 9.72 11.55 8.53c 9.94a

IPB015002 8.15a 8.74abcd 9.17 8.69abcd

IPB015008 10.68 13.02 10.13 11.28

Rata-rata 10.01B 11.87A 9.66B 10.51

Keterangan :

- Angka yang diikuti dengan huruf a, b, c, dan d pada kolom yang sama, berturut-turut berbeda nyata dengan Gelora, Tit Super, Tombak, dan Trisula berdasarkan uji Dunnett pada taraf 5 %. - Angka yang diikuti huruf kapital yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata

berdasarkan uji lanjut Duncan pada taraf 5 %.

Berdasarkan Tabel 10, genotipe cabai yang ditanam di Boyolali memiliki

tinggi tanaman yang lebih besar (76.86 cm) jika dibandingkan dengan saat

ditanam di lingkungan Bogor1 (68.21 cm) dan Bogor2 (65.16 cm). Galur

IPB009004 dan IPB015008 memiliki tajuk yang lebih tinggi dibandingkan dengan

semua varietas pembanding, masing-masing jika diukur dari permukaan tanah

setinggi 81.85 cm dan 86.66 cm. Tanaman galur IPB001004, IPB002046,

IPB009002, IPB019015, dan IPB120005 lebih tinggi dibandingkan varetas Tit

Super (57.79 cm) dan Trisula (59.78 cm), namun tidak berbeda dengan Gelora

(66.92 cm) dan Tombak (72.47 cm). Galur yang memiliki batang pendek adalah

(38)

lebih rendah daripada Gelora dan Tombak, namun tidak berbeda dengan Tit Super

dan Trisula. Galur IPB002003, IPB009015, dan IPB009019 lebih rendah daripada

ketiga pembanding kecuali Tombak. Galur IPB002001 tidak menunjukkan

perbedaan tinggi tanaman dengan ketiga pembanding. Serupa dengan karakter

sebelumnya, tinggi tanaman dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, genotipe, dan

interaksi keduanya.

Tabel 10. Rataan Tinggi Tanaman 13 Galur Cabai IPB yang Diuji dan 4 Varietas Pembanding di 3 Lingkungan

Genotipe Tinggi Tanaman (cm)

Bogor1 Bogor2 Boyolali Rata-Rata

IPB001004 69.80d 68.18b 73.20 70.39bd

IPB002001 58.56 54.40c 82.77abcd 65.24

IPB002003 72.64bd 79.81bd 77.07 76.50abd

IPB002005 60.09 45.09ac 67.00abcd 57.39ac

IPB002046 81.71abcd 59.30 80.57abcd 73.86bd

IPB009002 67.28d 65.77 77.83d 70.29bd

IPB009004 77.76abd 83.33bd 84.47abcd 81.85abcd

IPB009015 89.49abcd 67.32b 77.40 78.07abd

IPB009019 76.89abd 76.02bd 72.53 75.15abd

IPB015002 52.78 39.71ac 81.20abcd 57.90ac

IPB015008 81.29abcd 95.16abd 83.53abcd 86.66abcd

IPB019015 68.74d 66.11b 71.77 68.87bd

IPB120005 67.57d 68.12b 80.87abcd 72.18bd

Gelora 62.00 64.97 73.80 66.92

Tit Super 56.22 43.14 74.00 57.79

Tombak 64.45 77.22 75.73 72.47

Trisula 52.32 54.10 72.93 59.78

Rata-rata 68.21B 65.16B 76.86A 70.08

Keterangan :

- Angka yang diikuti dengan huruf a, b, c, dan d pada kolom yang sama, berturut-turut berbeda nyata dengan Gelora, Tit Super, Tombak, dan Trisula berdasarkan uji Dunnett pada taraf 5 %. - Angka yang diikuti huruf kapital yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata

berdasarkan uji lanjut Duncan pada taraf 5 %.

Tinggi tanaman memiliki beberapa pengaruh terhadap pertumbuhan dan

produksi tanaman. Tanaman yang tajuknya tinggi akan saling menaungi sehingga

intensitas sinar matahari yang didapatkan akan lebih rendah karena fotosintesis

yang akan terjadi akan lebih rendah pula. Hasil akhir yang akan didapatkan akan

menurun sehingga produksinya tidak optimum. Kirana dan Sofiani (2007),

(39)

lapang terhadap penyakit busuk buah (antraknosa), dimana buah dari tanaman

yang lebih tinggi tidak menyentuh ke tanah sehingga dapat mengurangi percikan

air dari tanah ke buah yang merupakan sumber infeksi jamur.

Berdasarkan tabel rekapitulasi sidik ragam, lebar tajuk dipengaruhi oleh

kondisi lingkungan dan genotipe, meskipun interaksi keduanya tidak nyata. Uji

lanjut untuk karakter lebar tajuk tidak menunjukkan adanya galur yang berbeda

dengan keempat pembanding. Jika dilihat nilai rataan umum, galur IPB019015

memiliki tajuk yang paling lebar, yaitu 89.39 cm, sedangkan tajuk paling sempit

dimiliki oleh galur IPB002005, yaitu 65.26 cm. Hasil perbandingan antar

lingkungan budidaya cabai (Tabel 11) menunjukkan bahwa ketika ditanam di

lingkungan Bogor2, semua genotipe memberikan nilai rataan karakter lebar daun

yang paling besar, yaitu 90.63 cm, jika dibandingkan dengan Bogor 1 (77.50 cm)

dan Boyolali (67.36 cm).

Lebar tajuk akan mempengaruhi efisiensi penentuan populasi tanaman tiap

hektarnya. Tajuk yang lebar kurang efisien dengan penggunaan jarak tanam 50 cm

x 50 cm ( ± 26 000 tanaman/ha), karena tajuk tanaman akan saling bertumpuk.

Tajuk yang saling bertumpuk akan saling menaungi sehingga fotosintesis tidak

bisa berlangsung di seluruh bagian tajuk. Bagian tajuk yang tidak mendapatkan

sinar matahari langsung akan mengalami peningkatan kelembaban sehingga

intensitas OPT terutama dari golongan cendawan akan mudah meningkat.

Agar tanaman dengan tajuk lebar bisa tumbuh dan berproduksi optimal,

perlu diberikan rekomendasi populasi yang lebih kecil. Tanaman dengan tajuk

yang lebih sempit kepadatan populasi per hektar bisa ditingkatkan, sehingga

(40)

Tabel 11. Rataan Lebar Tajuk 13 Galur Cabai IPB yang Diuji dan 4 Varietas

Rata-rata 77.50B 90.63A 67.36C 78.50

Keterangan :

- Angka yang diikuti dengan huruf a, b, c, dan d pada kolom yang sama, berturut-turut berbeda nyata dengan Gelora, Tit Super, Tombak, dan Trisula berdasarkan uji Dunnett pada taraf 5 %. - Angka yang diikuti huruf kapital yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata

berdasarkan uji lanjut Duncan pada taraf 5 %.

Bobot 1 000 Biji

Pengamatan karakter bobot 1 000 biji hanya dilakukan di dua lingkungan,

yaitu Bogor1 dan Bogor2. Dari hasil pengamatan di dua lingkungan, terlihat

bahwa ada pengaruh lingkungan, genotipe, dan interaksi keduanya terhadap nilai

bobot 1 000 biji. Tanaman yang ditanam di lingkungan Bogor1 memiliki nilai

yang lebih rendah daripada di Bogor2, dengan nilai rataan lingkungan sebesar

3.82 g dan 5.42 g (Tabel 12).

Bobot 1 000 biji yang rendah dimiliki oleh IPB009002, yaitu 3.83 g,

bersama sepuluh galur lainnya menunjukkan bahwa nilainya lebih rendah

dibandingkan dengan Gelora. Galur IPB009004 dan IPB019015 memiliki biji

yang cukup besar, masing-masing sebesar 5.41 g dan 5.27 g, sehingga bobot

1.000 bijinya lebih berat daripada Trisula, namun tidak berbeda dengan tiga

(41)

Tabel 12. Rataan Bobot 1 000 biji 13 Galur Cabai IPB yang Diuji dan 4 Varietas

IPB009004 4.82cd 5.81 - 5.41d

IPB009015 3.86 5.67 - 4.76a

IPB009019 4.38 5.47 - 5.03a

IPB015002 2.32a 5.49 - 3.91a

IPB015008 4.58cd 5.62 - 5.10a

IPB019015 4.81cd 5.73 - 5.27d

IPB120005 3.44 5.79 - 4.62a nyata dengan Gelora, Tit Super, Tombak, dan Trisula berdasarkan uji Dunnett pada taraf 5 %. - Angka yang diikuti huruf kapital yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata

berdasarkan uji lanjut Duncan pada taraf 5 %.

Bobot 1 000 biji benih akan berpengaruh langsung terhadap kebutuhan

benih untuk tiap hektar. Benih yang lebih besar memiliki bobot 1 000 biji yang

lebih besar pula, sehingga kebutuhan benih untuk budidaya dalam setiap satuan

luasan budidaya akan lebih besar. Semakin besar kebutuhan benih, maka biaya

yang dikeluarkan untuk pembelian benih juga semakin besar. Benih yang

berukuran kecil juga memiliki kelemahan, yaitu kandungan kotiledonnya juga

akan lebih kecil. Bosland dan Votava (2000), menyatakan bahwa ukuran benih

mempengaruhi keseragaman pertumbuhan bibit cabai. Benih yang berukuran kecil

(42)

Umur Berbunga dan Umur Berbuah

Umur berbunga tanaman cabai dipengaruhi oleh kondisi lingkungan,

genotipe, dan interaksi keduanya. Tabel 13 menunjukkan bahwa genotipe yang

ditanam di lingkungan Bogor1 memasuki fase berbunga pada umur 25.23 hari

setelah tanam (HST), lebih cepat jika dibandingkan dengan Bogor2 (29.10 HST)

dan Boyolali (33.16 HST). Tanaman yang memiliki umur berbunga lebih lama

bisa disebabkan oleh umur saat pindah tanam belum cukup. Tanaman yang masih

muda memiliki tajuk yang masih rendah sehingga untuk mencapai ukuran siap

berbunga diperlukan waktu yang lebih lama.

Tabel 13. Rataan Umur Berbunga 13 Galur Cabai IPB yang Diuji dan 4 Varietas Pembanding di 3 Lingkungan

Genotipe Umur Berbunga (HST)

Bogor1 Bogor2 Boyolali Rata-Rata

IPB001004 26.33c 28.67 33.00d 29.33c

IPB002001 22.33c 24.33 33.00d 26.56c

IPB002003 23.67c 32.00 34.00bcd 29.89c

IPB002005 22.67c 28.33 32.67d 27.89c

IPB002046 23.33c 29.00 35.00abcd 29.11c

IPB009002 26.33c 32.00 33.00d 30.44d

IPB009004 32.50abd 32.33 33.33d 32.75abd

IPB009015 24.00c 30.00 34.00bcd 29.33c

IPB009019 23.33c 32.00 34.33abcd 29.89c

IPB015002 22.33c 29.00 31.33ac 27.56c

IPB015008 25.67c 27.33 34.00bcd 29.00c

IPB019015 28.00c 30.33 33.00d 30.44d

IPB120005 22.00c 30.33 33.67bcd 28.67c

Gelora 22.33 28.00 33.00 27.78

Tit Super 24.33 24.00 32.33 26.89

Tombak 36.33 31.67 32.67 33.56

Trisula 23.33 25.33 31.33 26.67

Rata-rata 25.23C 29.10B 33.16A 29.14

Keterangan :

- Angka yang diikuti dengan huruf a, b, c, dan d pada kolom yang sama, berturut-turut berbeda nyata dengan Gelora, Tit Super, Tombak, dan Trisula berdasarkan uji Dunnett pada taraf 5 %. - Angka yang diikuti huruf kapital yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata

berdasarkan uji lanjut Duncan pada taraf 5 %.

Kegenjahan tanaman bisa ditentukan dengan melihat beberapa parameter,

salah satunya adalah umur berbunga tanaman. Tanaman yang berbunga lebih

(43)

Umur berbunga galur IPB009004 adalah 32.75 HST, lebih lama jika

dibandingkan dengan varietas Gelora (27.78 HST), Tit Super (26.89 HST), dan

Trisula (26.67 HST), namun tidak berbeda dengan varietas Tombak (33.56 HST).

Galur IPB009002 dan IPB019015 berbunga lebih lambat dibandingkan Trisula,

namun tidak berbeda dengan Gelora, Tit Super, dan Tombak. Galur lainnya

berbunga lebih cepat daripada Tombak, namun tidak berbeda dengan ketiga

varietas lainnya. Galur yang cepat berbunga adalah IPB002001, yaitu saat berusia

26.26 HST, lebih cepat dibandingkan dengan varietas Tombak, meskipun tidak

berbeda dengan dan 3 varietas pembanding lainnya.

Karakter lain yang bisa menggambarkan kegenjahan tanaman adalah umur

berbuah (Tabel 14). Karakter ini dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan

genotipe. Data yang digunakan adalah data dari Bogor2 dan Boyolali.

Tabel 14. Rataan Umur Berbuah 13 Galur Cabai IPB yang Diuji dan 4 Varietas Pembanding di 2 Lingkungan

Genotipe Umur Berbuah (HST)

Bogor1 Bogor2 Boyolali Rata-Rata

IPB001004 - 75.00abd 94.00d 84.50abd

IPB002001 - 75.67abd 95.00bd 85.33abd

IPB002003 - 81.33bcd 95.67bcd 88.50bcd

IPB002005 - 78.33abd 92.67a 85.50abd

IPB002046 - 85.67bcd 96.67abcd 91.17bcd

IPB009002 - 104.67abcd 93.00 98.83abcd

IPB009004 - 82.33bcd 94.33bd 88.33bcd

IPB009015 - 86.33bcd 95.00bd 90.67bcd

IPB009019 - 80.33abd 96.00abcd 88.17bcd

IPB015002 - 85.67bcd 92.00ac 88.83bcd

IPB015008 - 88.67bcd 95.67bcd 92.17bcd

IPB019015 - 76.67abd 94.00d 85.33abd

IPB120005 - 91.67bcd 95.67bcd 93.67abcd

Gelora - 87.00 94.33 90.67

Tit Super - 59.67 92.67 76.17

Tombak - 75.00 94.00 84.50

Trisula - 43.33 92.00 67.67

Rata-rata - 79.84B 94.27A 87.06

Keterangan :

- Angka yang diikuti dengan huruf a, b, c, dan d pada kolom yang sama, berturut-turut berbeda nyata dengan Gelora, Tit Super, Tombak, dan Trisula berdasarkan uji Dunnett pada taraf 5 %. - Angka yang diikuti huruf kapital yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata

(44)

Data lingkungan Bogor1 tidak digunakan dalam penghitungan karena

rentang nilai umur berbunga yang terlalu lebar akibat kekeringan. Ketika tanaman

sedang mulai berbunga (bulan April 2010), terjadi kekeringan yang sangat parah,

dimana curah hujan yang ada hanya 42.90 mm, sehingga bunga yang ada rontok

dan tidak membentuk buah. Beberapa tanaman dalam satu genotipe yang

berbunga lebih cepat berhasil membentuk buah, namun tanaman yang berbunga

lambat mengalami rontok bunga sehingga tidak terbentuk buah. Rataan umur

berbunga cabai yang ditanam di Bogor2 (79.84 HST) lebih rendah dibandingkan

dengan Boyolali (94.27 HST), artinya tanaman yang ditanam di Bogor2 lebih

cepat dipanen daripada yang ditanam di Boyolali.

Galur IPB009002 dan IPB120005 memiliki umur berbuah yang lebih lama

dibandingkan dengan keempat pembanding (98.83 HST dan (93.67 HST). Galur

IPB001004, IPB002001, IPB002005, dan IPB019015 memiliki umur berbuah

yang lebih lama daripada Tit Super dan Trisula, namun lebih cepat jika

dibandingkan dengan Gelora (90.67 HST). Galur lainnya yang diuji menunjukkan

umur berbuah yang lebih lambat jika dibandingkan dengan varietas Tit Super

(76.17 HST), Tombak (84.50 HST), dan Trisula (67.67 HST). Galur yang rataan

umum umur berbuahnya paling cepat adalah IPB001004, yang berbuah pada umur

84.50 HST. Hal ini disebabkan galur IPB001004 memiliki buah yang kecil,

sehingga selang waktu pengisian buah antara umur berbunga hingga umur

berbuah tidak terlalu lama.

Tanaman yang memiliki umur berbuah yang lebih lama membutuhkan

waktu yang lebih lama hingga siap dipanen. Semakin lama tanaman siap dipanen,

periode akan berproduksi akan semakin lama sehingga meningkatkan biaya

pemeliharaan. Lestari et al. (2007) menyatakan bahwa pada tanaman padi, varietas unggul yang memiliki umur lebih pendek dari umur varietas lokal sangat

penting artinya bagi petani dalam menyusun pola pertanaman sepanjang tahun.

Diameter Buah, Bobot Buah, Tebal Daging Buah, dan Panjang Buah

Ukuran diameter buah dipengaruhi oleh genotipe cabai yang ditanam,

kondisi lingkungan, dan interaksi keduanya. Lingkungan Bogor2 memberikan

Gambar

Tabel 4. Penampilan Warna dan Jumlah Mahkota dan Warna dan Jumlah Anther 13 Galur Cabai IPB yang Diuji dan 4 Varietas Pembanding
Tabel 5.Penampilan Tekstur  Kulit  Buah, Bentuk Ujung  Buah,  Warna Buah Muda,  dan  Warna  Buah Masak 13 Galur Cabai  IPB yang Diuji dan 4 Varietas Pembanding
Tabel 10. Rataan Tinggi Tanaman 13 Galur Cabai IPB yang Diuji dan 4 Varietas Pembanding di 3 Lingkungan
Tabel 13. Rataan  Umur Berbunga  13 Galur Cabai IPB yang Diuji dan 4 Varietas Pembanding di 3 Lingkungan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh rumah sakit adalah bagaimana meningkatkan kenyamanan staf rumah sakit melalui studi desain tata letak dapur yang ergonomis..

Model picture and picture dianggap efektif digunakan dalam setiap mata pelajaran terutama mata pelajaran IPS untuk anak SD karena banyak materi yang perlu

Kucing memiliki kuku yang tajam serta taring yang kuat dan runcing. Alat tersebut berguna untuk mencari makan. Pada dasarnya kucing mencari makan dengan cara berburu. Ia

Judul : PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN IPS SEJARAH DI SEKOLAH DASAR DENGAN QUANTUK TEACHING PADA GURU-GURU SEKOLAH DASAR DI KOTA SEMARANG. Program : PENGABDIAN MASYARAKAT Tahun :

Hasil penelitian ditemukan bahwa: (1) Program supervisi akademik kepala sekolah disusun merujuk pada identifikasi permasalahan yang dihadapi guru berdasarkan hasil

[r]

Penelitian yang dilakukan oleh Ita (2013) berjudul perbedaan karies gigi dan kadar fluor air sumur siswa SMA di Kecamatan Asembagus (daerah pantai) dan di Kecamatan

Dari Leksia diatas dapat diketahui bahwa Keseimbangan Hidup ditujukan pada kalimat “...Saya dapat merasakan kedamaian, dan saya senang akan ayunan hari-hari saya...” Leksia