• Tidak ada hasil yang ditemukan

LEPASAN AROMA

3.1 BAHAN DAN ALAT

Bahan yang digunakan untuk pembuatanskin lotionpada dasarnya terdiri dari dua fase, yaitu fase air dan minyak. Fase air terdiri dari bahan-bahan yang larut dalam air, sedangkan fase minyak terdiri dari bahan-bahan yang larut dalam minyak. Fase minyak terdiri dari asam stearat, minyak mineral (parafin cair), dan setil alkohol. Sedangkan fase air terdiri dari karagenan, gliserin, siklodekstrin, TEA, dan aquades. Kemudian, bahan lain yang diambahkan untuk menyempurnakan karakter skin lotion ini adalah kitosan, metil paraben, dan parfum minyak kenanga. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatanskin lotionmerupakan modifikasi dari bahan yang dituliskan oleh Nussinovitch (1997) dan modifikasi dari bahan pembuatanskin lotion oleh Teknologi Hasil Perairan dari Razi (2009). Bahan-bahan lain adalah yang digunakan untuk analisis, di antaranya aquades, media PCA, dan garam fisiologis.

Sedangkan alat-alat yang digunakan adalah peralatan gelas untuk pembuatan produkskin lotion, oven 50oC,magnetic stirrer, spatula, termometer, dan pemanas. Alat lain yang digunakan adalah alat-alat yang digunakan untuk analisis, di antaranya pH meter, viscometerBrookfield Engineering Labs, cawan, oven 45oC, cawan petri, peralatan gelas, ruang uji organoleptik, pemanas, inkubator, dan unit Pyrolisis Gas Chromatography-Mass Spectrometry (PyGC-MS) yang berada di Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor), Mabes Polri dengan merek Agilent GC seri 6980, MS seri 5973, Amerika.

3.2 METODOLOGI

Metode penelitian yang digunakan dibagi dalam tiga tahap. Tahap I merupakan tahap pendahuluan yaitu pembuatan skin lotion dengan/tanpa penambahan siklodekstrin, tahap II adalah tahap analisis karateristikskin lotionsetelah penambahan siklodekstrin, kemudian tahap III adalah analisis yang berkenaan dengan pengontrolan pelepasan aroma.

3.2.1 Tahap I

Tahap I adalah tahap pembuatanskin lotiondengan/tanpa penambahan siklodekstrin. PadaTabel 6disajikan formulasi yang digunakan pada pembuatanskin lotion. Formulasi ini merupakan modifikasi dari Nussinovitch (1997) dan Razi (2009).

14 Tabel 6. FormulasiSkin Lotion(basis = 40 gram)

Bahan Banyaknya (% b/b) Berat (gr)

Fase Minyak Asam Stearat 4 1,6 Parafin Cair 3 1,2 Setil Alkohol 2 0,8 Fase Air Gliserin 3 1,2 Triethanolamin (TEA) 2 0,8 Karagenan 0,1 0,04 Aquades s.d. 100 s.d. 40 Kitosan 0,1 0,04 Metil paraben 0,1 0,04

Parfum (Minyak Kenanga) 0,16 0,064

Pada fase air ditambahkan pula siklodekstrin dengan 5 perlakuan konsentrasi yaitu 0; 0,2; 0,5; 0,8; dan 1 %. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatanskin lotiondipisahkan dalam dua bagian yaitu bahan yang larut minyak (fase minyak atau sediaan 1) dan bahan yang larut dalam air (fase air atau sediaan 2). Bahan-bahan yang termasuk fase minyak antara lain asam stearat, parafin cair, dan setil alkohol. Bahan-bahan yang termasuk fase air antara lain gliserin, TEA, karagenan, dan aquades.

Sediaan 1 dan 2 dipanaskan sambil diaduk pada suhu 70-75oC, selama ±10 menit untuk sediaan 1 dan ±25 menit untuk sediaan 2, hingga masing-masing sediaan mencapai kondisi yang homogen. Sediaan 1 dan 2 dicampur dan diaduk sampai campuran tersebut homogen, kemudian didinginkan sampai mencapai suhu 35oC (sediaan 3). Setelah itu, metil paraben, minyak kenanga, dan kitosan dicampurkan dalam sediaan 3 lalu dilakukan pengadukan dengan stirrer selama kurang lebih satu menit. Diagram alir pembuatan skin lotiondisajikan padaGambar 8.

15 Gambar 8. Diagram alir pembuatanskin lotion

Setelah produk jadi, seluruh sampel disimpan pada kondisi penyimpanan yang sama selama 30 hari pada suhu 50oC pada keadaan tertutup dan terbuka. Penyimpanan pada suhu ini ditujukan untuk mempercepat waktu analisis dalam menduga stabilitasskin lotionselama masa penyimpanan. Pemilihan ini dikarenakan pada suhu tersebut merupakan suhu ekstrim bagi produk emulsi sehingga banyak hal yang terjadi terhadap produk emulsi. Pada suhu ruang, umumnya emulsi lebih stabil untuk jangka waktu yang lama.

3.2.2 Tahap II

Untuk mengetahui bagaimana karakteristik skin lotion sebelum dan sesudah penambahan siklodekstrin pada berbagai perlakuan konsentrasi, dilakukan beberapa analisis yang merujuk kepada SNI 16-4399-1996 yang telah disebutkan dalam Bab II. Berikut beberapa analisis yang dilakukan :

a. Analisis pH (Sudarmadji 1989)

Uji derajat keasaman ini dilakukan dengan menggunakan pH meter yang sebelumnya telah dikalibrasi pada pH 4 dan pH 7. Sampel sebanyak 2 gram ditimbang dan dilarutkan dengan 20 ml air suling, lalu nilai pH dihitung dengan pH meter. b. Analisis Viskositas (Simanjuntak 2000)

Sampel sebanyak 100 gram dimasukkan dalam wadah kemudian diukur viskositasnya dengan menggunakanviscometerBrookfield Engineering Labs (spindel

16 3) dengan kecepatan 30 rpm. Faktor koreksi untuk spindel 3 adalah 40. Viskositasnya (cP) adalah angka hasil pengukuran x faktor konversi.

c. Analisis Stabilitas Emulsi (Benett 1947)

Pengukuran sampel bahan emulsi dimasukkan dalam wadah dan ditimbang beratnya. Wadah dan bahan tersebut dimasukkan dalam oven dengan suhu 45oC selama 1 jam kemudian dimasukkan dalam pendingin bersuhu di bawah 0oC selama 1 jam kemudian dikembalikan lagi ke oven pada suhu 45oC selama 1 jam. Pengamatan dilakukan terhadap kemungkinan terjadinya pemisahan air dari emulsi. Bila terjadi pemisahan, emulsi dikatakan tidak stabil dan tingkat kestabilannya dihitung berdasarkan presentasi fase terpisahkan terhadap emulsi keseluruhan (Mitsui 1997). Stabilitas emulsi dapat dihitung berdasarkan rumus berikut:

(%) = 100% − 100%

d. Analisis Total Mikroba (SNI 19-2897-1992)

Pengukuran total mikroba berdasarkan SNI 19-2897-1992 adalah secara aseptis, lotion ditimbang sebanyak 1 gram dan dimasukkan ke dalam larutan pengencer kemudian dihomogenkan. Pengenceran dilakukan sampai 10-3. Sebanyak 1 ml dari sampel, diinokulasikan pada cawan petri steril. Media Plate Count Agar (PCA) yang steril pada suhu 45–55oC dituangkan pada cawan petri sebanyak 10–15 ml. Cawan petri digoyang dan dibiarkan memadat. Inkubasi dilakukan pada suhu kamar selama 48 jam. Jumlah koloni yang tumbuh dilaporkan sebagai total mikroba. e. Uji Hedonik (Rahayu 1998)

Pada uji hedonik atau uji kesukaan, panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya ketidaksukaan, di samping itu, mereka juga mengemukakan tingkat kesukaan atau ketidaksukaan. Tingkat-tingkat kesukaan ini disebut sebagai skala hedonik. Panelis yang digunakan sebanyak 30 orang panelis agak terlatih dengan 5 sampel yang diuji. Kelima sampel yang diuji merupakan produk-produkskin lotionyang baru dibuat. Contoh uji hedonik disajikan secara acak dan dalam memberikan penilaian, panelis tidak boleh mengulang-ulang penilaian atau membanding-bandingkan contoh yang disajikan. Karena panelis yang digunakan agak terlatih, maka penyajian contoh dilakukan sekaligus dengan formulir isian seperti pada

Lampiran 1. 3.2.3 Tahap III

a. Uji Rangking

Uji sensori merupakan identifikasi, pengukuran secara ilmiah, analisis, dan interpretasi dari elemen-elemen pada suatu produk yang dapat dirasakan oleh panca indera. Uji sensori pada penelitian ini menggunakan uji rangking yang digunakan untuk mengetahui penilaian 25 panelis agak terlatih terhadap intensitas (kekuatan) aroma dari 5 sampel. Formulir isian pada uji rangking disajikan pada Lampiran 2. Sampel yang paling tinggi intensitasnya diberi ranking 1, yang kedua rangking 2, sampai yang paling rendah diberi rangking 5. Uji sensori dilakukan setelah 1 bulan

17 penyimpanan produk skin lotion pada suhu 50oC, dilakukan pada produk yang disimpan tertutup dan terbuka.

b. UjiPyrolisis Chromatography Gas–Mass Spectrometry(PyGC-MS)

Metode ini menggunakan gabungan antara pirolisis, kromatografi gas, dan spektrometri massa. Sampel diambil untuk terlebih dahulu dimasukkan dalam unit pirolisis. Sampel dimasukkan dalam cawan berukuran kecil kemudian dimasukkan dalam unit pirolisis untuk kemudian dipanaskan pada suhu 400oC selama 15 menit. Kemudian, setelah fase skin lotion berubah menjadi fase gas, maka bahan dihembuskan dalam kolom pada unit kromatografi gas oleh gas pengemban (helium), dan berakhir pada unit spektrometri massa. Kondisi-kondisi yang digunakan pada alat PyGC-MS terlampir padaLampiran 3.

18

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dokumen terkait