• Tidak ada hasil yang ditemukan

Inokulan Bradyrhizobium japonicum Toleran Asam-Al : Uji Viabilitas dan Efektivitas Simbiotik Terhadap Tanaman Kedelai.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Inokulan Bradyrhizobium japonicum Toleran Asam-Al : Uji Viabilitas dan Efektivitas Simbiotik Terhadap Tanaman Kedelai."

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

INOKUL

UJI

LAN

Brady

I VIABILI

TERH

SE

INS

yrhizobium

ITAS DAN

HADAP T

LENNY

EKOLAH

STITUT P

m japonicu

N EFEKT

TANAMA

Y HANDA

H PASCAS

ERTANIA

BOGOR

2009

um

TOLE

TIVITAS S

AN KEDE

AYANI

SARJANA

AN BOGO

RAN ASA

SIMBIOTI

LAI

A

OR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Inokulan Bradyrhizobium japonicum Toleran Asam-Aluminium : Uji Viabilitas dan Efektivitas Simbiotik terhadap Tanaman Kedelai adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah diajukan kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2009

(3)

ABSTRACT

LENNY HANDAYANI. Inoculant of Acid-Aluminium Tolerant Bradyrhizobium japonicum : Viability Test and Symbiotic Effectivity Evaluation on Soybean. Under direction of NISA RACHMANIA MUBARIK and ARIS TRI WAHYUDI.

Acid soil is limiting factor of growth and production of soybean. Soil acidity directly can inhibit the growth of soybean and root-nodule bacterium Bradyrhizobium. This research was aimed to test viability strains of acid-aluminium tolerant Bradyrhizobium japonicum after a period of storages (1, 2, and 3 months) both at room (± 25 ºC) and 10 ºC temperature, and test its symbiotic effectivity on soybean. Inoculant of B. japonicum wild type Bj 11 (wt), and its mutants Bj 11 (5) and Bj 11 (19), were tested by using steril peat as carrier. The experiments was designed as factorial randomized completely design with three factors. Result of viability test showed that there were an interaction between strain types, temperature, and a period of storage. Inoculant of Bj 11 (19) stored at temperature 10 ºC for 2 months showed the highest viability at 2,5 x 108 cell/g inoculant. Inoculant of Bj 11 (5) had the highest result for plant height, shoot dry weight, symbiotic effectivity, and N-content before storage. Inoculant of Bj 11 (19) showed the highest result after storage 2 months at room temperature and temperature 10 ºC. The research showed that mutant strain of acid-Al tolerant B. japonicum Bj 11 (19) had better viability and higher symbiotic effectivity than wild-type strain.

(4)

Uji Viabilitas dan Efektivitas Simbiotik Terhadap Tanaman Kedelai. Dibimbing oleh NISA RACHMANIA MUBARIK and ARIS TRI WAHYUDI.

Salah satu cara untuk meningkatkan produksi tanaman kedelai di tanah pH asam (pH 4,0 – 5,0) yaitu menggunakan galur inokulan toleran asam beserta inangnya. Bradyrhizobium merupakan bakteri tumbuh lambat yang toleran pada kondisi asam. Beberapa penelitian sebelumnya telah menyeleksi galur B. japonicum toleran media asam-aluminium dan telah mengkonstruksi mutan B. japonicum toleran asam-aluminium melalui mutagenesis dengan transposon. Penelitian ini bertujuan untuk menguji viabilitas inokulan beberapa galur B. japonicum toleran asam-aluminium dengan menggunakan bahan pembawa gambut steril yang disimpan selama 1, 2, dan 3 bulan pada suhu ruang (± 25 ºC) dan suhu 10 ºC serta menguji efektivitas simbiotik inokulan terhadap tanaman kedelai varietas Slamet sebelum dan setelah beberapa masa penyimpanan.

Peremajaan B. japonicum dilakukan dengan cara menginokulasikan satu lup dari biakan stok ke dalam media Yeast Mannitol Agar (YMA) yang ditambah merah kongo 0,0025% dan antibiotik rifampisin 50 µg/ml dengan metode kuadran, diinkubasi di tempat gelap pada suhu ruang selama 5-7 hari. Satu koloni tunggal digoreskan pada media agar-agar miring YMA tanpa penambahan merah kongo. Kultur B. japonicum cair diproduksi pada medium YMB yang diinkubasi selama 7 hari di atas mesin penggoyang 120 rpm pada suhu ruang. Gambut steril digunakan sebagai pembawa inokulan B. japonicum dalam pembuatan inokulan padat. Inokulan disimpan pada dua suhu yang berbeda yaitu pada suhu ruang (± 25 ºC) dan suhu 10 ºC selama 1, 2, dan 3 bulan.

Pengujian viabilitas inokulan dilakukan setiap bulan selama penyimpanan 1, 2, dan 3 bulan, dengan metode hitungan cawan. Parameter yang diamati ialah jumlah koloni yang tumbuh pada medium YMA.

Pengujian efektivitas simbiotik dilakukan sebelum penyimpanan dan setelah penyimpanan. Pengujian ini dilakukan di rumah kaca menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan sepuluh perlakuan termasuk dua jenis kontrol yaitu kontrol N (kontrol dengan pemberian KNO3) dan kontrol N0 (kontrol tanpa KNO3).

Setiap perlakuan diulang tiga kali.

Parameter yang diukur ialah jumlah bintil, bobot kering bintil, bobot kering tanaman bagian atas, efektivitas simbiotik, kandungan N total tajuk tanaman, aktivitas nitrogenase, jumlah polong, jumlah biji, dan bobot biji per tanaman. Data dianalisis menggunakan program SAS ver 9.1, uji lanjut dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf kepercayaan 95%. Analisis data hasil uji viabilitas dengan rancangan acak lengkap faktorial in time, hasil uji efektivitas simbiotik dengan rancangan acak lengkap faktorial.

(5)

sebesar 2,5 x 108 sel/g inokulan, sedangkan jumlah sel terendah ditunjukkan oleh galur Bj 11 (5) masa penyimpanan 2 bulan pada suhu ruang (± 25 ºC) sebesar 2,8 x 107 sel/g inokulan.

Semua galur B. japonicum yang diinokulasikan pada tanaman kedelai varietas Slamet mampu menginfeksi dan membentuk bintil akar pada kondisi cekaman asam-Al.

Efektivitas simbiotik sebelum penyimpanan menunjukkan bahwa Bj 11 (5) adalah yang terbaik demikian pula setelah penyimpanan 1 bulan. Namun setelah penyimpanan 2 bulan menunjukkan bahwa Bj 11 (19) memberikan hasil terbaik. Hal ini mengindikasikan bahwa walaupun Bj 11 (5) memiliki kemampuan nodulasi yang baik namun tidak dapat disimpan lama sehingga bila disimpan dalam waktu yang lama maka kemampuan nodulasinya akan menurun. Hal sebaliknya terjadi pada Bj 11 (19), kemampuan nodulasinya selama penyimpanan tetap baik.

Analisis korelasi antara beberapa parameter hasil inokulasi B. japonicum baik sebelum penyimpanan, setelah penyimpanan 1 bulan maupun setelah penyimpanan 2 bulan semuanya menunjukkan bahwa korelasi antara parameter bobot kering tanaman bagian atas dengan efektivitas simbiotik nilai korelasinya tergolong kuat sampai korelasi yang sangat kuat.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa jumlah sel B. japonicum dapat berkurang atau bertambah dengan semakin lamanya masa penyimpanan yang dipengaruhi oleh suhu dan jenis galur. Ada interaksi antara jenis galur inokulan dan suhu penyimpanan. Suhu 10 ºC cenderung lebih baik untuk mempertahankan viabilitas sel.

Galur mutan memiliki viabilitas dan efektivitas simbiotik yang lebih baik dibandingkan tipe liarnya. Bj 11 (19) merupakan galur pilihan untuk dijadikan pupuk hayati karena memiliki viabilitas dan efektivitas simbiotik tertinggi setelah penyimpanan.

(6)

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2009

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(7)

INOKULAN

Bradyrhizobium japonicum

TOLERAN ASAM-Al :

UJI VIABILITAS DAN EFEKTIVITAS SIMBIOTIK

TERHADAP TANAMAN KEDELAI

LENNY HANDAYANI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magistersains pada

Mayor Mikrobiologi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Nama : Lenny Handayani

NRP : G351070181

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Nisa Rachmania Mubarik, M. Si. Dr. Aris Tri Wahyudi, M. Si. Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Mayor Mikrobiologi Dekan Sekolah Pascasarjana

(9)
(10)

segala karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah (tesis) dengan judul Inokulan Bradyrhizobium japonicum Toleran Asam-Al : Uji Viabilitas dan Efektivitas Simbiotik Terhadap Tanaman Kedelai. Penelitian ini didanai oleh Departemen Agama RI dan Program Insentif Ristek Terapan Kementrian Negara Riset dan Teknologi tahun 2009.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Nisa Rachmania Mubarik, M.Si dan Dr. Aris Tri Wahyudi, M.Si selaku pembimbing atas kesediaan dan kesabarannya memberi bimbingan selama penelitian hingga penulisan tesis ini. Ucapan terima kasih disampaikan pula kepada Dr. Miftahuddin, M.Si sebagai dosen penguji atas saran dan masukan yang diberikan. Terima kasih penulis sampaikan kepada Departemen Agama RI yang telah memberikan beasiswa untuk melanjutkan studi S2 di Sekolah Pascasarjana IPB melalui Program Peningkatan Mutu Guru Madrasah.

Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak dan Ibu pengelola Laboratorium Mikrobiologi dan Rumah Kaca Departemen Biologi FMIPA IPB atas segala bantuan yang diberikan selama penelitian ini dilakukan dari bulan Oktober 2008 sampai Mei 2009.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sangat tulus kepada orang tua, suami tercinta, dan seluruh keluarga atas doa, motivasi, dan keikhlasan mereka untuk ditinggalkan selama penulis menempuh pendidikan di IPB.

Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Juli 2009

(11)

INOKUL

UJI

LAN

Brady

I VIABILI

TERH

SE

INS

yrhizobium

ITAS DAN

HADAP T

LENNY

EKOLAH

STITUT P

m japonicu

N EFEKT

TANAMA

Y HANDA

H PASCAS

ERTANIA

BOGOR

2009

um

TOLE

TIVITAS S

AN KEDE

AYANI

SARJANA

AN BOGO

RAN ASA

SIMBIOTI

LAI

A

OR

(12)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Inokulan Bradyrhizobium japonicum Toleran Asam-Aluminium : Uji Viabilitas dan Efektivitas Simbiotik terhadap Tanaman Kedelai adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah diajukan kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2009

(13)

ABSTRACT

LENNY HANDAYANI. Inoculant of Acid-Aluminium Tolerant Bradyrhizobium japonicum : Viability Test and Symbiotic Effectivity Evaluation on Soybean. Under direction of NISA RACHMANIA MUBARIK and ARIS TRI WAHYUDI.

Acid soil is limiting factor of growth and production of soybean. Soil acidity directly can inhibit the growth of soybean and root-nodule bacterium Bradyrhizobium. This research was aimed to test viability strains of acid-aluminium tolerant Bradyrhizobium japonicum after a period of storages (1, 2, and 3 months) both at room (± 25 ºC) and 10 ºC temperature, and test its symbiotic effectivity on soybean. Inoculant of B. japonicum wild type Bj 11 (wt), and its mutants Bj 11 (5) and Bj 11 (19), were tested by using steril peat as carrier. The experiments was designed as factorial randomized completely design with three factors. Result of viability test showed that there were an interaction between strain types, temperature, and a period of storage. Inoculant of Bj 11 (19) stored at temperature 10 ºC for 2 months showed the highest viability at 2,5 x 108 cell/g inoculant. Inoculant of Bj 11 (5) had the highest result for plant height, shoot dry weight, symbiotic effectivity, and N-content before storage. Inoculant of Bj 11 (19) showed the highest result after storage 2 months at room temperature and temperature 10 ºC. The research showed that mutant strain of acid-Al tolerant B. japonicum Bj 11 (19) had better viability and higher symbiotic effectivity than wild-type strain.

(14)

Uji Viabilitas dan Efektivitas Simbiotik Terhadap Tanaman Kedelai. Dibimbing oleh NISA RACHMANIA MUBARIK and ARIS TRI WAHYUDI.

Salah satu cara untuk meningkatkan produksi tanaman kedelai di tanah pH asam (pH 4,0 – 5,0) yaitu menggunakan galur inokulan toleran asam beserta inangnya. Bradyrhizobium merupakan bakteri tumbuh lambat yang toleran pada kondisi asam. Beberapa penelitian sebelumnya telah menyeleksi galur B. japonicum toleran media asam-aluminium dan telah mengkonstruksi mutan B. japonicum toleran asam-aluminium melalui mutagenesis dengan transposon. Penelitian ini bertujuan untuk menguji viabilitas inokulan beberapa galur B. japonicum toleran asam-aluminium dengan menggunakan bahan pembawa gambut steril yang disimpan selama 1, 2, dan 3 bulan pada suhu ruang (± 25 ºC) dan suhu 10 ºC serta menguji efektivitas simbiotik inokulan terhadap tanaman kedelai varietas Slamet sebelum dan setelah beberapa masa penyimpanan.

Peremajaan B. japonicum dilakukan dengan cara menginokulasikan satu lup dari biakan stok ke dalam media Yeast Mannitol Agar (YMA) yang ditambah merah kongo 0,0025% dan antibiotik rifampisin 50 µg/ml dengan metode kuadran, diinkubasi di tempat gelap pada suhu ruang selama 5-7 hari. Satu koloni tunggal digoreskan pada media agar-agar miring YMA tanpa penambahan merah kongo. Kultur B. japonicum cair diproduksi pada medium YMB yang diinkubasi selama 7 hari di atas mesin penggoyang 120 rpm pada suhu ruang. Gambut steril digunakan sebagai pembawa inokulan B. japonicum dalam pembuatan inokulan padat. Inokulan disimpan pada dua suhu yang berbeda yaitu pada suhu ruang (± 25 ºC) dan suhu 10 ºC selama 1, 2, dan 3 bulan.

Pengujian viabilitas inokulan dilakukan setiap bulan selama penyimpanan 1, 2, dan 3 bulan, dengan metode hitungan cawan. Parameter yang diamati ialah jumlah koloni yang tumbuh pada medium YMA.

Pengujian efektivitas simbiotik dilakukan sebelum penyimpanan dan setelah penyimpanan. Pengujian ini dilakukan di rumah kaca menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan sepuluh perlakuan termasuk dua jenis kontrol yaitu kontrol N (kontrol dengan pemberian KNO3) dan kontrol N0 (kontrol tanpa KNO3).

Setiap perlakuan diulang tiga kali.

Parameter yang diukur ialah jumlah bintil, bobot kering bintil, bobot kering tanaman bagian atas, efektivitas simbiotik, kandungan N total tajuk tanaman, aktivitas nitrogenase, jumlah polong, jumlah biji, dan bobot biji per tanaman. Data dianalisis menggunakan program SAS ver 9.1, uji lanjut dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf kepercayaan 95%. Analisis data hasil uji viabilitas dengan rancangan acak lengkap faktorial in time, hasil uji efektivitas simbiotik dengan rancangan acak lengkap faktorial.

(15)

sebesar 2,5 x 108 sel/g inokulan, sedangkan jumlah sel terendah ditunjukkan oleh galur Bj 11 (5) masa penyimpanan 2 bulan pada suhu ruang (± 25 ºC) sebesar 2,8 x 107 sel/g inokulan.

Semua galur B. japonicum yang diinokulasikan pada tanaman kedelai varietas Slamet mampu menginfeksi dan membentuk bintil akar pada kondisi cekaman asam-Al.

Efektivitas simbiotik sebelum penyimpanan menunjukkan bahwa Bj 11 (5) adalah yang terbaik demikian pula setelah penyimpanan 1 bulan. Namun setelah penyimpanan 2 bulan menunjukkan bahwa Bj 11 (19) memberikan hasil terbaik. Hal ini mengindikasikan bahwa walaupun Bj 11 (5) memiliki kemampuan nodulasi yang baik namun tidak dapat disimpan lama sehingga bila disimpan dalam waktu yang lama maka kemampuan nodulasinya akan menurun. Hal sebaliknya terjadi pada Bj 11 (19), kemampuan nodulasinya selama penyimpanan tetap baik.

Analisis korelasi antara beberapa parameter hasil inokulasi B. japonicum baik sebelum penyimpanan, setelah penyimpanan 1 bulan maupun setelah penyimpanan 2 bulan semuanya menunjukkan bahwa korelasi antara parameter bobot kering tanaman bagian atas dengan efektivitas simbiotik nilai korelasinya tergolong kuat sampai korelasi yang sangat kuat.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa jumlah sel B. japonicum dapat berkurang atau bertambah dengan semakin lamanya masa penyimpanan yang dipengaruhi oleh suhu dan jenis galur. Ada interaksi antara jenis galur inokulan dan suhu penyimpanan. Suhu 10 ºC cenderung lebih baik untuk mempertahankan viabilitas sel.

Galur mutan memiliki viabilitas dan efektivitas simbiotik yang lebih baik dibandingkan tipe liarnya. Bj 11 (19) merupakan galur pilihan untuk dijadikan pupuk hayati karena memiliki viabilitas dan efektivitas simbiotik tertinggi setelah penyimpanan.

(16)

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2009

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(17)

INOKULAN

Bradyrhizobium japonicum

TOLERAN ASAM-Al :

UJI VIABILITAS DAN EFEKTIVITAS SIMBIOTIK

TERHADAP TANAMAN KEDELAI

LENNY HANDAYANI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magistersains pada

Mayor Mikrobiologi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(18)

Nama : Lenny Handayani

NRP : G351070181

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Nisa Rachmania Mubarik, M. Si. Dr. Aris Tri Wahyudi, M. Si. Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Mayor Mikrobiologi Dekan Sekolah Pascasarjana

(19)
(20)

segala karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah (tesis) dengan judul Inokulan Bradyrhizobium japonicum Toleran Asam-Al : Uji Viabilitas dan Efektivitas Simbiotik Terhadap Tanaman Kedelai. Penelitian ini didanai oleh Departemen Agama RI dan Program Insentif Ristek Terapan Kementrian Negara Riset dan Teknologi tahun 2009.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Nisa Rachmania Mubarik, M.Si dan Dr. Aris Tri Wahyudi, M.Si selaku pembimbing atas kesediaan dan kesabarannya memberi bimbingan selama penelitian hingga penulisan tesis ini. Ucapan terima kasih disampaikan pula kepada Dr. Miftahuddin, M.Si sebagai dosen penguji atas saran dan masukan yang diberikan. Terima kasih penulis sampaikan kepada Departemen Agama RI yang telah memberikan beasiswa untuk melanjutkan studi S2 di Sekolah Pascasarjana IPB melalui Program Peningkatan Mutu Guru Madrasah.

Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak dan Ibu pengelola Laboratorium Mikrobiologi dan Rumah Kaca Departemen Biologi FMIPA IPB atas segala bantuan yang diberikan selama penelitian ini dilakukan dari bulan Oktober 2008 sampai Mei 2009.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sangat tulus kepada orang tua, suami tercinta, dan seluruh keluarga atas doa, motivasi, dan keikhlasan mereka untuk ditinggalkan selama penulis menempuh pendidikan di IPB.

Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Juli 2009

(21)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ujung Pandang pada tanggal 26 Agustus 1970 dari ayah M. Yusri dan ibu Hj. Suarci. Tahun 1988 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Ujung Pandang. Pendidikan tinggi ditempuh di Universitas Hasanuddin Jurusan Biologi Fakultas MIPA lulus tahun 1995.

Tahun 1998 penulis bekerja sebagai guru biologi di SMU Insan Cendekia Gorontalo. Sejak tahun 2002 sampai sekarang penulis bekerja sebagai guru biologi pada Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia Gorontalo.

(22)

DAFTAR TABEL ... xi DAFTAR LAMPIRAN ... xii PENDAHULUAN

Latar Belakang ... 1 Tujuan Penelitian ... 2 TINJAUAN PUSTAKA

Bakteri Bintil Akar ... 4 Proses Pembentukan Bintil Akar ... 5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Bintil Akar ... 5 Penambatan Nitrogen ... 6 Efektivitas Simbiotik ... 8 Kedelai Toleran Asam ... 8 Bahan Pembawa ... 8 Tanah Asam ... 9 BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian ... 11 Bahan ... 11 Rancangan Percobaan dan Analisis Data ... 11 Penyiapan Inokulan ... 12 Penyiapan Gambut ... 12 Inokulasi Bakteri Bradyrhizobium japonicum ke dalam Gambut

dan Penyimpanan Inokulan ... 12 Uji Viabilitas Inokulan ... 13 Inokulasi Bradyrhizobium japonicum pada Biji Kedelai dan

Penanaman pada Rumah Kaca ... 13 Uji Efektivitas Simbiotik ... 14 Penentuan N Total ... 14 Uji Aktivitas Nitrogenase ... 14 HASIL

Uji Viabilitas ... 16 Uji Efektivitas Simbiotik ... 17 PEMBAHASAN

(23)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Viabilitas (sel/g inokulan) dari tiga jenis galur B. japonicum yang disimpan pada suhu ruang (± 25 ºC) dan suhu 10 ºC, masa penyimpanan 1, 2, dan 3 bulan ... 2 Indeks penurunan dan kenaikan jumlah sel dari tiga jenis galur B.

japonicum yang disimpan pada suhu ruang (± 25 ºC) dan suhu 10 ºC, masa penyimpanan 1, 2, dan 3 bulan ... 3 Pengaruh inokulan B. japonicum sebelum penyimpanan terhadap jumlah bintil, bobot kering bintil, bobot kering tanaman bagian atas, efektivitas simbiotik, dan kandungan N total tajuk tanaman kedelai varietas Slamet umur 45 HSTpada media tanah asam pH 4,8 ... 4 Pengaruh inokulan B. japonicum yang telah disimpan selama 1 bulan

pada suhu ruang (± 25 ºC) dan suhu 10 ºC terhadap jumlah bintil, bobot kering bintil akar, bobot kering tanaman bagian atas, efektivitas simbiotik, dan kandungan N total tajuk tanaman kedelai varietas Slamet umur 45 HST pada media tanah asam pH 4,8...

5 Pengaruh inokulan B. japonicum yang telah disimpan selama 1 bulan dan 2 bulan pada suhu ruang (± 25 ºC) dan suhu 10 ºC terhadap jumlah polong, jumlah biji, dan bobot biji tanaman kedelai varietas Slamet umur 80 HST pada media tanah asam pH 4,8 ... 6 Pengaruh inokulan B. japonicum yang telah disimpan selama 2 bulan

pada suhu ruang (± 25 ºC) dan suhu 10 ºC terhadap jumlah bintil, bobot kering bintil akar, bobot kering tanaman bagian atas, efektivitas simbiotik, dan kandungan N total tajuk tanaman kedelai varietas Slamet umur 45 HST pada media tanah asam pH 4,8...

7 Korelasi (r) antara beberapa parameter hasil inokulasi B. japonicum sebelum penyimpanan terhadap tanaman kedelai varietas Slamet umur 45 HST pada media tanah asam pH 4,8... 8 Korelasi (r) antara beberapa parameter hasil inokulasi B. japonicum yang

telah disimpan selama 1 bulan terhadap tanaman kedelai varietas Slamet umur 45 HST pada media tanah asam pH 4,8 ...

9 Korelasi (r) antara beberapa parameter hasil inokulasi B. japonicum yang telah disimpan selama 2 bulan terhadap tanaman kedelai varietas Slamet umur 45 HST pada media tanah asam pH 4,8 ...

(24)

Halaman

1 Hasil analisis kimia media tanah asam dan gambut yang digunakan... 2 Komposisi media yeast extract mannitol agar (YMA) dan yeast extract

mannitol broth (YMB) untuk 1000 ml media ... 3 (A) koloni Bj 11 (19) setelah penyimpanan 2 bulan suhu 10 ºC pada

media YMA + merah kongo 0,0025% + rifampisin sebanyak 50 µg/ml, (B) koloni Bj 11 (5) setelah penyimpanan 2 bulan suhu ruang (25 ºC) pada media YMA + merah kongo 0,0025% + rifampisin sebanyak 50 µg/ml, dan (C) kontrol setelah penyimpanan 2 bulan suhu ruang (25 ºC) pada media YMA + merah kongo 0,0025% + rifampisin sebanyak 50 µg/ml ... ... 4 Tanaman kedelai varietas Slamet umur 45 HST pada media tanah asam

pH 4,8 yang diinokulasi B. japonicum sebelum penyimpanan . ...

5 Akar tanaman kedelai varietas Slamet umur 45 HST pada media tanah asam pH 4,8 yang diinokulasi B. japonicum sebelum penyimpanan ... 6 Tanaman kedelai varietas Slamet umur 45 HST pada media tanah asam

pH 4,8 yang diinokulasi B. japonicum setelah disimpan selama 1 bulan pada (A) suhu ruang (± 25 ºC) dan (B) suhu 10 ºC...

7 Akar tanaman kedelai varietas Slamet umur 45 HST pada media tanah asam pH 4,8 yang diinokulasi B. japonicum setelah disimpan selama 1 bulan pada (A) suhu ruang (± 25 ºC) dan (B) suhu 10 ºC ... 8 Tanaman kedelai varietas Slamet umur 45 HST pada media tanah asam

pH 4,8 yang diinokulasi B. japonicum setelah disimpan selama 2 bulan pada (A) suhu ruang (± 25 ºC) dan (B) suhu 10 ºC ... 9 Akar tanaman kedelai varietas Slamet umur 45 HST pada media tanah

asam pH 4,8 yang diinokulasi B. japonicum setelah disimpan selama 2 bulan pada (A) suhu ruang (± 25 ºC) dan (B) suhu 10 ºC ...

39

39

39

40

40

41

42

43

(25)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kedelai (Glycine max) merupakan salah satu anggota leguminosae yang mengandung protein tinggi dan banyak dikonsumsi oleh penduduk Indonesia, namun sampai sekarang produksi kedelai nasional masih rendah, hal ini menyebabkan impor kedelai masih tinggi. Produksi kedelai nasional berkisar antara 600-700 ribu ton per tahun, sementara kebutuhan telah mencapai 2 juta ton

pada tahun 2007 (Deptan 2008).

Peningkatan produksi kedelai dapat dilakukan dengan cara meningkatkan

produktivitas dan perluasan areal tanam. Lahan sawah, lahan kering, dan lahan

pasang surut memiliki potensi yang cukup besar dikembangkan untuk perluasan

areal kedelai. Dari segi luas, lahan kering asam paling potensial (Deptan 2008).

Luas total daratan Indonesia sekitar 188,2 juta ha, dan sekitar 148 juta ha di antaranya merupakan lahan kering. Dari luas lahan kering tersebut, yang berupa tanah asam seluas 102.817.113 ha (69,4%) dan tanah yang tidak asam seluas 45.256.511 ha. Pengelolaan tanah asam lahan kering menghadapi berbagai kendala antara lain: rendahnya tingkat kesuburan tanah yang berkaitan dengan pH

rendah, tingginya kadar aluminium (Al), kandungan besi dan mangan yang

mendekati batas meracuni, dan populasi organisme tanah yang rendah (Mulyani et al. 2004).

Tersedianya nitrogen yang cukup merupakan salah satu kunci keberhasilan

dalam usaha peningkatan produktivitas tanaman kedelai. Pada perkembangan

tanaman legum, sumbangan nitrogen terbesar dihasilkan oleh infeksi akar legum oleh genus bakteri Rhizobium dan Bradyrhizobium (Robert & Tate 2000).

Salah satu cara untuk mengurangi pengaruh negatif dari pH tanah yang asam yaitu menggunakan galur inokulan toleran asam beserta inangnya. Bradyrhizobium merupakan bakteri tumbuh lambat yang toleran pada kondisi

asam (Silvia et al. 2005 ).

(26)

seperti kedelai. Rhizobium yang efektif dapat memenuhi kebutuhan tanaman akan N sebesar 50-75% (Widawati & Rahayu 1995).

Kualitas inokulan tergantung pada galur dan umumnya diseleksi berdasarkan keragaman karakteristiknya. Kualitas juga tergantung pada jumlah B. japonicum yang diinokulasikan. Telah dilaporkan bahwa jumlah sel B. japonicum dapat berkurang selama penyimpanan dan distribusi (Gomez et al. 1997).

Viabilitas inokulan selama proses penyimpanan dalam jangka waktu tertentu, agar keberadaannya dapat dipertahankan, diperlukan bahan pembawa yang dapat berfungsi sebagai sumber energi dan tempat tinggal mikrob (Saraswati 1999). Produksi dan mutu inokulan Rhizobium di beberapa negara berkembang dibatasi oleh ketersediaan bahan pembawa (carrier) yang sesuai dan keterbatasan teknologi (Khavasia et al. 2007). Bahan pembawa yang umum digunakan untuk Rhizobium ialah gambut (India, Indonesia, dan Kanada), lignit (India), dan arang

(India) (Saraswati 1999). Formulasi dengan menggunakan gambut sebagai bahan pembawa dominan digunakan karena dapat mempertahankan viabilitas bakteri bintil akar dan mudah menggunakannya (Date 2001).

Beberapa aspek yang dapat mempengaruhi kualitas kultur di dalam gambut ialah dapat memberikan ketahanan hidup yang lebih baik dalam bahan pembawa dan pada biji, tingkat pengeringan, rehidrasi, karakteristik bahan pembawa termasuk bahan tambahan yang diberikan, dan metode inokulasi (Date 2001).

Endarini et al. (1995) telah menyeleksi galur B. japonicum toleran media asam-Al. Monasari (2007) telah melakukan konstruksi mutan B. japonicum toleran asam-Al melalui mutagenesis dengan transposon. Galur yang memiliki efektivitas simbiotik yang tinggi berhasil diperoleh. Penelitian yang dilakukan oleh Habibah (2008) berhasil memperoleh galur harapan Bj 11 (19) yang mempunyai efektivitas simbiotik lebih tinggi dari galur Bj standar USDA 110 dari USA.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan menguji viabilitas inokulan beberapa galur B. japonicum toleran asam-Al dengan menggunakan bahan pembawa gambut steril

(27)
(28)

TINJAUAN PUSTAKA

Bakteri Bintil Akar

Legum merupakan suatu kelompok tanaman yang memiliki nilai ekonomi penting seperti kedelai, semanggi, alfalfa, buncis, dan kacang-kacangan. Rhizobium, Bradyrhizobium, Sinorhizobium, Mesorhizobium, dan Azorhizobium

adalah bakteri Gram negatif, motil dan berbentuk batang yang dapat bersimbiosis dengan tanaman legum. Infeksi pada akar tanaman legum oleh salah satu spesies tersebut dapat membentuk nodul (bintil) pada akar yang dapat mengubah nitrogen dalam bentuk gas menjadi nitrogen terikat, proses ini dinamakan fiksasi nitrogen (Madigan & Martinko 2000). Fiksasi nitrogen oleh simbiosis legum-Rhizobium sangat penting bagi pertanian karena dapat meningkatkan nitrogen terikat di dalam tanah dengan sangat signifikan.

Kira-kira 90% dari seluruh spesies tanaman legum dapat mengalami nodulasi. Namun terdapat kespesifikan antara legum dan galur Rhizobium. Suatu galur Rhizobium umumnya dapat menginfeksi spesies legum tertentu dan tidak pada spesies lain. Kelompok galur Rhizobium yang dapat menginfeksi kelompok legum yang berkerabat dinamakan kelompok inokulasi silang. Meskipun galur Rhizobium mampu menginfeksi legum tertentu, tetapi tidak selalu dapat

menghasilkan bintil yang memfiksasi nitrogen (Madigan & Martinko 2000). Bradyrhizobium japonicum termasuk dalam grup II Rhizobium yang spesifik

menodulasi kedelai. Grup II Rhizobium tumbuh lambat dan menghasilkan basa (alkali). Anggota dari kelompok Rhizobium ini memerlukan waktu pertumbuhan 3-5 hari pada medium cair dan rata-rata waktu pembelahan 6-7 jam. Kebanyakan galur dalam kelompok ini tumbuh dengan baik dengan menggunakan pentosa sebagai sumber karbon. Sel-selnya berbentuk batang, motil mempunyai flagel tunggal polar atau subpolar (Somasegaran & Hoben 1995).

Rhizobium sebagian besar bersifat kemoorganotrof aerobik dan mudah

(29)

dapat tumbuh dengan baik pada keberadaan oksigen yang minim (mikroaerofilik) (Somasegaran & Hoben 1995).

Proses Pembentukan Bintil Akar

Beberapa tahap infeksi dan perkembangan bintil akar (Madigan & Martinko 2000) yaitu : (1) pengenalan bakteri terhadap bagian tanaman pada inang yang sesuai dan pelekatan bakteri pada rambut akar, (2) invasi bakteri pada rambut akar dengan membentuk benang-benang infeksi, (3) perluasan infeksi menuju akar utama melalui benang infeksi, (4) pembentukan sel-sel bakteri di dalam sel tanaman yang disebut bakteroid dan berkembang pada tahap fiksasi nitrogen, dan (5) pembelahan sel tanaman dan bakteri membentuk bintil akar dewasa (matang).

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Bintil Akar

Pembentukan bintil akar dan fiksasi nitrogen dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan yaitu keasaman, suhu, keberadaan garam mineral, salinitas dan alkalinitas (Silvia et al. 2005).

Keberhasilan penambatan N di udara oleh Rhizobium tergantung pada interaksi antara faktor-faktor berikut, yaitu keserasian galur Rhizobium dengan tanaman inang, kemampuan berkompetesi dengan Rhizobium indigenos, kemampuan tanaman inang untuk menyediakan nutrisi bagi Rhizobium yang bersimbiosis dengannya, serta faktor lingkungan terutama faktor pembatas dalam tanah, seperti pH, suhu, kelembaban tanah, dan ketersediaan hara makro dan mikro (Saraswati et al. 2003).

Simbiosis Rhizobium-Legum dipengaruhi oleh penurunan pH tanah. Penurunan pH tanah dapat menimbulkan peningkatan konsentrasi proton, kelarutan logam seperti aluminium yang bersifat toksik terhadap bakteri bintil akar. Respon bakteri bintil akar terhadap tanah asam tergantung pada interaksi sejumlah faktor seperti konsentrasi H+, aktivitas Al3+, dan kemampuan kompetisi dan persistensi dari galur Rhizobium (Tiwari et al. 1992).

Keasaman tanah secara langsung dapat menghambat pertumbuhan Rhizobium. Kegagalan nodulasi pada tanah asam tidak hanya disebabkan oleh

(30)

pelekatan Rhizobium pada inangnya. Nodulasi pada beberapa galur diperkirakan bermasalah pada pH di bawah 5,2 (Silvia et al. 2005).

Pada tingkat keasaman tanah yang berbeda, akan timbul permasalahan mengenai ketersediaan unsur hara tertentu yang dapat mempengaruhi kehidupan bakteri Rhizobium maupun tanaman kedelai (Widawati & Rahayu 1995). Kondisi asam dalam tanah berakibat defisiensi kalsium, magnesium, dan kalium. Seringkali, keasaman tanah berakibat berkurangnya pengambilan molibdenum (Rao 1994).

Spesies tanaman mempunyai toleransi yang beragam terhadap aluminium dan mangan tetapi umumnya tanaman lebih dipengaruhi oleh ion-ion ini daripada Rhizobium. Beberapa Rhizobium toleran pada 100 µM aluminium dan 300 µM

mangan (Silvia et al. 2005).

Beberapa galur B. japonicum toleran terhadap konsentrasi aluminium yang cukup tinggi sekitar 50 µM yang dibuktikan dengan kemampuannya tumbuh pada media Ayanaba (Endarini et al. 1995), tetapi tidak semua rhizobia toleran asam juga toleran Al tinggi (Keyser & Munns 1979). Kandungan mineral N di atas tingkat tertentu mempengaruhi infeksi pada rambut akar, jumlah bintil, struktur bintil, dan jumlah nitrogen yang difiksasi (Rao 1994).

Rentangan suhu yang paling menguntungkan untuk pembentukan jaringan bakteroid di dalam bintil ialah 20 – 30 ºC. Pembentukan bintil tidak terjadi pada suhu akar di atas 32 ºC (Rao 1994). Suhu rendah dapat memperlambat proses nodulasi (Silvia et al. 2005).

Penelitian terhadap pembentukan bintil semanggi menunjukkan bahwa fotoperiode mempengaruhi pembentukan, ukuran, dan jumlah bintil pada sistem perakaran. Awal pembentukan bintil pada semanggi tertunda apabila panjang hari ditambah (Rao 1994).

Penambatan Nitrogen

Penambatan N2 secara simbiotik berkaitan dengan aktivitas enzim

(31)

logam-protein yakni MoFe-protein dan Fe-protein. MoFe-protein adalah komponen I disebut molibdoferedoksin atau dinitrogenase, Fe-protein adalah komponen II disebut azofereredoksin atau dinitrogenase-reduktase. Kedua komponen protein dibutuhkan bersama-sama untuk aktivitas katalisis nitrogenase dan masing-masing tidak aktif bila berdiri sendiri. Nitrogenase membutuhkan ATP dan reduktor potensial rendah untuk aktivitasnya. Reduktor berasal dari feredoksin atau flavodoksin (Madigan & Martinko 2000).

Sumber energi penambatan nitrogen pada bakteroid tergantung sepenuhnya pada fotosintat tanaman inang yang ditranspor melalui membran simbiosom dalam bentuk produk senyawa antara dari siklus asam trikarboksilat (siklus Krebs) yaitu asam suksinat, fumarat, dan malat yang merupakan donor elektron untuk menghasilkan ATP dan mereduksi N2. Asam piruvat merupakan reduktan yang

terlibat langsung sebagai donor elektron dalam sistem nitrogenase (Madigan & Martinko 2000).

Reaksi penambatan N2 yang terjadi di dalam bakteroid sebagai berikut :

nitrogenase

N2 + 8e + 8H+ + 16 MgATP ---> 2NH3 + H2 + 16 MgADP + 16 Pi

Enzim nitrogenase menggunakan 16 ATP. Untuk mereduksi satu molekul N2 menjadi dua molekul NH3 dibutuhkan 12 ATP, 4 ATP selebihnya digunakan

untuk mereduksi H+ menjadi H2. Ion Mg+ yang berikatan dengan ATP dibutuhkan

agar nitrogenase dapat berfungsi. Selain dapat mereduksi ikatan rangkap tiga dari molekul N2 menjadi amonia, enzim nitrogenase dapat pula mereduksi molekul lain

yang juga memiliki ikatan rangkap tiga seperti asetilen, sianida, nitrat oksida, dan metil isosianida (Somasegaran & Hoben 1995).

Aktivitas nitrogenase akan terhambat apabila terdapat oksigen, namun oksigen juga diperlukan dalam respirasi aerob B. japonicum untuk menghasilkan ATP yang mendukung aktivitas nitrogenase. Adanya leghemoglobin yang terdapat dalam sitoplasma sel nodul dapat mengendalikan keadaan ini. Leghemoglobin mampu mengikat O2 dengan cepat sekaligus mengendalikan O2

(32)

Efektivitas Simbiotik

Simbiosis antara tanaman kedelai dengan bakteri simbion dalam penambatan nitrogen (N2) disebut efektivitas simbiotik. Efektivitas simbiotik diuji dengan

beberapa cara, di antaranya dengan penetapan bobot kering tanaman, kandungan N total dan aktivitas nitrogenase (Somasegaran & Hoben 1995).

Cara yang paling sederhana dalam menguji efektivitas simbiotik ialah dengan penetapan bobot kering tanaman. Bobot kering tanaman masih relevan digunakan untuk mengevaluasi efektivitas suatu galur bakteri bintil akar. Hal ini karena bobot kering tanaman berkorelasi nyata dengan kandungan N total. Bobot kering tanaman yang dipakai sebagai parameter untuk mengevaluasi penambatan N2 ialah tanaman bagian atas karena pada dasarnya 70% hasil penambatan

tanaman ditranslokasikan ke tanaman bagian atas. Bobot kering tanaman biasanya sangat berkorelasi dengan bobot kering bintil akar (Somasegaran & Hoben 1995).

Kedelai Toleran Asam

Kedelai varietas Slamet merupakan hasil persilangan antara varietas Wilis dan Dempo. Biji varietas ini memiliki kadar lemak 15% dan kandungan protein 34%. Karakteristik varietas ini memiliki tinggi tanaman 65 cm, bunga berwarna ungu, warna biji kuning, kulit polong masak berwarna coklat, bulu juga berwarna coklat. Tipe tumbuh determinan, mulai berbunga pada umur 37 hari setelah tanam dan polong masak pada umur 87 hari setelah tanam. Keunggulan varietas ini yaitu sesuai untuk tanah asam, tahan rebah, cukup tahan terhadap penyakit karat, dan produksi di tanah tidak asam dapat mencapai 2,26 ton/ha (Somantri et al. 2003).

Bahan Pembawa

(33)

Komposisi kimiawi bahan-bahan gambut dipengaruhi terutama oleh vegetasi asal, derajat dekomposisi, dan lingkungan kimiawi asal. Kandungan senyawa-senyawa yang larut air, terutama polisakarida, gula-gula tunggal (mono-sugar), dan beberapa tanin biasanya bervariasi di antara 5-10% tergantung pada tahap dekomposisi. Gambut-gambut hutan tropika mempunyai jumlah lignin serta derivat lignin yang cukup besar. Nilai sebesar 75% untuk gambut dataran rendah pesisir Indonesia adalah nilai yang sering terjadi, dan nilai yang sama (56-73%) ditemukan di Malaysia. Di dalam gambut terdapat juga senyawa organik yang mengandung nitrogen yang jumlahnya kecil kalau dibandingkan fraksi-fraksi lain, dan kebanyakan bersifat protein (Andriesse 2003).

Nilai karbon organik sebesar 48 - 50% pada gambut yang terdekomposisi sedikit (fibrik), 53 - 54% pada gambut yang terdekomposisi sedang (mesik), dan 58 - 60% pada gambut yang sangat terdekomposisi (saprik). Persentase nitrogen gambut berkisar antara 1,53 – 2,87%. Kandungan nitrogen pada lapisan permukaan gambut dalam, umumnya lebih tinggi dibanding pada gambut-gambut dangkal. Kandungan fosfor total pada gambut-gambut-gambut-gambut yang ada di Indonesia sekitar 0,006%. Beberapa tanah gambut terkenal karena kandungan belerang yang tinggi (Andriesse 2003).

Tanah Asam

Tanah asam didefenisikan sebagai tanah mineral yang mempunyai reaksi tanah asam (pH < 5,5) dan nilai kejenuhan basa (KB) < 50%, dan khususnya yang berada pada lahan kering. Tanah-tanah asam tersebut umumnya termasuk ordo Ultisol, Oxisol, Spodosol, sebagian Entisol dan Inseptisol yang berkembang di daerah beriklim basah dengan curah hujan tinggi (Setyorini et al. 2004).

(34)

Nilai pH tanah dapat digunakan sebagai indikator kesuburan kimiawi tanah, karena dapat mencerminkan ketersediaan hara dalam tanah tersebut. Pada pH di bawah 6,5 dapat terjadi defisiensi P, Ca dan Mg serta toksisitas B, Mn, Cu, Zn, dan Fe. Sumber utama ion-ion H pada tanah asam sedang – kuat, seperti Ultisol, berasal dari hidrolisis Al yang menghasilkan pH 4,0 – 5,5 (Hanafiah 2005).

Teknologi pengelolaan lahan kering dengan tanah asam untuk tanaman pangan dan tanaman perkebunan dapat didekati dari dua aspek : (1) aspek tanah dan air yang bertujuan memperbaiki lingkungan tumbuh tanaman dengan kondisi air dan hara yang cukup (pemupukan N, P dan K secara berimbang, pengelolaan bahan organik, pemberian pupuk hayati dan irigasi suplemen, serta menekan tingkat kejenuhan Al), serta (2) aspek tanaman yang bertujuan memilih varietas-varietas tanaman yang toleran yang sesuai dengan kondisi biofisik lahan. Pengembangan varietas tanaman yang toleran terhadap keasaman dapat dilakukan baik secara alami (pemuliaan tanaman) maupun rekayasa genetika (Setyorini et al. 2004).

(35)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi FMIPA IPB dan rumah kaca, pada bulan Oktober 2008 – Mei 2009.

Bahan

Galur yang digunakan ialah dua galur mutan terpilih yaitu Bj 11 (5) dan Bj 11 (19) hasil konstruksi Monasari (2007), satu galur tipe liar Bj 11 (wt) hasil seleksi Endarini et al. (1995). Biakan tersebut diperoleh dari koleksi biakan Bagian Mikrobiologi, Departemen Biologi, FMIPA, IPB. Biji tanaman yang digunakan ialah biji kedelai varietas Slamet koleksi Pusat Penelitian Bioteknologi dan Genetika Tanaman Bogor. Gambut diperoleh dari Pusat Penelitian Bioteknologi Perkebunan Bogor. Tanah asam sebagai media pertumbuhan kedelai diambil dari Desa Cikabayan, Darmaga, Bogor. Komposisi kimia gambut dan tanah asam dianalisis di Balai Penelitian Tanah, Bogor (Lampiran 1).

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

(36)

Penyiapan Inokulan

Masing-masing galur B. japonicum diremajakan dengan metode kuadran pada media Yeast Mannitol Agar (YMA) (Lampiran 2) yang ditambah merah kongo sebanyak 0,0025% dan antibiotik rifampisin sebanyak 50 µg/ml, diinkubasi di tempat gelap pada suhu ruang selama 5-7 hari. Satu koloni tunggal digoreskan pada media agar miring YMA tanpa penambahan merah kongo.

Starter inokulan dibuat dengan menginokulasikan satu lup penuh masing-masing biakan dari agar-agar miring YMA ke dalam 50 ml Yeast Mannitol Broth (YMB), diinkubasi selama 5 hari di atas mesin penggoyang 120 rpm pada suhu ruang. Inokulan diproduksi dengan cara menginokulasikan 40 ml strarter inokulan yang telah dibuat ke dalam 400 ml medium YMB yang diinkubasi selama 7 hari di atas mesin penggoyang 120 rpm pada suhu ruang. Setelah inkubasi selama 7 hari dihitung jumlah selnya untuk menentukan jumlah sel/ml, sehingga diperoleh kepadatan sel untuk Bj 11 (5) sebanyak 2,7 x 109 sel/ml, Bj 11 (19) sebanyak 1,1 x 108 sel/ml, dan Bj 11 (wt) sebanyak 3,9 x 109 sel/ml.

Penyiapan Gambut

Gambut dikering-udarakan, digiling dan diayak pada saringan 42 mesh, selanjutnya gambut dikeringkan lagi hingga mencapai kelembaban ± 30% (Somasegaran & Hoben 1985). Gambut ditimbang seberat 20 g dan dikemas dalam kantung plastik yang telah diberi label, kemudian disterilkan dalam autoklaf selama 60 menit pada suhu 121 0C dengan tekanan 1 atm.

Inokulasi Bakteri Bradyrhizobium japonicum ke dalam Gambut dan Penyimpanan Inokulan

Gambut seberat 20 g yang telah disterilkan diinokulasi dengan 10 ml inokulan B. japonicum (Bergensen 1980). Setelah diinokulasi, campuran diaduk sampai rata dan disimpan pada dua suhu yang berbeda yaitu pada suhu ruang (± 25 ºC) dan suhu 10 ºC selama 1, 2, dan 3 bulan.

(37)

Uji Viabilitas Inokulan

Pengujian viabilitas inokulan dilakukan setiap bulan selama penyimpanan 1, 2, dan 3 bulan, dengan metode hitungan cawan untuk mengetahui daya tahan hidup bakteri dalam setiap masa penyimpanan. Jumlah sel dihitung berdasarkan jumlah koloni yang tumbuh dalam medium YMA yang mengandung merah kongo sebanyak 0,0025% dan antibiotik rifampisin sebanyak 50 µg/ml (Lampiran 3). Viabilitas inokulan dinyatakan dalam nilai indeks jumlah sel yang dihitung berdasarkan nilai pengurangan jumlah sel setelah penyimpanan dengan jumlah sel diawal inokulasi dibagi dengan jumlah sel pada awal inokulasi.

Inokulasi Bradyrhizobium japonicum pada Biji Kedelai dan Penanaman pada Rumah Kaca

Biji kedelai yang akan digunakan disterilkan permukaannya dengan cara direndam dalam larutan alkohol 95% selama ± 10 detik, kemudian dalam H2O2

3% selama ± 5 menit, selanjutnya dibilas dengan akuades steril sebanyak tujuh kali (Somasegaran & Hoben 1985). Biji yang sudah steril direndam dalam akuades steril selama ± 3 jam untuk imbibisi.

Biji kedelai yang steril dicampur dengan gambut sebagai pembawa inokulan menggunakan metode Kawuri dan Astiti (1999). Pertama dibuat larutan perekat sukrosa (gula pasir) 20% dengan cara melarutkan 20 g sukrosa dalam 100 ml air, kemudian sebanyak 15 ml dari larutan tersebut dicampur dengan benih kedelai sebanyak 1 Kg, setelah merata ditambahkan 5 g inokulan dan diaduk, selanjutnya dianginkan selama 15 menit dan siap untuk ditanam.

(38)

Uji Efektivitas Simbiotik

Parameter yang diukur dalam penentuan efektivitas simbiotik ialah bobot kering tanaman bagian atas, bobot kering bintil akar, efektivitas simbiotik, jumlah bintil, kandungan N total tajuk, aktivitas nitrogenase, jumlah polong, jumlah biji, dan bobot biji per tanaman yang dihasilkan. Pengeringan tanaman dan bintil akar dilakukan dalam oven pada suhu 70 ºC selama 48 jam. Penetapan bobot kering dilakukan dengan menggunakan neraca analitik.

Nilai efektivitas simbiotik (ES) diperoleh dengan rumus sebagai berikut (Bergensen 1980):

ES = Bobot kering tanaman bagian atas yang diinokulasi galur uji x 100% Bobot kering tanaman bagian atas yang diberi KNO3

Penentuan N Total

Pengukuran kandungan N total tanaman dilakukan di Balai Penelitian Tanah Bogor, dengan mengukur kandungan N tanaman bagian atas. Tanaman yang sudah dikeringkan pada suhu 70 ºC selama 48 jam digiling. Setelah digiling tanaman yang sudah halus didestruksi pada suhu 350 ºC selama 3-4 jam. Hasil destruksi berupa ekstrak jernih. Ekstrak didinginkan kemudian diencerkan dengan akuades, dikocok sampai homogen dibiarkan semalam agar partikel mengendap. Ekstrak jernih digunakan untuk pengukuran N dengan cara spektrofotometri menggunakan pereaksi indofenol biru pada panjang gelombang 636 nm.

Uji Aktivitas Nitrogenase

Pengukuran aktivitas nitrogenase dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, IPB. Aktivitas nitrogenase diuji dengan menggunakan kromatografi gas. Reduksi asetilen (C2H2)

menjadi etilen (C2H4) menunjukkan aktivitas nitrogenase. Prinsip uji ini ialah

konsentrasi gas C2H4 yang terbentuk yang menunjukkan aktivitas reduksi asetilena

(aktivitas nitrogenase).

(39)

selanjutnya ialah pengambilan gas dari dalam botol sebanyak 2 ml dan menggantinya dengan menginjeksikan gas asetilen (C2H2) sebanyak 2 ml. Botol

diinkubasi selama 30 menit kemudian gas diambil 0,1 ml untuk diinjeksikan ke dalam kromatografi gas GC – 17 A Shimadzu. Gas etilen (C2H4) yang terbentuk

dihitung konsentrasinya berdasarkan luas puncak, angka-angka yang tercetak pada kertas kromatogram dimasukkan ke dalam persamaan garis dari kurva standar yang telah dikalibrasi (Anas & Muluk 2003).

Aktivitas nitrogenase yang diukur ialah aktivitas nitrogenase total yaitu jumlah etilen yang terbentuk per jumlah tanaman per jam dalam satuan µmol. Setelah pengukuran selesai, bintil akar dipisahkan dari akar kemudian dimasukkan ke dalam kantung-kantung kertas, selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 70 ºC selama 48 jam untuk diukur berat keringnya (Somasegaran & Hoben 1985). Persentase aktivitas nitrogenase relatif dihitung berdasarkan nisbah aktivitas nitrogenase terhadap nilai aktivitas tertinggi dari sampel yang diukur.

(40)

HASIL

Uji Viabilitas

Kepadatan sel masing-masing inokulan pada awal inokulasi, sebesar 1,4 x 109 sel/g gambut untuk Bj 11 (5), Bj 11 (19) sebesar 5,5 x 107 sel/g gambut, dan Bj 11 (wt) sebesar 1,9 x 109 sel/g gambut. Inokulan dari tiga galur B. japonicum dengan menggunakan bahan pembawa berupa gambut yang disimpan pada dua suhu yang berbeda (suhu ruang dan suhu 10 ºC) selama 1, 2, dan 3 bulan ternyata ada yang menunjukkan peningkatan dan penurunan jumlah sel (Tabel 1). Hasil analisis statistik menunjukkan adanya interaksi antara jenis galur, suhu, dan masa penyimpanan.

[image:40.612.128.510.340.524.2]

Tabel 1 Viabilitas (sel/g inokulan) dari tiga jenis galur B. japonicum yang disimpan pada suhu ruang (± 25 ºC) dan suhu 10 ºC, masa penyimpanan 1, 2, dan 3 bulan

Jenis galur

Suhu Masa penyimpanan (bulan)

1 2 3 Bj 11

(5)

Ruang 9,8 x 107 cdef 2,8 x 107 f 1,3 x 108 abcdef 10 ºC 1,4 x 108 abcdef 1,2 x 108 abcdef 7,6 x 107 def Bj 11

(19)

Ruang 2,4 x 108 ab 2,0 x 108 abc 1,1 x 108 bcdef 10 ºC 1,8 x 108 abcd 2,5 x 108 a 1,8 x 108 abcd Bj 11

(wt)

Ruang 1,6 x 108 abcde 1,1 x 108 bcdef 4,2 x 107 ef 10 ºC 1,3 x 108 abcdef 1,1 x 108 bcdef 1,9 x 08 abcd Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf 5 % uji DMRT.

(41)

jumlah sel terendah diperoleh yaitu dari galur Bj 11 (5) masa penyimpanan 2 bulan pada suhu ruang (± 25 ºC) sebesar 2,8 x 107 sel/g gambut.

[image:41.612.133.505.306.450.2]

Analisis indeks penurunan dan kenaikan jumlah sel menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara jenis galur, suhu, dan masa penyimpanan. Dari tiga jenis galur yang digunakan Bj 11 (19) memberikan indeks kenaikan jumlah sel yang tertinggi dan terjadi kenaikan jumlah sel selama penyimpanan, sedangkan Bj 11 (5) dan Bj 11 (wt) menunjukkan penurunan jumlah sel selama penyimpanan (Tabel 2).

Tabel 2 Indeks penurunan dan kenaikan jumlah sel dari tiga jenis galur B. japonicum yang disimpan pada suhu ruang (± 25 ºC) dan suhu 10 ºC, masa penyimpanan 1, 2, dan 3 bulan

Jenis galur Suhu Masa penyimpanan (bulan)

1 2 3

Bj 11 (5) Ruang -0,93 -0,97 -0,91

10 ºC -0,90 -0,91 -0,94

Bj 11 (19) Ruang 3,27 2,69 0,99

10 ºC 2,33 3,44 2,26

Bj 11 (wt) Ruang -0,91 -0,94 -0,97

10 ºC -0,93 -0,94 -0,89

Keterangan : Tanda (-) menunjukkan indeks penurunan jumlah sel.

Uji Efektivitas Simbiotik

Efektivitas Simbiotik sebelum Penyimpanan. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa jumlah bintil tanaman kedelai varietas Slamet yang diinokulasi dengan B. japonicum berbeda nyata dengan tanaman yang tidak diinokulasi B. japonicum (kontrol dengan penambahan N dan kontrol tanpa N). Bobot kering bintil akar tanaman yang diinokulasi dengan Bj 11 (19) berbeda nyata dengan tanaman yang tidak diinokulasi B. japonicum. Tidak ada perbedaan yang nyata antara tanaman yang diinokulasi B. japonicum dengan tanaman yang tidak diinokulasi B. japonicum untuk parameter bobot kering tanaman bagian atas. Tanaman kontrol 45 HST yang diberi penambahan sumber N (KNO3), tidak

(42)

menunjukkan efektivitas simbiotik yang lebih rendah dan berbeda nyata dengan yang diinokulasi BJ 11 (5) dan Bj 11 (wt). Kandungan N total tajuk tanaman yang diinokulasi dengan Bj 11 (5) dan kontrol yang diberi N (KNO3) berbeda nyata

[image:42.612.132.507.238.401.2]

terhadap tanaman kontrol tanpa penambahan N (Tabel 3, Lampiran 4 dan 5).

Tabel 3 Pengaruh inokulan B. japonicum sebelum penyimpanan terhadap jumlah bintil, bobot kering bintil, bobot kering tanaman bagian atas, efektivitas simbiotik, dan kandungan N total tajuk tanaman kedelai varietas Slamet umur 45 HST pada media tanah asam pH 4,8

Galur bakteri

Jumlah bintil (bintil

tan-1)

Bobot kering bintil akar (mg tan -1)

Bobot kering tanaman bagian atas

(mg tan-1)

Efektivitas simbiotik (% ESN)

Kandungan N total tajuk

(%)

Bj 11 (5) 4,0 a 1,60 b 376,95 a 104,69 a 3,14 a Bj 11 (19) 6,5 a 4,60 a 315,40 a 86,88 ab 2,47 bc Bj 11 (wt) 5,5 a 1,85 ab 354,60 a 98,23 a 2,49 bc Kontrol N 0,0 b 0,00 b 360,20 a 100,00 a 2,90 ab Kontrol N0 0,0 b 0,00 b 313,15 a 71.76 b 2,33 c Keterangan :

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf 5 % uji DMRT.

Kontrol N : kontrol dengan penambahan KNO3, kontrol N0 : kontrol tanpa KNO3.

Gambar 1 Pengaruh inokulan B. japonicum sebelum penyimpanan terhadap aktivitas nitrogenase relatif (%) tanaman kedelai varietas Slamet umur 45 HST pada media tanah asam pH 4,8.

0 20 40 60 80 100 120

Bj 11 (5) Bj 11 (19) Bj 11 (w t) Kontrol N

Galur bak te ri

[image:42.612.163.476.477.634.2]
(43)

Berdasarkan hasil pengukuran bintil akar tanaman kedelai yang diinokulasi dengan B. japonicum menunjukkan aktivitas nitrogenase yang lebih tinggi dibandingkan kontrol N. Aktivitas nitrogenase tertinggi ditunjukkan oleh galur Bj 11 (19) sebesar 2,16 µmol 2 tan-1 jam-1 (aktivitas nitrogenase relatif 100%) dan nilai terendah ditunjukkan oleh Bj 11 (wt) sebesar 0,48 µmol 2 tan-1 jam-1 (aktivitas nitrogenase relatif 22%) (Gambar 1).

Efektivitas Simbiotik setelah Penyimpanan 1 Bulan. Hasil analisis statistik menunjukkan hanya terjadi interaksi antara galur bakteri B. japonicum dengan suhu penyimpanan inokulan terhadap bobot kering tanaman bagian atas (BKTBA). Nilai tertinggi ditunjukkan oleh Bj 11 (wt) yang disimpan pada suhu ruang (± 25 ºC) sebesar 457,20 mg tan-1. Nilai terendah ditunjukkan oleh kontrol tanpa pemberian N (kontrol N0) yang disimpan pada suhu ruang sebesar 112,15 mg tan-1 (Tabel 4 dan Lampiran 6). Tidak ada interaksi antara galur bakteri B. japonicum dengan suhu penyimpanan inokulan untuk parameter jumlah bintil,

bobot kering bintil, efektivitas simbiotik, dan kandungan N total tanaman (Tabel 4 dan Lampiran 7).

Tanaman kontrol 45 HST tidak menghasilkan bintil dan berbeda dengan tanaman yang diinokulasi dengan B. japonicum yang menghasilkan bintil antara 3 – 9 bintil. Efektivitas simbiotik dari tanaman kontrol yang ditambah sumber N menunjukkan nilai lebih tinggi dibandingkan kontrol tanpa N, namun masih lebih rendah dibandingkan yang diinokulasi dengan B. japonicum. Bj 11 (5) menunjukkan hasil tertinggi untuk parameter efektivitas simbiotik. Tanaman yang diinokulasi B. japonicum dan kontrol dengan penambahan N mempunyai kandungan N total tajuk tanaman yang lebih tinggi daripada kontrol tanpa pemberian N (kontrol N0).

(44)

Galur bakteri

Jumlah bintil (bintil tan -1) *

Bobot kering bintil (mg tan-1) *

Bobot kering tanaman bagian atas (mg tan-1)

Efektivitas simbiotik (% ESN) *

N total tajuk (%) * Suhu

ruang

Suhu 10 ºC

Suhu ruang

Suhu 10 ºC

Suhu ruang

Suhu 10 ºC

Suhu ruang

Suhu 10 ºC

Suhu ruang

Suhu 10 ºC

Bj11 (5) 6,5 8,5 3,75 4,30 414,00 ab 437,75 a 112,97 135,72 2,81 2,78

Bj11 (19) 4,5 6,0 5,05 6,50 434,00 a 377,35 ab 118,36 118,28 2,98 2,73

Bj11 (wt) 4,5 3,5 2,60 2,60 457,20 a 360,60 abc 125,13 113,04 2,70 2,82 Kontrol N 0,0 0,0 0,00 0,00 366,95abc 329,30 bc 100,00 100,00 2,97 2,83

Kontrol N0 0,0 0,0 0,00 0,00 112,15 d 275,20 c 30,52 85,24 2,39 2,28

[image:44.792.79.710.157.309.2]
(45)
[image:45.792.76.714.145.309.2]

Tabel 5 Pengaruh inokulan B. japonicum yang telah disimpan selama 1 bulan dan 2 bulan pada suhu ruang (± 25 ºC) dan suhu 10 ºC terhadap jumlah polong, jumlah biji, dan bobot biji tanaman kedelai varietas Slamet umur 80 HST pada media tanah asam pH 4,8 Galur

bakteri

Penyimpanan 1 bulan Penyimpanan 2 bulan

Jumlah polong (polong tan-1) *

Jumlah biji (biji tan-1) *

Bobot biji/tanaman (mg) *

Jumlah polong (polong tan-1) *

Jumlah biji (biji tan-1) *

(46)

dengan suhu penyimpanan inokulan untuk parameter bobot kering bintil, bobot kering tanaman bagian atas, dan efektivitas simbiotik (Tabel 6, Lampiran 8 dan 9). Bj 11 (19) yang disimpan pada suhu ruang (± 25 ºC) selama 2 bulan menunjukkan hasil yang paling tinggi dan berbeda nyata untuk parameter bobot kering bintil, bobot kering tanaman bagian atas, dan efektivitas simbiotik dibandingkan dengan kedua kontrol, baik kontrol N maupun kontrol NO. Bj 11 (wt), Bj 11 (5), dan Bj 11 (19) yang disimpan pada suhu 10 ºC keduanya menunjukkan perbedaan yang nyata dengan kedua kontrol pada bobot kering bintil. Ketiga inokulan yang disimpan pada suhu 10 ºC selama 2 bulan tidak menunjukkan efektivitas simbiotik yang berbeda dengan kedua kontrol. Efektivitas simbiotik tanaman yang diinokulasi Bj 11 (19) dan Bj 11 (wt) yang disimpan pada suhu ruang berbeda nyata dengan tanaman yang diinokulasi dengan Bj 11 (5) dan tanaman yang tidak diinokulasi (kontrol N dan kontrol N0).

Tidak ada interaksi antara galur bakteri B. japonicum dengan suhu penyimpanan inokulan untuk jumlah bintil dan kandungan N total tajuk tanaman (Tabel 6, Lampiran 8 dan 9). Hasil yang terbaik untuk jumlah bintil dan kandungan N total tajuk tanaman ditunjukkan oleh Bj 11 (19).

(47)
[image:47.792.79.722.157.308.2]

Tabel 6 Pengaruh inokulan B. japonicum yang telah disimpan selama 2 bulan pada suhu ruang (± 25 ºC) dan suhu 10 ºC terhadap jumlah bintil, bobot kering bintil akar, bobot kering tanaman bagian atas, efektivitas simbiotik, dan kandungan N total tajuk tanaman kedelai varietas Slamet umur 45 HST pada media tanah asam pH 4,8

Galur bakteri

Jumlah bintil (bintil tan -1) *

Bobot kering bintil (mg tan-1)

Bobot kering tanaman bagian atas (mg tan-1)

Efektivitas simbiotik

(% ESN) N total tajuk (%) * Suhu

ruang

Suhu 10 ºC

Suhu ruang

Suhu 10 ºC

Suhu ruang

Suhu 10 ºC

Suhu ruang

Suhu 10 ºC

Suhu ruang

(48)
[image:48.612.135.506.339.475.2]

bobot kering tanaman bagian atas, efektivitas simbiotik, dan kandungan N total tajuk menunjukkan bahwa beberapa parameter berkorelasi positif. Nilai korelasi tertinggi ditunjukkan antara parameter jumlah bintil dengan bobot kering bintil sebesar 0,808. Nilai korelasi terendah ditunjukkan antara bobot kering bintil dengan kandungan N total sebesar -0, 019 (Tabel 7). Ada beberapa parameter yang menunjukkan korelasi negatif yaitu parameter jumlah bintil dengan bobot kering tanaman bagian atas, antara jumlah bintil dengan N total, dan antara bobot kering bintil dengan N total.

Tabel 7 Korelasi (r) antara beberapa parameter hasil inokulasi B. japonicum sebelum penyimpanan terhadap tanaman kedelai varietas Slamet umur 45 HST pada media tanah asam pH 4,8

Parameter JB (bintil

tan-1)

B K B (mg tan-1)

BKTBA (mg tan-1)

ESN (%)

N total (%)

JB (bintil tan-1) 1 0,808 -0,065 0,255 -0,019

B K B (mg tan-1) 1 0,096 0,197 -0,157

BKTBA (mg tan-1) 1 0,766 0,307

ESN (%) 1 0,650

N total (%) 1

Keterangan : JB = jumlah bintil, BKB = bobot kering bintil, BTBA = bobot kering tanaman bagian atas, ESN = efektivitas simbiotik terhadap kontrol N, N total = kandungan N total tajuk.

Hasil analisis korelasi antara beberapa parameter hasil inokulasi B. japonicum yang telah disimpan selama 1 bulan menunjukkan bahwa semua parameter berkorelasi positif. Nilai korelasi tertinggi ditunjukkan antara parameter bobot kering tanaman bagian atas dengan efektivitas simbiotik sebesar 0,888. Nilai korelasi terendah ditunjukkan pada korelasi antara parameter jumlah bintil dengan kandungan N total sebesar 0,268 (Tabel 8).

(49)

bobot kering tanaman bagian atas dengan efektivitas simbiotik sebesar 0,665. Nilai korelasi terendah ditunjukkan pada korelasi antara parameter kandungan N total dengan jumlah bintil sebesar 0,103 (Tabel 9).

Tabel 8 Korelasi (r) antara beberapa parameter hasil inokulasi B. japonicum yang telah disimpan selama 1 bulan terhadap tanaman kedelai varietas Slamet umur 45 HST pada media tanah asam pH 4,8

Parameter JB

(bintil tan -1)

B K B (mg tan-1)

BKTBA (mg tan-1)

ESN (%)

N total (%)

JB (bintil tan -1) 1 0,829 0,644 0,726 0,268

B K B (mg tan-1) 1 0,572 0,623 0,269

BKTBA (mg tan-1) 1 0,888 0,567

ESN (%) 1 0,421

[image:49.612.136.512.393.520.2]

N total (%) 1

Tabel 9 Korelasi (r) antara beberapa parameter hasil inokulasi B. japonicum yang telah disimpan selama 2 bulan terhadap tanaman kedelai varietas Slamet umur 45 HST pada media tanah asam pH 4,8

Parameter JB

(bintil tan -1)

B K B (mg tan-1)

BKTBA (mg tan-1)

ESN (%)

N total (%)

JB (bintil tan -1) 1 0,615 0,198 0,159 0,103

B K B (mg tan-1) 1 0,561 0,446 0,162

BKTBA (mg tan-1) 1 0,665 0,281

ESN (%) 1 0,598

(50)

PEMBAHASAN

Uji Viabilitas

Viabilitas sel B. japonicum hingga 3 bulan penyimpanan pada suhu ruang (± 25 ºC) dan suhu 10 ºC pada gambut steril, masih memenuhi standar minimum untuk pupuk hayati yang berisi galur tunggal yaitu 107 sel/g inokulan (Husen et al. 2007). Hasil perhitungan jumlah sel B. japonicum menunjukkan bahwa dari ketiga galur yang diuji, galur Bj 11 (19) yang disimpan selama 2 bulan pada suhu 10 ºC mempunyai viabilitas yang terbaik yaitu sebesar 2,5 x 108 sel/gambut (indeks 3,44), sedangkan galur Bj 11 (5) yang disimpan selama 2 bulan pada suhu ruang (± 25 ºC) menunjukkan jumlah sel terendah yaitu sebesar 2,8 x 107 sel/g gambut ( indeks -0, 97) (Tabel 1 dan 2).

Galur Bj 11 (19) menunjukkan viabilitas sel yang lebih tinggi dan indeks jumlah sel yang positif dibandingkan galur Bj 11 (5) dan Bj 11 (wt) baik yang disimpan pada suhu 10 ºC maupun suhu ruang. Penyimpanan inokulan dalam gambut steril pada suhu 10 ºC relatif lebih baik daripada suhu ruang. Widawati dan Suliasih (1997) melaporkan bahwa penyimpanan inokulan Rhizobium pada suhu 5 ºC dapat mempertahankan viabilitas sel selama masa penyimpanan 12 bulan. Daza et al. (2000) telah menguji pertumbuhan dan viabilitas inokulan R. leguminosarum, R. tropici, B. japonicum dan Bacillus megaterium di dalam

gambut dan perlit, diperoleh hasil bahwa viabilitas semua galur di dalam kedua bahan pembawa tersebut sama, dan lebih baik ketika inokulan disimpan pada suhu 4 ºC daripada 28 ºC. Penyimpanan pada suhu 10 ºC pada penelitian ini berdasarkan hasil penelitian Silvia et al. (2005) bahwa Rhizobium adalah mesofil dan pada umumnya tidak dapat tumbuh pada suhu di bawah 10 °C atau di atas 37 °C. Suhu optimum untuk pertumbuhan Rhizobium pada kisaran 25 – 30°C (Somasegaran & Hoben 1995).

(51)

pembelahan biner yang dipengaruhi oleh suhu dan kandungan nutrisi (Madigan & Martinko 2000).

Kelebihan gambut sebagai bahan pembawa mikrob karena gambut merupakan bahan organik yang telah melapuk sehingga mengandung asam humat yang mengandung C dan N-organik berupa asam-asam amino yang dapat meningkatkan pertumbuhan mikrob (Saraswati 1999). Penurunan jumlah sel bakteri dalam gambut diduga karena galur tersebut tidak dapat beradaptasi dengan kandungan nutrisi gambut dan kondisi fisik lingkungan seperti suhu. Di alam dengan kandungan nutrisi yang tersedia rendah, peningkatan kepadatan populasi akan menyebabkan kompetisi untuk mendapatkan nutrisi, relung ekologi, dan oksigen yang ada (Atlas & Bartha 1998).

Keragaman suhu dapat mengubah proses metabolisme tertentu tergantung pada spesies mikroorganismenya (Pelczar & Chan 1986). Suhu juga mempengaruhi ketahanan hidup bakteri termasuk BBA. Respon bakteri terhadap suhu sehingga mampu bertahan hidup ialah dengan cara memperlambat laju pertumbuhan dan aktivitas metabolismenya (Atlas & Bartha 1998).

Suhu rentan terjadi selama waktu penyimpanan inokulan Rhizobium dan setelah inokulasi pada benih. Suhu yang tinggi pada masa penyimpanan dapat menyebabkan hilangnya plasmid simbiotik pada Rhizobium dan dapat mengurangi jumlah sel dari jumlah yang dibutuhkan untuk terjadinya nodulasi yang baik (Silvia et al. 2005). Jumlah minimal sel bakteri yang diperlukan untuk terjadinya nodulasi yaitu 103-106 sel bakteri per biji seperti yang dilaporkan oleh Simanungkalit et al. (2007). Elshafie dan Elhussein (1991) melaporkan bahwa dengan menyimpan isolat Rhizobium pada arang kayu dan penyaring lumpur sebagai bahan pembawa, dapat mempertahankan populasi Rhizobium sebanyak 108 rhizobia/g bahan pembawa dan dapat disimpan selama 6-10 minggu pada suhu hingga 37 ºC.

(52)

Sedangkan pada suhu 46 ºC mematikan semua galur kurang dari 2 minggu (Radthe 2003).

Uji Efektivitas Simbiotik

Pengaruh inokulasi beberapa galur B. japonicum terlihat pada beberapa parameter yang diukur seperti jumlah bintil, bobot kering bintil, bobot kering tanaman bagian atas, efektivitas simbiotik, kandungan N total, dan aktivitas nitrogenase.

Semua galur B. japonicum yang diinokulasikan pada tanaman kedelai varietas Slamet mampu menginfeksi dan membentuk bintil akar pada kondisi cekaman asam-Al. Kemampuan memproduksi eksopolisakarida menjadi salah satu kelebihan galur ini untuk menetralkan lingkungan asam. Eksopolisakarida yang disintesis merupakan pertahanan B. japonicum terhadap kondisi lingkungan yang asam (Lounch & Miller 2001). Eksopolisakarida (EPS) adalah molekul ekstraselular yang mempengaruhi efesiensi B. japonicum dalam menodulasi kedelai dan jumlah EPS yang dihasilkan lebih tinggi pada kondisi kekurangan N daripada kondisi N yang cukup (Quelas et al. 2006). Cunningham dan Munns (1984) melaporkan bahwa eksopolisakarida dari Rhizobium berperan dalam menetralkan kondisi lingkungan yang asam dan efek keracunan Al. Secara umum bakteri tumbuh lambat B. japonicum lebih toleran pH rendah dibandingkan bakteri tumbuh cepat Rhizobium. Banyak galur B. japonicum dan beberapa galur R. leguminosarum diketahui toleran pada pH 4,0 – 4,5 (Tiwari et al. 1992).

Efektivitas simbiotik sebelum penyimpanan menunjukkan bahwa parameter bobot kering tanaman bagian atas tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antara perlakuan dengan dua jenis kontrol yang digunakan (Tabel 3). Dalam hal ini, kedua jenis tanaman kontrol yang ditanam pada tanah asam dengan kandungan nutrisi yang rendah dan tanpa inokulasi B. japonicum berusaha menemukan nutrisi yang dibutuhkan dengan kemampuannya membentuk cabang-cabang akar dan memperpanjang akar untuk mencapai unsur hara yang dibutuhkan, hal ini terlihat dari panjang akar dari kedua kontrol tersebut (Lampiran 5).

(53)

efektivitas simbiotik, dan kandungan N total (Tabel 3). Inokulasi dengan Bj 11 (5) yang telah disimpan selama 1 bulan juga memberikan hasil yang terbaik untuk beberapa parameter (Tabel 4). Hal ini menunjukkan bahwa bintil akar yang dibentuk oleh galur ini efektif sehingga mampu memfiksasi nitrogen bebas yang dapat menunjang pertumbuhan dan perkembangan tanaman kedelai.

Tanaman yang diinokulasi galur Bj 11 (19) sebelum penyimpanan menunjukkan aktivitas nitrogenase yang tertinggi dibandingkan dengan aktivitas nitrogenase yang ditunjukkan oleh galur Bj 11 (5) dan Bj 11 (wt) (Gambar 1). Hal ini diduga karena adanya perbedaan aktivitas gen nif yang dihasilkan bakteroid dalam bintil akar tanaman yang diinokulasi dengan ketiga galur uji yang selanjutnya memacu terjadinya perbedaan laju fiksasi N2 (Harun & Ammar 2001).

Efektivitas simbiotik setelah penyimpanan 2 bulan menunjukkan bahwa kemampuan nodulasi Bj 11 (19) cenderung lebih baik pada penyimpanan dalam suhu ruang (± 25 ºC) dibandingkan suhu 10 ºC (Tabel 5). Bj 11 (19) yang disimpan pada suhu ruang mampu membentuk bintil akar yang efektif sehingga mampu memfiksasi nitrogen bebas yang dapat menunjang pertumbuhan dan perkembangan tanaman kedelai. Sedangkan kemampuan nodulasi Bj 11 (5) lebih baik pada penyimpanan dalam suhu 10 ºC dibandingkan suhu ruang. Kemampuan nodulasi Bj 11 (wt) tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antara inokulan yang disimpan pada suhu ruang dengan inokulan yang disimpan pada suhu 10 ºC. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kemampuan nodulasi galur B. japonicum dipengaruhi oleh suhu dan jenis galur juga interaksi antara keduanya, khususnya terhadap galur mutan Bj 11 (19) dan Bj 11 (5).

(54)

Pengaruh inokulasi B. japonicum yang telah disimpan selama 2 bulan terhadap jumlah polong, jumlah biji, dan bobot biji per tanaman menunjukkan bahwa Bj 11 (19) yang telah disimpan selama 2 bulan pada suhu 10 ºC memberikan hasil yang tertinggi (Tabel 5). Hal ini menunjukkan bahwa Bj 11 (19) yang telah disimpan selama 2 bulan pada suhu 10 ºC dapat mengikat N lebih banyak sehingga dapat meningkatkan produksi. Selain itu kedelai yang diinokulasi dengan Bj 11 (19) juga lebih tahan terhadap serangan hama sehingga produksinya lebih baik dari kedelai yang diinokulasi dengan galur lain.

Efektivitas simbiotik sebelum penyimpanan menunjukkan bahwa Bj 11 (5) adalah yang terbaik demikian pula setelah penyimpanan 1 bulan (Tabel 3 dan 4). Namun setelah penyimpanan 2 bulan inokulan Bj 11 (19) menunjukkan hasil terbaik (Tabel 6). Hal ini mengindikasikan bahwa walaupun Bj 11 (5) memiliki kemampuan nodulasi yang baik namun tidak dapat disimpan lama sehingga bila disimpan dalam waktu yang lama maka kemampuan nodulasinya akan menurun. Hal ini disebabkan jumlah sel inokulan Bj 11 (5) semakin berkurang setelah penyimpanan 2 bulan seperti yang ditunjukkan pada hasil uji viabilitas, sedangkan Bj 11 (19) jumlah selnya cenderung stabil bahkan terjadi peningkatan setelah penyimpanan 2 bulan (Tabel 1 dan 2). Peningkatan jumlah B. japonicum yang diinokulasikan per biji dapat meningkatkan nodulasi, jumlah biji yang dihasilkan dan kandungan N dalam biji. Hasil penelitian yang telah dilakukan di lahan dan rumah kaca menunjukkan presentase nodul yang dibentuk oleh inokulan dalam tanah yang mengandung sedikit B. japonicum, lebih tinggi ketika jumlah bakteri di dalam inokulan ditingkatkan (Gomez et al. 1997).

(55)

Hasil analisis korelasi antara beberapa parameter yang diukur meliputi jumlah bintil, bobot kering bintil, bobot kering tanaman bagian atas, efektivitas simbiotik dan kandungan N total hasil inokulasi B. japonicum sebelum penyimpanan (Tabel 7) menunjukkan bahwa beberapa parameter berkorelasi positif (hubungan linear searah) namun ada beberapa parameter menunjukkan korelasi negatif (hubungan tidak searah). Korelasi negatif ditunjukkan antara parameter jumlah bintil dengan bobot kering tanaman bagian atas, antara jumlah bintil dengan N total, dan antara bobot kering bintil dengan N total. Hal ini menunjukkan bahwa antara parameter-parameter tersebut memiliki hubungan yang berlawanan arah bahkan cenderung tidak berkorelasi karena nilainya mendekati nol. Korelasi yang sangat kuat dengan nilai ≥ 0,8 (Sugiyono 2006) ditunjukkan antara parameter jumlah bintil dengan bobot kering bintil sebesar 0,808. Nilai korelasi tergolong kuat (0,6 < 0,799) ditunjukkan antara parameter BKTBA dengan efektivitas simbiotik sebesar 0,766 dan antara efektivitas simbiotik dengan N total sebesar 0,650 (Tabel 7).

Hasil analisis korelasi antara beberapa parameter hasil inokulasi B. japonicum setelah penyimpanan 1 bula

Gambar

Tabel 1  Viabilitas (sel/g inokulan) dari tiga jenis galur B. japonicum yang
Tabel 2  Indeks penurunan dan kenaikan jumlah sel dari tiga jenis galur B.           japonicum yang disimpan pada suhu ruang (± 25 ºC) dan suhu 10 ºC, masa  penyimpanan 1, 2, dan 3 bulan
Tabel 3  Pengaruh inokulan B. japonicum sebelum penyimpanan terhadap jumlah bintil, bobot kering bintil, bobot kering tanaman bagian atas, efektivitas simbiotik, dan kandungan N total tajuk tanaman kedelai varietas Slamet umur 45 HST pada media tanah asam pH 4,8
Tabel 4  Pengaruh inokulan B. japonicum yang telah disimpan selama 1 bulan pada suhu ruang (± 25 ºC) dan suhu 10 ºC terhadap jumlah bintil, bobot kering bintil akar, bobot kering tanaman bagian atas, efektivitas simbiotik, dan kandungan N total tajuk tanaman kedelai varietas Slamet umur 45 HST pada media tanah asam pH 4,8
+7

Referensi

Dokumen terkait

Random variable: A variable that has uncertain outcomes is referred to as random variable e.g. the return on a risky asset. Event: An event is an outcome or a set of outcomes of a

Kegiatan penentuan UKT sudah sesuai dengan prosedur Sistem ini mempermudah dalam penentuan/penghitungan UKT Admin keuangan dapat melihat kuantitas mahasiswa baru dari berbagai

Akan tetapi, informasi mengenai kulit bawang merah ini masih terbatas sehingga penelitian ini dilakukan agar pengetahuan mengenai antioksidan menjadi lebih luas, dapat

Uji normalitas yang dilakukan terhadap hasil tes awal dan tes akhir dari kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk menguji apakah data sampel berasal dari populasi yang

Dalam penelitian kali ini menempatkan Bernardi Resto sebagai lokasi penelitian kami karena pada Bernardi Resto memiliki image yang unik dimata masyarakat dengan

Di samping itu pada bulan tertentu akhir bulan Maret sampai bulan Mei, sebagian nelayan yang berdomisili di Kecama- tan Sigeri melakukan operasi penangkapan di

Untuk kearifan yang dilakukan masyarakat Nias bagian utara dalam menyikapi gempuran budaya yang datang dari selatan yaitu banyak terlihat dari prosesi yang berkaitan dengan

Dana yang diperoleh dari pinjaman fasilitas kredit yang diberikan oleh RHB akan digunakan untuk membiayai modal kerja entitas anak perseroan.. Blue Bird (BIRD) tetap