• Tidak ada hasil yang ditemukan

Botani dan Morfologi Cabai

Cabai merupakan sebutan untuk mewakili semua spesies dari genus Capsicum. Berdasarkan penggunaannya, cabai bisa dibedakan menjadi sayuran, rempah-rempah, obat herbal, atau tanaman hias di beberapa bagian di dunia.Cabai memiliki berbagai macam kenampakan, bentuk, ukuran, dan warna. Berdasarkan karakteristik bunga dan buah, cabai budidaya (Capsicum spp.) dibagi menjadi lima spesies utama, yaitu C. annuum, C. frutencens, C. chinense, C. pendulum, dan C. pubenscens (Ali, 2006). Di Asia, tiga spesies yang disebutkan pertama merupakan spesies yang paling banyak dikembangkan. Tanaman cabai yang paling banyak dikenal di Indonesia adalah cabai merah, memiliki nama latin

Capsicum annuum L. Cabai diduga berasal dari daerah Colombia, mengingat fakta yang ada bahwa genus Capsicum memiliki keragaman morfologis yang sangat luar biasa di daerah ini (Barrera et al., 2005).

Cabai merah (C. annuum) memiliki tingkat keragaman yang sangat tinggi, namun umumnya merupakan tanaman semusim yang tumbuh berupa terna atau menyemak, dengan tinggi 0.5 – 1.5 m, tegak, dengan percabangan lebat, dan ditanam sebagai tanaman semusim. Akar tunjang cabai sangat kuat, dengan banyak akar samping. Batang cabai biasanya bulat, dengan diameter hingga 1 cm. susunan daun cabai adalah alternate berupa daun tunggal, dengan variasi yang tinggi. Tangkai daun hingga 10 cm, panjang daun berukuran 10-16 cm, lebarnya 5-8 cm. Tepi daunnya umumnya rata dengan warna daun hijau muda hingga hijau tua (Poulos, 1994). Buah cabai menggantung atau tegak, merupakan buah beri dengan biji yang banyak.Buah kadang tumbuh tunggal pada tiap buku, meskipun beberapa jenis menunjukkan adanya buah yang lebih dari satu. Saat perkembangan buah, kulit buah berkembang lebih cepat daripada plasenta biji, sehingga buah yang terbentuk akan berongga. Biji cabai berbentuk pipih, biasanya kuning pucat, bulat telur, dengan 150-160 butir tiap gram (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999).

Syarat Tumbuh Cabai

Cabai merupakan tanaman daerah dengan iklim hangat yang tidak terpengaruh panjang hari, meskipun beberapa jenis menunjukkan reaksi fotoperiodik. Penanaman cabai di Indonesia meliputi daerah dengan agroklimat dan sistem penanaman yang berbeda-beda (Mustafa et al., 2006). Cabai mampu bertahan pada lingkungan dengan naungan hingga 45 %, meskipun hal tersebut akan menunda pembungaan. Cabai tumbuh baik pada tanah berlempung yang teririgasi dengan baik dengan pH 5.5-6.8 (Poulos, 1994). Tanah yang baik untuk penanaman cabai adalah tanah yang berstruktur remah atau gembur, subur, dan banyak mengandung bahan organik (BBPPTP, 2008). Cabai dapat hidup pada daerah dengan ketinggian antara 0 – 1200 m dpl, yang artinya tanaman ini toleran terhadap dataran tinggi maupun dataran rendah. Cabai secara tradisional dibudidayakan pada areal dengan kisaran suhu yang lebih luas jika dibandingkan dengan paprika yang dikategorikan tanaman iklim sejuk (Gniffke, 2004). Cabai mampu beradaptasi dengan baik pada kondisi yang lebih hangat daripada paprika, namun pembentukan buah tidak terjadi dengan baik ketika suhu malam diatas 24

o

C. Suhu yang baik bagi cabai adalah antara 20-30 oC. Ketika suhu dibawah 15 oC atau melebihi 32 oC untuk waktu yang cukup panjang, pertumbuhan dan potensi hasil biasanya akan menurun (Berke et al., 2005).

Pemuliaan Tanaman Cabai

Pemuliaan tanaman adalah suatu ilmu dan seni yang bertujuan untuk merakit suatu varietas dengan kemampuan yang lebih baik dan dapat diterima oleh petani sebagai pengguna. Dalam melakukan pemuliaan tanaman dibutuhkan sumber daya genetik yang memiliki keragaman sehingga bisa dihasilkan variasi yang akan dilakukan seleksi. Tujuan akhir suatu kegiatan pemuliaan tanaman adalah dihasilkannya suatu varietas unggul.

Pemuliaan cabai pada awalnya berkembang untuk merakit kultivar paprika. Pemuliaan untuk cabai pedas baru berkembang pada akhir-akhir ini (Sanjaya et al., 2002). Sebagai komoditas hortikultura yang penting, kini pemuliaan cabai mulai dikembangkan ke arah cabai merah, mengingat potensi pengembangannya yang lebih besar.

Pengembangan varietas cabai diarahkan untuk tujuan akhir didapatkannya varietas hibrida atau varietas bersari bebas (Open Pollinated Variety / OPV). Varietas unggul cabai merah di Indonesia masih mengarah ke aspek produksi yang tinggi, karena produktivitas cabai nasional yang masih rendah, yaitu sekitar 4 ton/ha (Kirana, 2006). Untuk meningkatkan produktivitas cabai, salah satu solusinya adalah menggunakan benih bermutu dari varietas unggul. Benih hibrida memiliki kelebihan dibandingkan dengan benih bersari bebas, antara lain produktivitas yang lebih tinggi dan lebih seragam. Kelemahan benih hibrida adalah harganya yang jauh lebih mahal dan biji yang didapatkan dari tanaman hibrida tidak bisa digunakan sebagai benih pada musim tanam berikutnya. Perbedaan harga benih hibrida dengan benih bersari bebas cukup tinggi, hal ini disebabkan proses pembuatan benih hibrida yang relative lebih sulit sehingga memerlukan biaya produksi yang lebih tinggi.

Interaksi Genetik x Lingkungan dan Analisis Stabilitas Tanaman

Salah satu kriteria supaya varietas bisa dikatakan unggul adalah jika varietas tersebut mampu beradaptasi secara baik pada kondisi lingkungan yang beragam. Suatu parameter yang paling mudah diamati untuk menilai tingkat adaptasi suatu genotipe adalah dengan melihat kenampakan visual atau kondisi fenotipenya. Hal tersebut sejalan dengan tulisan Sujiprihati et al. (2006), yang menyatakan bahwa tingkat adaptasi tanaman bisa diukur dari penampilan tanaman, yang tergantung kepada genotipe, lingkungan, dan interaksi genotipe dan lingkungan.

Untuk mengetahui tingkat adaptasi tanaman bisa dengan melakukan pengamatan visual secara langsung kepada genotipe yang dievaluasi. Untuk mengetahui tingkat adaptasi secara akurat dan terstruktur dilakukan pengujian multi lingkungan, yang terdiri atas multi musim dan multi lingkungan. Saraswati

et al. (2006), menyatakan bahwa pengujian multi lingkungan dilakukan untuk melihat daya adaptasi dan stabilitas dalam mempertahankan penampilan potensi hasil di berbagai lokasi. Genotipe yang stabil dan adaptif akan menunjukkan kemampuan tumbuh yang sama pada kondisi lingkungan yang berbeda-beda. Pertumbuhan yang sama pada lingkungan yang berbeda menunjukkan bahwa

pengaruh genetik tanaman memiliki proporsi yang lebih besar terhadap penampilan tanaman jika dibandingkan dengan pengaruh lingkungan atau interaksi genetik dan lingkungan. Zen (2007) menyatakan bahwa nilai kontribusi galur yang rendah terhadap komponen varians interaksi Genotipe dan Lingkungan (interaksi G x L) sebesar 15 % menunjukkan bahwa galur tersebut lebih stabil daripada galur dengan nilai G x L sebesar 23 %. Pernyataan tersebut senada dengan pernyataan Saraswati (2006), bahwa ketidakstabilan hasil suatu kultivar di berbagai lingkungan biasanya menunjukkan interaksi yang tinggi antara faktor genetik dan lingkungan.

Lingkungan Tanam

Kondisi lingkungan tanam dalam budidaya tanaman bisa dibedakan menjadi dua, yaitu berdasarkan musim dan lokasi. Budidaya tanaman pertanian pada musim tanam yang berbeda-beda akan memberikan hasil atau harga yang lebih baik (Berke, 2005).

Pengaruh lain dari musim tanam adalah dari segi kondisi faktor lingkungan abiotik seperti radiasi matahari, kadar air tanah, suhu harian, dan faktor lainnya. Pada musim kemarau, suhu harian dan radiasi surya akan meningkat, namun akan diiringi oleh turunnya kelembaban. Kafidazeh (2008), menyatakan bahwa peningkatan suhu mampu menyebabkan turunnya daya kecambah polen cabai secara drastis. Suhu yang tinggi menyebabkan menurunnya jumlah buah yang terbentuk dan memperkecil ukuran buah cabai (Gniffke, 2004).

Penanaman pada lokasi yang berbeda akan memberikan pengaruh berupa perbedaan kondisi agroklimat, sehingga berdampak terhadap pertumbuhan tanaman budidaya. Menurut Hartuti dan Sinaga (2006) umur panen cabai sangat bervariasi, salah satunya disebabkan oleh perbedaan lokasi penanaman. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Sujiprihati et al. (2006), bahwa tanaman yang dibudidayakan di dataran tinggi memiliki pertumbuhan vegetatif yang lebih lama, sehingga umur panen yang ada juga lebih lama.

Dokumen terkait