• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini terdiri dari 2 tahap dan dilaksanakan pada bulan Agustus 2012 - Maret 2013. Tempat penelitian dilakukan di laboratorium lingkungan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor serta Laboratorium Perikanan Terpadu Ilmu Kelautan Ancol IPB. Analisa mikrobiologi dilakukan di laboratorium Kesehatan Ikan FPIK Institut Pertanian Bogor. Analisa proksimat dari pakan dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ikan FPIK Institut Pertanian Bogor. Uji C-organik dilakukan di Laboratorium Tanah Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian Balai Penelitian Tanah Bogor serta uji kualitas air laboratorium Lingkungan FPIK, Institut Pertanian Bogor.

Tahap 1

Pengaruh Sumber Karbon Eksternal dan Nisbah C/N yang Berbeda Terhadap Penurunan Total Ammonia Nitrogen

Penelitian ini dilakukan pada media air laut dengan volume 5 L dan ditambahkan inokulan bakteri dari limbah pemeliharaan udang vaname sebanyak 500 mL. Bahan NH4Cl 95,54 mg/L digunakan sebagai sumber nitrogen buatan

10

serta KH2PO4 31 mg/Ldan Na2HPO4 63,7 mg/L sebagai makronutrien (Ekasari 2008; De schryver dan Verstraete 2009). Parameter yang di uji adalah konsentrasi TAN, pH, suhu dan DO. Konsentrasi TAN diukur setiap 2 jam sekali sedang pH, suhu dan DO diukur tiap pagi dan sore hari.

Penelitian terdiri dari 4 perlakuan sumber karbon eksternal yaitu molase, tepung tapioka, dedak padi dan onggok (ampas singkong) dengan tiga C/N rasio yaitu 10, 15 dan 20 serta 4 ulangan. Penambahan sumber karbon dilakukan secara langsung pada wadah percobaan.

Tahap 2

Pengaruh Pemberian Sumber Karbon Eksternal yang Berbeda Terhadap Kualitas Air pada Budidaya Udang Vaname

Penelitian pada tahapan kedua dilakukan pada akuarium berukuran 90cm x 45cm x 25cm dengan volume 90 L yang dilengkapi dengan aerasi dengan kecepatan 2000 mL/ menit. Akuarium dibersihkan dan dilakukan proses sterilisasi dengan menggunakan kaporit dosis 100 mg/L dan dibiarkan selama 3 hari sebelum digunakan.

Pemeliharaan udang dilakukan selama 40 hari. Jumlah udang yang ditebar sebanyak 30 ekor dengan rata-rata biomass 60 g. Pemberian pakan dilakukan sebanyak 4 kali sehari yaitu pada pukul 06.00, 10.00, 14.00 dan 19.00 Pemberian pakan diberikan berdasarkan pada biomass dan persentase pakan berdasarkan bobot dari udang. Pakan yang digunakan memiliki kandungan protein sebesar 30%.

Penelitian yang dilaksanakan terdiri dari 5 perlakuan berupa 4 perlakuan dengan pemberian sumber karbon eksternal serta 1 perlakuan tanpa pemberian sumber karbon eksternal sebagai kontrolserta 4 ulangan. Penambahan sumber karbon eksternal dilakukan secara langsung ke dalam akuarium pemeliharaan udang dan diberikan sebanyak 1 kali dalam sehari dengan waktu 2 jam setelah pemberian pakan pagi.

Prosedur Penambahan Sumber Karbon Eksternal

Udang hanya memanfaatkan 10% nitrogen dalam pakan sedang sisanya diekskresi berupa sebagai NH

4 atau sebagai N organik yang terdapat dalam feses dan residu pakan (Ebeling et al. 2006). Efisiensi konversi mikroba diasumsikan 40 - 60%, sehingga jumlah nitrogen yang terbuang dalam perairan dapat dihitung berdasarkan dari jumlah pakan, kandungan %N dalam pakan serta %N yang di ekskresi. Jumlah karbon yang harus ditambahkan untuk mendukung proses pertumbuhan bakteri dihitung dengan rumus (Avnimelech 1999) sebagai berikut :

Keterangan :

ΔCH : Jumlah karbon yang harus ditambahkan. %N pakan : Kandungan nitrogen dalam pakan.

11 %N ekskresi : Kandungan nitrogen yang dibuang oleh ikan atau udang.

[C/N]mic : C/N rasio bakteri.

%C : Kandungan karbon dalam pakan dan sumber karbon tambahan. E : efisiensi konversi mikroba.

Sumber karbon yang digunakan sebagai perlakuan terlebih dahulu dilakukan uji proksimat. Hasil dari uji proksimat dari sumber karbon dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Hasil uji proksimat molase, tapioka, dedak dan onggok sebagai sumber karbon pada budidaya udang vaname dengan sistem BFT

Kode sampel Kadar Air (%) Kadar Abu (%) Protein (%) Lemak (%) Karbohidrat (%) Serat Kasar BETN

Molase 31.89 5.88 3.79 0.35 0.00 58.09

Tapioka 10.00 0.28 1.60 0.00 0.00 88.12

Dedak 9.58 7.35 6.58 9.89 13.25 53.35

Onggok 13.83 0.56 0.00 0.00 7.89 77.72

Uji C organik pada sumber karbon yang digunakan sebagai perlakuan dilakukan dengan menggunakan metode Walkley and Black (1934).

C - org metode Walkley and Black

Prinsip dari uji ini adalah berdasarkan jumlah bahan organik yang mudah teroksidasi mereduksi Cr2O72+yang berlebihan. Reaksi ini berjalan dengan energi yang dihasilkan dari pencampuran dua bagian H2SO4 pa (pekat) dengan satu bagian K2Cr2O7 N. Sisa Cr2O7 dapat diketahui dari hasil titrasi dengan FeSO4 yang diketahui normalitasnya. Feroin 0,025 M sebagai penunjuk titik akhir merah anggur (Page, 1982).

Hasil dari uji kandungan C organik yang terdapat dalam sumber karbon yang digunakan sebagai perlakuan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Hasil uji kandungan C organik molase, tapioka, dedak dan onggok sebagai sumber karbon pada budidaya udang vaname dengan sistem BFT (%Berat Basah)

Kode sampel Kadar Air (%) Pengabuan C-Organik (%) Molase 28.92 37.93 Tapioka 13.18 50.31 Dedak 9.72 43.52 Onggok 15.10 48.82 Parameter Biologi

Parameter biologi yang diamati serta dihitung adalah berupa profil bioflok, identifikasi bakteri, total presumtive vibrio count (TVC) dan total kelimpahan bakteri pada air media pemeliharaan dan usus udang.

12

Profil Bioflok

Profil bioflok pada air media pemeliharaan dilakukan dengan cara pengamatan dibawah mikroskop dengan perbesaran 100x dan 400x. Sampel yang diperiksa diambil langsung dari media pemeliharaan dan langsung dilakukan pengamatan.

Identifikasi Bakteri Bioflok

Proses identifikasi flok dilakukan dengan pengamatan morfologi, fisiologi dan biokimia yang terdapat pada media air pemeliharaan dari udang vaname. Pengamatan morfologi, fisiologi dan biokimia dilakukan dengan menggunakan uji oxidatif/ fermentatif, uji motilitas, uji oksidase serta uji katalase (Bergey et al. 1993).

Uji Oxidatif/ Fermentatif

Uji Oxidatif/ Fermentatif dilakukan untuk pengujian fisio metabolisme suatu bakteri yakni untuk mengetahui kemampuan memecah karbohidrat (glukosa) dalam suasana aerobik (oksidatif) atau anaerobik (fermentatif). Alat yang digunakan dalam uji oxidative/ fermentatif ini antara lain Jarum ose, botol semprot, bunsen, inkubator, alkohol 70% serta kamera. Sedangkan bahan yang digunakan dalam uji oxidatif/ fermentatif ini adalah biakan bakteri yang berumur 24 jam dan diperoleh dari air pemeliharaan dari udang vaname (di dalam tabung media agar miring) serta O/F media.

Uji Motilitas

Uji Motilitas merupakan pengujian fisio-metabolisme suatu bakteri yakni untuk mengetahui kemampuan membentuk indol (produk hasil degradasi protein), ikatan sulfide dan motilitas atau pergerakan bakteri. Alat yang digunakan dalam uji motilitas ini antara lain Jarum ose, botol semprot, bunsen, alkohol 70%, inkubator serta kamera. Sedangkan bahan yang digunakan dalam uji motilitas ini adalah biakan bakteri yang berumur 24 jam dan diperoleh dari media air pemeliharaan dari udang vaname (di dalam tabung media agar miring) serta media SIM (Sulfida Indol Motility).

Uji Oksidase

Uji Oksidase merupakan pengujian untuk mengetahui awal oksidasi suatu substrat enzim oleh jasad renik, hydrogen dipindahkan dari substrat itu oleh enzim khusus yaitu dehidrogenase. Alat yang digunakan dalam uji oksidase ini antara lain Jarum ose, Objek glass, kertas saring, botol semprot, bunsen, inkubator, alkohol 70% serta kamera. Sedangkan bahan yang digunakan untuk uji oksidase adalah p-aminodimethylaniline-oxalat 1%.

Uji Katalase

Uji Katalase merupakan pengujian untuk mengetahui ada tidaknya enzim katalase. Enzim tersebut merupakan katalisator dalam penguraian hydrogen-peroksida (H2O) untuk menghasilkan oksigen dan air. Alat yang digunakan dalam uji katalase ini antara lain Jarum ose, Objek glass, botol semprot, bunsen, alkohol

13 70% serta kamera. Sedangkan bahan yang digunakan untuk uji Katalase adalah Hydrogen-peroksida (H2O2).

Total Presumtive VibrioCount (TVC)

Penghitungan koloni bakteri Vibrio sp. yang terdapat di dalam air pemeliharaan dan usus udang dilakukan pada saat akhir masa pemeliharaan dengan cara mengambil sampel pada air pemeliharaan dan usus udang. Kemudian dihitung dengan menggunakan metode cawan sebar dengan cara terlebih dahulu dilakukan pengenceran berseri pada tingkat pengenceran 10-1, 10-2, 10-3 lalu disebar pada media media TCBS (Thiosulphate Citrate Bile-Salt Sucrose). Setelah disebar pada cawan petri dan diinkubasi selama 24 jam kemudian dilakukan penghitungan jumlah koloni yang terbentuk dengan menggunakan rumus (Madigan et al. 1997):

Keterangan :

Fp = faktor pengenceran.

Total Kelimpahan Bakteri

Penghitungan kelimpahan bakteri yang terdapat di dalam air pemeliharaan serta usus dilakukan pada saat akhir masa pemeliharaan dengan cara mengambil sampel pada air pemeliharaan dan usus udang. Kemudian dihitung dengan menggunakan metode cawan sebar dengan cara terlebih dahulu dilakukan pengenceran berseri pada tingkat pengenceran 10-5, 10-6, 10-7 lalu disebar pada media SWC (Sea water Complete). Setelah disebar pada cawan petri dan diinkubasi selama 24 jam kemudian dilakukan penghitungan jumlah koloni yang terbentuk dengan menggunakan rumus sama seperti pada penghitungan TVC.

Parameter Kualitas Air

Parameter kualitas air yang diukur meliputi TAN (Total ammonia nitrogen), nitrit, nitrat, suhu, pH, DO (Dissolved oxygen), alkalinitas, BOD (Biological oxygen demand), TSS (Total suspended solids) dan VSS (Volatile suspended solids). Pengukuran TAN, nitrit, nitrat, alkalinitas, BOD, TSS dan VSS dilakukan setiap 1 minggu sekali setelah sampling. Sedang suhu dan DO dilakukan 1 kali dalam sehari yaitu setiap sore. Parameter kualitas air berupa TAN, nitrit dan nitrat diukur dengan menggunakan alat spektrofotometer. Parameter alkalinitas diukur dengan metode titrasi. Parameter BOD diukur dengan menggunakan alat DO meter, TSS (Total suspended solid) diukur dengan menggunakan metode centrifugasi. Untuk VSS (Volatile Suspended solid) ditentukan oleh substraksi abu dengan berat padatan tersuspensi. Metode pengukuran kualitas air didasarkan pada pustaka acuan APHA (1989).

14

Parameter yang dihitung dalam penelitian ini meliputi laju pertumbuhan spesifik, konversi pakan, tingkat kelangsungan hidup dan bobot rata-rata. Untuk mengetahui laju pertumbuhan spesifik, konversi pakan, tingkat kelangsungan hidup dan bobot rata-rata maka dilakukan dengan cara sampling. Sampling dilakukan setiap 7 hari sekali.

Pertumbuhan Spesifik (Specific Growth Rate/ SGR)

Laju pertumbuhan spesifik adalah persentase pertambahan berat udang setiap harinya selama pemeliharaan. Laju pertumbuhan spesifik udang dihitung dengan menggunakan rumus (Huisman 1987) sebagai berikut :

Keterangan :

SGR : Laju pertumbuhan spesifik

Wo : Bobot tubuh pada awal pertumbuhan (Gram) Wt : Bobot tubuh pada akhir pertumbuhan (Gram) t : Waktu pemeliharaan (Hari)

Konversi Pakan (Food Conversion Ratio/ FCR)

Rata-rata konversi pakan dihitung dengan menggunakan rumus (Tacon 1987) sebagai berikut :

Keterangan :

FCR : Konversi pakan

∑Pakan : Jumlah pakan yang diberikan (G)

ΔBiomassa : Selisih biomassa ikan pada awal dan akhir pemeliharaan (G)

Tingkat Kelangsungan Hidup (Sintasan/ SR)

Tingkat kelangsungan hidup adalah persentase udang yang hidup dari jumlah seluruh udang yang dipelihara dalam suatu wadah atau perbandingan antara jumlah udang yang hidup pada saat tebar serta pada saat akhir masa pemeliharaan. Tingkat kelangsungan hidup dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Effendi 2004) sebagai berikut :

Keterangan:

SR : Tingkat kelangsungan hidup (%)

Nt : Jumlah udang yang hidup di akhir pemeliharaan (ekor) No : Jumlah udang yang hidup di awal pemeliharaan (ekor)

15 Analisa Data

Penelitian ini dirancang dengan menggunakan Rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan One way analysis of variance dengan selang kepercayaan 95%. Untuk melihat perbedaan perlakuan maka dilanjutkan dengan menggunakan uji Tukey.

HASIL

Pengaruh Sumber Karbon yang Berbeda Terhadap Penurunan TAN Pengaruh pemberian sumber karbon terhadap penurunan konsentrasi TAN berdasarkan jenis dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Penurunan konsentrasi TAN dengan pemberian sumber karbon berupa molase pada C/N rasio 10, 15 dan 20.

16

Gambar 3 Penurunan konsentrasi TAN dengan pemberian sumber karbon berupa tapioka pada C/N rasio 10, 15 dan 20.

Gambar 4 Penurunan konsentrasi TAN dengan pemberian sumber karbon berupa dedak pada C/N rasio 10, 15 dan 20.

Gambar 5 Penurunan konsentrasi TAN dengan pemberian sumber karbon berupa onggok pada C/N rasio 10, 15 dan 20.

Hasil dari pengukuran TAN dengan pemberian C/N rasio 10, 15 serta 20 memberikan nilai berbeda. Penurunan TAN dengan C/N rasio 20 memiliki kemampuan untuk menurunkan nilai konsentrasi TAN tertinggi untuk semua perlakuan dibanding C:N rasio 15 dan 10. Penurunan TAN dengan C:N rasio 10 memiliki nilai penurunan konsentrasi TAN terendah pada semua perlakuan.

Nilai konsentrasi TAN yang diukur pada semua perlakuan dengan C/N rasio yang berbeda memberikan hasil yang berbeda pada setiap perlakuan. C/N rasio 10

17 memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata diantara semua perlakuan. Molase dan tapioka mampu menurunkan nilai konsentrasi hingga 11, 54 mg/ L setelah 24 jam diikuti dedak (13.12 mg/ L) dan onggok (12.51 mg/ L). C/N rasio 15 memberikan hasil yang tidak berbeda nyata pada semua perlakuan. Molase mampu menurunkan nilai konsentrasi TAN hingga 2.14 mg/ L setelah 24 jam diikuti tapioka (3.51 mg/ L), dedak (3.88 mg/ L) serta onggok (2.60 mg/ L). C/N rasio 20 memberikan pengaruh yang berbeda nyata antara perlakuan molase dengan perlakuan lainnya. Molase mampu menurunkan nilai konsentrasi TAN hingga 1.98 mg/ L setelah 24 jam. Tapioka mampu menurunkan nilai konsentrasi TAN hingga 2.64 mg/ L diikuti onggok (2.12 mg/ L) dan dedak 2.62 mg/ L).

Laju penurunan Nilai konsentrasi TAN berbeda pada perlakuan C/N rasio 10, 15 dan 20. Laju penurunan nilai konsentrasi TAN pada C/N rasio 15 dan 20 secara drastis terjadi setelah 4 jam sampai 12 jam. Laju penurunan nilai konsentrasi TAN pada C/N rasio 10 menurun secara bertahap yang dimulai dari awal hingga 24 jam.

Hasil persentase reduksi penurunan konsentrasi TAN berdasarkan bahan sumber karbon dan nisbah C/N dengan analisa statistik terdapat pada Tabel 7. Tabel 7 Persentase reduksi konsentrasi TAN berdasarkan bahan sumber karbon

dan C/N rasio yang digunakan

Sumber karbon Reduksi TAN (%)

C/N10 C/N15 C/N 20

Molase 73±2a† 91±2a‡ 93±1a‡

Tapioka 71±1a† 87±2ab‡ 88±2b‡

Onggok 69±4a† 86±1b‡ 87±0b‡

Dedak 65±6a† 87±1b‡ 86±3b‡

Keterangan :

Simbol yang berbeda menandakan nilai pada baris yang sama berbeda nyata (P<0.05). Huruf yang berbeda menandakan nilai pada kolom yang sama berbeda nyata (P<0.05).

Analisa statistik diatas berdasarkan dari huruf diperoleh hasil bahwa penggunaan sumber karbon yang berbeda dengan C/N rasio 10 memiliki pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0.05) diantara semua perlakuan sumber karbon. Pada C/N rasio 15, penggunaan sumber kabon molase memilik pengaruh yang berbeda nyata (P<0.05) dengan sumber kabon onggok dan dedak namun memiliki pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0.05) dengan perlakuan sumber karbon tapioka. Pada C/N rasio 20, oenggunaan sumber karbon molase memiliki pengaruh yang berbeda nyata (P<0.05) dengan sumber karbon tapioka, onggok dan dedak dengan penggunaan C/N rasio 20.

Analisa statistik bersarkan dari simbol diperoleh hasil pada semua perlakuan dengan menggunakan sumber karbon yang berbeda (molase, tapioka, onggok dan dedak) memiliki pengaruh yang berbeda nyata (P<0.05) antara C/N rasio 10 dengan C/N rasio 15 dan 20 namun memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0.05) antara C/N rasio 15 dan 20.

Berdasarkan hasil dengan menggunakan analisa statistik diperoleh kesimpulan bahwasanya C/N rasio 15 dengan penggunaaan sumber karbon yang berbeda memiliki nilai yang berbeda nyata dibanding dengan C/N rasio 10 dan tidak berbeda nyata dengan C/N rasio 20. Penggunaan C/N rasio 15 dipilih dan

18

A

A

digunakan untuk penelitian tahap kedua karena lebih efisien dibanding dengan C/N rasio 20.

Parameter kualitas air yang diukur pada penelitian tahap satu berupa pH, suhu DO dan salinitas disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Kisaran parameter kualitas air pada media percobaan air laut

Kualitas air Pelakuan

Molase Tapioka Dedak Onggok

Suhu 26.2 - 27.6 26.2 - 27.1 26.4 - 27.5 26.1 - 27.7 DO 4.9 - 5.9 4.9 - 5.8 5.0 - 5.8 4.9 - 5.8 pH 7.91 - 8.56 8.32 - 8.56 8.25 - 8.52 8.36 - 8.59 Salinitas 30.0 - 30.6 30.1 - 30.5 30.0 - 30.6 30.0 - 30.6

Pengukuran kualitas air dilakukan pada pagi hari dan sore hari. Hasil pengukuran menunjukkan nilai kualitas air pada semua perlakuan masih dalam kondisi optimal yang digunakan dalam budidaya udang vaname.

Pengaruh Sumber Karbon yang Berbeda Terhadap Profil Bioflok, Kualitas Air dan Kinerja Pertumbuhan Udang Vaname

Profil Bioflok

Profil bioflok dari pengamatan yang dilakukan diperoleh hasil berupa mikrograf bioflok dan identifikasi bakteri pembentuk bioflok. Gambar mikrograf bioflok yang diambil dari media pemeliharaan udang vaname dengan sumber karbon yang berbeda dilakukan dengan menggunakan mikroskop perbesaran 100x dan 400x terdapat pada Gambar 6 dan 7.

A B

19 Gambar 6 Mikrograf bioflok yang diambil dari media pemeliharaan udang

vaname pada sistem bioflok dengan sumber karbon berbeda A) Molase; B) Tapioka; C) Dedak; dan D) Onggok 9 (Perbesaran 100x).

Gambar 7 Berbagai macam mikroorganisme yang terdapat di dalam bioflok yang diambil dari media pemeliharaan udang vaname pada semua perlakuan dengan sumber karbon A) Cacing; B) Phytolankton; C dan D) Zooplankton (Perbesaran 400x).

Hasil identifikasi bakteri penyusun bioflok yang diperoleh disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Hasil identifikasi bakteri bioflok yang diambil dari media pemeliharaan udang vaname.

Perlakuan Hasil identifikasi bioflok

Molase Bacillus, Alcaligenes, Kurthia Tapioka Bacillus, Actinobacter Dedak Bacillus, Eikenella

Onggok Bacillus, Actinobacter, Actinobacillus, Enterobacteria

Berdasarkan dari hasil identifikasi, secara umum diperoleh bakteri yang dominan yang terdapat pada semua perlakuan berasal dari kelompok genus Bacillus. Kelompok bakteri dari genus Acinetobacter ditemukan pada perlakuan tapioka dan onggok.

Jumlah Total Bakteri dan Total Presumptive Vibrio Count

C

D

A B

20

Hasil penghitungan total bakteri dan total presumptive vibrio di dalam air dan usus udang terdapat pada Gambar 8.

Gambar 8 Total presumptive vibrio count (TVC) dan total kelimpahan bakteri pada air dan usus udang yang dipelihara pada sistem bioflok dengan sumber karbon yang berbeda

Hasil perhitungan TVC pada usus udang diperoleh hasil yang berbeda nyata antara kontrol dengan semua perlakuan sumber karbon. Sedang perhitungan TVC di air pemeliharaan diperoleh hasil yang berbeda nyata antara kontrol dengan perlakuan tapioka. Untuk penghitungan total bakteri di air hasil yang berbeda nyata terlihat antara perlakuan tanpa karbon dengan perlakuan molase. Sedang untuk penghitungan bakteri di usus udang vaname memberikan hasil yang berbeda nyata antara perlakuan molase dan tapioka dan memberikan hasil yang tidak berbeda nyata antara kontrol dengan perlakuan tapioka, dedak serta dengan perlakuan onggok.

Profil Kualitas Air

Total Ammonia Nitrogen, Nitrit, Nitrat dan Ammonia

Hasil pengukuran TAN pada media pemeliharaan udang vaname dilakukan setiap minggu dapat dilihat pada Gambar 9.

21

Gambar 9 TAN pada media pemeliharaan udang vaname dengan sistem bioflok menggunakan sumber karbon berbeda.

Konsentrasi TAN pada media pemeliharaan fluktuatif sampai akhir masa pemeliharaan. Konsentrasi TAN tertinggi terjadi pada hari ke-21 untuk semua perlakuan dan diikuti pula oleh konsentrasi Nitrit yang tinggi.

Hasil pengukuran nitrit (NO2--N) pada media pemeliharaan udang vaname dilakukan setiap minggu dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 NO2--N pada media pemeliharaan udang vaname dengan sistem bioflok menggunakan sumber karbon berbeda.

Hasil pengukuran nitrat (NO3--N) pada media pemeliharaan udang vaname dilakukan setiap minggu dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11 NO3--N pada media pemeliharaan udang vaname dengan sistem bioflok menggunakan sumber karbon berbeda.

22

Konsentrasi nitrit serta nitrat selama masa pemeliharaan fluktuatif. Akan tetapi nilai konsentrasi nitrit cenderung menurun pada masa akhir pemeliharaan untuk kontrol maupun perlakuan. Sedangkan nilai konsentrasi nitrat cenderung naik untuk semua perlakuan pada masa akhir pemeliharaan kecuali pada kontrol.

Hasil pengukuran ammonia (NH3-N) dilakukan setiap minggu berdasarkan konversi dari nilai TAN, pH serta suhu pada media pemeliharaan udang vaname dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12 NH3-N pada media pemeliharaan udang vaname dengan sistem bioflok menggunakan sumber karbon berbeda.

Hasil pengukuran pH pada media pemeliharaan udang vaname dilakukan setiap minggu dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13 pH pada media pemeliharaan udang vaname dengan sistem bioflok menggunakan sumber karbon berbeda.

Nilai derajad keasaman (pH) pada semua perlakuan mengalami penurunan pada masa akhir pemeliharaan kecuali pada perlakuan tanpa karbon yang cenderung meningkat akan tetapi masih dalam kondisi optimal untuk budidaya udang.

23 Hasil pengukuran DO pada media pemeliharaan udang vaname dilakukan setiap minggu dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14 DO pada media pemeliharaan udang vaname dengan sistem bioflok menggunakan sumber karbon berbeda.

Nilai konsentrasi oksigen terlarut hanya mengalami penurunan pada hari ke-7 dan cenderung stabil sampai akhir masa pemeliharaan pada semua perlakuan.

TSS, VSS dan Volume Flok

Hasil dari pengukuran TSS (Total Suspended Solid) pada media pemeliharaan udang vaname dilakukan setiap minggu dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15 TSS pada media pemeliharaan udang vaname dengan sistem bioflok menggunakan sumber karbon yang berbeda.

Hasil dari pengukuran TSS diperoleh bahwa TSS semakin meningkat hingga akhir pemeliharaan udang vaname.

24

Hasil dari pengukuran VSS (Volatile Suspended Solid) pada media pemeliharaan udang vaname dilakukan setiap minggu dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16 VSS pada media pemeliharaan udang vaname dengan sistem bioflok menggunakan sumber karbon berbeda.

Nilai TSS (Total suspended solid) serta VSS (Volatile suspended solid) yang diperoleh selama masa pemeliharaan menunjukkan nilai konsentrasi yang semakin meningkat pada masa akhir pemeliharaan.

Hasil pengukuran dari volume flok selama masa pemeliharaan udang vaname dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17 Volume flok pada media pemeliharaan udang vaname dengan sistem bioflok menggunakan sumber karbon berbeda.

25 Volume flok pada semua perlakuan meningkat hingga akhir masa pemeliharaan udang vaname.

Hasil pengukuran parameter kualitas air pada media pemeliharaan udang vaname selama masa pemeliharaan berupa suhu, DO, pH, salinitas, alkalinitas serta BOD pada media pemeliharaan udang vaname dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Kisaran parameter kualitas air berupa suhu, DO (Dissolved Oxygen), pH, salinitas, alkalinitas serta BOD (Biological Oxygen Demand) pada media pemeliharaan udang vaname yang dipelihara.

Kualitas air Perlakuan

Kontrol Molase Tapioka Dedak Onggok

Suhu (oC) 27.2 - 29.6 (28.0) 27.3 - 29.6 (28.0) 27.3 - 29.5 (28.2) 27.3 - 29.5 (28.1) 27.3 - 29.4 (28.1) DO (mg/ L) 5.6 - 7.0 (6.3) 5.4 - 7.3 (6.0) 5.5 - 7.3 (6.1) 5.5 - 7.4 (6.1) 4.6 - 7.2 (6.1) pH 7.0 - 8.2 (7.4) 7.0- 8.1 (7.3) 6.9 - 8.1 (7.2) 6. 9 - 8.1 (7.2) 6.9 - 8.1 (7.2) Salinitas (g/ L) 29.0 - 30.0 (30.0) 29.0 - 30.0 (30.0) 29.0 - 30.0 (30.0) 29.0 - 30.0 (30.0) 29.0 - 30.0 (30.0) Alkalinitas (mg/ L) 92.0 - 180.0 (126.2) 92.0 - 180.0 (122.3) 108.0 - 180.0 (130.7) 72.0 - 160.0 (114.7) 84.0 - 172.0 (116.0) BOD (mg/ L) 0.7 - 3.9 (2.4) 0.4 - 4.7 (2.6) 0.6 - 4.3 (2.5) 0.7 - 4.3 (2.6) 0.5 - 4.7 (2.5)

Parameter Produksi Budidaya

Laju Pertumbuhan Spesifik, Konversi Pakan, Tingkat Kelangsungan Hidup dan Bobot Rata-Rata

Laju pertumbuhan spesifik dari udang vaname selama masa pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 18.

Gambar 18 Laju pertumbuhan spesifik udang vaname yang dipelihara dengan sistem BFT dengan sumber karbon yang berbeda.

26

Laju pertumbuhan spesifik (SGR) dari udang vaname selama masa pemeliharaan menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata antara perlakuan tanpa karbon dengan semua perlakuan.

Konversi pakan (FCR) yang diperoleh selama masa pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 19.

Gambar 19 Konversi pakan udang vaname yang dipelihara dengan sistem BFT dengan sumber karbon yang berbeda.

Konversi pakan pada perlakuan tanpa karbon memiliki nilai tertinggi diantara semua perlakuan. Perlakuan tanpa karbon (1.67±0.10) berbeda nyata dengan perlakuan tapioka (1.41±0.13) dan onggok (1.44±0.13).

Tingkat kelangsungan hidup dari udang vaname selama masa pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 20.

Gambar 20 Tingkat kelangsungan hidup udang vaname yang dipelihara dengan sistem BFT dengan sumber karbon yang berbeda.

Tingkat kelangsungan hidup udang vaname selama pemeliharaan pada perlakuan tanpa karbon memiliki nilai terendah diantara semua perlakuan. Perlakuan tanpa karbon (84.17±3.20%) berbeda nyata dengan perlakuan onggok (92.50±5.00%).

27 Bobot rata-rata (ABW) dari udang vaname selama masa pemeliharaan dapat

Dokumen terkait