• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aktinomiset Endofit

Aktinomiset adalah kelompok bakteri Gram positif dengan kandungan GC yang tinggi (diatas 55 mol% G+C) (Otoguro et al. 2009, Sharma et al. 2012). Mayoritas aktinomiset biasanya dapat hidup baik dalam lingkungan netral hingga sedikit basa khususnya pada tanah, lingkungan rhizosfer dan mendegradasi bahan organik (Widyastuti & Ando 2009, Sharma et al. 2012). Aktinomiset juga menghasilkan struktur bertahan berupa spora yang dapat bertahan dalam kondisi tidak menguntungkan, seperti rendahnya kadar air dan suhu tinggi serta dapat bertahan dalam waktu yang lama. Tidak seperti bakteri penghasil spora lainnya, aktinomiset memproduksi spora sebagai cara utama bakteri ini dalam melakukan pemencaran atau dispersal (Schaad et al. 2000). Aktinomiset dikenal sebagai bakteri yang bersifat saprofit dan sangat umum dijumpai di rhizosfer hingga lapisan tanah dalam. Aktinomiset memiliki miselium aerial karena miselium dapat tumbuh pada lapisan udara. Ukuran miselium umumnya memiliki diameter 0,5-1,0 m, dengan panjang yang tidak tentu, dan tidak memiliki sekat pada fase vegetatif (Madigan & Martinko 2006).

Pada umumnya aktinomiset dibagi menjadi dua kelompok yaitu Streptomyces

dan non-Streptomyces atau rare actinomycetes. Genus Streptomyces dibentuk oleh Waksman & Henrici (1943) dan termasuk kelompok mikrob aerobik dengan kandungan G+C yang tinggi (69–78 mol%) dengan bentuk asal spora batang dari miselium substrat serta kelompok aktinomiset tersebut paling sering ditemukan di tanah dan mampu dikulturkan kembali (Otoguro et al. 2009, Widyastuti & Ando 2009). Streptomyces mempunyai filamen yang panjang dan bercabang serta membentuk rantai panjang spora udara yang disebut konidia. Pada media agar berwarna buram atau opak, tidak mengkilat, dan melekat kuat pada medianya.

Streptomyces spp. secara umum menyerupai kapang dengan ciri-ciri membentuk miselium aerial (Madigan & Martinko 2006). Struktur seluler kapang yang dimiliki

Streptomyces sp. menyebabkan Streptomyces juga mempunyai kemiripan dalam siklus hidupnya. Daur hidup pada medium padat dimulai dari germinasi spora, ditandai dengan banyak miselium multiseluler, kemudian di atas miselia tumbuh

8

miselia aerial yang diikuti fragmentasi hifa yang membentuk cabang-cabang spora. Perbedaan dalam bentuk dan pembentukan filamen aerial serta munculnya struktur penataan spora dari beberapa spesies merupakan bagian utama yang digunakan untuk mengklasifikasi spesies Streptomyces. Konidia dan spora yang berpigmen memberikan peran dalam mengkarakterisasi koloni yang matang (Madigan & Martinko 2006). Menurut Miyadoh (1997), Streptomyces diklasifikasikan secara taksonomi sebagai berikut:

Dunia : Bacteria Divisi : Actinobacteria Kelas : Actinobacteria Ordo : Actinomycetales Famili : Streptomycetaceae Genus : Streptomyces

Schaad et al. (2000) melaporkan dari sekitar 400 spesies Streptomyces, sangat sedikit yang diketahui menjadi patogen pada tanaman. Isolasi aktinomiset dari jaringan tanaman dan lahan pertanian sering kali diperoleh aktinomiset yang bersifat saprofitik. Beberapa aktinomiset terbukti erat terkait dengan tumbuhan, yaitu pada penelitian Brunchorst yang berhasil mengisolasi genus Frankia dari nodul akar non legum pada tahun 1886 yang menunjukkan peran penambatan N2 dalam akar mirip dengan Rhizobium pada tanaman kacang-kacangan (Bandara et al.

2006).

Mikrob endofit merupakan mikrob yang hidup di dalam jaringan tanaman pada periode tertentu dan mampu membentuk koloni dalam jaringan tanaman tanpa membahayakan inangnya (Strobel & Daisy 2003). Mikrob endofit berasosiasi dengan tanaman dan terkadang membentuk asosiasi mutualisme dengan tumbuhan inang. Keuntungan dari asosiasi mikrob endofit pada padi meliputi penambatan N2 dari udara, meningkatkan kemampuan penyerapan nutrisi, memproduksi hormon pertumbuhan, meningkatkan kualitas butir padi, meningkatkan resistensi dari patogen dan meningkatkan toleransi terhadap kekeringan (Cockrell 2004). Aktinomiset endofit yang tumbuh secara endofit pada tanaman dapat berperan sebagai simbion, parasit, maupun saprofit (Hasegawa et al. 2006).

9

Beberapa metabolit aktinomiset endofit langsung mempengaruhi fisiologi tanaman inang tetapi mikrob yang lain melakukannya secara tidak langsung dengan mempengaruhi populasi mikrob antibiosis atau melalui kompetisi. Aktinomiset pada tumbuhan inang dapat menghasilkan metabolit sebagai antibiotik, promoter pertumbuhan tanaman, inhibitor pertumbuhan tanaman, dan penghasil enzim. Oleh sebab itu, aktinomiset digunakan sebagai agen biokontrol, memproduksi jaringan tumbuhan yang memiliki ketahanan terhadap penyakit dan jaringan tumbuhan yang tahan terhadap kekeringan (Hasegawa et al. 2006).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tian et al. (2004), koloni

Streptomyces griseofuscus yang berhasil diisolasi mendominasi berkisar 36.1% - 69% pada padi dengan dua spesies berbeda di Guangdong, China. Selain itu, diketahui pula distribusi aktinomiset endofit pada tanaman padi kebanyakan berhasil diisolasi dari bagian akar daripada daun padi (Tian et al. 2004). Sardi et al.

(1992) juga berhasil mengisolasi aktinomiset endofit dari akar 28 spesies tanaman padi, dan didominasi oleh Streptomyces spp.. Aktinomiset endofit yang ditemukan tersebut memiliki kemampuan untuk memproduksi paling sedikit tiga jenis senyawa antagonistik di jaringan tanaman termasuk antibiotik, enzim, dan siderophores (Trejo-Estrada et al. 1998, Hasegawa et al. 2006).

Tian et al. (2004) dan Sardi et al. (1992) berhasil mengisolasi dan mengetahui dominansi Streptomyces spp. pada padi namun, penelitian mengenai aktinomiset endofit pada padi masih jarang dilakukan dengan kapasitasnya sebagai penambat N2. Penelitian aktinomiset endofit penambat N2 telah diaplikasikan pada kedelai oleh Soe et al. (2010), dengan inokulasi Streptomyces sp. disandingkan dengan

Bradyrhizobium. Dari hasil penelitian tersebut dinyatakan bahwa penggunaan

Streptomyces tidak menunjukkan hasil yang cukup signifikan namun lebih efektif ditambahkan pada inokulan dibandingkan penggunaan inokulasi Bradyrhizobium

sendiri. Thaporongwakul (2003) dalam Soe (2010) juga telah mengaplikasikan isolat aktinomiset endofit (Streptomyces sp.) yang diisolasi dari sweet pea dan diaplikasikan pada kedelai. Isolat tersebut menunjukkan kemampuan anti cendawan patogen dan dapat meningkatkan pasokan nitrogen pada kedelai mencapai 83% serta kompatibel dengan penambahan Bradyrhizobium. Aplikasi aktinomiset endofit

10

pada padi yang ditujukan untuk kemampuan penambatan N2 masih belum banyak dilakukan penelitian lebih lanjut.

Penambatan Nitrogen

Penambatan N2 merupakan proses pengubahan N2 menjadi NH4+ yang berguna secara biologi. Penambatan N2 melibatkan penggunaan ATP dan proses reduksi ekuivalen berasal dari metabolisme primer. Semua reaksi yang terjadi dikatalisis oleh nitrogenase (White 2000).

Gambar 1 Proses penambatan N2 (Deacon 2012).

Mekanisme penambatan N2 menurut Sylvia et al. (1999), dimulai dengan dinitrogenase reduktase yang menerima elektron dari donor berupa ferredoksin tereduksi atau flavodoksin, dan berikatan dengan dua molekul MgATP. Elektron ditransfer menuju ke dinitrogenase. Dinitrogenase reduktase dan dinitrogenase membentuk kompleks, elektron ditransfer dan dua MgATP dihidrolisis menjadi dua molekul MgADP+Pi. Kompleks nitrogenase tersebut berdisosiasi dan dilakukan pengulangan proses. Ketika dinitrogenase telah mengumpulkan cukup elektron, senyawa tersebut mengikat molekul N2, mereduksinya dan dilanjutkan dengan pelepasan amonia. Dinitrogenase kemudian menerima tambahan elektron dari dinitrogenase reduktase untuk mengulangi proses tersebut. Reaksi penambatan N2 dapat dituliskan berdasarkan persamaan berikut:

N2 + 8H+ + 8e- + 16 ATP  2NH3 + H2 + 16ADP + 16 Pi Protein Fe tereduksi

Feredoksin teroksidasi Feredoksin tereduksi

Protein Fe teroksidasi

Protein Mo Fe tereduksi Protein Mo Fe teroksidasi

11

Serapan hidrogenase akan dikembalikan dalam bentuk H dalam sistem penambatan N2 (Gambar 1). Serapan hidrogenase yang dihasilkan dapat digunakan juga pada jalur konsumsi dioksigen untuk membantu menjaga kondisi lingkungan dalam keadaan anaerobik. Lingkungan anaerobik sangat penting bagi aktivitas nitrogenase diakibatkan karena kedua kompleks protein nitrogenase yang memiliki sensitivitas tinggi terhadap oksigen, sehingga kehadiran oksigen dapat menekan sistem serapan hidrogen dalam proses nitrogenase (Moat 2002).

Mikrob yang dapat melakukan penambatan N2 secara biologi disebut diazotrof dengan peranan utama dari enzim kompleks dinitrogenase. Diazotrof terdiri atas aerob (misal Azotobacter, Beijerinckia, Derxia), fakultatif anaerob (misal

Clostridium, Pseudomonas, Rhizobium), heterotrof (misal Klebsiella, Enterobacter) dan fototrof (misal Anabaena, Azospirillum, Nostoc). Berdasarkan hubungan fungsional dan spasial antar diazotrof dan inangnya, sistem diazotrof terdiri atas sistem diazotrof eksofit (bila diazotrof terdapat di luar tanaman inang) dan sistem diazotrof endofit (bila diazotrof terdapat di dalam tanaman inang). Sistem eksofit tersebut dapat merupakan free-living (bila diazotrof tidak kontak langsung dengan tanaman inang), asosiatif (bila diazotrof mendominasi permukaan luar, namun terkadang di dalam tanaman inang yaitu pada ruang interseluler) atau simbiotik (ketika diazotrof secara intraseluler berada pada tanaman inang) (Shenoy et al.

2001). Studi yang dilakukan telah menunjukkan bahwa nitrogen berasal dari udara dengan penambatan N2 yang berhasil ditambat oleh bakteri endofit berkisar 0-35% pada padi (Shrestha & Maskey 2005).

Metode reduksi asetilen merupakan salah satu cara untuk mengukur aktivitas nitrogenase dalam menambat N2. Nitrogenase mampu mereduksi N2 menjadi NH3, selain itu juga dapat mereduksi C2H2 menjadi C2H4, dengan kesetaraan reduksi C2H2 dan penambatan N2 sebesar 4:1 (Hardy 1973). Selain itu, pengukuran produksi amonia dengan nessler juga dapat dilakukan untuk mengukur output penambatan N2 yang dilakukan oleh mirob. Pengukuran produksi amonia tersebut didasarkan oleh prinsip pengikatan amonia (NH4) dengan Hg yang akan menimbulkan warna jingga pada sampel sesuai dengan reaksi berikut :

12

Kajian kemampuan aktinomiset endofit dalam menambat N2 dapat dikaji baik secara in-vitro seperti reduksi asetilen, kemampuan tumbuh pada media bebas nitrogen, pengukuran produksi amonia, teknik 15N-isotop maupun secara in-planta

dengan mengkombinasi inokulasi aktinomiset endofit dengan beberapa dosis pupuk anorganik.

Padi

Padi merupakan tanaman yang berumpun kuat dengan tinggi batang yang beragam (0,5-2 m). Helai daun berbentuk garis, kebanyakan bertepi kasar dan panjangnya 15-80 cm, serta memiliki malai dengan panjang 15-40 cm yang tumbuh ke atas dan ujungnya menggantung. Malai berupa bulir yang beraneka ragam, dengan ukuran 7-10 cm. Bulir yang masak akan menghasilkan buah yang kaya akan pati. Tanaman padi yang dapat tumbuh baik di daerah tropis ialah indica, sedangkan

japonica banyak diusahakan di daerah subtropis (Luh, 1991). Padi merupakan inang yang tepat bagi bakteri endofit yang dapat berdampak positif bagi pertumbuhan padi terutama pada akar, batang dan daunnya.

Menurut Cockrell (2004), padi memiliki nutrisi pembatas berupa nitrogen dan asosiasi dengan bakteri endofit penambat N2 dapat meningkatkan suplai nitrogen serta meningkatkan produktivitas pada tanaman padi. Padi membutuhkan 1 kg nitrogen untuk memproduksi 15-20 kg biji padi. Padi dataran rendah di daerah tropik dapat menggunakan cukup N yang tersedia alami untuk memproduksi 2-3 ton ha-1. Untuk hasil perolehan yang lebih tinggi, tambahan nitrogen harus diaplikasikan (Ladha & Reddy 2000). Berdasarkan Grist (1960), padi dapat diklasifikasikan secara taksonomi sebagai berikut:

Dunia : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Poales

Famili : Ginaceae Genus : Oryza

13

Padi yang akan digunakan dalam penelitian ini ialah padi varietas IR64 yang biasanya berumur 110-120 hari, memiliki bentuk tanaman tegak dengan rata-rata tinggi tanaman 115-126 cm. Padi IR64 memiliki anakan produktif 20-35 batang dengan warna kaki dan warna batang hijau, sedangkan warna telinga dan lidah daun tidak berwarna. Permukaan daun padi IR64 kasar dengan warna daun hijau dan posisi daun bendera tegak. Gabah padi IR64 memiliki bentuk ramping, panjang dan berwarna kuning bersih (Suprihatno et al. 2009). Keunggulan padi IR64 adalah tahan kerontokan, kerebahan serta memiliki tekstur nasi yang dihasilkan pulen dengan kadar amilosa 23%. Padi IR64 baik ditanam di lahan sawah irigasi dataran rendah sampai sedang dan merupakan padi yang diintroduksi oleh IRRI pada tahun 1986. Padi IR64 menghasilkan rata-rata produksi 5,0 t/ha dan memiliki potensi menghasilkan 6,0 t/ha (Suprihatno et al. 2009).

15

Dokumen terkait