• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEL KANKER MCF-7 MENGGUNAKAN APLIKASI METABOLOMIK BERBASIS HPLC

5.2 Bahan dan Metode

Bahan tanaman dan kultur sel

Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng dipersiapkan berdasarkan metode yang telah dijelaskan secara terperinci pada Bab 3. Galur sel kanker payudara manusia MCF-7 disediakan oleh Laboratorium Mikrobiologi dan Imunologi, Pusat Studi Satwa Primata IPB.

Bahan kimia

Etanol, n-heksana, kloroform, etil asetat untuk ekstraksi berasal dari Merck Germany. Metanol dan air HPLC menggunakan JT Baker USA. DMSO,

asetonitril, asam asetat glacial dibeli dari Merck Germany. MTT (3-(4,5- dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide) dan media RPMI 1640 dibeli dari Sigma-Aldrich USA.

Ekstraksi dan fraksinasi tanaman

Daun segar yang telah dipanen diliofilisasi dengan freeze drier (Martin Christ Gamma) selama 48 jam dan dijadikan bubuk menggunakan blender dan dilewatkan melalui ayakan 30 mesh. Bubuk ditimbang setiap 25 g dan ditempatkan dalam plastik bersegel kemudian disimpan dalam freezer hingga saat digunakan.

Ekstraksi dan fraksinasi. Sampel torbangun diekstraksi dengan etanol 80% kemudian difraksinasi dengan pelarut heksana, kloroform, etil asetat secara bertingkat sesuai prosedur yang telah dijelaskan pada Bab 3.

Uji toksisitas menggunakan metode MTT

Uji toksisitas dari ekstrak dan fraksi daun torbangun dilakukan dengan metode colorimetri MTT (3-(4,5-dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide). Uji ini mengukur kemampuan sel hidup untuk menyerap dan mengkorversi MTT terlarut menjadi kristal formazan. Sel MCF-7 yang telah dipersiapkan sebelumnya dan tumbuh secara eksponensial ditanam pada 96 well plate dengan kepadatan sel awal 5 x 103 sel/sumur dan diinkubasikan selama 48 jam untuk member kesempatan agar sel menempel. Media kemudian diganti dengan media yang mengandung ekstrak/fraksi daun torbangun dengan berbagai konsentrasi kemudian diinkubasi selama 48 jam. Setelah itu sejumlah 10 µl MTT (5000 ppm) ditambahkan pada setiap sumur dan diinkubasi selama 4 jam. Media kemudian diganti dengan 100 µl etanol 96% pada setiap sumur untuk melarutkan kristal formazan yang terbentuk. Pengamatan absorbansi dilakukan dengan microplate reader pada panjang gelombang 595 nm. Persentasi penghambatan sel oleh perlakuan dibandingkan dengan kontrol. Konsentrasi untuk menginduksi penghambatan proliferasi sebesar 50% (IC50) dihitung secara grafik menggunakan

analisis Probit (Chen et al. 2012). Analisis HPLC

Ekstrak dan fraksi torbangun dilarutkan dalam DMSO pada konsentrasi 0.8 µg/mL dan diaduk dengan vortex. Kemudian sebanyak 1 mL larutan difiltrasi menggunakan filter membran dan ditempatkan pada wadah vial. Sebanyak 40 µL sampel diinjeksikan ke dalam HPLC. Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang 250 nm, 270 nm, 290 nm, 310 nm, 330 nm, dan 350 nm. Fase gerak sistem HPLC terdiri atas larutan asam asetat 0.1% (A) dan acetonitril (B) dengan gradien elusi 2-5% B (3 menit), 5-15% B (7 menit), 15-30% B (6 menit), dan 30- 2% B (4 menit). dengan laju aliran 1 mL/menit. Kromatogram yang dihasilkan dari 5 fraksi dengan 3 ulangan dan 3 serapan panjang gelombang UV akan diperoleh 45 kromatogram.

Analisis Metabolomic

Data kromatogram HPLC secara manual dimasukkan ke dalam file Excel (Microsoft). Matriks data X diperoleh dari area peak yang dikelompokkan ke dalam kolom-kolom yang berupa interval waktu retensi dengan lebar yang sama

(setiap 0.16 menit waktu retensi). Sementara data IC50 dijadikan sebagai matriks

data Y namun ditransformasi terlebih dahulu menjadi 1/IC50 (tersaji dalam

Lampiran 4). Semua data kemudian ditransfer ke dalam SIMCA ® software (Version 14, Umetrics, Sweden) untuk dianalisa dengan OPLS (Maser et al. 2015).

Isolasi komponen bioaktif menggunakan HPLC semi preparatif

Fraksi terpilih yang mengandung puncak yang menjadi target berdasarkan analisis metabolomik diisolasi menggunakan metode preparasi HPLC yang sama sebagaimana disebutkan sebelumnya. Kondisi running HPLC juga sama hanya seja menggunakan 1 panjang gelombang sesuai dengan yang terpilih berdasarkan analisis metabolomik. Selain itu, kolom dengan ukuran yang lebih besar juga menjadi pembeda untuk mengakomodasi 200 µL volume sampel dalam satu kali injeksi. Komponen yang terelusi pada waktu retensi target dikumpulkan dan ditempatkan dalam wadah vial kaca gelap ukuran 5 ml. Sample hasil isolasi dihembus gas nitrogen kemudian ditutup rapat dan di seal dengan parafilm sebelum dianalisa LC-MS.

Analisis LC-MS untuk mengidentifikasi komponen bioaktif

Sampel dilarutkan dengan DMSO sebelum diinjeksi untuk analisis LC- MS. Sistem LC-MS yang digunakan adalah (UPLC-QTOF-MS/MS: Waters) yang dilengkapi kolom UPLC BEH C18 (ukuran partikel 1,7 µm, 2,1 mm x 50 mm) dan

MS dengan XEVO-G2QTOF (Waters) pada mode resolusi ESI positive dan MassLynk software (v. 4.1). fase gerak terdiri atas 0,1% asam formiat dalam air (A) dan 0,1% asam formiat dalam asetonitril (B). Elusi dilakukan dengan gradient sebagai berikut:: 5% B (1 menit), 5-100% B (5 menit), 100% B (1 menit), 100-5% B (0,5 menit), dan 5% B (1,5 menit). Total running time adalah 9 menit dengan laju aliran 0,3 ml/menit pada suhu 40oC. Identitas komponen ditentukan berdasarkan pola fragmentasi spektra massa yang dibandingkan dengan literatur. 5.3 Hasil dan Pembahasan

Aktifitas penghambatan proliferasi sel MCF-7

Hasil uji MTT menunjukkan bahwa fraksi kloroform memiliki kemampuan akti kanker tertinggi yang diperlihatkan dengan rata-rata nilai konsentrasi penghambatan 50% viabilitas sel (IC50) yang rendah terhadap MCF-7

yakni (2.46 µg/ml) diikuti oleh fraksi heksan (8.85 µg/ml), ekstrak etanol (50.3 µg/ml), fraksi air (81.78 µg/ml) dan fraksi etil asetat (95.85 µg/ml) (Tabel 5.1). Nilai IC50 ekstrak etanol pada penelitian ini lebih baik dibandingkan penelitian

pada ekstrak batang P amboinicus yang hanya memiliki IC50 995 µg/ml (Bhatt et al. 2013). Ini sesuai dengan studi yang dilakukan oleh Bhattacharjee (2010) yang melaporkan bahwa ekstrak etanol dari daun tanaman ini memiliki bioaktifitas yang lebih tinggi dibandingkan bagian lain seperti batang dan akar. Hal ini disebabkan karena kandungan phenolic, flavonoid, alkaloid and saponin yang lebih tinggi pada daun dibandingkan bagian tanaman lainnya.

Fraksi-fraksi non polar seperti kloroform dan heksan pada penelitian ini cenderung memiliki aktifitas sitotoksik yang lebih tinggi dibandingkan fraksi yang bersifat polar atau semi polar seperti etanol, air dan etil asetat. Hal ini dapat

berarti bahwa komponen bioaktif yang berkaitan dengan kemampuan sitotoksik adalah komponen yang bersifat non polar. Komponen diterpenoid non polar yang diisolasi dari resin Pinus massoniana memperlihatkan aktifitas sitotoksik yang kuat terhadap sel kanker epidermis A431 dan A549 sedangkan komponen diterpenoid dengan polaritas yang tinggi tidak memperlihatkan adanya aktifitas (Yang et al. 2010). Gugus hidrofobik dan area hidrofilik pada suatu komponen merupakan faktor penentu dalam optimalisasi proses masuknya komponen menembus membran sel untuk menciptakan efek bioaktifitas. Hal ini didasari studi kasus pada aktifitas anti bakteri berdasarkan kajian struktur dan aktifitasnya (Urzua et al. 2008). Pada penelitian ini tidak dilakukan identifikasi kandungan komponen tiap fraksi, melainkan langsung dilakukan analisa HPLC untuk mendapatkan profil kimia dari kromatogram setiap fraksi tersebut. Analisis metabolomik kemudian memprediksi puncak (sebagai perwakilan komponen atau kelompok komponen) di dalam fraksi yang berkontribusi dominan terhadap bioaktifitas.

Tabel 5.1 Nilai konsentrasi penghambatan IC50 dari ekstrak etanol

tanaman torbangun terhadap sel MCF-7

Kode Sampel IC50 (µg/ml)* IC50 (µg/ml)** EtOH1 89.59 ± 30.26 EtOH2 40.47 ± 5.21 50.30 ± 20.44 EtOH3 20.85 ± 11.09 Hex1 5.30 ± 0.75 Hex2 10.04 ± 1.97 8.85 ± 1.80 Hex3 11.21 ± 2.99 Chlo1 3.41 ± 0.19 Chlo2 2.43 ± 0.45 2.46 ± 0.53 Chlo3 1.55 ± 0.31 Etil1 84.20 ± 13.61 Etil2 100.07 ± 8.03 95.85 ± 5.90 Etil3 103.29 ± 8.11 Water1 83.59 ± 19.96 Water2 96.66 ± 30.33 81.78 ± 9.15 Water3 65.09 ± 19.52

*Nilai adalah rataan ± simpangan baku (n = 3). Nilai-nilai ini yang dibandingkan dengan profil kimia masing-masing fraksi menggunakan metabolomics.

**Nilai adalah rataan di setiap fraksi ± galat baku dari rataan (n = 3). Angka dalam kode sampel menunjukkan ulangan

Perbedaan polaritas pelarut dalam ekstraksi mengakibatkan perbedaan konsentrasi phenolic, flavonoids dan tannin terkondensasi dari ekstrak sebagaimana yang dilaporkan oleh Metrouh-Amir et al. (2015). Yakni fraksi yang kaya akan phenolics dan flavonoids terdapat pada fraksi yang bersifat semi polar, sementara komponen tannin terkondensasi banyak terdapat pada fraksi-fraksi non polar. Verpoorte et al. (2008) mengelompokkan tiga jenis komponen dalam tanaman sebagai petunjuk untuk menentukan metode ekstraksi pelarut: (1)

komponen non polar biasanya berasal dari membran sel dan kutikula dan sebagian besar merupakan terpenoid atau asam-asam lemak, (2) komponen semi polar mencakup hampir semua metabolit sekunder karena fungsinya sebagai pertahanan terhadap kondisi lingkungan, (3) komponen polar yang umumnya berasal dari komponen metabolit primer gula dan asam amino serta hasil-hasil biosintesis energy.

Nilai IC50 dari fraksi heksan pada penelitian ini (8.85 µg/ml) lebih rendah

dibandingkan nilai IC50 ekstrak heksana pada studi lain (63.64 µg/ml) yang

dilakukan oleh Hasibuan et al. (2013). Perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan metode ekstraksi. Pada studi ini fraksi heksana berasal dari ekstrak etanol yang difraksinasi dimana diketahui bahwa etanol memiliki kemampuan mengekstrak komponen dengan kisaran polaritas yang luas sehingga lebih banyak komponen yang terekstrak. Sementara dalam penelitian Hasibuan et al. (2013), ekstraksi dilakukan langsung menggunakan pelarut heksana sehingga hanya terbatas pada komponen yang non polar saja yang terekstrak. Alasan ini juga dapat digunakan untuk menjelaskan mengapa nilai IC50 dari etil asetat pada

laporan tersebut (7.64 µg/mL) lebih baik dibandingkan fraksi etil asetat pada studi ini (95.85 µg/ml).

Analisis Orthogonal Projection to the Latent Structure (OPLS)

Terdapat 45 kromatogram ekstraksi dan fraksi torbangun yang dihasilkan dari analisis HPLC sebagai perwakilan profil kimia setiap sampel. Profil kimia ini dikorelasikan dengan aktifitas sitotoksik yang ditunjukkan dengan nilai IC50.

Korelasi dilakukan dengan OPLS menggunakan SIMCA. OPLS adalah pengembangan dari versi PLS (partial least squares) yang menghilangkan variasi variable bebas (X) yang tidak memiliki korelasi dengan variable terikat (Y), sehingga menghasilkan data yang lebih komprehensif meskipun lebih sedikit komponen yang dihasilkan namun komponen tersebut lebih relevan (Trygg dan Wold 2002).

Terdapat beberapa plot yang merupakan keluaran dari OPLS yang dapat digunakan untuk menginterpretasi hasil. Studi ini menggunakan score plot, Y- related coefficient plot, dan X-varian plot. Score plot adalah plot yang mengelompokkan sampel-sampel berdasarkan karakteristik yang terdapat pada matriks Y (aktifitas anti kanker).

Perbedaan yang nyata antara sampel yang memiliki aktifitas rendah dan yang tinggi membuktikan bahwa OPLS merupakan alat yang tepat untuk mengidentifikasi komponen bioaktif (Maser et al. 2015). Hasil autofit model OPLS yang digunakan pada studi ini memperlihatkan nilai R2Y 0.98 dan nilai Q2 0.93 yang menunjukkan bahwa model OPLS yang digunakan sudah baik karena memiliki nilai R2Y dan Q2 di atas 0.5. Sebagaimana terlihat dalam Gambar 5.1, terdapat pemisahan yang nyata antara fraksi kloroform (area bagian kanan) yang memiliki kemampuan sitotoksik lebih tinggi dibandingkan dengan fraksi-fraksi yang memiliki kemampuan sitotoksik lebih rendah yang terkumpul pada area bagian kiri plot.

Gambar 5.1 OPLS score plot dari daun torbangun. Sampel diberi label berdasarkan kode (terdiri atas nama pelarut, nomor ulangan, dan panjang gelombang deteksi yang digunakan pada analisis HPLC). Sumbu X dan Y pada plot ini mengindikasikan skor OPLS untuk setiap sampel.

Y-related coefficient plot memperlihatkan korelasi antara puncak pada waktu retensi dalam kromatogram HPLC setiap sampel berikut kemampuan antikankernya. Yang menjadi target adalah puncak yang memiliki nilai positif yang tertinggi. Sebagaimana terlihat dalam Gambar 5.2, terdapat 2 waktu retensi yang memiliki korelasi posistif (pada menit 40.16 - 41.28). Hal ini berarti bahwa puncak-puncak yang muncul pada kisaran waktu retensi ini memiliki kontribusi tertinggi terhadap kemampuan anti kanker.

Gambar 5.2 OPLS Y-related coefficient plot dari daun torbangun. Positif atau negatif serta intensitas korelasi antara waktu retensi dengan bioaktifitas diindikasikan oleh batang pada histogram. Korelasi positif tertinggi diberi warna merah.

Analisis kemudian dilanjutkan untuk mengetahui fraksi mana yang paling dominan dalam kisaran puncak menit ke 40.16 - 41.28 waktu retensi menggunakan X-varian plot. Seperti terlihat pada gambar 5.3, bahwasanya sampel dengan kode Chlo3-250 memiliki puncak yang paling dominan. Oleh karena itu fraksi kloroform dari ulangan ketiga terpilih untuk dilakukan isolasi menggunakan HPLC semi preparatif untuk mengumpulkan komponen yang terelusi pada waktu retensi terpilih yang diukur pada panjang gelombang UV 250 nm.

Gambar 5.3 OPLS X-varian plot dari setiap fraksi daun torbangun pada waktu retensi 41.28 menit. Intensitas XVar yang lebih tinggi mengindikasikan adanya kontribusi yang lebih tinggi dari sampel yang bersangkutan terhadap bioaktifitasnya.

Komponen sitotoksik terhadap sel kanker MCF-7

Sampel terpilih yang diisolasi menggunakan HPLC semi preparative kemudian diinjeksi ke LC-MS untuk mengidentifikasi senyawa yang ada di dalamnya. Terdapat 5 puncak utama terdeteksi dalam kromatogram dari sampel yang dikumpulkan (Gambar 5.4).

Gambar 5.4 Kromatogram LC-MS isolat fraksi kloroform yang memperlihatkan adanya 5 puncak utama yang cenderung terelusi pada waktu retensi di bagian akhir durasi analisis.

Fase gerak dari system LC-MS yang digunakan telah diprogram sedemikian rupa dengan gradient sehingga polaritasnya menurun secara bertahap hingga mencapai puncaknya pada menit ke 6 setelah itu berubah kembali seperti kondisi semula. Sehingga komponen yang terelusi dalam rentang waktu retensi 0- 6 menit saja yang dianalisa. Gambar 5.4 memperlihatkan bahwa komponen- komponen pada sampel terpilih tersebut bersifat nonpolar karena terelusi setelah menit ke 4.

Puncak yang terelusi pada waktu retensi 5.33 menit merupakan puncak yang paling banyak jumlahnya berdasarkan ukuran puncaknya. Untuk mengelusidasi struktur komponen, spectra massa harus dianalisa secara manual karena masih terbatasnya database pada LC-MS (Verpoorte et al. 2008). Berdasarkan spectra massa yang dihasilkan dari analisis high resolution electrospray ionization mass spectrometry (HRESIMS) sebagaimana terlihat pada gambar 5.5, dapat diketahui bahwa komponen target merupakan anggota dari kelompok royleanone (suatu diterpenoids) karena memiliki pola fragmentasi sebuah royleanone yakni memperlihatkan beberapa puncak yakni pada m/z 331 dan 313. Terdapat produk ion pada m/z 391.2823 yang mengindikasikan [M+H]+ dari komponen tersebut sehingga berat molekul dari komponen tersebut adalah 390. Produk ion pada m/z 413 diduga merupakan [M+Na]+. Adapun base peak pada m/z 331 diperkirakan merupakan hasil fragmentasi [M-59]+ sementara m/z 313 kemungkinan adalah hasil fragmentasi [M-59-H20]+. Pola fragmentasi ini

sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rasikari (2007) ketika mengisolasi komponen dari P. actites kemudian mengidentifikasinya sebagai 7- acetoxy-6-hydroxyroyleanone (C22H30O6) yang memiliki MW 390 dan spectra

massa dengan ion utama pada m/z 331 dengan ion minor pada m/z 391.

Gambar 5.5 Spektrum massa senyawa pada waktu retensi 5.33 menit. Inset: struktur kimia dari komponen hasil prediksi yang diidentifikasi sebagai 7-acetoxy-6-hydroxyroyleanone (C22H30O6). Terlihat posisi

fragmentasi yang menyebabkan adanya base peak pada m/z 331.2625

Hasil konfirmasi pada database Pubchem menunjukkan bahwa komponen abietane diterpenoid tersebut dilaporkan memiliki kemampuan anti proliferasi terhadap berbagai sel kanker seperti HL-60, U-937, Molt-3, SK-MEL-1, dan termasuk MCF-7 berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Burmistrova et al., 2013). Komponen ini juga sebelumnya telah diisolasi dari P. grandidentatus, P. sanguineus, dan spesies asal Australia yakni P. argentatus (Abdel-Mogib et al. 2002).

Diterpenoid merupakan tipe terpene utama dari metabolit asal tanaman yang memiliki peran yang sangat beragam dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman serta dalam kondisi menghadapi stress lingkungan. Diterpenes adalah komponen alami dengan sebuah kerangka hydrocarbon dengan dua puluh atom karbon, yang sesuai dengan empat kesatuan isoprene (suatu struktur kimia yang terdiri atas 5 atom karbon) dan termasuk dalam kelas besar metabolit terpenoid. Diterpene dapat diklasifikasikan berdasarkan kerangka yang ditemukan pada spesies Plectranthus: yakni abietane, beyerane, clerodane, halimane, kaurane, labdane dan pimarane. Abietane adalah metabolit sekunder tricyclic diterpenic dengan keberadaan yang sangat banyak serta terdapat secara merata pada family Lamiaceae. Komponen-komponen tersebut kebanyakan diisolasi dari berbagai Plectranthus spp. (Rijo 2013). Royleanones adalah hydroquinonic abietane dengan sebuah 12-hydroxy-11,14-dioxo-quinone moiety di dalam cincin C (Rijo 2011). Lima jenis abietane diterpenes ynag telah diketahui berasal dari Plectranthus grandidentatus diujikan terhadap sel kanker termasuk MCF-7. Dari kelima komponen tersebut, Coleon U memperlihatkan kemampuan anti kanker tertinggi karena sifat lipofilik pada strukturnya yang memungkinkan komponen tersebut berpenetrasi ke dalam sel melalui membrane sel. (Marquez et al. 2002).

Selain satu puncak yang teridentifikasi tersebut, terdapat pula 4 puncak lain pada kromatogram LC yang kemungkinan juga memiliki kontribusi terhadap aktifitas anti-proliferasi sel kanker MCF-7 (Tabel 5.2). Dua diantaranya teridentifikasi sebagai coleon E (waktu retensi 4.01 menit) dan royleanone (waktu retensi 5.10 menit) (Spektra massa komponen tersaji dalam Lampiran 10). Coleon E yang merupakan diterpenoid, yang diisolasi dari P barbatus (family Lamiaceae) telah dilaporkan memiliki aktifitas antioksidan (Fale et al. 2009). Sedangkan royleanone yang juga merupakan diterpenoid yang diisolasi dari Peltodon longipes (family Lamiaceae) dilaporkan memiliki kemampuan sitotoksik terhadap sel kanker pancreas manusia (MIA PaCa-2) dan melanoma (MV3) (Fronza et al. 2011). Kami tidak menemukan identitas dari 2 puncak lagi hanya berdasarkan data spectra massa. Namun kami berasumsi bahwa komponen tersebut kemungkinan merupakan diterpenoid juga sebagaimana komponen lainnya yang telah teridentifikasi. Untuk itu dapat disarankan agar menggunakan metode identifikasi tambahan pada penelitian selanjutnya seperti NMR dan FTIR.

Tabel 5.2 Prediksi komponen dari isolat sampel Chlo3250

No RT

(mnt)

Data mass spektra Nama komponen Referensi

Ion m/z 1 4.01 [M+H]+ 343.3581 Coleon E Fale et al. (2009) [2M +H]+ 685.6080 2 4.53 - - Unknown - 3 5.10 [M+H]+ 317.2694 Royleanone Fronza et al. (2011) [M+2ACN+H]+ 399.3549 4 5.33 [M+H]+ 391.2823 7-acetoxy-6- hydroxyroyleanone Rasikari (2007) 5 5.72 - - Unknown -

Isolasi sampel menggunakan HPLC semi preparative pada studi ini terlihat seakan-akan sebagai kelemahan dari metabolomik apabila dibandingkan dengan metode bioassay guided isolation (BGI) konvensional dalam hal penemuan satu komponen yang murni, karena studi ini tidak memberikan hasil akhir berupa satu komponen. Studi yang serupa juga menghasilkan komponen akhir yang teridentifikasi sebanyak 3 komponen (Maser et al. 2015). Akan tetapi hal ini juga menjadi kelebihan dari metabolomik karena mampu melihat net-efek dari komponen yang mempunyai kedekatan karakteristik, dan hasil ini diperoleh dalam waktu yang relative singkat dengan tingkat kerumitan yang tidak terlalu tinggi yang sulit dilakukan oleh metode BGI. Sebagaimana telah banyak dijelaskan dalam berbegai literatur bahwasanya merupakan suatu tantangan tersendiri untuk menemukan komponen bioaktif baru yang berasal dari alam karena bioaktifitasnya umumnya merupakan hasil dari efek sinergistik dari campuran beberapa komponen (Kim et al. 2010; Verpoorte et al. 2005). Oleh karena itu hasil penelitian ini menjadi informasi dasar mengenai komponen bioaktif pada ekstrak daun torbangun yang berkontribusi terhadap aktifitas anti-proliferasi sel kanker MCF-7.

Simpulan

Metabolomik berbasis HPLC memungkinkan untuk dijadikan sebagian panduan cepat dalam mengidentifikasi kemungkinan komponen bioaktif dari ekstrak tanaman. Data spectra massa dari fraksi yang diisolasi mengindikasikan komponen yang merupakan sebuah abietane diterpene dengan nama 7-acetoxy-6- hydroxyroyleanone dimana komponen ini merupakan komponen utama yang berkontribusi terhadap kemampuan anti kanker ekstrak torbangun melawan sel MCF-7. Namun analisis LC-MS juga memperlihatkan bahwa terdapat 4 komponen lain dari fraksi yang diisolasi yang juga memiliki andil dalam bioaktifitas fraksi torbangun. Hal ini berarti bahwa mungkin saja terdapat beberapa komponen di dalam sebuah puncak kromatogram HPLC. Sehingga aplikasi metabolomik ini berperan sebagai panduan cepat dalam mengetahui komponen yang bertanggung jawab terhadap bioaktifitasnya.

6 PENGARUH KOMPONEN BIOAKTIF TANAMAN

Dokumen terkait