Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Desember 2012 sampai Agustus 2013. Kegiatan isolasi dan identifikasi dilakukan di Laboratorium Mikologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor; kegiatan postulat Koch dan uji patogenisitas dilakukan di rumah paranet Bagian Perlindungan Hutan, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor; dan kegiatan analisis mekanisme infeksi patogen terhadap inang dan mekanisme pertahanan inang terhadap infeksi patogen dilakukan di Laboratorium Rekayasa Bioproses, Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Metode
Penelitian ini terdiri atas 7 kegiatan, yaitu: (1) pengamatan gejala dan pengambilan tanaman jabon contoh yang memperlihatkan gejala mati pucuk dari 5 lokasi persemaian di sekitar kampus IPB Dramaga, (2) isolasi cendawan dari jaringan tanaman yang memperlihatkan gejala sakit, (3) identifikasi berdasarkan karakter morfologi, (4), postulat Koch, (5) uji patogenisitas isolat cendawan, (6) analisis mekanisme infeksi patogen, dan (7) analisis mekanisme pertahanan inang terhadap infeksi patogen. Tahapan kegiatan ditunjukkan dalam Gambar 3.
Gambar 3 Urutan kegiatan penelitian Pengamatan gejala dan pengambilan tanaman jabon
contoh sakit dari lokasi persemaian Isolasi cendawan dari jaringan tanaman sakit
Postulat Koch
Identifikasi cendawan berdasarkan karakter morfologi
Uji patogenisitas isolat cendawan
Analisis mekanisme infeksi patogen
Analisis mekanisme pertahanan inang
Pengamatan Gejala dan Pengambilan Tanaman Jabon Contoh
Tanaman jabon contoh adalah bibit jabon yang memperlihatkan gejala mati pucuk dan diambil dari 5 lokasi persemaian, yaitu 2 persemaian berlokasi di daerah Situ Gede (A dan B), 1 persemaian di daerah Jampang (C), 1 persemaian di daerah Cilubang (D), dan 1 persemaian di Fakultas Kehutanan IPB (E). Jumlah tanaman contoh yang diambil dari lokasi persemaian disesuaikan dengan kondisi persemaian (skala produksi dan ketersediaan tanaman sakit). Tanaman jabon contoh yang terinfeksi penyakit mati pucuk (Lampiran 1) kemudian dibawa ke laboratorium sebagai bahan untuk tahapan selanjutnya dalam penelitian.
Isolasi Cendawan dari Jaringan Tanaman Sakit
Isolasi cendawan dari jaringan tanaman dilakukan berdasarkan metode Akrofi dan Amoah (2009) dengan modifikasi pada penggunaan bahan disinfektan untuk sterilisasi permukaan jaringan tanaman. Langkah pertama, jaringan yang memperlihatkan gejala sakit diambil dari tanaman dengan cara dipotong. Potongan jaringan kemudian disterilisasi permukaan dengan cara direndam dalam larutan NaOCl 1% selama ± 2 menit, lalu dicuci dengan air steril sebanyak 3 kali, selanjutnya dikeringkan di atas kertas saring steril yang ada di dalam cawan petri. Jaringan tanaman sakit tersebut kemudian dipotong pada bagian antara yang sehat dan sakit, lalu dimasukkan ke dalam cawan petri berisi media PDA (Potato Dextrose Agar). Potongan jaringan tanaman pada media PDA selanjutnya diinkubasi selama ± 6 hari di bawah pencahayaan NUV (Near Ultra Violet) dengan periode 12 jam terang dan 12 jam gelap pada suhu ruang. Koloni miselium yang tumbuh dari potongan jaringan yang diisolasi kemudian dimurnikan dan diperbanyak pada media PDA. Isolat cendawan yang diperoleh selanjutnya digunakan sebagai bahan untuk identifikasi dan sumber inokulum.
Identifikasi Isolat Cendawan
Identifikasi cendawan dilakukan berdasarkan karakter morfologi secara makroskopis dan mikroskopis, yaitu meliputi warna koloni, tekstur dan topografi koloni, serta ukuran dan bentuk konidia. Identifikasi dilakukan dengan menggunakan buku kunci identifikasi untuk genus imperfect fungi (Barnet dan Hunter 1998) dan untuk cendawan tanah dan benih (Watanabe 1994).
Postulat Koch
Uji postulat Koch bertujuan membuktikan bahwa isolat yang diperoleh merupakan agen penyebab dari gejala penyakit yang diamati. Kegiatan ini terdiri atas inokulasi isolat pada tanaman contoh, reisolasi jaringan tanaman yang memperlihatkan gejala, dan identifikasi isolat hasil reisolasi. Sebelum tahap inokulasi, ada 2 hal yang perlu disiapkan yaitu bibit jabon dan sumber inokulum.
Tanaman contoh yang digunakan untuk inokulasi merupakan bibit jabon umur ± 4 bulan dari penyapihan. Setiap isolat cendawan diinokulasikan terhadap 5 bibit jabon dan setiap bibit diberi 2 perlakuan, yaitu dilukai dan tidak dilukai. Inokulasi dilakukan pada sore hari dengan menggunakan 2 metode, yaitu injeksi suspensi konidia dan penempelan blok agar. Penentuan metode inokulasi yang digunakan bergantung pada kemampuan isolat cendawan untuk bersporulasi. Perlakuan pelukaan pada bibit jabon dilakukan dengan bantuan jarum suntik
steril. Bagian tanaman yang akan diinokulasi sebelumnya disterilisasi permukaan dengan alkohol 70%.
Penyiapan sumber inokulum dan injeksi suspensi konidia dilakukan berdasarkan metode Ahmad et al. (2012) dengan modifikasi pada masa inkubasi isolat dan kepadatan konidia sebagai sumber inokulum. Sumber inokulum diperoleh dengan cara menambahkan 10 ml akuades steril pada kultur isolat cendawan umur 10 hari. Permukaan kultur isolat selanjutnya dikikis secara perlahan dengan menggunakan spatula gelas (glass rod), setelah itu disaring dengan kertas saring whattman no.1. Suspensi konidia yang diperoleh kemudian, dihitung kepadatannya dengan haemocytometer, lalu sebanyak 0.1 ml suspensi konidia dengan kepadatan ± 1 x 106 konidia ml-1 diinjeksikan pada bagian daun (dilukai dan tidak dilukai) dan batang bagian atas bibit jabon. Sebagai kontrol, bibit jabon diinjeksi dengan akuades steril. Bibit jabon kemudian ditutup dengan plastik dan dibuka setelah muncul gejala. Evaluasi gejala penyakit dilakukan setiap hari selama 14 hari setelah inokulasi.
Penyiapan sumber inokulum dan penempelan blok agar dilakukan berdasarkan metode Ismail et al. (2012) dengan modifikasi pada masa dan tempat inkubasi tanaman. Sumber inokulum diperoleh dengan cara memotong bagian ujung koloni isolat cendawan umur 7 hari dengan cork borer (Ø 7 mm). Setelah itu, potongan agar ditempel pada batang bagian atas (dilukai dan tidak dilukai). Sebagai kontrol, bagian batang ditempeli dengan blok agar tanpa koloni isolat cendawan. Potongan blok agar yang ditempel pada bagian batang selanjutnya ditutup dengan kapas lembab dan alumunium foil selama ± 7 hari atau sampai muncul gejala. Evaluasi gejala penyakit dilakukan dengan cara yang sama seperti metode injeksi suspensi konidia.
Gejala penyakit yang muncul pada titik inokulasi selanjutnya direisolasi, kemudian isolat hasil reisolasi diidentifikasi dan dibandingkan dengan isolat sebelumnya. Apabila isolat cendawan yang diinokulasikan menghasilkan gejala yang identik dengan gejala mati pucuk dan teridentifikasi sebagai cendawan yang identik dengan isolat sebelumnya, maka cendawan tersebut merupakan agen penyebab dari penyakit mati pucuk. Isolat yang diduga sebagai penyebab primer penyakit mati pucuk selanjutnya digunakan untuk uji patogenisitas.
Uji Patogenisitas Isolat Cendawan
Uji patogenisitas dilakukan terhadap 5 isolat cendawan yang mampu menghasilkan gejala identik dengan gejala alami penyakit mati pucuk dan memiliki masa inkubasi relatif cepat. Tahapan ini dilakukan dengan metode yang sama seperti pada tahap postulat Koch. Tanaman contoh yang digunakan adalah bibit jabon umur ± 4 bulan dari penyapihan. Tanaman yang telah diinokulasi selanjutnya diinkubasi di rumah paranet dengan menggunakan rancangan percobaan acak kelompok lengkap dengan satu faktor, yaitu macam isolat cendawan. Parameter yang diamati dari kegiatan ini adalah kejadian penyakit dan keparahan penyakit. Kejadian penyakit ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Ahmad et al. 2012):
KjP = n
N×100% Keterangan: KjP = Kejadian Penyakit
n = Jumlah tanaman yang sakit
N = Jumlah tanaman yang diamati
Keparahan penyakit ditentukan dengan menggunakan skoring dari 0-4 (Gambar 4 dan Tabel 1). Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut (Townsend dan Heurberger 1943 dalam Stević et al. 2010):
KpP = n ×v
N ×V ×100% Keterangan: KpP = Keparahan Penyakit
n = Jumlah tanaman yang tergolong ke dalam suatu kategori infeksi
v = Skor pada setiap kategori infeksi N = Jumlah tanaman yang diamati V = Skor untuk kategori infeksi terberat
Gambar 4 Skoring keparahan gejala penyakit mati pucuk pada bibit jabon: a) 0 = tanaman tidak bergejala; b-c) 1 = tanaman terlihat layu atau ≤ 25% bagian tanaman mengalami nekrosis; d) 2 = 26-50% bagian tanaman mengalami nekrosis; e) 3 = > 50% bagian tanaman mengalami nekrosis; dan f) 4 = tanaman mati.
b c
d
e f
Tabel 1 Skor penyakit mati pucuk pada bibit jabon
Penyakit Uraian
0 tanaman tidak bergejala
1 tanaman terlihat layu atau ≤ 25% bagian tanaman mengalami nekrosis
2 26-50% bagian tanaman mengalami nekrosis 3 > 50% bagian tanaman mengalami nekrosis
4 tanaman mati
Analisis Mekanisme Infeksi Cendawan Patogen terhadap Tanaman Inang Mekanisme infeksi patogen terhadap tanaman inang dipelajari melalui inokulasi batang tanpa pelukaan dan pengukuran aktivitas pektinase dan selulase. Inokulasi batang tanpa pelukaan sebelumnya telah dilakukan pada kegiatan postulat Koch. Pengukuran aktivitas enzim diawali dengan mengulturkan isolat cendawan Botryodiplodia spp. pada media CMS (Corn Meal Sand). Hal tersebut dilakukan berdasarkan metode Achmad (1997) dengan modifikasi pada jumlah potongan batang bibit jabon yang ditambahkan pada media CMS dan masa inkubasi isolat. Satu potongan isolat cendawan Botryodiplodia spp. (Ø 7 mm) ditumbuhkan pada media CMS steril yang diberi tambahan 1 g potongan batang bibit jabon (umur ± 4 bulan dari penyapihan). Batang bibit jabon yang digunakan disterilisasi permukaan terlebih dahulu dengan cara direndam dalam NaOCl 1% selama ± 2 menit, kemudian dicuci dengan air steril sebanyak 3 kali. Media CMS terdiri atas campuran pasir, hancuran biji jagung, dan air (96:4:20 g:g:ml). Media CMS yang telah diinokulasi cendawan selanjutnya diinkubasi selama 2 minggu pada suhu ruang, lalu dilakukan ekstraksi enzim.
Ekstraksi dan analisis aktivitas enzim dilakukan di Laboratorium Rekayasa Bioproses, Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor. Adapun aktivitas enzim yang dianalisis adalah pektinase dan selulase.
Analisis Mekanisme Pertahanan Inang terhadap Infeksi Patogen
Mekanisme pertahanan inang terhadap infeksi patogen dipelajari melalui pengukuran aktivitas peroksidase. Kegiatan ini dilakukan di Laboratorium Rekayasa Bioproses, Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor dengan menggunakan metode Simon dan Ross (1970). Kegiatan diawali dengan mempersiapkan bagian tanaman contoh (tanaman telah diinokulasi isolat patogen), yaitu daun sebanyak 0.5 g. Potongan daun selanjutnya dimasukkan ke dalam mortar steril, kemudian ditambah dengan 0.01 M buffer fosfat pH 6.0 dengan perbandingan 1:4 (g:ml) dan digerus. Larutan hasil gerusan disaring dengan kain kasa dan disentrifugasi dengan kecepatan 8000 rpm selama 10 menit pada suhu 4 °C. Supernatan yang dihasilkan selanjutnya diencerkan dengan 0.01 M buffer fosfat pH 6.0 (1:3), kemudian dihomogenkan dan digunakan sebagai sediaan enzim.
Sediaan enzim sebanyak 0.1 ml dimasukkan ke dalam kuvet, lalu ditambah dengan 2.5 ml 0.5 M pirogalol (terbuat dari 10 ml 0.5 M pirogalol ditambah dengan 12.5 ml 0.066 M buffer fosfat pH 6.0) dan 0.25 ml H2O2 1%. Campuran bahan-bahan tadi dihomogenkan, kemudian diamati absorbansinya dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 420 nm. Sebagai blanko, ke dalam kuvet dimasukkan bahan-bahan yang sama kecuali sediaan enzim. Nilai absorbansi diamati setiap 30 detik selama 2.5 menit. Nilai absorban yang diperoleh selanjutnya dikurangi dengan blanko, kemudian rata-rata nilai absorban ditentukan dengan menggunakan persamaan regresi (y = a + bx). Selanjutnya, unit aktivitas enzim dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
UAE = ∆ OD × sediaan enzim (ml) bobot basah contoh (gram) Keterangan: UAE = unit aktivitas enzim