• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2012 sampai Juni 2012 di Hutan Mangrove Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut Resort II Desa Selotong, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat dan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Kawasan Suaka Margasatwa Karanggading dan Langkat Timur Laut merupakan ekosistem hutan pantai atau mangrove yang secara administratif pemerintahan terletak di Kecamatan Tanjung Pura, Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat dan Kecamatan Labuan Deli, Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang. Dahulunya status Suaka Margasatwa Karanggading dan Langkat Timur Laut adalah sebagi Hutan Produksi dengan Register 2/L sesuai Besluit Kerajaan Negeri Deli tanggal 6 Agustus 1932 No. 148/PK dan disahkan oleh Gubernur Pesisir Timur Pulau Perca pada tanggal 24 September 1932. Kemudian berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 811/Kpts/Um 11/1980 Kawasan Hutan Langkat Timur Laut/Hutan Produksi tersebut telah diubah statusnya menjadi Suaka Alam dengan fungsi sebagai Suaka Margasatwa.

Letak Geografis

Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur laut secara administratif pemerintahan terletak di dua kabupaten yakni kawasan Langkat

Timur Laut dengan luas 9.520 ha, terletak di Kecamatan Secanggang dan Tanjung Pura Kabupaten Langkat serta Karang Gading dengan luas 6.245 ha, terletak di Kecamatan Labuhan Deli dan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara. Secara geografis Suaka Margasatwa Karang

Gading dan Langkat Timur Laut, terletak antara 98030'- 8042' BT dan 3051'30" – 3059'45" LU (Kementrian Kehutanan Republik Indonesia 2012).

Sifat Fisika Tanah

Jenis tanah aluvium merupakan endapan dengan umur yang masih relatif muda dengan proses pengendapannya masih berlangsung sampai saat ini. Endapan ini sebagian besar dijumpai di sepanjang pesisir, yang terbagi menjadi alluvium sungai, alluvium rawa, alluvium delta dan alluvium pantai.

Aluvium sungai terdapat sebagai endapan sungai tua di bagian barat laut serta merupakan endapan yang lebih muda di tepi- tepi beberapa sungai besar seperti sungai Deli, sungai Buluh, Sungai Percut, Sungai Batang Kuis, Sungai Serdang, Sungai Kenang, Sungai Perbaungan, Sungai Nipah, Sungai Martebing dan Sungai Padang. Endapan ini terdiri dari campuran bongkah, kerikil, pasir dan lempung. Semakin ke- arah hilir konfigurasi ukuran semakin menghalus, bahkan di bagian muara hanya terdapat pasir dan lumpur.

Aluvium rawa dan delta sebenarnya masih berasal dari endapan sungai tetapi berbeda kondisi lingkungan pengendapan. Aluvium rawa pada lingkungan yang tertutup ke arah hilirnya (sebuah cekungan), sedangkan aluvium delta diendapkan di tepi muara yang lebih terb uka ke arah laut. Aluvium berwarna abu- abu gelap hingga hitam terdiri dari lumpur organik,lempung dan sedikit pasir halus, sisa tumbuhan.

Aluvium pantai terutama dijumpai di sepanjang pantai. Sungai- sungai yang bermuara disini membawa muatan sedimen materi al pasir. Sebagian dari pasir tersebut diendapkan disepanjang garis tepi pantai (Ningsih, 2008).

Potensi Kawasan

Kawasan Suaka Margasatwa Karanggading dan Langkat Timur Laut disamping berfungsi sebagai hutan penyangga atau benteng dari abrasi pantai, dan juga berperan sebagai tempat kehidupan (nursery ground) sekaligus habitat biota laut berupa ikan, udang, kepiting dll.

Selain itu Kawasan Suaka Margasatwa Karanggading dan Langkat Timur Laut ternyata juga beroperasi untuk dikembangkan sebagai daerah wisata karena mempunyai keindahan alam yang cukup baik. Tidak berlebihan jika kawasan ini sebenarnya dapat dimanfaatkan dalam rangka pengembangan ekowisata. Banyak kegiatan wisata yang dapat dilakukan, seperti : melukis, rekreasi melintasi kawasan hutan bakau, memancing ikan, fotografi dan lain-lai (Kementrian Kehutanan Republik Indonesia 2012).

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penilitian ini adalah kawasan hutan mangrove Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut resort II di Desa Selotong Kecamatan Secanggang Kabupaten langkat.

Alat yang digunakan dalam penilitian ini adalah GPS (Geographic Position System), pita ukur, tali rafia, kompas, tali pita, clinometer, tally sheet, kamera, alat tulis, parang, tongkat kayu, dan buku pengenalan mangrove.

Metode Penelitian

Pengambilan sampel dan pengukuran dilapangan dilakukan dengan menggunakan metode jalur berpetak (Kusmana, 1997). Pada setiap lokasi sampel yang diteliti dibuat jalur dengan lebar 10 m dan panjang 100 m (1000 m2), jalur dibuat dimulai dari tepi laut dan diupayakan searah tegak lurus tepi laut. Pada setiap jalur dibuat sub petak ukur dengan ukuran 2 m x 2 m untuk semai (tinggi < 1,5m), 5 m x 5 m untuk tingkat pancang ( tinggi 1,5 m - diameter batang < 10 cm) dan untuk tingkat pohon (diameter ≥ 10 cm) ukuran petak 10 m x 10 m.

Pelaksanaan Penelitian

Pengukuran biomasa vegetasi mangrove disekitar kawasan Desa Selotong dilakukan dengan pembuatan plot contoh pengamatan dengan intensitas sampling 5 %. Penentuan awal plot contoh dilakukan secara purposive random sampling

melalui pengamatan data citra satelit. Plot contoh diambil pada areal yang memiliki potensi pertumbuhan mangrove yang baik dan jenis tanaman relatif seragam, untuk selanjutnya diplotkan dilapangan. Plot contoh dibuat berbentuk

T T

5 m

5 m

T T

5 m

Gambar 1. Pengambilan contoh menggunakan metode jalur berpetak Keterangan : Petak contoh 2 m x 2m untuk Semai, petak contoh 5 m x 5 m untuk pancang, dan petak contoh 10 m x 10 m untuk pohon.

P 2 m 2 m P 2m 2 m S S 10 m 10 m

transeck dimulai dari tepi laut menuju daratan, dengan langkah-langkah pengamatan pada plot contoh dengan ukuran 10 m x 100 m dengan pembagian sebagai berikut:

- sub petak contoh 10 x 10 m untuk pohon,( diameter ≥ 10 cm)

- sub petak contoh 5 m x 5 m untuk pancang, dan (tinggi ≥ 1,5 cm dan diameter < 10 cm)

- sub petak 2 m x 2 m untuk semai, (tinggi < 1,5 cm)

data yang diukur meliputi tinggi pohon, diameter pohon setinggi dada (dbh) dan mencatat nama semua jenis vegetasi yang ditemui.

Identifikasi jenis vegetasi dilakukan dilakukan pada vegetasi yang ditemui dengan menggunakan buku determinasi mangrove (manual mangrove) dan jasa pemandu lokal terutama dalam penamaan lokal. Untuk tingkat semai dicatat nama daerah dan nama ilmiah dengan menggunakan buku acuan Kusmana et al, (2008) kemudian dihitung jumlah individunya. Untuk tingkat pancang dan pohon dicatat nama ilmiah dan nama daerah, dihitung jumlah individu, tinggi dan diameter batang dari setiap individu. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis untuk memperoleh gambaran kondisi vegetasi hutan mangrove pada petak petak contoh penelitian.

Analisis Vegetasi

Analisis vegetasi adalah cara untuk mengetahui komposisi jenis dan struktur vegetasi dalam suatu ekosistem (Kusmana, 1997), data yang diperoleh dari hasil pengukuran di lapangan dihitung untuk menentukan variabel sebagai berikut :

1. Kekayaan Jenis dan Kerapatan Vegetasi Mangrove

a. Indeks Nilai Penting (INP) digunakan untuk menentukan dominansi dari suatu jenis vegetasi. Indeks Nilai Penting diperoleh dari perhitungan sebagai berikut :

Untuk tingkat semai dan pancang, INP = KR + FR Untuk tingkat pohon, INP = KR + FR + DR Dimana KR = kerapatan relatif,

FR = frekuensi relatif dan DR = dominansi relatif.

Kerapatan relatif, frekuensi relatif dan dominansi relatif dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Kerapatan suatu jenis (K), dihitung dengan rumus :

Kerapatan relatif (KR) suatu jenis, dihitung dengan rumus :

Frekuensi (F) suatu jenis, dihitung dengan rumus :

Frekuensi relatif (FR) suatu jenis, dihitung dengan rumus :

Dominasi (D) suatu jenis, dihitung dengan rumus :

Dominasi relatif (DR) suatu jenis, dihitung dengan rumus : K = Jumlah individu suatu Jenis

Luas petak contoh

KR = Kerapatan suatu Jenis

Kerapatan seluruh jenis X 100%

F = Jumlah petak ditemukan suatu Jenis Jumlah seluruh petak contoh

FR = Frekuensi suatu Jenis

Frekuensi seluruh jenis X 100%

D = Luas bidang dasar suatu jenis Luas petak contoh

DR = Dominasi suatu Jenis

b. Indeks Keanekaragaman (H1)

Indeks keanekaragaman dihitung dengan menggunakan indeks Shannon Wiennerr :

Menurut Barbour, et al.(1987) menyatakan bahwa nilai H1 dengan kriteria 0-2 tergolong rendah, 2-3 tergolong sedang dan > 3 tergolong tinggi.

2. Tingkat Kerusakan

Metode yang digunakan untuk menentukan tingkat kerusakan mangrove adalah mengacu kepada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 201 Tahun 2004 tanggal 13 Oktober 2004 tentang Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove, dengan kriteria :

Tabel 1. Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 201 Tahun 2004 tanggal 13 Oktober 2004.

No Kriteria Penutupan Kerapatan Pohon/Ha 1. Baik (sangat padat) ≥75% ≥ 1500 Pohon/Ha

2. Sedang ≥ 50% - < 75 % ≥ 1000- <1500 Pohon/Ha 3. Rusak < 50 % < 1000 Pohon/Ha

Untuk memperoleh nilai penutupan dan kerapatan pohon/ha berdasarkan kriteria baku tersebut, di hitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : a. Penutupan, adalah perbandingan antara luas areal penutupan jenis I (Ci) dan

luas total areal penutupan seluruh jenis (ƩC), atau : H' =

s

i=1

Pi (ln pi)

H' = Indeks Shannon Wienner

Pi = Kelimpahan relatif dari species ke- i = (ni/N) ni = Jumlah individu suatu jenis ke-i

N = Jumlah total untuk semua individu

RCi = (Ci/

Ʃ

C) X 100, Ci =

Ʃ

BA/A

BA = ӆDBH2 /4 Ӆ = 3,1416

b. Kerapatan, adalah perbandingan antara jumlah tegakan jenis I (ni) dan jumlah total seluruh tegakan jenis (Ʃn), atau :

3. Biomasa Pohon

Data biomasa pohon dapat diperoleh dari hasil pengukuran sampel vegetasi mangrove yang berdiameter > 5 cm dan panjang 20 cm kemudian dilakukan penghitungan biomasa melalui pendekatan alometrik dengan menggunakan rumus yang telah diperkenalkan Hairiah, et al, 1999 dan Ketterings, (2001) : W = 0.11 ρ D2,62.

Dimana, W = biomasa, D = diameter, H = tinggi ,

ρ = berat jenis kayu, π = 3,14 dan

2,62 = konstanta rumus biomasa. Keterangan :

RCi = Penutupan (%) BA = Basal Area

A = Luas total areal pengambilan contoh Ӆ = 3,1416 adalah konstanta

DBH2 = CBH/Ӆ (Lingkar pohon setinggi dada)

Rdi = (ni/

Ʃ

n) X 100

Keterangan :

Rdi = Kerapatan Pohon/Ha ni = Jumlah tegakan jenis I

Indeks ρ (berat jenis kayu) diperoleh dengan mengambil sampel cabang dari jenis-jenis vegetasi mangrove yang masuk ke dalam petak contoh pengukuran dan kemudian diukur diameter, panjang dan ditimbang berat basahnya, selanjutnya untuk memperoleh berat kering, sampel dikeringkan di dalam oven dengan suhu 80 °C selama 2x24 jam dan kemudian ditimbang berat keringnya dan dihitung volumenya, dan untuk mendapatkan indeks ρ (berat jenis) digunakan rumus sebagai berikut :

dan estimasi akhir jumlah karbon (C) tersimpan dihitung dengan rumus :

4. Diagram Profil

Diagram profil adalah gambaran struktur vegetasi mangrove secara vertikal dan horizontal, dengan sampel ukuran atau petak contoh 10 m x 100 m yang telah digambar terlebih dahulu secara manual di lokasi penelitian dengan menggunakan kertas milimeter, kemudian dihitung luas penutupan tajuk sampel yang telah diambil dengan menggunakan software program Autocad 2010.

Volume = ӆR2

T Berat Kering (g) Volume (cm3

) dan berat jenis (ρ) = BJ (g cm3) =

Dokumen terkait