• Tidak ada hasil yang ditemukan

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi FMIPA IPB dan rumah kaca, pada bulan Oktober 2008 – Mei 2009.

Bahan

Galur yang digunakan ialah dua galur mutan terpilih yaitu Bj 11 (5) dan Bj 11 (19) hasil konstruksi Monasari (2007), satu galur tipe liar Bj 11 (wt) hasil seleksi Endarini et al. (1995). Biakan tersebut diperoleh dari koleksi biakan Bagian Mikrobiologi, Departemen Biologi, FMIPA, IPB. Biji tanaman yang digunakan ialah biji kedelai varietas Slamet koleksi Pusat Penelitian Bioteknologi dan Genetika Tanaman Bogor. Gambut diperoleh dari Pusat Penelitian Bioteknologi Perkebunan Bogor. Tanah asam sebagai media pertumbuhan kedelai diambil dari Desa Cikabayan, Darmaga, Bogor. Komposisi kimia gambut dan tanah asam dianalisis di Balai Penelitian Tanah, Bogor (Lampiran 1).

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan ialah Rancangan Acak Lengkap Faktorial. Faktor pertama ialah 3 macam galur ditambah kontrol (tanpa inokulum), faktor kedua ialah waktu penyimpanan (1, 2, dan 3 bulan), faktor ketiga ialah suhu ruang tempat penyimpanan inokulum suhu ruang (± 25 ºC) dan suhu 10 ºC. Data dianalisis menggunakan program SAS ver 9.1, uji lanjut dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf kepercayaan 95%. Analisis data hasil uji viabilitas dengan rancangan acak lengkap faktorial in time, parameter yang diukur ialah banyaknya koloni yang tumbuh. Untuk hasil uji efektivitas simbiotik dengan rancangan acak lengkap faktorial. Parameter yang diukur berupa tinggi tanaman, berat kering bintil, berat kering tanaman bagian atas (BKTBA), efektivitas simbiotik, kandungan N total tanaman, dan aktivitas nitrogenase.

Penyiapan Inokulan

Masing-masing galur B. japonicum diremajakan dengan metode kuadran pada media Yeast Mannitol Agar (YMA) (Lampiran 2) yang ditambah merah kongo sebanyak 0,0025% dan antibiotik rifampisin sebanyak 50 µg/ml, diinkubasi di tempat gelap pada suhu ruang selama 5-7 hari. Satu koloni tunggal digoreskan pada media agar miring YMA tanpa penambahan merah kongo.

Starter inokulan dibuat dengan menginokulasikan satu lup penuh masing- masing biakan dari agar-agar miring YMA ke dalam 50 ml Yeast Mannitol Broth (YMB), diinkubasi selama 5 hari di atas mesin penggoyang 120 rpm pada suhu ruang. Inokulan diproduksi dengan cara menginokulasikan 40 ml strarter inokulan yang telah dibuat ke dalam 400 ml medium YMB yang diinkubasi selama 7 hari di atas mesin penggoyang 120 rpm pada suhu ruang. Setelah inkubasi selama 7 hari dihitung jumlah selnya untuk menentukan jumlah sel/ml, sehingga diperoleh kepadatan sel untuk Bj 11 (5) sebanyak 2,7 x 109 sel/ml, Bj 11 (19) sebanyak 1,1 x 108 sel/ml, dan Bj 11 (wt) sebanyak 3,9 x 109 sel/ml.

Penyiapan Gambut

Gambut dikering-udarakan, digiling dan diayak pada saringan 42 mesh, selanjutnya gambut dikeringkan lagi hingga mencapai kelembaban ± 30% (Somasegaran & Hoben 1985). Gambut ditimbang seberat 20 g dan dikemas dalam kantung plastik yang telah diberi label, kemudian disterilkan dalam autoklaf selama 60 menit pada suhu 121 0C dengan tekanan 1 atm.

Inokulasi Bakteri Bradyrhizobium japonicum ke dalam Gambut dan Penyimpanan Inokulan

Gambut seberat 20 g yang telah disterilkan diinokulasi dengan 10 ml inokulan B. japonicum (Bergensen 1980). Setelah diinokulasi, campuran diaduk sampai rata dan disimpan pada dua suhu yang berbeda yaitu pada suhu ruang (± 25 ºC) dan suhu 10 ºC selama 1, 2, dan 3 bulan.

Uji Viabilitas Inokulan

Pengujian viabilitas inokulan dilakukan setiap bulan selama penyimpanan 1, 2, dan 3 bulan, dengan metode hitungan cawan untuk mengetahui daya tahan hidup bakteri dalam setiap masa penyimpanan. Jumlah sel dihitung berdasarkan jumlah koloni yang tumbuh dalam medium YMA yang mengandung merah kongo sebanyak 0,0025% dan antibiotik rifampisin sebanyak 50 µg/ml (Lampiran 3). Viabilitas inokulan dinyatakan dalam nilai indeks jumlah sel yang dihitung berdasarkan nilai pengurangan jumlah sel setelah penyimpanan dengan jumlah sel diawal inokulasi dibagi dengan jumlah sel pada awal inokulasi.

Inokulasi Bradyrhizobium japonicum pada Biji Kedelai dan Penanaman pada Rumah Kaca

Biji kedelai yang akan digunakan disterilkan permukaannya dengan cara direndam dalam larutan alkohol 95% selama ± 10 detik, kemudian dalam H2O2

3% selama ± 5 menit, selanjutnya dibilas dengan akuades steril sebanyak tujuh kali (Somasegaran & Hoben 1985). Biji yang sudah steril direndam dalam akuades steril selama ± 3 jam untuk imbibisi.

Biji kedelai yang steril dicampur dengan gambut sebagai pembawa inokulan menggunakan metode Kawuri dan Astiti (1999). Pertama dibuat larutan perekat sukrosa (gula pasir) 20% dengan cara melarutkan 20 g sukrosa dalam 100 ml air, kemudian sebanyak 15 ml dari larutan tersebut dicampur dengan benih kedelai sebanyak 1 Kg, setelah merata ditambahkan 5 g inokulan dan diaduk, selanjutnya dianginkan selama 15 menit dan siap untuk ditanam.

Media tanah asam yang diambil dari daerah Cikabayan sebelum digunakan disterilkan terlebih dahulu dalam autoklaf (1 atm, 121 ºC, 60 menit). Biji kedelai yang sudah diinokulasi ditanam dalam lubang tanam di tanah asam steril dalam polibag. Percobaan ini menggunakan dua kontrol yaitu tanaman yang tidak diinokulasi dan tidak diberi hara N (kontrol 1), dan tanaman yang tidak diinokulasi tetapi diberi hara N sebanyak 0,05% (kontrol 2). Setiap perlakuan diulang 3 kali. Penyiraman dilakukan dua hari sekali, pengukuran tinggi tanaman dilakukan sehari sebelum panen. Percobaan dilakukan hingga tanaman menghasilkan polong dan biji.

Uji Efektivitas Simbiotik

Parameter yang diukur dalam penentuan efektivitas simbiotik ialah bobot kering tanaman bagian atas, bobot kering bintil akar, efektivitas simbiotik, jumlah bintil, kandungan N total tajuk, aktivitas nitrogenase, jumlah polong, jumlah biji, dan bobot biji per tanaman yang dihasilkan. Pengeringan tanaman dan bintil akar dilakukan dalam oven pada suhu 70 ºC selama 48 jam. Penetapan bobot kering dilakukan dengan menggunakan neraca analitik.

Nilai efektivitas simbiotik (ES) diperoleh dengan rumus sebagai berikut (Bergensen 1980):

ES = Bobot kering tanaman bagian atas yang diinokulasi galur uji x 100% Bobot kering tanaman bagian atas yang diberi KNO3

Penentuan N Total

Pengukuran kandungan N total tanaman dilakukan di Balai Penelitian Tanah Bogor, dengan mengukur kandungan N tanaman bagian atas. Tanaman yang sudah dikeringkan pada suhu 70 ºC selama 48 jam digiling. Setelah digiling tanaman yang sudah halus didestruksi pada suhu 350 ºC selama 3-4 jam. Hasil destruksi berupa ekstrak jernih. Ekstrak didinginkan kemudian diencerkan dengan akuades, dikocok sampai homogen dibiarkan semalam agar partikel mengendap. Ekstrak jernih digunakan untuk pengukuran N dengan cara spektrofotometri menggunakan pereaksi indofenol biru pada panjang gelombang 636 nm.

Uji Aktivitas Nitrogenase

Pengukuran aktivitas nitrogenase dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, IPB. Aktivitas nitrogenase diuji dengan menggunakan kromatografi gas. Reduksi asetilen (C2H2)

menjadi etilen (C2H4) menunjukkan aktivitas nitrogenase. Prinsip uji ini ialah

konsentrasi gas C2H4 yang terbentuk yang menunjukkan aktivitas reduksi asetilena

(aktivitas nitrogenase).

Sampel akar dimasukkan ke dalam botol inkubasi masing-masing dua akar tanaman dalam satu botol, kemudian ditutup rapat dengan penutup karet. Tahap

selanjutnya ialah pengambilan gas dari dalam botol sebanyak 2 ml dan menggantinya dengan menginjeksikan gas asetilen (C2H2) sebanyak 2 ml. Botol

diinkubasi selama 30 menit kemudian gas diambil 0,1 ml untuk diinjeksikan ke dalam kromatografi gas GC – 17 A Shimadzu. Gas etilen (C2H4) yang terbentuk

dihitung konsentrasinya berdasarkan luas puncak, angka-angka yang tercetak pada kertas kromatogram dimasukkan ke dalam persamaan garis dari kurva standar yang telah dikalibrasi (Anas & Muluk 2003).

Aktivitas nitrogenase yang diukur ialah aktivitas nitrogenase total yaitu jumlah etilen yang terbentuk per jumlah tanaman per jam dalam satuan µmol. Setelah pengukuran selesai, bintil akar dipisahkan dari akar kemudian dimasukkan ke dalam kantung-kantung kertas, selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 70 ºC selama 48 jam untuk diukur berat keringnya (Somasegaran & Hoben 1985). Persentase aktivitas nitrogenase relatif dihitung berdasarkan nisbah aktivitas nitrogenase terhadap nilai aktivitas tertinggi dari sampel yang diukur.

HASIL

Uji Viabilitas

Kepadatan sel masing-masing inokulan pada awal inokulasi, sebesar 1,4 x 109 sel/g gambut untuk Bj 11 (5), Bj 11 (19) sebesar 5,5 x 107 sel/g gambut, dan Bj 11 (wt) sebesar 1,9 x 109 sel/g gambut. Inokulan dari tiga galur B. japonicum dengan menggunakan bahan pembawa berupa gambut yang disimpan pada dua suhu yang berbeda (suhu ruang dan suhu 10 ºC) selama 1, 2, dan 3 bulan ternyata ada yang menunjukkan peningkatan dan penurunan jumlah sel (Tabel 1). Hasil analisis statistik menunjukkan adanya interaksi antara jenis galur, suhu, dan masa penyimpanan.

Tabel 1 Viabilitas (sel/g inokulan) dari tiga jenis galur B. japonicum yang disimpan pada suhu ruang (± 25 ºC) dan suhu 10 ºC, masa penyimpanan 1, 2, dan 3 bulan

Jenis galur

Suhu Masa penyimpanan (bulan)

1 2 3 Bj 11

(5)

Ruang 9,8 x 107 cdef 2,8 x 107 f 1,3 x 108 abcdef 10 ºC 1,4 x 108 abcdef 1,2 x 108 abcdef 7,6 x 107 def Bj 11

(19)

Ruang 2,4 x 108 ab 2,0 x 108 abc 1,1 x 108 bcdef 10 ºC 1,8 x 108 abcd 2,5 x 108 a 1,8 x 108 abcd Bj 11

(wt)

Ruang 1,6 x 108 abcde 1,1 x 108 bcdef 4,2 x 107 ef 10 ºC 1,3 x 108 abcdef 1,1 x 108 bcdef 1,9 x 08 abcd Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf 5 % uji DMRT.

Bj 11 (19) menunjukkan peningkatan jumlah sel dari 107 sel/g gambut pada awal inokulasi menjadi 108 sel/g gambut setelah disimpan selama 3 bulan. Di samping itu jumlah sel Bj 11 (19) relatif stabil selama 3 bulan penyimpanan, baik pada suhu ruang (± 25ºC) maupun suhu 10 ºC. Bj 11 (5) dan Bj 11 (wt) keduanya menunjukkan penurunan jumlah sel dari 109 sel/g gambut menjadi 107 sel/g gambut. Jumlah sel tertinggi yang diperoleh yaitu galur Bj 11 (19) masa penyimpanan 2 bulan pada suhu 10 ºC sebesar 2,5 x 108 sel/g gambut, sedangkan

jumlah sel terendah diperoleh yaitu dari galur Bj 11 (5) masa penyimpanan 2 bulan pada suhu ruang (± 25 ºC) sebesar 2,8 x 107 sel/g gambut.

Analisis indeks penurunan dan kenaikan jumlah sel menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara jenis galur, suhu, dan masa penyimpanan. Dari tiga jenis galur yang digunakan Bj 11 (19) memberikan indeks kenaikan jumlah sel yang tertinggi dan terjadi kenaikan jumlah sel selama penyimpanan, sedangkan Bj 11 (5) dan Bj 11 (wt) menunjukkan penurunan jumlah sel selama penyimpanan (Tabel 2).

Tabel 2 Indeks penurunan dan kenaikan jumlah sel dari tiga jenis galur B. japonicum yang disimpan pada suhu ruang (± 25 ºC) dan suhu 10 ºC, masa penyimpanan 1, 2, dan 3 bulan

Jenis galur Suhu Masa penyimpanan (bulan)

1 2 3 Bj 11 (5) Ruang -0,93 -0,97 -0,91 10 ºC -0,90 -0,91 -0,94 Bj 11 (19) Ruang 3,27 2,69 0,99 10 ºC 2,33 3,44 2,26 Bj 11 (wt) Ruang -0,91 -0,94 -0,97 10 ºC -0,93 -0,94 -0,89

Keterangan : Tanda (-) menunjukkan indeks penurunan jumlah sel. Uji Efektivitas Simbiotik

Efektivitas Simbiotik sebelum Penyimpanan. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa jumlah bintil tanaman kedelai varietas Slamet yang diinokulasi dengan B. japonicum berbeda nyata dengan tanaman yang tidak diinokulasi B. japonicum (kontrol dengan penambahan N dan kontrol tanpa N). Bobot kering bintil akar tanaman yang diinokulasi dengan Bj 11 (19) berbeda nyata dengan tanaman yang tidak diinokulasi B. japonicum. Tidak ada perbedaan yang nyata antara tanaman yang diinokulasi B. japonicum dengan tanaman yang tidak diinokulasi B. japonicum untuk parameter bobot kering tanaman bagian atas. Tanaman kontrol 45 HST yang diberi penambahan sumber N (KNO3), tidak

menunjukkan efektivitas simbiotik yang berbeda nyata dengan tanaman yang diinokulasi dengan B. japonicum. Kontrol yang tidak diberi sumber N

menunjukkan efektivitas simbiotik yang lebih rendah dan berbeda nyata dengan yang diinokulasi BJ 11 (5) dan Bj 11 (wt). Kandungan N total tajuk tanaman yang diinokulasi dengan Bj 11 (5) dan kontrol yang diberi N (KNO3) berbeda nyata

terhadap tanaman kontrol tanpa penambahan N (Tabel 3, Lampiran 4 dan 5).

Tabel 3 Pengaruh inokulan B. japonicum sebelum penyimpanan terhadap jumlah bintil, bobot kering bintil, bobot kering tanaman bagian atas, efektivitas simbiotik, dan kandungan N total tajuk tanaman kedelai varietas Slamet umur 45 HST pada media tanah asam pH 4,8

Galur bakteri Jumlah bintil (bintil tan-1) Bobot kering bintil akar (mg tan -1) Bobot kering tanaman bagian atas (mg tan-1) Efektivitas simbiotik (% ESN) Kandungan N total tajuk (%) Bj 11 (5) 4,0 a 1,60 b 376,95 a 104,69 a 3,14 a Bj 11 (19) 6,5 a 4,60 a 315,40 a 86,88 ab 2,47 bc Bj 11 (wt) 5,5 a 1,85 ab 354,60 a 98,23 a 2,49 bc Kontrol N 0,0 b 0,00 b 360,20 a 100,00 a 2,90 ab Kontrol N0 0,0 b 0,00 b 313,15 a 71.76 b 2,33 c Keterangan :

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf 5 % uji DMRT.

Kontrol N : kontrol dengan penambahan KNO3, kontrol N0 : kontrol tanpa KNO3.

Gambar 1 Pengaruh inokulan B. japonicum sebelum penyimpanan terhadap aktivitas nitrogenase relatif (%) tanaman kedelai varietas Slamet umur 45 HST pada media tanah asam pH 4,8.

0 20 40 60 80 100 120 Bj 11 (5) Bj 11 (19) Bj 11 (w t) Kontrol N Galur bak te ri A k ti v it a s n itr o g e n a s e r e la ti f (% )

Berdasarkan hasil pengukuran bintil akar tanaman kedelai yang diinokulasi dengan B. japonicum menunjukkan aktivitas nitrogenase yang lebih tinggi dibandingkan kontrol N. Aktivitas nitrogenase tertinggi ditunjukkan oleh galur Bj 11 (19) sebesar 2,16 µmol 2 tan-1 jam-1 (aktivitas nitrogenase relatif 100%) dan nilai terendah ditunjukkan oleh Bj 11 (wt) sebesar 0,48 µmol 2 tan-1 jam-1 (aktivitas nitrogenase relatif 22%) (Gambar 1).

Efektivitas Simbiotik setelah Penyimpanan 1 Bulan. Hasil analisis statistik menunjukkan hanya terjadi interaksi antara galur bakteri B. japonicum dengan suhu penyimpanan inokulan terhadap bobot kering tanaman bagian atas (BKTBA). Nilai tertinggi ditunjukkan oleh Bj 11 (wt) yang disimpan pada suhu ruang (± 25 ºC) sebesar 457,20 mg tan-1. Nilai terendah ditunjukkan oleh kontrol tanpa pemberian N (kontrol N0) yang disimpan pada suhu ruang sebesar 112,15 mg tan-1 (Tabel 4 dan Lampiran 6). Tidak ada interaksi antara galur bakteri B. japonicum dengan suhu penyimpanan inokulan untuk parameter jumlah bintil, bobot kering bintil, efektivitas simbiotik, dan kandungan N total tanaman (Tabel 4 dan Lampiran 7).

Tanaman kontrol 45 HST tidak menghasilkan bintil dan berbeda dengan tanaman yang diinokulasi dengan B. japonicum yang menghasilkan bintil antara 3 – 9 bintil. Efektivitas simbiotik dari tanaman kontrol yang ditambah sumber N menunjukkan nilai lebih tinggi dibandingkan kontrol tanpa N, namun masih lebih rendah dibandingkan yang diinokulasi dengan B. japonicum. Bj 11 (5) menunjukkan hasil tertinggi untuk parameter efektivitas simbiotik. Tanaman yang diinokulasi B. japonicum dan kontrol dengan penambahan N mempunyai kandungan N total tajuk tanaman yang lebih tinggi daripada kontrol tanpa pemberian N (kontrol N0).

Pengamatan pada tanaman kedelai 80 HST yang diinokulasi inokulan yang disimpan selama 1 bulan meliputi jumlah polong, jumlah biji, dan bobot biji. Tidak ada interaksi antara galur bakteri B. japonicum dengan suhu penyimpanan inokulan untuk parameter jumlah polong, jumlah biji, dan bobot biji (Tabel 5). Nilai tertinggi untuk jumlah polong dan jumlah biji per tanaman ditunjukkan oleh Bj 11 (wt), nilai tertinggi untuk bobot biji per tanaman ditunjukkan oleh Bj 11 (19).

Galur bakteri

Jumlah bintil (bintil tan -1) *

Bobot kering bintil (mg tan-1) *

Bobot kering tanaman bagian atas (mg tan-1)

Efektivitas simbiotik (% ESN) * N total tajuk (%) * Suhu ruang Suhu 10 ºC Suhu ruang Suhu 10 ºC Suhu ruang Suhu 10 ºC Suhu ruang Suhu 10 ºC Suhu ruang Suhu 10 ºC Bj11 (5) 6,5 8,5 3,75 4,30 414,00 ab 437,75 a 112,97 135,72 2,81 2,78 Bj11 (19) 4,5 6,0 5,05 6,50 434,00 a 377,35 ab 118,36 118,28 2,98 2,73 Bj11 (wt) 4,5 3,5 2,60 2,60 457,20 a 360,60 abc 125,13 113,04 2,70 2,82 Kontrol N 0,0 0,0 0,00 0,00 366,95abc 329,30 bc 100,00 100,00 2,97 2,83 Kontrol N0 0,0 0,0 0,00 0,00 112,15 d 275,20 c 30,52 85,24 2,39 2,28

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf 5 % uji DMRT, tanda * = tidak ada interaksi antara jenis galur inokulan dan suhu penyimpanan berdasarkan analisis statistik.

Tabel 5 Pengaruh inokulan B. japonicum yang telah disimpan selama 1 bulan dan 2 bulan pada suhu ruang (± 25 ºC) dan suhu 10 ºC terhadap jumlah polong, jumlah biji, dan bobot biji tanaman kedelai varietas Slamet umur 80 HST pada media tanah asam pH 4,8 Galur

bakteri

Penyimpanan 1 bulan Penyimpanan 2 bulan

Jumlah polong (polong tan-1) * Jumlah biji (biji tan-1) * Bobot biji/tanaman (mg) * Jumlah polong (polong tan-1) * Jumlah biji (biji tan-1) * Bobot biji/tanaman (mg) Suhu ruang Suhu 10 ºC Suhu ruang Suhu 10 ºC Suhu ruang Suhu 10 ºC Suhu ruang Suhu 10 ºC Suhu ruang Suhu 10 ºC Suhu ruang Suhu 10 ºC Bj 11 (5) 1,0 1,0 1,3 1,0 65,53 50,10 1,0 1,3 1,0 1,0 62,30 ab 30,53 d Bj 11 (19) 1,0 1,0 1,0 1,7 75,83 82,53 1,0 1,5 1,0 1,5 33,15 cd 70,30 a Bj 11 (wt) 1,0 1,3 1,3 1,7 74,97 58,10 0,0 1,0 0,0 1,0 0,00 e 51,83 abc Kontrol N 1,0 1,0 1,7 1,3 83,80 66,87 1,0 1,0 1,0 1,3 44,57 bcd 62,87 ab Kontrol N0 1,0 1,0 1,3 1,3 62,97 57,70 2,0 1,0 1,0 1,0 40,50 cd 52,73 abc Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf 5 % uji DMRT, tanda * = tidak ada interaksi antara jenis galur inokulan dan suhu penyimpanan berdasarkan analisis statistik.

dengan suhu penyimpanan inokulan untuk parameter bobot kering bintil, bobot kering tanaman bagian atas, dan efektivitas simbiotik (Tabel 6, Lampiran 8 dan 9). Bj 11 (19) yang disimpan pada suhu ruang (± 25 ºC) selama 2 bulan menunjukkan hasil yang paling tinggi dan berbeda nyata untuk parameter bobot kering bintil, bobot kering tanaman bagian atas, dan efektivitas simbiotik dibandingkan dengan kedua kontrol, baik kontrol N maupun kontrol NO. Bj 11 (wt), Bj 11 (5), dan Bj 11 (19) yang disimpan pada suhu 10 ºC keduanya menunjukkan perbedaan yang nyata dengan kedua kontrol pada bobot kering bintil. Ketiga inokulan yang disimpan pada suhu 10 ºC selama 2 bulan tidak menunjukkan efektivitas simbiotik yang berbeda dengan kedua kontrol. Efektivitas simbiotik tanaman yang diinokulasi Bj 11 (19) dan Bj 11 (wt) yang disimpan pada suhu ruang berbeda nyata dengan tanaman yang diinokulasi dengan Bj 11 (5) dan tanaman yang tidak diinokulasi (kontrol N dan kontrol N0).

Tidak ada interaksi antara galur bakteri B. japonicum dengan suhu penyimpanan inokulan untuk jumlah bintil dan kandungan N total tajuk tanaman (Tabel 6, Lampiran 8 dan 9). Hasil yang terbaik untuk jumlah bintil dan kandungan N total tajuk tanaman ditunjukkan oleh Bj 11 (19).

Pengamatan pada tanaman kedelai 80 HST yang diinokulasi dengan inokulan yang telah disimpan selama 2 bulan menunjukkan tidak ada interaksi antara galur bakteri B. japonicum dengan suhu penyimpanan inokulan untuk parameter jumlah polong dan jumlah biji (Tabel 5). Nilai tertinggi untuk jumlah polong ditunjukkan oleh kontrol N0 (kontrol tanpa N), nilai tertinggi untuk jumlah biji ditunjukkan oleh Bj 11 (19). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa terjadi interaksi antara galur bakteri B. japonicum dengan suhu penyimpanan inokulan untuk parameter bobot biji per tanaman. Nilai tertinggi ditunjukkan oleh Bj 11 (19) yang disimpan pada suhu 10 ºC sebesar 70,30 mg sedangkan nilai terendah ditunjukkan oleh Bj 11 (wt) yang disimpan pada suhu ruang (± 25 ºC) (Tabel 5).

Tabel 6 Pengaruh inokulan B. japonicum yang telah disimpan selama 2 bulan pada suhu ruang (± 25 ºC) dan suhu 10 ºC terhadap jumlah bintil, bobot kering bintil akar, bobot kering tanaman bagian atas, efektivitas simbiotik, dan kandungan N total tajuk tanaman kedelai varietas Slamet umur 45 HST pada media tanah asam pH 4,8

Galur bakteri

Jumlah bintil (bintil tan -1) *

Bobot kering bintil (mg tan-1)

Bobot kering tanaman bagian atas (mg tan-1)

Efektivitas simbiotik

(% ESN) N total tajuk (%) * Suhu ruang Suhu 10 ºC Suhu ruang Suhu 10 ºC Suhu ruang Suhu 10 ºC Suhu ruang Suhu 10 ºC Suhu ruang Suhu 10 ºC Bj11 (5) 4,5 4,0 1,45 cd 3,15 ab 259,00 d 380,60 a 88,45 b 104,69 b 3,41 3,21 Bj11 (19) 5,0 4,5 3,75 a 2,20 bc 387,90 a 374,10 ab 132,82 a 102,81 b 4,33 3,65 Bj11 (wt) 1,5 5,5 1,45 cd 3,50 ab 355,80 ab 352,30 ab 121,59 a 96,83 b 3,69 3,10 Kontrol N 0,0 0,0 0,00 d 0,00 d 292,45 cd 363,85 ab 100,00 b 100,00 b 3,94 3,58 Kontrol N0 0,0 0,0 0,00 d 0,00 d 282,50 cd 319,95 bc 96,67 b 88,10 b 2,89 2,77 Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf 5 % uji DMRT, tanda * = tidak ada interaksi antara jenis galur inokulan dan suhu penyimpanan berdasarkan analisis statistik.

bobot kering tanaman bagian atas, efektivitas simbiotik, dan kandungan N total tajuk menunjukkan bahwa beberapa parameter berkorelasi positif. Nilai korelasi tertinggi ditunjukkan antara parameter jumlah bintil dengan bobot kering bintil sebesar 0,808. Nilai korelasi terendah ditunjukkan antara bobot kering bintil dengan kandungan N total sebesar -0, 019 (Tabel 7). Ada beberapa parameter yang menunjukkan korelasi negatif yaitu parameter jumlah bintil dengan bobot kering tanaman bagian atas, antara jumlah bintil dengan N total, dan antara bobot kering bintil dengan N total.

Tabel 7 Korelasi (r) antara beberapa parameter hasil inokulasi B. japonicum sebelum penyimpanan terhadap tanaman kedelai varietas Slamet umur 45 HST pada media tanah asam pH 4,8

Parameter JB (bintil tan-1) B K B (mg tan-1) BKTBA (mg tan-1) ESN (%) N total (%) JB (bintil tan-1) 1 0,808 -0,065 0,255 -0,019 B K B (mg tan-1) 1 0,096 0,197 -0,157 BKTBA (mg tan-1) 1 0,766 0,307 ESN (%) 1 0,650 N total (%) 1

Keterangan : JB = jumlah bintil, BKB = bobot kering bintil, BTBA = bobot kering tanaman bagian atas, ESN = efektivitas simbiotik terhadap kontrol N, N total = kandungan N total tajuk.

Hasil analisis korelasi antara beberapa parameter hasil inokulasi B. japonicum yang telah disimpan selama 1 bulan menunjukkan bahwa semua parameter berkorelasi positif. Nilai korelasi tertinggi ditunjukkan antara parameter bobot kering tanaman bagian atas dengan efektivitas simbiotik sebesar 0,888. Nilai korelasi terendah ditunjukkan pada korelasi antara parameter jumlah bintil dengan kandungan N total sebesar 0,268 (Tabel 8).

Hasil analisis korelasi antara beberapa parameter hasil inokulasi B. japonicum yang telah disimpan selama 2 bulan menunjukkan bahwa semua parameter berkorelasi positif. Nilai korelasi tertinggi ditunjukkan antara parameter

bobot kering tanaman bagian atas dengan efektivitas simbiotik sebesar 0,665. Nilai korelasi terendah ditunjukkan pada korelasi antara parameter kandungan N total dengan jumlah bintil sebesar 0,103 (Tabel 9).

Tabel 8 Korelasi (r) antara beberapa parameter hasil inokulasi B. japonicum yang telah disimpan selama 1 bulan terhadap tanaman kedelai varietas Slamet umur 45 HST pada media tanah asam pH 4,8

Parameter JB (bintil tan -1) B K B (mg tan-1) BKTBA (mg tan-1) ESN (%) N total (%) JB (bintil tan -1) 1 0,829 0,644 0,726 0,268 B K B (mg tan-1) 1 0,572 0,623 0,269 BKTBA (mg tan-1) 1 0,888 0,567 ESN (%) 1 0,421 N total (%) 1

Tabel 9 Korelasi (r) antara beberapa parameter hasil inokulasi B. japonicum yang telah disimpan selama 2 bulan terhadap tanaman kedelai varietas Slamet umur 45 HST pada media tanah asam pH 4,8

Parameter JB (bintil tan -1) B K B (mg tan-1) BKTBA (mg tan-1) ESN (%) N total (%) JB (bintil tan -1) 1 0,615 0,198 0,159 0,103 B K B (mg tan-1) 1 0,561 0,446 0,162 BKTBA (mg tan-1) 1 0,665 0,281 ESN (%) 1 0,598 N total (%) 1

PEMBAHASAN

Uji Viabilitas

Viabilitas sel B. japonicum hingga 3 bulan penyimpanan pada suhu ruang (± 25 ºC) dan suhu 10 ºC pada gambut steril, masih memenuhi standar minimum untuk pupuk hayati yang berisi galur tunggal yaitu 107 sel/g inokulan (Husen et al. 2007). Hasil perhitungan jumlah sel B. japonicum menunjukkan bahwa dari ketiga galur yang diuji, galur Bj 11 (19) yang disimpan selama 2 bulan pada suhu 10 ºC mempunyai viabilitas yang terbaik yaitu sebesar 2,5 x 108 sel/gambut (indeks 3,44), sedangkan galur Bj 11 (5) yang disimpan selama 2 bulan pada suhu ruang (± 25 ºC) menunjukkan jumlah sel terendah yaitu sebesar 2,8 x 107 sel/g gambut ( indeks -0, 97) (Tabel 1 dan 2).

Galur Bj 11 (19) menunjukkan viabilitas sel yang lebih tinggi dan indeks jumlah sel yang positif dibandingkan galur Bj 11 (5) dan Bj 11 (wt) baik yang disimpan pada suhu 10 ºC maupun suhu ruang. Penyimpanan inokulan dalam gambut steril pada suhu 10 ºC relatif lebih baik daripada suhu ruang. Widawati dan Suliasih (1997) melaporkan bahwa penyimpanan inokulan Rhizobium pada suhu 5 ºC dapat mempertahankan viabilitas sel selama masa penyimpanan 12 bulan. Daza et al. (2000) telah menguji pertumbuhan dan viabilitas inokulan R. leguminosarum, R. tropici, B. japonicum dan Bacillus megaterium di dalam gambut dan perlit, diperoleh hasil bahwa viabilitas semua galur di dalam kedua bahan pembawa tersebut sama, dan lebih baik ketika inokulan disimpan pada suhu 4 ºC daripada 28 ºC. Penyimpanan pada suhu 10 ºC pada penelitian ini berdasarkan hasil penelitian Silvia et al. (2005) bahwa Rhizobium adalah mesofil dan pada umumnya tidak dapat tumbuh pada suhu di bawah 10 °C atau di atas 37 °C. Suhu optimum untuk pertumbuhan Rhizobium pada kisaran 25 – 30°C (Somasegaran & Hoben 1995).

Adanya peningkatan dan penurunan jumlah sel bakteri disebabkan perbedaan kemampuan adaptasi dari ketiga galur yang diuji. Peningkatan jumlah sel bakteri dalam gambut menunjukkan bahwa selama masa penyimpanan memungkinkan terjadi pertumbuhan atau multiplikasi sel melalui proses

pembelahan biner yang dipengaruhi oleh suhu dan kandungan nutrisi (Madigan & Martinko 2000).

Kelebihan gambut sebagai bahan pembawa mikrob karena gambut merupakan bahan organik yang telah melapuk sehingga mengandung asam humat yang mengandung C dan N-organik berupa asam-asam amino yang dapat meningkatkan pertumbuhan mikrob (Saraswati 1999). Penurunan jumlah sel bakteri dalam gambut diduga karena galur tersebut tidak dapat beradaptasi dengan kandungan nutrisi gambut dan kondisi fisik lingkungan seperti suhu. Di alam dengan kandungan nutrisi yang tersedia rendah, peningkatan kepadatan populasi akan menyebabkan kompetisi untuk mendapatkan nutrisi, relung ekologi, dan oksigen yang ada (Atlas & Bartha 1998).

Keragaman suhu dapat mengubah proses metabolisme tertentu tergantung pada spesies mikroorganismenya (Pelczar & Chan 1986). Suhu juga mempengaruhi ketahanan hidup bakteri termasuk BBA. Respon bakteri terhadap

Dokumen terkait