• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengawetan Kayu UPT Balai Litbang Biomaterial Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Laboratorium Patologi Serangga Departemen Proteksi Tanaman Institut Pertanian Bogor (IPB), sejak Februari 2004 sampai dengan Desember 2005. Secara umum tahapan prosedur pelaksanaan diringkas pada Bab ini dan secara rinci dibahas pada bab-bab berikutnya.

Tahap Persiapan

Spesies Rayap yang Digunakan

Rayap yang digunakan terdiri dari kasta pekerja dan prajurit rayap tanah spesies Coptotermes gestroi Wasmann (Benson 2005) yang dipelihara di UPT Balai Litbang Biomaterial LIPI Cibinong, dan spesies Coptotermes curvignathus

Holmgren yang dipelihara di Laboratorium Biologi Hasil Hutan Pusat Studi Ilmu Hayati IPB.

Sumber Isolat

Isolat cendawan entomopatogen diperoleh dari serangga hama tanaman (inang) terinfeksi yaitu ulat krop kubis (Crocidolomia pavonana F.), ulat grayak (Spodoptera litura F.), penghisap polong kedele (Riptortus linearis L.), walang sangit(Leptocorisa oratorius F), rayap tanah (C. curvignathus), tanah dan pasir.

Isolat yang berasal dari tanah dan pasir terlebih dahulu dilakukan teknik perangkap (trapping technique) terhadap cendawan entomopatogen menggunakan hama gudang Tenebrio molitor (Keller & Zimmermann 1989). Masing-masing tanah dan pasir ditempatkan di dalam cawan petri berdiameter 15 cm, kemudian di tempatkan ke dalamnya 20 ekor hama gudang T. molitor dan diinkubasi pada suhu ruangan selama 2 minggu. T. molitor yang mati dan dikolonisasi oleh cendawan entomopatogen diambil dan biarkan bersporulasi di dalam cawan petri yang diberi alas kertas tisu lembab.

Prosedur Isolasi

Dalam tabung reaksi, sumber isolat cendawan entomopatogen ditambah air steril yang mengandung 0,05% triton X-100 dan diaduk selama 5 menit sehingga terbentuk suspensi konidia. Suspensi konidia tersebut diambil 0,5 ml, kemudian ditambahkan dengan 4,5 ml akuades steril di dalam tabung reaksi. Suspensi sebanyak 0,1 ml diinokulasikan pada media Saboraud Dextrose Agar with Yeast extract (SDAY) di dalam cawan petri. Komposisi media SDAY adalah dekstrosa 10 g, pepton 2,5 g, ekstrak khamir 2,5 g, agar-agar 20 g dalam akuades 1 liter yang mengandung 250 ppm chloramphenicol (Samuels et al. 2002), dan diinkubasi pada suhu 24 0C dan kelembaban relatif 95% selama 4-6 hari. Koloni yang membesar dengan bentuk berbeda atau warna berbeda pada media biakan, diambil dan masing-masing koloni tersebut diinokulasi secara terpisah pada media SDAY baru. Kultur murni didapatkan dengan suksesi inokulasi suatu koloni pada media SDAY. Kemudian stok kultur isolat disimpan pada suhu 4 0C sampai waktu penggunaan (Sudiyani et al. 2002).

Prosedur Identifikasi

Identifikasi dilakukan secara visual terhadap pertumbuhan koloni isolat pada media SDAY dalam cawan petri. Untuk pengamatan mikroskopik terlebih dahulu isolat tersebut ditumbuhkan pada kaca objek cekung dengan metode slide culture

(Becnel 1997). Identifikasi cendawan mengacu pada prosedur yang diurai oleh Barneet dan Hunter (1972), Domsch et al. (1980), Singh et al. (1991) dan Ellis (1993), yaitu dengan melihat ciri morfologi khas yang dimiliki oleh masing-masing cendawan.

Persiapan Suspensi Konidia

Sebelum digunakan, isolat hasil isolasi dibiakan kembali pada media SDAY di cawan petri berdiameter 9 cm dan diinkubasi dalam inkubator dengan suhu 24 0

C dan kelembaban relatif 95% selama 3 minggu. Kemudian disiapkan suspensi menggunakan air steril yang telah mengandung 0,05% Triton X-100 dengan kerapatan sebagai berikut: a) 107 konidia/ml untuk uji tapis (screening), b) 105

15

konidia/ml, 5.105 konidia/ml, 106 konidia/ml, 5.106 konidia/ml dan 107 konidia/ml untuk uji keefektifan (bioassay) terhadap rayap, c) LC95 dari cendawan terseleksi pada uji keefektifan untuk uji metode kontak dan umpan.

Uji Tapis dan Keefektifan Beberapa Spesies Cendawan Entomopatogen Terhadap Rayap Tanah Coptotermes gestroi Wasmann

Suspensi konidia dari masing-masing isolat disiapkan seperti diterangkan sebelumnya. Pada setiap unit percobaan sebanyak 20 ekor rayap pekerja dan 2 ekor prajurit C. gestroi dicelupkan ke dalam suspensi konidia selama 4 detik sesuai perlakuan dan langsung ditempatkan pada cawan petri Ø 9 cm yang telah diberi alas kertas saring sebagai sumber makanan rayap. Seluruh unit percobaan dipelihara pada kondisi gelap pada suhu ruangan dan mortalitas rayap dihitung setiap hari selama 6 hari setelah inokulasi.

Metode Kontak dan Umpan

Kontak (Contact method)

Suspensi konidia cendawan disiapkan seperti diterangkan sebelumnya. Pada setiap unit percobaan 50 ekor rayap pekerja dan 5 ekor prajurit dicelupkan ke dalam LC95 suspensi cendawan Metarhizium brunneum Petch, kemudian ditempatkan pada cawan petri Ø 9 cm yang telah diberi alas kertas saring sebagai sumber makanan. Nilai LC95 diketahui dari percobaan sebelumnya (uji keefektifan).

Umpan (Baiting method)

Suspensi konidia cendawan disiapkan seperti diterangkan sebelumnya. Kertas saring bewarna biru yang diwarnai dengan Nile blue A 0,05% kemudian diinokulasi dengan LC95 cendawan M. brunneum, dikering anginkan dan ditempatkan di dalam cawan petri Ø 9 cm. Sejumlah 50 ekor rayap pekerja dan 5 ekor prajurit untuk setiap ulangan dipelihara di dalamnya.

Uji Aplikasi dengan Penularan di Laboratorium

Uji Penularan di dalam koloni rayap tanah C. gestroi

Dalam percobaan ini sebagian populasi rayap (vektor) diinokulasi dengan cendawan pada konsentrasi LC95. Persentase populasi vektor yang digunakan adalah 10%, 20%, 30%, 40%, 50% terhadap populasi total. Populasi total yang digunakan adalah 20 ekor rayap pekerja dan dua ekor rayap prajurit. Cendawan entomopatogen yang digunakan adalah isolat yang menunjukkan patogenisitas tinggi pada uji tapis. Vektor dipelihara bersama-sama dengan rayap sehat pada unit percobaan (cawan petri Ø 9 cm) yang telah dialasi kertas saring sebagai sumber makanan. Pengamatan dilakukan setiap hari sampai 2 minggu.

Uji Penularan di dalam koloni rayap tanah C. curvignathus

Pada penelitian ini digunakan spesies cendawan entomopatogen dan proporsi vektor (%) terseleksi pada uji penularan koloni rayap tanah C. gestroi.

Rayap tanah C. curvignathus sebanyak 100 ekor pekerja dan 10 ekor prajurit ditempatkan ke dalam setiap unit percobaan (tabung glas Ø 7,5 cm dengan tinggi 10 cm) yang telah di beri kayu pinus (2 cm x 1 cm x 1 cm) sebagai sumber makanan dan 20 mg tanah (Falah 2005). Unit-unit percobaan tersebut dipelihara pada suhu ruangan dengan kondisi gelap selama 2 minggu. Pengamatan hanya dilakukan di akhir penelitian. Bagan alur penelitian ini disajikan pada Gambar 3.1

17

III

Koleksi Lab. Peremajaan

Pemeliharaan Rayap Koleksi Cendawan Nile blue 0,05% Perbanyakan Diisolasi dari Inang

I

Isolat murni

Pemurnian

Suspensi (107 konidium/ml )

Variabel: Mortalitasi, Sporulasi Rayap uji Variabel: Identifikasi Rayap Vektor: 10% 20% 30% 40% 50%

Keragaman isolat (spesies)

Isolat (spesies) terpilih

Variabel: Mortalitas

Lethal Time & Metode terpilih

Variabel: Mortalitas

Spesies cendawan entomopatogen dengan LC, metode dan % vektor efektif untuk pengendalian rayap tanah

C. gestroi dan C curvignathus di Laboratorium

III

II

Keterangan:

1. Keragaman spesies atau isolat cendawan entomopatogen yang digunakan:

diisolasi dari sumber inang di alam dan koleksi Laboratorium Patologi Serangga Departemen HPT Fak. Pertanian IPB

2. I, II & III: Tahapan penelitian ke I, II & III

3. Vektor: Rayap terkontaminasi cendawan entomopatogen

Gambar 3.1. Diagram cakupan penelitian proses pemanfaatan cendawan entomopatogen sebagai patogen untuk pengendalian rayap tanah

C. gestroi dan C. curvignathus di laboratorium

Variabel: Karakterisasi fisiologi cendawan

Variabel: Mortalitas Metode:

Kontak dan umpan Kerapatan

0, 10 5, 5.10 5, 15.106, 107konidium/ml

Lethal Concentration

Analisis Data

Untuk setiap tahapan penelitian, data hasil penelitian dianalisis berdasarkan rancangan penelitian sebagai berikut:

1. Tahap penelitian I, data hasil penelitian variabel mortalitas rayap

C. gestroi dan sporulasi in vivo dengan perlakuan 16 isolat cendawan entomopatogen, karakterisasi fisiologis cendawan (viabilitas, diameter koloni dan sporulasi in vitro) spesies cendawan entomopatogen

Metarhizium anisopliae (Metsch.) Sorok., Metarhizium brunneum Petch., Beauveria bassiana (Bals) Vuill., Fusarium oxysporum Link., Aspergillus flavus Link., Myrothecium roridum Tode EXFR dan kontrol dianalisis berdasarkan Rancangan Acak Lengkap satu faktor dengan uji ragam (ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji Duncan’s Multiple Range Test (Steel & Torrie 1993).

2. Tahap penelitian II, untuk mendapatkan korelasi antara masing-masing spesies cendawan (M. anisopliae, M. brunneum, B. bassiana, F. oxysporum dan A. flavus) dengan tingkatan kerapatan konidia (105, 5.105,

106, 5.106, 107 konidia/ml dan kontrol) terhadap mortalitas rayap

C. gestroi, lethal concentrations (LC) untuk uji keefektifan berbagai spesies cendawan dan lethal time (LT) pada uji metode kontak dan umpan adalah bersasarkan analisis probit (Finney 1971).

3. Tahap penelitian III, untuk mendapatkan korelasi antara masing-masing spesies cendawan (M. anisopliae, M. brunneum, B. bassiana dan F.

oxysporum ) dengan proporsi vektor (10%, 20%, 30%, 40%, 50% dan

kontrol) terhadap mortalitas rayap C. gestroi pada uji aplikasi dengan metode penularan di laboratorium dianalisis berdasarkan analisis regresi (Mattjik & Sumertajaya, 2000) sedangkan terhadap mortalitas rayap C. curvignathus dengan perlakuan proporsi vektor 10% yang diinokulasi dengan LC95 M. brunneum dan kontroldi analisis berdasarkan Rancangan Acak Lengkap satu faktor dengan uji ragam (ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji Duncan’s Multiple Range Test (Steel & Torrie 1993).

BAB IV

ISOLASI, IDENTIFIKASI DAN UJI TAPIS CENDAWAN

Dokumen terkait