• Tidak ada hasil yang ditemukan

BOGOR

2009

Nama : Lenny Handayani

NRP : G351070181

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Nisa Rachmania Mubarik, M. Si. Dr. Aris Tri Wahyudi, M. Si. Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Mayor Mikrobiologi Dekan Sekolah Pascasarjana

segala karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah (tesis) dengan judul Inokulan Bradyrhizobium japonicum Toleran Asam-Al : Uji Viabilitas dan Efektivitas Simbiotik Terhadap Tanaman Kedelai. Penelitian ini didanai oleh Departemen Agama RI dan Program Insentif Ristek Terapan Kementrian Negara Riset dan Teknologi tahun 2009.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Nisa Rachmania Mubarik, M.Si dan Dr. Aris Tri Wahyudi, M.Si selaku pembimbing atas kesediaan dan kesabarannya memberi bimbingan selama penelitian hingga penulisan tesis ini. Ucapan terima kasih disampaikan pula kepada Dr. Miftahuddin, M.Si sebagai dosen penguji atas saran dan masukan yang diberikan. Terima kasih penulis sampaikan kepada Departemen Agama RI yang telah memberikan beasiswa untuk melanjutkan studi S2 di Sekolah Pascasarjana IPB melalui Program Peningkatan Mutu Guru Madrasah.

Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak dan Ibu pengelola Laboratorium Mikrobiologi dan Rumah Kaca Departemen Biologi FMIPA IPB atas segala bantuan yang diberikan selama penelitian ini dilakukan dari bulan Oktober 2008 sampai Mei 2009.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sangat tulus kepada orang tua, suami tercinta, dan seluruh keluarga atas doa, motivasi, dan keikhlasan mereka untuk ditinggalkan selama penulis menempuh pendidikan di IPB.

Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Juli 2009

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ujung Pandang pada tanggal 26 Agustus 1970 dari ayah M. Yusri dan ibu Hj. Suarci. Tahun 1988 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Ujung Pandang. Pendidikan tinggi ditempuh di Universitas Hasanuddin Jurusan Biologi Fakultas MIPA lulus tahun 1995.

Tahun 1998 penulis bekerja sebagai guru biologi di SMU Insan Cendekia Gorontalo. Sejak tahun 2002 sampai sekarang penulis bekerja sebagai guru biologi pada Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia Gorontalo.

Pada tahun 2007 penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan studi pada Sekolah Pascasarjana IPB melalui Program Beasiswa Peningkatan Mutu Guru Madrasah dari Departemen Agama Republik Indonesia. Selama studi S2 penulis berkesempatan menyampaikan sebagian hasil penelitian ini secara lisan pada Seminar Nasional Biologi di Universitas Pendidikan Indonesia Bandung pada bulan Juli 2009.

DAFTAR TABEL ... xi DAFTAR LAMPIRAN ... xii PENDAHULUAN

Latar Belakang ... 1 Tujuan Penelitian ... 2 TINJAUAN PUSTAKA

Bakteri Bintil Akar ... 4 Proses Pembentukan Bintil Akar ... 5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Bintil Akar ... 5 Penambatan Nitrogen ... 6 Efektivitas Simbiotik ... 8 Kedelai Toleran Asam ... 8 Bahan Pembawa ... 8 Tanah Asam ... 9 BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian ... 11 Bahan ... 11 Rancangan Percobaan dan Analisis Data ... 11 Penyiapan Inokulan ... 12 Penyiapan Gambut ... 12 Inokulasi Bakteri Bradyrhizobium japonicum ke dalam Gambut

dan Penyimpanan Inokulan ... 12 Uji Viabilitas Inokulan ... 13 Inokulasi Bradyrhizobium japonicum pada Biji Kedelai dan

Penanaman pada Rumah Kaca ... 13 Uji Efektivitas Simbiotik ... 14 Penentuan N Total ... 14 Uji Aktivitas Nitrogenase ... 14 HASIL

Uji Viabilitas ... 16 Uji Efektivitas Simbiotik ... 17 PEMBAHASAN

Uji Viabilitas ... 26 Uji Efektivitas Simbiotik ... 28 SIMPULAN DAN SARAN ... 33 DAFTAR PUSTAKA ... 34

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Viabilitas (sel/g inokulan) dari tiga jenis galur B. japonicum yang disimpan pada suhu ruang (± 25 ºC) dan suhu 10 ºC, masa penyimpanan 1, 2, dan 3 bulan ... 2 Indeks penurunan dan kenaikan jumlah sel dari tiga jenis galur B.

japonicum yang disimpan pada suhu ruang (± 25 ºC) dan suhu 10 ºC, masa penyimpanan 1, 2, dan 3 bulan ... 3 Pengaruh inokulan B. japonicum sebelum penyimpanan terhadap jumlah bintil, bobot kering bintil, bobot kering tanaman bagian atas, efektivitas simbiotik, dan kandungan N total tajuk tanaman kedelai varietas Slamet umur 45 HSTpada media tanah asam pH 4,8 ... 4 Pengaruh inokulan B. japonicum yang telah disimpan selama 1 bulan

pada suhu ruang (± 25 ºC) dan suhu 10 ºC terhadap jumlah bintil, bobot kering bintil akar, bobot kering tanaman bagian atas, efektivitas simbiotik, dan kandungan N total tajuk tanaman kedelai varietas Slamet umur 45 HST pada media tanah asam pH 4,8...

5 Pengaruh inokulan B. japonicum yang telah disimpan selama 1 bulan dan 2 bulan pada suhu ruang (± 25 ºC) dan suhu 10 ºC terhadap jumlah polong, jumlah biji, dan bobot biji tanaman kedelai varietas Slamet umur 80 HST pada media tanah asam pH 4,8 ... 6 Pengaruh inokulan B. japonicum yang telah disimpan selama 2 bulan

pada suhu ruang (± 25 ºC) dan suhu 10 ºC terhadap jumlah bintil, bobot kering bintil akar, bobot kering tanaman bagian atas, efektivitas simbiotik, dan kandungan N total tajuk tanaman kedelai varietas Slamet umur 45 HST pada media tanah asam pH 4,8...

7 Korelasi (r) antara beberapa parameter hasil inokulasi B. japonicum sebelum penyimpanan terhadap tanaman kedelai varietas Slamet umur 45 HST pada media tanah asam pH 4,8... 8 Korelasi (r) antara beberapa parameter hasil inokulasi B. japonicum yang

telah disimpan selama 1 bulan terhadap tanaman kedelai varietas Slamet umur 45 HST pada media tanah asam pH 4,8 ...

9 Korelasi (r) antara beberapa parameter hasil inokulasi B. japonicum yang telah disimpan selama 2 bulan terhadap tanaman kedelai varietas Slamet umur 45 HST pada media tanah asam pH 4,8 ...

16 17 18 20 21 25 24 25 23

Halaman

1 Hasil analisis kimia media tanah asam dan gambut yang digunakan... 2 Komposisi media yeast extract mannitol agar (YMA) dan yeast extract

mannitol broth (YMB) untuk 1000 ml media ... 3 (A) koloni Bj 11 (19) setelah penyimpanan 2 bulan suhu 10 ºC pada

media YMA + merah kongo 0,0025% + rifampisin sebanyak 50 µg/ml, (B) koloni Bj 11 (5) setelah penyimpanan 2 bulan suhu ruang (25 ºC) pada media YMA + merah kongo 0,0025% + rifampisin sebanyak 50 µg/ml, dan (C) kontrol setelah penyimpanan 2 bulan suhu ruang (25 ºC) pada media YMA + merah kongo 0,0025% + rifampisin sebanyak 50 µg/ml ... ... 4 Tanaman kedelai varietas Slamet umur 45 HST pada media tanah asam

pH 4,8 yang diinokulasi B. japonicum sebelum penyimpanan . ...

5 Akar tanaman kedelai varietas Slamet umur 45 HST pada media tanah asam pH 4,8 yang diinokulasi B. japonicum sebelum penyimpanan ... 6 Tanaman kedelai varietas Slamet umur 45 HST pada media tanah asam

pH 4,8 yang diinokulasi B. japonicum setelah disimpan selama 1 bulan pada (A) suhu ruang (± 25 ºC) dan (B) suhu 10 ºC...

7 Akar tanaman kedelai varietas Slamet umur 45 HST pada media tanah asam pH 4,8 yang diinokulasi B. japonicum setelah disimpan selama 1 bulan pada (A) suhu ruang (± 25 ºC) dan (B) suhu 10 ºC ... 8 Tanaman kedelai varietas Slamet umur 45 HST pada media tanah asam

pH 4,8 yang diinokulasi B. japonicum setelah disimpan selama 2 bulan pada (A) suhu ruang (± 25 ºC) dan (B) suhu 10 ºC ... 9 Akar tanaman kedelai varietas Slamet umur 45 HST pada media tanah

asam pH 4,8 yang diinokulasi B. japonicum setelah disimpan selama 2 bulan pada (A) suhu ruang (± 25 ºC) dan (B) suhu 10 ºC ...

39 39 39 40 40 41 42 43 44

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kedelai (Glycine max) merupakan salah satu anggota leguminosae yang mengandung protein tinggi dan banyak dikonsumsi oleh penduduk Indonesia, namun sampai sekarang produksi kedelai nasional masih rendah, hal ini menyebabkan impor kedelai masih tinggi. Produksi kedelai nasional berkisar antara 600-700 ribu ton per tahun, sementara kebutuhan telah mencapai 2 juta ton pada tahun 2007 (Deptan 2008).

Peningkatan produksi kedelai dapat dilakukan dengan cara meningkatkan produktivitas dan perluasan areal tanam. Lahan sawah, lahan kering, dan lahan pasang surut memiliki potensi yang cukup besar dikembangkan untuk perluasan areal kedelai. Dari segi luas, lahan kering asam paling potensial (Deptan 2008).

Luas total daratan Indonesia sekitar 188,2 juta ha, dan sekitar 148 juta ha di antaranya merupakan lahan kering. Dari luas lahan kering tersebut, yang berupa tanah asam seluas 102.817.113 ha (69,4%) dan tanah yang tidak asam seluas 45.256.511 ha. Pengelolaan tanah asam lahan kering menghadapi berbagai kendala antara lain: rendahnya tingkat kesuburan tanah yang berkaitan dengan pH rendah, tingginya kadar aluminium (Al), kandungan besi dan mangan yang mendekati batas meracuni, dan populasi organisme tanah yang rendah (Mulyani et al. 2004).

Tersedianya nitrogen yang cukup merupakan salah satu kunci keberhasilan

dalam usaha peningkatan produktivitas tanaman kedelai. Pada perkembangan

tanaman legum, sumbangan nitrogen terbesar dihasilkan oleh infeksi akar legum oleh genus bakteri Rhizobium dan Bradyrhizobium (Robert & Tate 2000).

Salah satu cara untuk mengurangi pengaruh negatif dari pH tanah yang asam yaitu menggunakan galur inokulan toleran asam beserta inangnya. Bradyrhizobium merupakan bakteri tumbuh lambat yang toleran pada kondisi asam (Silvia et al. 2005 ).

Metode inokulasi dengan menggunakan inokulan Rhizobium merupakan salah satu penunjang untuk meningkatkan produksi tanaman kacang-kacangan

seperti kedelai. Rhizobium yang efektif dapat memenuhi kebutuhan tanaman akan N sebesar 50-75% (Widawati & Rahayu 1995).

Kualitas inokulan tergantung pada galur dan umumnya diseleksi berdasarkan keragaman karakteristiknya. Kualitas juga tergantung pada jumlah B. japonicum yang diinokulasikan. Telah dilaporkan bahwa jumlah sel B. japonicum dapat berkurang selama penyimpanan dan distribusi (Gomez et al. 1997).

Viabilitas inokulan selama proses penyimpanan dalam jangka waktu tertentu, agar keberadaannya dapat dipertahankan, diperlukan bahan pembawa yang dapat berfungsi sebagai sumber energi dan tempat tinggal mikrob (Saraswati 1999). Produksi dan mutu inokulan Rhizobium di beberapa negara berkembang dibatasi oleh ketersediaan bahan pembawa (carrier) yang sesuai dan keterbatasan teknologi (Khavasia et al. 2007). Bahan pembawa yang umum digunakan untuk Rhizobium ialah gambut (India, Indonesia, dan Kanada), lignit (India), dan arang (India) (Saraswati 1999). Formulasi dengan menggunakan gambut sebagai bahan pembawa dominan digunakan karena dapat mempertahankan viabilitas bakteri bintil akar dan mudah menggunakannya (Date 2001).

Beberapa aspek yang dapat mempengaruhi kualitas kultur di dalam gambut ialah dapat memberikan ketahanan hidup yang lebih baik dalam bahan pembawa dan pada biji, tingkat pengeringan, rehidrasi, karakteristik bahan pembawa termasuk bahan tambahan yang diberikan, dan metode inokulasi (Date 2001).

Endarini et al. (1995) telah menyeleksi galur B. japonicum toleran media asam-Al. Monasari (2007) telah melakukan konstruksi mutan B. japonicum toleran asam-Al melalui mutagenesis dengan transposon. Galur yang memiliki efektivitas simbiotik yang tinggi berhasil diperoleh. Penelitian yang dilakukan oleh Habibah (2008) berhasil memperoleh galur harapan Bj 11 (19) yang mempunyai efektivitas simbiotik lebih tinggi dari galur Bj standar USDA 110 dari USA.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan menguji viabilitas inokulan beberapa galur B. japonicum toleran asam-Al dengan menggunakan bahan pembawa gambut steril yang disimpan selama 1, 2, dan 3 bulan pada suhu ruang dan suhu 10 ºC, serta

menguji efektivitas simbiotik inokulan terhadap tanaman kedelai varietas Slamet sebelum dan setelah beberapa masa penyimpanan. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat diperoleh inokulan B. japonicum toleran asam-Al yang memiliki viabilitas yang baik dan efektivitas simbiotik yang tinggi setelah penyimpanan untuk diaplikasikan sebagai pupuk hayati, khususnya pada lahan asam yang cukup luas terdapat di Indonesia.

TINJAUAN PUSTAKA

Bakteri Bintil Akar

Legum merupakan suatu kelompok tanaman yang memiliki nilai ekonomi penting seperti kedelai, semanggi, alfalfa, buncis, dan kacang-kacangan. Rhizobium, Bradyrhizobium, Sinorhizobium, Mesorhizobium, dan Azorhizobium adalah bakteri Gram negatif, motil dan berbentuk batang yang dapat bersimbiosis dengan tanaman legum. Infeksi pada akar tanaman legum oleh salah satu spesies tersebut dapat membentuk nodul (bintil) pada akar yang dapat mengubah nitrogen dalam bentuk gas menjadi nitrogen terikat, proses ini dinamakan fiksasi nitrogen (Madigan & Martinko 2000). Fiksasi nitrogen oleh simbiosis legum-Rhizobium sangat penting bagi pertanian karena dapat meningkatkan nitrogen terikat di dalam tanah dengan sangat signifikan.

Kira-kira 90% dari seluruh spesies tanaman legum dapat mengalami nodulasi. Namun terdapat kespesifikan antara legum dan galur Rhizobium. Suatu galur Rhizobium umumnya dapat menginfeksi spesies legum tertentu dan tidak pada spesies lain. Kelompok galur Rhizobium yang dapat menginfeksi kelompok legum yang berkerabat dinamakan kelompok inokulasi silang. Meskipun galur Rhizobium mampu menginfeksi legum tertentu, tetapi tidak selalu dapat menghasilkan bintil yang memfiksasi nitrogen (Madigan & Martinko 2000).

Bradyrhizobium japonicum termasuk dalam grup II Rhizobium yang spesifik menodulasi kedelai. Grup II Rhizobium tumbuh lambat dan menghasilkan basa (alkali). Anggota dari kelompok Rhizobium ini memerlukan waktu pertumbuhan 3-5 hari pada medium cair dan rata-rata waktu pembelahan 6-7 jam. Kebanyakan galur dalam kelompok ini tumbuh dengan baik dengan menggunakan pentosa sebagai sumber karbon. Sel-selnya berbentuk batang, motil mempunyai flagel tunggal polar atau subpolar (Somasegaran & Hoben 1995).

Rhizobium sebagian besar bersifat kemoorganotrof aerobik dan mudah dikultur, tumbuh baik dengan keberadaan oksigen, menggunakan karbohidrat dan asam amino sederhana. Beberapa galur Rhizobium memerlukan vitamin untuk pertumbuhannya. Pertumbuhan optimum sebagian besar galur pada suhu 25 – 30 °C dan pH 6-7. Meskipun metabolismenya secara aerobik, beberapa galur

dapat tumbuh dengan baik pada keberadaan oksigen yang minim (mikroaerofilik) (Somasegaran & Hoben 1995).

Proses Pembentukan Bintil Akar

Beberapa tahap infeksi dan perkembangan bintil akar (Madigan & Martinko 2000) yaitu : (1) pengenalan bakteri terhadap bagian tanaman pada inang yang sesuai dan pelekatan bakteri pada rambut akar, (2) invasi bakteri pada rambut akar dengan membentuk benang-benang infeksi, (3) perluasan infeksi menuju akar utama melalui benang infeksi, (4) pembentukan sel-sel bakteri di dalam sel tanaman yang disebut bakteroid dan berkembang pada tahap fiksasi nitrogen, dan (5) pembelahan sel tanaman dan bakteri membentuk bintil akar dewasa (matang).

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Bintil Akar

Pembentukan bintil akar dan fiksasi nitrogen dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan yaitu keasaman, suhu, keberadaan garam mineral, salinitas dan alkalinitas (Silvia et al. 2005).

Keberhasilan penambatan N di udara oleh Rhizobium tergantung pada interaksi antara faktor-faktor berikut, yaitu keserasian galur Rhizobium dengan tanaman inang, kemampuan berkompetesi dengan Rhizobium indigenos, kemampuan tanaman inang untuk menyediakan nutrisi bagi Rhizobium yang bersimbiosis dengannya, serta faktor lingkungan terutama faktor pembatas dalam tanah, seperti pH, suhu, kelembaban tanah, dan ketersediaan hara makro dan mikro (Saraswati et al. 2003).

Simbiosis Rhizobium-Legum dipengaruhi oleh penurunan pH tanah. Penurunan pH tanah dapat menimbulkan peningkatan konsentrasi proton, kelarutan logam seperti aluminium yang bersifat toksik terhadap bakteri bintil akar. Respon bakteri bintil akar terhadap tanah asam tergantung pada interaksi sejumlah faktor seperti konsentrasi H+, aktivitas Al3+, dan kemampuan kompetisi dan persistensi dari galur Rhizobium (Tiwari et al. 1992).

Keasaman tanah secara langsung dapat menghambat pertumbuhan Rhizobium. Kegagalan nodulasi pada tanah asam tidak hanya disebabkan oleh menurunnya keberadaan Rhizobium, tetapi pH asam juga mempengaruhi

pelekatan Rhizobium pada inangnya. Nodulasi pada beberapa galur diperkirakan bermasalah pada pH di bawah 5,2 (Silvia et al. 2005).

Pada tingkat keasaman tanah yang berbeda, akan timbul permasalahan mengenai ketersediaan unsur hara tertentu yang dapat mempengaruhi kehidupan bakteri Rhizobium maupun tanaman kedelai (Widawati & Rahayu 1995). Kondisi asam dalam tanah berakibat defisiensi kalsium, magnesium, dan kalium. Seringkali, keasaman tanah berakibat berkurangnya pengambilan molibdenum (Rao 1994).

Spesies tanaman mempunyai toleransi yang beragam terhadap aluminium dan mangan tetapi umumnya tanaman lebih dipengaruhi oleh ion-ion ini daripada Rhizobium. Beberapa Rhizobium toleran pada 100 µM aluminium dan 300 µM mangan (Silvia et al. 2005).

Beberapa galur B. japonicum toleran terhadap konsentrasi aluminium yang cukup tinggi sekitar 50 µM yang dibuktikan dengan kemampuannya tumbuh pada media Ayanaba (Endarini et al. 1995), tetapi tidak semua rhizobia toleran asam juga toleran Al tinggi (Keyser & Munns 1979). Kandungan mineral N di atas tingkat tertentu mempengaruhi infeksi pada rambut akar, jumlah bintil, struktur bintil, dan jumlah nitrogen yang difiksasi (Rao 1994).

Rentangan suhu yang paling menguntungkan untuk pembentukan jaringan bakteroid di dalam bintil ialah 20 – 30 ºC. Pembentukan bintil tidak terjadi pada suhu akar di atas 32 ºC (Rao 1994). Suhu rendah dapat memperlambat proses nodulasi (Silvia et al. 2005).

Penelitian terhadap pembentukan bintil semanggi menunjukkan bahwa fotoperiode mempengaruhi pembentukan, ukuran, dan jumlah bintil pada sistem perakaran. Awal pembentukan bintil pada semanggi tertunda apabila panjang hari ditambah (Rao 1994).

Penambatan Nitrogen

Penambatan N2 secara simbiotik berkaitan dengan aktivitas enzim

nitrogenase, hidrogenase dan protein leghemoglobin. Nitrogenase merupakan suatu sistem enzim yang terdapat di dalam bakteroid, berfungsi mengkatalisis penambatan N2 dan merupakan kompleks yang tersusun atas dua komponen

logam-protein yakni MoFe-protein dan Fe-protein. MoFe-protein adalah komponen I disebut molibdoferedoksin atau dinitrogenase, Fe-protein adalah komponen II disebut azofereredoksin atau dinitrogenase-reduktase. Kedua komponen protein dibutuhkan bersama-sama untuk aktivitas katalisis nitrogenase dan masing-masing tidak aktif bila berdiri sendiri. Nitrogenase membutuhkan ATP dan reduktor potensial rendah untuk aktivitasnya. Reduktor berasal dari feredoksin atau flavodoksin (Madigan & Martinko 2000).

Sumber energi penambatan nitrogen pada bakteroid tergantung sepenuhnya pada fotosintat tanaman inang yang ditranspor melalui membran simbiosom dalam bentuk produk senyawa antara dari siklus asam trikarboksilat (siklus Krebs) yaitu asam suksinat, fumarat, dan malat yang merupakan donor elektron untuk menghasilkan ATP dan mereduksi N2. Asam piruvat merupakan reduktan yang

terlibat langsung sebagai donor elektron dalam sistem nitrogenase (Madigan & Martinko 2000).

Reaksi penambatan N2 yang terjadi di dalam bakteroid sebagai berikut :

nitrogenase

N2 + 8e + 8H+ + 16 MgATP ---> 2NH3 + H2 + 16 MgADP + 16 Pi

Enzim nitrogenase menggunakan 16 ATP. Untuk mereduksi satu molekul N2 menjadi dua molekul NH3 dibutuhkan 12 ATP, 4 ATP selebihnya digunakan

untuk mereduksi H+ menjadi H2. Ion Mg+ yang berikatan dengan ATP dibutuhkan

agar nitrogenase dapat berfungsi. Selain dapat mereduksi ikatan rangkap tiga dari molekul N2 menjadi amonia, enzim nitrogenase dapat pula mereduksi molekul lain

yang juga memiliki ikatan rangkap tiga seperti asetilen, sianida, nitrat oksida, dan metil isosianida (Somasegaran & Hoben 1995).

Aktivitas nitrogenase akan terhambat apabila terdapat oksigen, namun oksigen juga diperlukan dalam respirasi aerob B. japonicum untuk menghasilkan ATP yang mendukung aktivitas nitrogenase. Adanya leghemoglobin yang terdapat dalam sitoplasma sel nodul dapat mengendalikan keadaan ini. Leghemoglobin mampu mengikat O2 dengan cepat sekaligus mengendalikan O2

pada taraf yang tidak mengganggu aktivitas nitrogenase (Madigan & Martinko 2000).

Efektivitas Simbiotik

Simbiosis antara tanaman kedelai dengan bakteri simbion dalam penambatan nitrogen (N2) disebut efektivitas simbiotik. Efektivitas simbiotik diuji dengan

beberapa cara, di antaranya dengan penetapan bobot kering tanaman, kandungan N total dan aktivitas nitrogenase (Somasegaran & Hoben 1995).

Cara yang paling sederhana dalam menguji efektivitas simbiotik ialah dengan penetapan bobot kering tanaman. Bobot kering tanaman masih relevan digunakan untuk mengevaluasi efektivitas suatu galur bakteri bintil akar. Hal ini karena bobot kering tanaman berkorelasi nyata dengan kandungan N total. Bobot kering tanaman yang dipakai sebagai parameter untuk mengevaluasi penambatan N2 ialah tanaman bagian atas karena pada dasarnya 70% hasil penambatan

tanaman ditranslokasikan ke tanaman bagian atas. Bobot kering tanaman biasanya sangat berkorelasi dengan bobot kering bintil akar (Somasegaran & Hoben 1995).

Kedelai Toleran Asam

Kedelai varietas Slamet merupakan hasil persilangan antara varietas Wilis dan Dempo. Biji varietas ini memiliki kadar lemak 15% dan kandungan protein 34%. Karakteristik varietas ini memiliki tinggi tanaman 65 cm, bunga berwarna ungu, warna biji kuning, kulit polong masak berwarna coklat, bulu juga berwarna coklat. Tipe tumbuh determinan, mulai berbunga pada umur 37 hari setelah tanam dan polong masak pada umur 87 hari setelah tanam. Keunggulan varietas ini yaitu sesuai untuk tanah asam, tahan rebah, cukup tahan terhadap penyakit karat, dan produksi di tanah tidak asam dapat mencapai 2,26 ton/ha (Somantri et al. 2003).

Bahan Pembawa

Secara tradisional gambut didefinisikan sama dengan turf yang merupakan jaringan tanaman yang terkarbonisasi sebagian dan terbentuk pada kondisi basah, melalui proses dekomposisi berbagai tumbuhan dan lumut-lumutan. Tanah gambut biasa juga didefinisikan sebagai tanah yang mempunyai bahan organik lebih dari 65 % (Andriesse 2003).

Komposisi kimiawi bahan-bahan gambut dipengaruhi terutama oleh vegetasi asal, derajat dekomposisi, dan lingkungan kimiawi asal. Kandungan senyawa- senyawa yang larut air, terutama polisakarida, gula-gula tunggal (mono-sugar), dan beberapa tanin biasanya bervariasi di antara 5-10% tergantung pada tahap dekomposisi. Gambut-gambut hutan tropika mempunyai jumlah lignin serta derivat lignin yang cukup besar. Nilai sebesar 75% untuk gambut dataran rendah pesisir Indonesia adalah nilai yang sering terjadi, dan nilai yang sama (56-73%) ditemukan di Malaysia. Di dalam gambut terdapat juga senyawa organik yang mengandung nitrogen yang jumlahnya kecil kalau dibandingkan fraksi-fraksi lain, dan kebanyakan bersifat protein (Andriesse 2003).

Nilai karbon organik sebesar 48 - 50% pada gambut yang terdekomposisi sedikit (fibrik), 53 - 54% pada gambut yang terdekomposisi sedang (mesik), dan 58 - 60% pada gambut yang sangat terdekomposisi (saprik). Persentase nitrogen gambut berkisar antara 1,53 – 2,87%. Kandungan nitrogen pada lapisan permukaan gambut-gambut dalam, umumnya lebih tinggi dibanding pada gambut- gambut dangkal. Kandungan fosfor total pada gambut-gambut yang ada di Indonesia sekitar 0,006%. Beberapa tanah gambut terkenal karena kandungan belerang yang tinggi (Andriesse 2003).

Tanah Asam

Tanah asam didefenisikan sebagai tanah mineral yang mempunyai reaksi tanah asam (pH < 5,5) dan nilai kejenuhan basa (KB) < 50%, dan khususnya yang berada pada lahan kering. Tanah-tanah asam tersebut umumnya termasuk ordo Ultisol, Oxisol, Spodosol, sebagian Entisol dan Inseptisol yang berkembang di daerah beriklim basah dengan curah hujan tinggi (Setyorini et al. 2004).

Tanah yang bersifat asam mengandung kation-kation kalsium, magnesium, kalium atau natrium yang rendah, disebabkan unsur-unsur tersebut dibawa aliran air ke lapisan tanah yang lebih bawah (pencucian) atau hilang diserap tanaman. Di Indonesia, pH tanah umumnya berkisar antara 3,0 - 9,0, tetapi untuk daerah rawa seperti tanah gambut ditemukan pH di bawah 3,0 karena banyak mengandung asam sulfat (Hafsah 2004).

Nilai pH tanah dapat digunakan sebagai indikator kesuburan kimiawi tanah, karena dapat mencerminkan ketersediaan hara dalam tanah tersebut. Pada pH di bawah 6,5 dapat terjadi defisiensi P, Ca dan Mg serta toksisitas B, Mn, Cu, Zn, dan Fe. Sumber utama ion-ion H pada tanah asam sedang – kuat, seperti Ultisol, berasal dari hidrolisis Al yang menghasilkan pH 4,0 – 5,5 (Hanafiah 2005).

Teknologi pengelolaan lahan kering dengan tanah asam untuk tanaman pangan dan tanaman perkebunan dapat didekati dari dua aspek : (1) aspek tanah dan air yang bertujuan memperbaiki lingkungan tumbuh tanaman dengan kondisi air dan hara yang cukup (pemupukan N, P dan K secara berimbang, pengelolaan bahan organik, pemberian pupuk hayati dan irigasi suplemen, serta menekan tingkat kejenuhan Al), serta (2) aspek tanaman yang bertujuan memilih varietas- varietas tanaman yang toleran yang sesuai dengan kondisi biofisik lahan. Pengembangan varietas tanaman yang toleran terhadap keasaman dapat dilakukan baik secara alami (pemuliaan tanaman) maupun rekayasa genetika (Setyorini et al.

Dokumen terkait