• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerangka Penelitian

Kerangka penelitian yang direncanakan (Gambar 2) meliputi peremajaan dan seleksi aktinomiset baik in-vitro maupun in-planta pada tanaman padi.

Gambar 2 Diagram alur penelitian.

Uji Fiksasi Nitrogen dengan Metode Reduksi Asetilen

Uji Produksi Amonia dengan Metode Nessler

(Mahendra & Alvarez-Cohen 2005) Peremajaan Isolat Aktinomiset

Uji Kemampuan Aktinomiset Endofit dalam Penambatan N2 secara In-Vitro

Kemampuan Tumbuh di Media Bebas Nitrogen

(Phillips et al. 2000)

Uji Kemampuan Aktinomiset Endofit dalam Penambatan N2 secara In-Planta

Isolat Aktinomiset Endofit

Isolat Aktinomiset Endofit Terpilih Secara In-Vitro

Uji Kandungan Nitrogen pada Padi dengan Metode

Kjeldahl (ACIAR 1990)

Pengukuran Pertumbuhan Vegetatif Padi meliputi Tinggi tanaman padi,

Jumlah Anakan, Panjang Akar, Warna Daun dan Bobot Kering

Tanaman

Isolat Aktinomiset Endofit Penambat Nitrogen Terpilih

Pengamatan Mikroskopis Jaringan Akar Padi (Patriquin & Doberainer 1978)

16

Rancangan Percobaan

Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan dua faktor yaitu perlakuan isolat aktinomiset endofit yang terpilih secara in-vitro dan dosis pupuk urea pada tanah steril dan tidak steril. Faktor perlakuan isolat aktinomiset endofit terpilih terdiri atas tiga taraf yaitu tanpa inokulasi (K), penambahan isolat aktinomiset endofit terpilih 1 (SSW-02) (S), dan penambahan isolat aktinomiset endofit terpilih 2 (AB131-2) (A). Faktor dosis pupuk urea terdiri tiga taraf yaitu penggunaan dosis pupuk NPK sesuai standar (1) sebesar 200 kg Urea/Ha: 100 kg SP-36/Ha: 100 kg KCl/Ha, setengah dosis standar pupuk Urea (0.5) dan tanpa pupuk Urea (0). Setiap perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali, sehingga jumlah plot percobaan dalam penelitian kali ini adalah 3 x 3 x 2 x 3 = 54 plot.

Berdasarkan rancangan acak lengkap faktorial yang telah disusun dengan tiga faktor perlakuan dapat diuraikan suatu model linear seperti di bawah ini:

Y ijkl= + αi + ßj + (αß)ij+ εijk i = 1,2,3 ; j = 1,2,3

Y ij = Nilai pengamatan pada satuan percobaan ke–l dengan kombinasi perlakuan ijk (taraf ke–i faktor perlakuan isolat aktinomiset endofit, taraf ke–j faktor dosis pupuk urea);

= Rataan umum;

αi = Pengaruh perlakuan isolat aktinomiset endofit taraf ke- i; ßj = Pengaruh dosis pupuk urea taraf ke-j;

(αß)ij = Pengaruh perlakuan isolat aktinomiset endofit taraf ke- i dan penambahan dosis urea taraf ke-j;

εij = Pengaruh galat dari satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi perlakuan ij.

Bahan

Mikrob yang digunakan dalam percobaan ialah 10 isolat aktinomiset endofit yang merupakan kelompok Streptomyces yaitu AB131-2, PS4-16, Impara 6A, AB131-1, AB131-3, A Fat, Membramo A, LSW-05, LBR-02, dan SSW-02 koleksi

17

Laboratorium Mikrobiologi IPB. Enam isolat aktinomiset yaitu AB131-1, AB131-2, AB131-3, Impara 6A, A Fat, Membramo A merupakan aktinomiset endofit asal berbagai varietas tanaman padi yang ditanam di kebun percobaan Muara BB-Padi, Bogor, sedangkan empat lainnya PS4-16, LSW-05, LBR-02, dan SSW-02 merupakan isolat aktinomiset asal tanah hutan di Kalimantan (Yusepi 2011). Benih padi yang digunakan adalah benih padi varietas IR-64 yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanah, Litbang Pertanian Bogor. Mikrob telah diuji berdasarkan kemampuan menghasilkan indol acetic acid (IAA), pelarutan fosfat, kitinase, HCN, dan anti mikrob (Yusepi 2011; Hastuti 2012).

Isolat aktinomiset yang diperoleh dari penelitian sebelumnya ditumbuhkan pada media peremajaan isolat sebagai kultur utama dan dilakukan penyiapan

working culture serta seed culture untuk peremajaan isolat kembali. Media peremajaan isolat aktinomiset yang digunakan yaitu media Yeast Extract Starch Agar (YSA) dengan komposisi media dalam 1 L terdiri atas 15 g pati terlarut, 4 g ekstrak khamir, 15 g bacto agar, 0.5 g K2HPO4 dan 0.5 g MgSO47 H2O dan

diinkubasi pada suhu ruang selama 14 hari.

Pada penelitian kali ini juga dibutuhkan media bebas nitrogen untuk pengujian penambatan nitrogen secara biologi dengan komposisi media dalam 1L terdiri atas komponen utama yaitu 1 g K2HPO4, 3 g KH2PO4, 0.065 g MgSO4, 0,01 g FeCl36H2O, 0.07 g CaCl22 H2O, 5 g dekstrosa dan komponen minor yaitu 240 g

Na2MoO42H2O, 3 g H3BO4, 1,83 g MnSO4H2O, 2λ0 g ZnSO47H2O, 130 g CuSO45H2O dan 120 g CoCl26H2O (Phillips et al. 2000).

Media bebas nitrogen tersebut dipergunakan untuk seleksi aktinomiset dan pengukuran penambatan N2 secara in-vitro, sedangkan untuk produksi isolat aktinomiset untuk pengujian in-planta digunakan media modified molasses-soy bean meal dalam 1 L terdiri atas 1 g molase, 2 g CaCo3, 1 g urea, 1 g SP-36, 1 g KCl, 1 g MgSO47H2O, 1 g NaCl, 0,001 g FeSO47H2O, 0,001 g MnCl27H2O, 0,001 g ZnSO47H2O, bubuk kedelai 0,5% (g/v) (Ulya 2009).

Benih padi yang digunakan dalam pengujian isolat aktinomiset endofit secara

in-planta ialah benih padi varietas IR64. Media semai padi yang digunakan berupa campuran antara tanah dan kompos steril dengan perbandingan 1:1, serta media

18

penanaman padi berupa tanah ultisol Cimanggu, Bogor sebanyak 5 kg tanah per pot.

Peremajaan dan Pengamatan Mikroskopis Aktinomiset Endofit

Peremajaan isolat aktinomiset endofit dilakukan dengan menggoreskan koloni isolat aktinomiset endofit pada media Yeast Extract Starch Agar (YSA). Masa inkubasi isolat aktinomiset tersebut 14 hari pada suhu ruang. Media tersebut digunakan untuk mendukung pertumbuhan isolat aktinomiset secara optimal. Pengamatan morfologi mikroskopis aktinomiset endofit dilakukan menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 400 x.

Pengukuran Bobot Kering Sel Aktinomiset

Kultur aktinomiset yang telah ditumbuhkan pada media uji berupa media bebas nitrogen disentrifugasi dengan kecepatan 4000 x g (10000 rpm) pada suhu 4°C selama 30 menit. Kultur hasil sentifugasi disaring dengan menggunakan kertas saring hingga terpisah antara bagian pelet dan supernatan. Pelet dikeringkan di dalam oven selama 6 jam pada suhu 70°C, lalu ditimbang hingga konstan. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali ulangan.

Uji Kemampuan Aktinomiset Endofit dalam Penambatan N2 secara In-Vitro

Kemampuan Tumbuh di Media Bebas Nitrogen (Phillips et al. 2000).

Dalam seleksi isolat aktinomiset endofit yang berpotensi dapat melakukan penambatan N2 secara biologi dilakukan penginokulasian isolat aktinomiset pada media padat bebas nitrogen (Phillips et al. 2000).

Uji Penambatan Nitrogen dengan Metode Reduksi Asetilen. Kultur

aktinomiset endofit umur 5 hari sebanyak 2 cakram ( 5 mm) diinokulasikan pada media cair bebas nitrogen sebanyak 20 ml pada botol vial 50 ml selama 15 hari. Setelah masa inkubasi, botol vial ditutup dengan serum stopper dan 10% (3ml) dari

headspace tabung diinjeksi dengan C2H2 murni. Kultur diinkubasi pada suhu 30ºC selama 2 jam dan dilakukan pengamatan jumlah etilen yang terukur dengan menggunakan kromatografi gas merk Hitachi kolom porapak-N dengan kondisi operasi: suhu injektor 110C; suhu kolom 60C; suhu detektor 110C; aliran gas pembawa fluoride 45 ml/menit.

19

Uji Produksi Amonia dengan Metode Nessler (Mahendra & Alvarez- Cohen 2005). Kultur aktinomiset endofit umur 5 hari sebanyak 2 cakram ( 5 mm)

diinokulasikan pada 20 ml media cair bebas nitrogen pada botol bertutup dan diinkubasi pada inkubator bergoyang dengan kecepatan 125 rpm pada suhu ruang selama masa penambatan N2 15 hari pada suhu 30C. Penambahan 0.125 ml pereaksi Nessler (50 g KI, 22 g HgCl2, 500 ml larutan NaOH 5 M) dilakukan pada 5 ml kultur aktinomiset endofit. Pembentukan warna kuning hingga coklat menunjukkan reaksi positif terbentuknya ammonia dan kemudian dilakukan

pengukuran dengan spektrofotometer pada = 500 nm. Pengukuran amonia pada

media uji tanpa inokulasi digunakan sebagai kontrol, sedangkan 0-5 ppm NH3 digunakan dalam pembuatan kurva standar. Pola produksi amonia pada isolat aktinomiset endofit terpilih juga diamati tiap 5 hari hingga hari ke-15.

Uji Kemampuan Aktinomiset Endofit dalam Penambatan N2 secara In-Planta

Aplikasi Isolat Aktinomiset Endofit Terpilih secara In-Planta pada Tanaman Padi. Benih padi varietas IR-64 yang akan digunakan dalam pengujian ini, sebelum diberi perlakuan dan ditanam, terlebih dahulu harus dilakukan sterilisasi permukaan. Benih padi disterilisasi terlebih dahulu dengan alkohol 95% selama 20 detik kemudian dilakukan pembilasan tiga kali dengan air steril. Benih padi steril direndam pada 0.2% HgCl2 selama 8 menit, dilanjutkan pembilasan dan perendaman dalam air steril sebanyak enam kali dan dilanjutkan dengan perendaman dalam air steril selama 12 jam untuk merangsang perkecambahan.

Pembuatan inokulan dilakukan dengan menginokulasi sebanyak 5 cakram ( 5 mm) koloni aktinomiset endofit terpilih ke dalam 200 ml media modified molasses-soy bean meal (Ulya 2009) dan diinkubasi selama 15 hari. Kultur dipanen menggunakan sentrifugasi dengan kecepatan 1047 x g (10000 rpm) selama 15 menit pada suhu 4C untuk memisahkan supernatan dan pelet untuk pengukuran bobot basah aktinomiset.

Bobot basah aktinomiset yang diperoleh sebesar 2 gram tiap isolat diinokulasikan ke dalam benih padi yang telah dilakukan sterilisasi permukaan dengan metode perendaman (seed dressing) selama 15 menit. Pemeliharaan dilakukan dengan menyiram persemaian agar tetap lembab. Bibit padi yang tumbuh sehat dan homogen dipindahkan ke pot-pot percobaan sebanyak tiga tanaman padi

20

per pot dengan sebelumnya diberi perlakuan tambahan yaitu perendaman akar padi hasil semai ke dalam inokulan aktinomiset endofit (dipping) masing-masing sebesar 2.5 gram selama 15 menit.

Media tumbuh yang digunakan adalah tanah ultisol, Cimanggu, Bogor sebesar 5 Kg/pot. Media tumbuh tanaman padi tersebut dianalisis sifat kimianya terlebih dahulu. Analisis sifat kimia tanah dilakukan di Laboratorium Kimia Tanah, Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian IPB berupa pH, H2O, KCl, Bahan Organik %C (dengan metode Walkey & Black), %N (dengan metode Kjeldahl), P terlarut serta nilai tukar kation berupa Ca, Mg, K, Na, KTK, KB, Fe, Cu, Zn dan Mn. Media dimasukkan ke dalam pot berukuran 5 kg. Sebelum tanam, tanah digenangi sampai 5 cm dari permukaan tanah serta dilakukan pemupukan dasar sesuai dengan rancangan percobaan. Penelitian ini dilaksanakan selama pertumbuhan vegetatif padi yaitu sampai padi berumur 6 MST.

Selama masa pertumbuhan, padi diukur pertumbuhan dengan pengukuran ketinggian padi. Parameter yang diamati pada fase vegetatif akhir meliputi tinggi tanaman padi, jumlah anakan per rumpun, panjang akar, warna daun, bobot kering akar, bobot kering tajuk dan bobot kering total tanaman padi. Selain itu, juga dilakukan pengamatan mikroskopis jaringan akar tanaman padi (Patriquin & Doberainer 1978) dan pengukuran kandungan nitrogen padi dengan metode

Kjeldahl (ACIAR 1990). Dari hasil data pengukuran pertumbuhan padi dan pengukuran kapasitas penambatan N2 dan kandungan nitrogen pada jaringan tanaman dipilih satu isolat terbaik pada aktinomiset endofit penambat N2.

Pengamatan Mikroskopis Jaringan Akar Padi. Pengamatan dilakukan pada akar tanaman padi umur 6 MST dengan metode reducing tetrazolium

(Patriquin & Doberainer 1978). Akar padi dibersihkan dengan aquades steril, direndam dalam chloramine T 1% selama satu jam sambil dikocok, dibilas air steril, dan direndam kembali dalam tetrazolium bufer fosfat 0.1% selama satu malam. Akar yang telah diberi perlakuan diiris melintang dan membujur dengan menggunakan freeze microtom. Irisan melintang akar selanjutnya diletakkan pada gelas objek yang telah ditetesi gliserin 50% dan diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 40x10.

21

Uji Kandungan Nitrogen pada Padi dengan Metode Kjeldahl (ACIAR 1990). 0.25 g sampel tanaman dipindahkan ke tabung digesti beserta 1 g campuran

selen dan 2.5 ml H2SO4 p.a. Campuran diratakan dan diinkubasi dalam suhu ruang selama semalam untuk perarangan. Setelah inkubasi, tahapan dilanjutkan dengan pemanasan ke dalam blok digesti hingga suhu 350C. Akhir destruksi ditandai dengan adanya uap putih dan didapatkan ekstrak jernih (sekitar 4 jam). Tabung diangkat dan didinginkan, sehingga ekstrak dapat diencerkan dengan air destilata hingga tepat 50 ml dan dikocok sampai homogen. Selanjutnya campuran tersebut, dibiarkan semalam hingga partikel mengendap. Ekstrak jernih digunakan untuk pengukuran N dengan cara destilasi. Pipet 10 ml ekstrak contoh ke dalam labu didih. Sedikit serbuk batu didih dan aquades ditambahkan hingga setengah volume labu. Penampung NH3 yang dibebaskan yaitu Erlenmeyer yang berisi 10 ml asam borat 1% ditambahkan dua tetes indikator Conway (mengandung 0,100 g methyl red dan 0,15 g bromcresol green dengan 200 ml etanol 96%) dan dihubungkan dengan alat destilasi. NaOH 40% sebanyak 10 ml ditambahkan ke dalam labu didih yang berisi sampel dan secepatnya ditutup. Destilasi hingga volume penampung mencapai 50-75 ml (berwarna hijau). Destilat dititrasi dengan H2SO4 0,05 N hingga warna merah muda dan dilakukan pencatatan volume titar sampel (Vs) dan blanko (Vb).

Kadar N (%) = (Vs-Vb) x N x 28 x fk Keterangan:

Vs, Vb = ml titar sampel dan blanko N = Normalitas larutan baku H2SO4

fk = faktor koreksi kadar air = 100/(100-% kadar air)

Dari perhitungan tersebut, akan didapatkan hasil berupa kadar persentase nitrogen pada jaringan tanaman.

23

HASIL

Pertumbuhan dan Morfologi Koloni Aktinomiset Endofit

Sepuluh isolat aktinomiset endofit dapat tumbuh baik dengan morfologi koloni yang beragam pada media YSA. AB131-1, SSW-02, A Fat, Membramo A memiliki miselia berwarna coklat tua, AB131-2 dengan miselia berwarna hijau tua, Impara 6A memiliki miselia berwarna putih serta lainnya memiliki miselia coklat muda (Gambar 3).

Gambar 3 Pertumbuhan koloni isolat aktinomiset endofit di media YSA umur 15 hari: (a) Membramo A; (b) SSW-02; (c) AB131-2; (d) A-fat; (e) PS4- 16; (f) LBR 02; (g) LSW 05; (h) Impara 6A; (i) AB131-1; (j) AB131-3.

Keseluruhan isolat aktinomiset endofit juga mampu membentuk penataan rantai spora yang beragam dan tersusun baik dengan bentuk keriting, kait, maupun spiral pada mikroskop dengan perbesaran 400X di media YSA (Gambar 4). Perbedaan dalam pembentukan miselia aerial serta munculnya penataan rantai spora menunjukkan karakter Streptomyces spp.

Dari hasil pengamatan terhadap rantai spora dari kesepuluh isolat aktinomiset (Gambar 4) maka diketahui bahwa A Fat, LBR-02, PS4-16 dan LSW 05 memiliki tipe rantai spora S, Impara 6 A dan AB131-3 memiliki tipe rantai spora RF dan AB131-1, AB131-2, Membramo A serta SSW-02 memiliki tipe rantai spora RA.

d

b c

a e

24

Gambar 4 Tipe penataan rantai spora aktinomiset. Pengamatan mikroskop dengan perbesaran 400x. Tipe Spirales (S): a) A Fat; b) LSW 05; c) PS4-16; d) LBR 02, Tipe Rectiflexibiles (RF): e) Impara 6 A; f) AB131-3 dan Tipe Retinaculiaperti (RA): g) AB131-1; h) AB131-2; i) Membramo A; j) SSW-02.

Kemampuan Tumbuh Aktinomiset Endofit di Media Bebas Nitrogen

Kesepuluh isolat aktinomiset endofit berhasil tumbuh di media bebas nitrogen (Gambar 5) dengan kecepatan pertumbuhan yang beragam, namun cenderung lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada media yang mengandung nitrogen seperti medium YSA (Gambar 4).

Gambar 5 Pertumbuhan koloni isolat aktinomiset endofit di media bebas nitrogen umur 15 hari: (a) Membramo A; (b) SSW-02; (c) AB131-2; (d) A-fat; (e) PS4-16; (f) LBR 02; (g) LSW 05; (h) Impara 6A; (i) AB131-1; (j) AB131-3.

Miselium aktinomiset endofit terbentuk sempurna setelah dua minggu masa pertumbuhan di media bebas nitrogen, sedangkan pada medium dengan nitrogen

e d c a a c d e g b f h i j h f i g j b

25

tercukupi seperti pada medium YSA miselium aktinomiset endofit dapat diamati setelah lima hari masa pertumbuhan.

Aktivitas Penambatan Nitrogen Aktinomiset Endofit Berdasarkan Metode Reduksi Asetilen

Aktivitas nitrogenase pada aktinomiset endofit diuji berdasarkan metode reduksi asetilen. Data hasil uji reduksi asetilen (Tabel 2) menunjukkan bahwa kesepuluh isolat aktinomiset endofit mampu mereduksi asetilen melalui aktivitas nitrogenase. Isolat SSW-02 paling berpengaruh terhadap kemampuan reduksi asetilen sebesar 2.1750 nmol etilen/jam dibandingkan isolat lainnya. SSW-02 memiliki aktivitas reduksi asetilen spesifik tertinggi sebesar 1.55 nmol etilen/jam per mg sel.

Tabel 2 Kemampuan aktinomiset endofit dalam mereduksi asetilen

Jenis isolat C2H4 terukur (nmol/jam)

Bobot kering sel (mg) C2H4 terukur spesifik (nmol/jam.mg) SSW-02 2.1750 a ± 0.8132 1.4 1.55 Membramo A 1.8000 ab ± 0.0707 2.2 0.82 LBR-02 1.7000 ab ± 0.3536 4.6 0.37 PS4-16 1.4500 b ± 0.0707 3.9 0.37 Impara 6-A 1.2250 b ± 0.0354 6.9 0.18 AB131-1 1.2250 b ± 0.3182 4.0 0.31 AB131-3 1.1250 b ± 0.2475 8.5 0.13 LSW 05 1.4250 b ± 0.0354 6.5 0.21 A Fat 0.4000 c ± 0.0000 2.5 0.16 AB131-2 0.3000 c ± 0.0707 1.4 0.21 Kontrol 0.0000 c ± 0.0000 0.0 0.00

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%.

Produksi Amonia oleh Aktinomiset Endofit

Pembentukan amonia yang dihasilkan oleh tiap isolat juga menjadi parameter dalam penentuan aktivitas isolat aktinomiset endofit dalam melakukan penambatan N2. Hasil uji kualitatif produksi amonia dengan metode Nessler (Gambar 6) ditunjukkan dengan pembentukan warna jingga akibat reaksi pereaksi Nessler

26

dengan amonia. Tiap isolat aktinomiset endofit memproduksi amonia yang beragam. Isolat AB131-3, SSW-02 dan Membramo-A memiliki intensitas pembentukan warna jingga yang lebih tinggi dibandingkan isolat aktinomiset endofit lainnya.

Gambar 6 Hasil uji kualitatif produksi amonia dengan metode Nessler: a) AB131- 3; b) SSW-02; c) Membramo-A; d) Impara 6-A; e) A Fat; f) PS4-16, g) LBR-02; h) AB131-2; i) AB131-1; j) LSW-05; k) kontrol.

Hasil uji kuantitatif pengukuran konsentrasi amonia dengan metode Nessler (Tabel 3) menegaskan bahwa isolat AB131-3 dan SSW-02 memiliki kemampuan produksi amonia lebih tinggi dibandingkan isolat lainnya yaitu sebesar 3.900 ppm dan 2.144 ppm, dimana bobot kering AB131-3 8.967 mg dan SSW-02 18.500 mg. Hal ini sesuai dengan hasil pengukuran uji kualitatif Nessler (Gambar 6).

Tabel 3 Hasil uji kuantitatif produksi amonia aktinomiset endofit umur 15 hari

Jenis isolat Rataan produksi amonia (ppm)

Rataan bobot kering sel (mg)

Produksi amonia spesifik (ppm per mg sel) AB131-3 3.900 a ± 0.029 8.967 0.4349 SSW-02 2.144 b ± 0.080 18.500 0.1159 Membramo A 1.967 c ± 0.084 16.800 0.1171 Impara 6-A 1.111 d ± 0.059 11.733 0.0947 PS4-16 1.104 d ± 0.154 11.833 0.0933 A Fat 1.100 d ± 0.011 8.100 0.1358 LBR-02 0.981 e ± 0.017 7.133 0.1376 AB131-2 0.907 ef ± 0.026 8.067 0.1125 LSW 05 0.826 fg ± 0.006 6.467 0.1277 AB131-1 0.781 g ± 0.028 21.367 0.0366 Kontrol 0.011 h ± 0.000 0.000 0.0110

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%.

Berdasarkan kemampuan reduksi asetilen dan produksi amonia, maka isolat aktinomiset endofit yang terpilih untuk diamati kemampuan penambatan N2 secara

in-planta ialah isolat SSW-02 sebagai isolat dengan kemampuan penambatan N2 terbaik. Isolat AB131-2 juga dipilih sebagai isolat yang akan diuji secara in-planta

b d e f g h i j k

27

didasarkan atas kemampuan penambatan N2 yang rendah, namun memiliki kemampuan produksi asam indol asetat yang paling tinggi sebesar 99.23 ppm (lebih tinggi dibanding SSW-02 sebesar 10.81 ppm) dan kemampuan produksi senyawa anti patogen (Hastuti 2012; Yusepi 2011). Pemilihan kedua isolat terpilih tersebut dilakukan untuk mengevaluasi kapasitas bakteri penambat N2 SSW-02 dibandingkan dengan AB131-2 dalam peningkatan pertumbuhan tanaman padi.

Gambar 7 Pola produksi amonia dengan metode Nessler ( Keterangan: AB131-2, SSW-02).

Tabel 4 Pola produksi amonia pada isolat aktinomiset endofit terpilih

Jenis isolat Rataan produksi amonia (ppm)

Bobot kering sel (mg)

Produksi amonia spesifik (ppm per mg sel) Hari ke-5 SSW-02 0.415 ± 0.020 14.467 0.0287 AB131-2 0.215 ± 0.010 14.400 0.0149 Hari ke-10 SSW-02 2.152 ± 0.082 19.667 0.1094 AB131-2 0.441 ± 0.006 18.733 0.0235 Hari ke-15 SSW-02 2.637 ± 0.117 21.233 0.1242 AB131-2 0.926 ± 0.006 19.767 0.0468

Pola produksi amonia dari kedua isolat aktinomiset endofit terpilih menunjukkan bahwa AB131-2 dan SSW-02 memiliki produksi amonia tertinggi

0.215 0.441 0.926 0.011 0.415 2.152 2.637 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 0 5 10 15 20 P roduk si amoni a ( ppm) Hari ke-

28

pada hari ke-15 dengan produksi amonia pada isolat SSW-02 sebesar 2.637 ppm dan produksi amonia pada isolat AB131-2 sebesar 0.926 ppm (Gambar 7). Hasil pengukuran bobot kering sel juga menunjukkan bobot kering sel tertinggi pada kedua isolat aktinomiset endofit tertinggi pada hari ke-15 (Tabel 4). Jika dihubungkan dengan kurva produksi amonia, maka produksi amonia dihasilkan paling tinggi setelah bobot kering sel yang dihasilkan pada kedua isolat aktinomiset endofit mencapai akhir optimum masa pertumbuhan. Hal ini menunjukkan bahwa bobot kering sel yang tinggi dari masing-masing isolat mempengaruhi produksi amonia oleh kedua isolat aktinomiset endofit tersebut.

Kolonisasi Aktinomiset Endofit pada Jaringan Akar Padi

Pengamatan mikroskopis akar padi yang diberi perlakuan tetrazolium baik pada SSW-02, AB131-2 dan kontrol menunjukkan pada tanaman padi dengan perlakuan isolat aktinomiset endofit terdapat koloni berwarna merah pada jaringan internal akar padi yang diduga merupakan aktinomiset endofit yang mengolonisasi bagian akar lateral padi (Gambar 8) dibandingkan dengan kontrol yang tidak terdapat koloni berwarna merah pada bagian internal akar.

Gambar 8 Kolonisasi aktinomiset endofit pada jaringan akar padi 6 MST. Pengamatan mikroskop dengan perbesaran 400x. irisan membujur: a) SSW-02, b) AB131-2, c) kontrol; irisan melintang: (d) SSW-02 (e) AB131-2; (f) kontrol.

Pada penampakan irisan melintang akar, isolat SSW-02 tampak memasuki bagian jaringan interselular akar, sedangkan isolat AB131-2 sebagian besar berada di daerah eksodermis dan pada kontrol tidak ditemukan koloni berwarna merah

a b

d e f

29

pada bagian interselular akar. Pada penampakan irisan membujur akar, kedua isolat baik SSW-02 dan AB131-2 terletak beredar di bagian pertengahan internal akar atau sekitar area korteks dan endodermis akar, sedangkan kontrol tidak terdapat koloni merah pada bagian akar padi.

Kemampuan Aktinomiset Endofit Penambat Nitrogen dalam Peningkatan Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Padi

Pada hasil uji in-planta umur 6 MST pada tanah steril (Gambar 9) terlihat bahwa pertumbuhan vegetatif padi memiliki pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan pada tanah steril (Gambar 10).

Gambar 9 Pertumbuhan vegetatif tanaman padi pada tanah steril. Keterangan:

K1/S1/A1 = dengan pemupukan 100% (≈ 200 kg Urea/Ha),

K0.5/S0.5/A0.5 = dengan pemupukan 50% (≈ 100 kg Urea/Ha), K0/S0/A0 = dengan pemupukan 0% (≈ 0 kg Urea/Ha).

Gambar 10 Pertumbuhan vegetatif tanaman padi pada tanah tidak steril. Keterangan: K1/S1/A1 = dengan pemupukan 100% (≈ 200 kg Urea/Ha), K0.5/S0.5/A0.5 = dengan pemupukan 50% (≈ 100 kg Urea/Ha), K0/S0/A0 = dengan pemupukan 0% (≈ 0 kg Urea/Ha).

Tinggi Tanaman Padi. Data hasil uji in-planta menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara faktor dosis pupuk dan perlakuan aktinomiset endofit pada parameter tinggi tanaman padi baik di tanah steril maupun di tanah tidak steril.

K1 K0.5 K0 S1 S0.5 S0 A1 A0.5 A0 S0 NK0 S1 S0.5 A1 A0.5 A0 K0.5 K1

30

Aplikasi perlakuan SSW-02 menghasilkan pertambahan tinggi tanaman padi, yang tidak berbeda dengan perlakuan AB131-2 dan kontrol, sedangkan pada perlakuan dengan dosis pemupukan 50% dan 100% juga tidak berbeda di tanah steril (Tabel 5). Perlakuan SSW-02 di tanah tidak steril paling berpengaruh terhadap pertambahan tinggi tanaman padi, sedangkan dosis pemupukan yang paling berpengaruh adalah dosis urea 100% (Tabel 6).

Tabel 5 Pengaruh dosis urea dan perlakuan aktinomiset terhadap tinggi tanaman padi umur 6 MST pada tanah steril

Isolat Dosis Urea Rataan tinggi

tanaman padi (cm) 0 0.5 1 SSW-02 71.42 ± 8.49 80.50 ± 2.60 79.42 ± 2.67 77.11 a ± 6.32 AB131-2 71.00 ± 3.50 78.75 ± 2.84 80.92 ± 2.81 76.89 a ± 5.24 Kontrol 67.33 ± 7.01 77.00 ± 5.27 81.00 ± 1.80 75.11 a ± 7.55 Rataan tinggi tanaman padi (cm) 69.92 z ± 6.10 78.75 y ± 3.60 80.44 y ± 2.27

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%.

Tabel 6 Pengaruh dosis urea dan perlakuan aktinomiset terhadap tinggi tanaman padi umur 6 MST pada tanah tidak steril

Isolat Dosis Urea Rataan tinggi

tanaman padi (cm) 0 0.5 1 SSW-02 61.42 ± 0.80 72.75 ± 1.52 76.17 ± 1.66 70.11 a ± 6.79 AB131-2 59.33 ± 1.61 70.58 ± 0.88 74.75 ± 1.95 68.22 ab ± 7.03 Kontrol 61.67 ± 5.03 63.75 ± 6.80 71.17 ± 1.26 65.53 b ± 6.08 Rataan tinggi tanaman padi (cm) 60.81 z ± 2.89 69.03 y ± 5.37 74.03 x ± 2.65

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%.

Pada perlakuan aktinomiset SSW-02 dengan dosis urea 50% di tanah steril menunjukkan peningkatan tinggi tanaman padi (80.5 cm) sebesar 4.5% dibandingkan kontrol (77 cm) atau 2.2% dibandingkan dengan AB131-2 (78.75 cm). Aplikasi SSW-02 pada pemupukan 50% juga mampu meningkatkan tinggi tanaman padi sebesar 1.36% dibandingkan dengan aplikasi SSW-02 pada pemupukan 100% (79.42 cm). Tampak pula bahwa aplikasi SSW-02 di tanah tidak

31

steril dengan dosis urea 100% (76.17 cm) mampu meningkatkan tinggi tanaman padi sebesar 7.02% dibandingkan kontrol (71.17 cm) dan 1.89% dibandingkan dengan AB131-2 (74.75 cm).

Panjang Akar. Hasil uji in-planta menunjukkan tidak terjadi interaksi antara faktor dosis pupuk dan perlakuan aktinomiset endofit pada parameter panjang akar pada tanah steril, namun terjadi interaksi di tanah tidak steril (Gambar 11).

Tabel 7 Pengaruh dosis urea dan perlakuan aktinomiset terhadap panjang akar tanaman padi umur 6 MST pada tanah steril

Isolat Dosis Urea Rataan panjang

akar (cm) 0 0.5 1 SSW-02 34.67 ± 2.89 37.67 ± 5.11 36.17 ± 2.02 36.17 a ± 3.36 AB131-2 33.50 ± 2.00 32.17 ± 3.69 33.83 ± 2.93 68.22 a ± 2.67 Kontrol 31.67 ± 4.54 35.50 ± 1.73 38.10 ± 2.65 65.53 a ± 3.94 Rataan panjang akar (cm) 33.28 x ± 3.15 35.11 x ± 4.05 36.03 x ± 2.89

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%.

Gambar 11 Pengaruh dosis urea dan perlakuan aktinomiset terhadap panjang akar tanaman padi umur 6 MST pada tanah tidak steril (Keterangan: AB131-2, SSW-02, kontrol. Diagram yang diikuti huruf yang sama tidak menunjukkan perbedaan nyata pada taraf 5% DMRT).

ab a ab ab abc bc c ab ab 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 0 0.5 1 P anj ang akar ( cm ) Dosis Urea

Dokumen terkait