• Tidak ada hasil yang ditemukan

BIODATA PENULIS

2.1 SKIN LOTION

Perawatan kulit kosmetik dan toiletries terus berkembang. Setelah beberapa tahun, dengan pengenalan material baru ditambah dengan kemajuan pada teknologi surfaktan atau emulsi, pengembangan produk dengan fungsi dan daya tarik yang baik terus berkembang (Butler 2000).

Skin lotion termasuk golongan kosmetika pelembap kulit yang terdiri dari berbagai minyak nabati, hewani, maupun sintetis yang dapat berfungsi sebagai lemak buatan pada permukaan kulit. Lemak ini melenturkan lapisan kulit yang kering dan kasar, serta mengurangi penguapan air dari sel kulit, namun tidak dapat mengganti seluruh fungsi dan kegunaan dari kulit. Kosmetika pelembap kulit umumnya berbentuk sediaan cairan minyak atau campuran minyak dalam air yang dapat ditambahi atau dikurangi zat tertentu untuk tujuan khusus (Wasitaatmadja 1997).

Lotionpelembap berfungsi menyokong kelembapan dan daya tahan air pada lapisan kulit sehingga dapat melembutkan dan menjaga kehalusan kulit tersebut (Mitsui 1997). Lotion didefinisikan sebagai campuran dua fase yang tidak bercampur, distabilkan dengan sistem emulsi, dan berbentuk cairan yang dapat dituang jika ditempatkan pada suhu ruang (Schmitt 1992). Hand and body lotion umumnya berbentuk emulsi minyak dalam air (o/w), dimana minyak merupakan fase terdispersi (internal) dan air merupakan fase pendispersi (eksternal). Tipeskin lotionumumnya terdiri dari 10-15% fase minyak, 5-10% humektan, dan 75-85% fase air. Karakteristik dasarnya mempunyai kemampuan melembapkan kulit dengan segera dan mengurangi kekeringan kulit atau gejala kulit kering (Balsamet al. 1972).

Pelembap kulit yang baik harus memenuhi persyaratan mutu yang terdapat di SNI 16- 4399-1996 padaTabel 1.

Tabel 1. Syarat mutu sediaan tabir surya

No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1. Penampakan - Homogen

2. pH - 4,5-8,0

3. Bobot jenis, 25oC g/ml 0,95-1,05

4. Viskositas 25oC cP 2000-50000

5. Cemaran Mikroba koloni/gram Maks 102

Sumber : SNI 16-4399-1996

2.2 BAHAN-BAHAN PENYUSUNSKIN LOTION

Bahan penyusun skin lotion terdiri dari asam stearat, mineral oil, setil alkohol, triethanolamin, gliserin, air murni, pengawet, dan pewangi yang disusun berdasarkan persentase berat dalam formulasi (Nussinovitch 1997).Asam stearat (C16H32O2) merupakan asam lemak yang terdiri dari rantai hidrokarbon, diperoleh dari lemak dan minyak yang dapat dimakan, dan berbentuk serbuk berwarna putih. Asam stearat mudah larut dalam kloroform, eter, etanol, dan tidak larut dalam air. Bahan ini berfungsi sebagai pengemulsi dalam sediaan kosmetika (Departemen Kesehatan Republik Indonesia 1993). Warna putih dapat dihasilkan oleh

4 pemakaian asam stearat. Semakin besar pemakaian asam stearat, maka warna putih akan semakin berkilau (Barnett 1972).

Emulsi yang baik memiliki sifat tidak berubah menjadi lapisan-lapisan, tidak berubah warna, dan tidak berubah konsistensinya selama penyimpanan. Emulsi yang tidak stabil terjadi karena masing-masing fase cenderung bergabung dengan fase sesamanya membentuk suatu agregat yang akhirnya dapat mengakibatkan emulsi pecah (Suryaniet al. 2000).

Minyak mineral (parafin cair)adalah campuran hidrokarbon cair yang berasal dari sari minyak tanah. Minyak ini merupakan cairan bening, tidak berwarna, tidak larut dalam alkohol atau air, jika dingin tidak berbau dan tidak berasa namun jika dipanaskan sedikit berbau minyak tanah. Minyak mineral berfungsi sebagai pelarut dan penambah viskositas dalam fase minyak (Departemen Kesehatan Republik Indonesia 1993).

Pada kosmetik, minyak mineral luas digunakan pada eye shadow, lipstick, lip gloss, makeup wajah, produk pembersih, krim, dan lotion (Nikitakis 1988 dalam Smolinske 1992). Aplikasi selaput tipis dari bahan oklusif seperti minyak atau lilin, membuat kulit terasa lembut dan halus. Bahan-bahan ini, umumnya dikenal dengan sebutan emollients, yang seringkali mengurangi TEWL (Transepidermal Water Loss) yang cenderung meningkatkan kandungan air pada stratum corneum. Perubahannya yang cepat pada gejala kulit yang kering dapat dihubungkan dengan kemampuannya untuk mengisi celah pada lapisan tanduk dan glue down cornecytesyang menonjol (Butler 2000).

Setil alkohol (C16H33OH) merupakan butiran yang berwarna putih, berbau khas lemak, rasa tawar, dan melebur pada suhu 45-50oC. Setil alkohol larut dalam etanol dan eter, namun tidak larut dalam air. Bahan ini berfungsi sebagai pengemulsi, penstabil, dan pengental (Departemen Kesehatan Republik Indonesia 1993). Setil alkohol adalah alkohol dengan bobot molekul tinggi yang berasal dari minyak dan lemak alami atau diproduksi secara petrokimia. Bahan ini termasuk ke dalam fase minyak pada sediaan kosmetik. Pada formulasi produk, setil alkohol yang digunakan kurang dari 2%. Setil alkohol merupakan lemak putih agak keras yang mengandung gugusan kelompok hidroksil dan digunakan sebagai penstabil emulsi pada produk emulsi seperticreamdanlotion(Mitsui 1997).

Setil alkohol digunakan sebagai emulsifier, agen opasitas, emollient, agen peningkat viskositas, dan penyokong busa pada kosmetik dan farmasi. Tipe produk yang menggunakan setil alkohol termasuk produk untuk mata, bedak wangi, kondisioner rambut,lipstick,makeup, krim danlotion, serta produk pembersih (Nikitakis 1988 dalam Smolinske 1992). Setil alkohol diketahui dapat menyebabkan reaksi hipersensitivitas (alergi) pada pasien dengan kulit stasis atau kakiulcersyaitu 5,4% dari 116 kasus (Van Ketel dan Wemer 1983 dalam Smolinske 1992). Reaksi hipersensitivitas pada setil alkohol disinyalir berhubungan dengan ketidakmurnian produk (Hannuksela dan Salo 1986 dalam Smolinske 1992).

Triethanolamin ((CH2OHCH2)3N) atau TEA merupakan cairan tidak berwarna atau berwarna kuning pucat, jernih, tidak berbau atau hampir tidak berbau, dan higroskopis. Cairan ini dapat larut dalam air dan etanol tetapi sukar larut dalam eter. TEA berfungsi sebagai pengatur pH dan pengemulsi pada fase air dalam sediaan skin lotion(Departemen Kesehatan Republik Indonesia 1993). TEA merupakan bahan kimia organik yang terdiri dari amina dan alkohol dan berfungsi sebagai penyeimbang pH pada formulasiskin lotion. TEA tergolong dalam basa lemah (Frauenkronet al.2002).

Gliserin atau gliserol mengandung tidak kurang dari 95% dan tidak lebih dari 100% C3H8O3. Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1993), gliserin berupa cairan kental, tidak berwarna, berasa manis, dan higroskopis. Terbuat dari bahan-bahan lemak alami

5 tanaman dan hewan. Gliserin dapat digunakan sebagai pelarut maupun zat pelarut. Gliserin diklasifikasikan sebagai humektan, pemlastis, pelarut, dan agen tonik pada produk farmasi. Pada kosmetik, gliserin digunakan sebagai pendenaturisasi dan humektan pada berbagai macam produk, seperti kondisioner dan pewarna rambut, produk makeup, pencuci mulut, penyegar napas, lotion setelah bercukur, krim cukur, krim, lotion, dan lulur (Smolinske 1992). Bahan higroskopis tertentu yang dikenal sebagai humektan, dapat menyeimbangkan air pada lapisan tanduk dan menjaganya pada matriks lemak interseluler. Air ini dapat datang dari air pada formulasi akhir dan lapisan epidermis bagian bawah bukannya dari lingkungan luar (Butler 2000).

Air murnimerupakan komponen yang paling besar persentasenya dalam pembuatanskin lotion. Air murni hanya mengandung molekul air saja dan dideskripsikan sebagai cairan jernih, tidak berwarna, tidak berasa, memiliki pH 5.0 dan 7.0, dan berfungsi sebagai pelarut (Departemen Kesehatan Republik Indonesia 1993). Air yang digunakan harus didestilasi atau dihilangkan garam-garamnya dengan ion exchanger. Sisa-sisa besi dan tembaga sangat berbahaya karena mempercepat terjadinya ketengikan. Karena kandungan minyak tumbuhannya yang tinggi, preparat pelembap ini mudah menjadi tengik. Kosmetik pelembap harus dilindungi dari mikroorganisme dan jamur dengan penambahan bahan pengawet (Tranggono dan Latifah 2007). Manfaat air dalam produk kosmetik adalah membantu penyebaran produk dan pencampuran bahan-bahan lainnya dalam larutan kosmetik. Air dapat pula mengembalikan kelembapan kulit, ini merupakan hal yang penting, mengingat air merupakan bagian mayoritas dalam sel kulit manusia (Edgar 2008).

Metil paraben atau nipagin digunakan sebagai pengawet dalam kosmetik, produk makanan, dan formula farmasi. Metil paraben dapat digunakan sendiri ataupun dengan kombinasi paraben lainnya, atau zat antimikroba lain. Bentuk metil paraben adalah kristal tak berwarna, serbuk kristal putih, dan tidak berbau. Metil paraben merupakan metil ester dari asam p-hidroksibenzoat. Metil paraben mempunyai aktivitas antimikroba pada pH 4-8. Efek pengawetan akan menurun sebanding dengan meningkatnya pH. Metil paraben memiliki keaktifan paling lemah dari seluruh paraben. Aktivitasnya akan meningkat dengan bertambahnya panjang rantai dari alkil. Aktivitasnya dapat diperbaiki dengan mengombinasikan dengan paraben lain. Metil paraben larut dalam etanol, eter, propilen glikol dan metanol, tidak larut dalam parafin cair dan air, larut dalam air hangat, aktivitas antimikroba dari metil paraben menurun dengan keberadaan surfaktan non ionik seperti polisorbat 80 (Wade dan Weller 1994).

Sangat penting untuk menggunakan parfum yang stabil untuk tidak mengiritasi pada kondisi alkali dan tidak mudah teroksidasi atau menguap. Konsentrasi parfum yang digunakan pada produk beragam, tapi apabila konsentrasinya terlalu rendah, akan menyebabkan aromanya tidak nampak. Di sisi lainnya, bila konsentrasi terlalu tinggi, akan menghasilkan bau yang terlalu menyengat dan dapat menyebabkan gumpalan-gumpalan, terutama pada sediaan bedak. Dapat pula menyebabkan iritasi pada kulit. Biasanya konsentrasi parfum kisaran 0,2 dan 1% masih dapat diterima (Singh 2010).

Bahan lain yang digunakan pada pembuatan skin lotion adalah karagenan dan kitosan.

Karagenan adalah nama umum dari golongan polisakarida yang diperoleh secara komersial melalui proses ekstraksi dari spesies alga merah (Rhodophyceae) tertentu, antara lainGigartina, Chondrus, Iridaea, dan Euchema. Karagenan terdiri dari galaktosa linier dengan kandungan sulfat yang bervariasi antara 15% dan 40%. Karagenan telah digunakan secara komersial sebagai pembuat gel, pengental, dan penstabil terutama pada makanan seperti susu coklat, keju, produk instan, yoghurt, jelly, makanan ternak, dan saus. Selain itu, karagenan juga digunakan pada

6 industri farmasi, kosmetik, tekstil, bioteknologi, dan industri lainnya (Van de Velde dan De Ruiter 2004).

Karagenan digunakan padagel, krim, lotion, perawatan rambut, serta produk kulit dan tubuh. Gel karagenan meningkatkan kestabilan emulsi dengan menjaga droplet minyak dan mencegah pemisahan bahan yang tidak larut (non soluble) seperti pigmen (Anonim 2007). Selain itu, konon petaniIrish Mosscenderung memiliki kulit yang halus akibat seringnya kontak langsung antara kulit petani dengan rumput laut tersebut. Hal ini karena karagenan diduga berinteraksi dengan karoten pada manusia untuk menghasilkan kulit yang halus. Karena alasan ini, karagenan juga seringkali digunakan dalam produk kosmetik untuk menjaga kehalusan kulit (Anonim 2004).

Kitosan merupakan polisakarida linear dengan komposisi distibusi acak dari β-(1-4)- linked D-glukosaamina. Dapat digunakan sebagai pengawet karena sifat-sifat yang dimilikinya yaitu dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak. Berbagai hipotesa yang sampai saat ini masih berkembang mengenai mekanisme kerja kitosan sebagai pengawet adalah kitosan memiliki afinitas yang sangat kuat dengan DNA mikroba (Hadwiger dan Loschke, 1981 dalam Hardjito 2006). Kitosan mampu mempercepat proses regenerasi kulit, karenanya sering digunakan sebagai obat luka bakar. Kitosan adalah gum kationik alami yang telah digunakan pada berbagai jenis kosmetik, terutama pada perawatan rambut dan kulit dan personal care lainnya (Muzzarelli 1983 dalam Champagne 2008). Ketika digunakan pada kulit, kitosan membentuk perlindungan dan lapisan elastik yang melembapkan, hal ini membuat kitosan berfungsi sebagai pelembap padalotionatausunscreens(Gossen 1997).

Tabel 2. Aplikasi kitosan pada kosmetik No. Aplikasi Kitosan

1 Pelarut yang baik dalam aplikasi kosmetik 2 Fungicidaldanfungistatic

3 Menyerap bahaya radiasi ultraviolet 4 Meningkatkan kehalusan dan kelembutan Sumber : Dutta,et al. (2004)

Dokumen terkait