• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kekayaan Jenis

Hasil analisis vegetasi mangrove yang meliputi komposisi jenis tumbuhan di Desa Selotong dijumpai 8 jenis vegetasi yang ditemukan pada seluruh tingkat pertumbuhan yaitu pada tingkat semai (6 jenis), tingkat pancang (8 jenis), dan

tingkat pohon (8 jenis) dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kekayaan jenis mangrove pada tingkat pertumbuhan semai, pancang dan pohon pada plot contoh per Ha .

Tabel 2 menunjukkan jenis yang mendominasi terdapat pada jenis

Rhizophora apiculata pada setiap pertumbuhan, sedangkan yang terendah terdapat pada jenis Ceriops tagal untuk tingkat pertumbuhan pancang dan pohon, dan

Sonneratia caseolaris pada tingkat pertumbuhan semai. Banyaknya jumlah

individu Rhizophora apiculata disetiap pertumbuhan disebabkan oleh karakteristik dari tanaman Bakau (Rhizophora apiculata) yang mampu tumbuh pada tanah yang berlumpur halus dan tergenang pada saat pasang normal. Kondisi ini didukung dengan kondisi pesisir Desa Selotong mengalami pasang surut yang normal yang mendukung jenis Bakau (Rhizophora apiculata) dapat berkembang dengan baik sehingga mendominasi disetiap tingkat pertumbuhan.

No Famili

Jenis Tingkat pertumbuhan (Ha)

Nama lokal Nama ilmiah Semai Pancang Pohon

1 Rhizophoraceae Bakau Rhizophora apiculata 1537 408 669

2 Rhizophoraceae Mata Buaya Bruguiera sexangula 150 98 100

3 Rhizophoraceae Lengadai Bruguiera parviflora 250 102 99

4 Avicenniaceae Api-api Avicennia alba 312 52 63

5 Meliaceae Nyirih Xylocarpus granatum 112 48 54

6 Euphorbiaceae Buta-buta Excoecaria agallocha - 12 37

7 Sonneratiaceae Berembang Sonneratia caseolaris 25 22 20

8 Ceriops Tengar Ceriops tagal - 4 17

Banyaknya jenis Rhizophora apiculata yang mendominan di setiap tingkat pertumbuhan juga disebabkan karena propagul jenis ini memiliki sifat buah vivipar dimana buah jenis Rhizophora apiculata ini dapat berkecambah ketika masih melekat pada pohon induknya dan kecambah telah keluar dari buah sehingga pada saat jatuh buahnya langsung dapat menancap dilumpur ditempat jatuhnya atau terbawa air pasang, tersangkut dan tumbuh pada bagian lain di hutan mangrove.

Dominansi Jenis

Penentuan jenis vegetasi dominan dilakukan dengan menggunakan indeks nilai penting (INP). Beberapa jenis tumbuhan yang ditemui di kawasan Desa Selotong untuk tingkat pertumbuhan semai, pancang, dan tingkat pohon dapat dilihat pada Tabel 3 :

Tabel 3. Daftar dominansi jenis pada setiap tingkat pertumbuhan di Kawasan Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut II yang dilakukan pada areal seluas 2Ha (20 Jalur)

No Jenis

Tingkat pertumbuhan

INP Semai (%) INP Pancang (%) INP Pohon (%)

1 Rhizophora apiculata 125,64 104,69 111,16 2 Avicennia alba 14,44 26,29 32,03 3 Xylocarpus granatum 23,74 28,93 41,51 4 Bruguiera sexangula 25,32 15,39 31,43 5 Excoecaria agallocha 8,77 13,80 25,40 6 Bruguiera parviflora - 3,18 25,51 7 Sonneratia caseolaris 2,06 6,10 18,98 8 Ceriops tagal - 1,58 16,56 200,00 200,00 300,00

Berdasarkan data Tabel 3 , jenis yang dominan pada tingkat pohon adalah

Rhizophora apiculata (INP = 111,16 %) dan terendah berada pada jenis Ceriops tagal (INP = 16,56). Pada tingkat pancang jenis yang mendominasi masih terdapat pada Rhizophora apiculata (INP = 104,69%) dan terendah terdapat pada jenis

Ceriops tagal (INP = 1,58%) sedangkan pada tingkat semai jenis yang

mendominasi terdapat pada Rhizophora apiculata (INP = 125,64%) dan terendah terdapat pada Sonneratia caseolaris (INP = 2,06%). Untuk jenis Ceriops tagal, Bruguiera parviflora pada tingkat semai sama sekali tidak ada dijumpai anakan disetiap petak contoh di lapangan.

Jenis-jenis ini membentuk hutan mangrove di daerah zona inti yang mampu bertahan terhadap pengaruh salinitas (garam), yang disebut tumbuhan halophyta (Onrizal, 2005). Kebanyakan jenis mangrove mempunyai adaptasi khusus yang memungkinkan untuk tumbuh dan berkembang dalam substrat/lahan mangrove seperti kemampuan berkembang biak, toleransi terhadap kadar garam tinggi, kemampuan bertahan terhadap perendaman oleh pasang surut dan memiliki akar napas.

Baik tidaknya pertumbuhan mangrove dalam suatu komunitas dapat dilihat dari analisis kondisi vegetasinya yang menunjukkan besar kecilnya peranan suatu jenis terhadap komunitas yang ada. Keadaan ini dapat dilihat dalam indeks nilai penting yang dimiliki oleh suatu jenis mangrove. INP yang tinggi menggambarkan bahwa jenis-jenis ini mampu bersaing dengan lingkungannya dan disebut jenis dominan atau menguasai ruang di dalam komunitas tersebut. Hal ini disebabkan jenis tersebut mempunyai kesesuaian tempat tumbuh yang baik serta mempunyai daya tahan hidup yang baik pula jika dibandingkan dengan jenis

lain yang ada dalam komunitas tersebut. Sebaliknya, rendahnya INP pada jenis tertentu mengindikasikan bahwa jenis ini kurang mampu bersaing dengan lingkungan yang ada disekitarnya serta jenis lainnya. Rendahnya ketahanan terhadap gejala alam serta besarnya eksploitasi mengakibatkan jenis-jenis tersebut dapat berkurang dari tahun ke tahunnya.

Jenis yang mendominansi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain; faktor genetik dan lingkungan, persaingan antara tumbuhan yang ada, dalam hal ini berkaitan dengan iklim dan mineral yang diperlukan. Iklim dan mineral yang dibutuhkan akan mendukung pertumbuhan dan perkembangan suatu spesies, sehingga spesies tersebut akan lebih unggul dan lebih banyak ditemukan di dalam suatu kawasan. Disekitar kawasan Desa Selotong vegetasi yang mendominan terdapat pada jenis vegetasi Rhizophora apiculata yang hampir terdapat pada setiap plot pengamatan. Banyaknya bakau (Rhizophora apiculata) yang mendominan disebabkan oleh mudahnya propagul jenis ini tumbuh dan didukung oleh daur hidup yang baik dan jenis bakau ini memiliki benih yang dapat berkecambah ketika masih berada pada pohon sehingga sangat mendukung pada proses pertumbuhan tanaman dengan baik.

Menurut Kusmana (1997), persaingan akan meningkatkan daya saing untuk mempertahankan hidup, jenis yang kuat akan menang dan menekan yang lain sehingga jenis yang kalah mempunyai tingkat pertumbuhan yang rendah dan menyebabkan jenis tersebut kurang berkembang sehingga kepadatannya juga akan sedikit. Setiap jenis tumbuhan mempunyai kondisi minimum, maksimum dan optimum terhadap faktor lingkungan yang ada. Pada kondisi minimum akan menunjukkan suatu jenis untuk mampu tumbuh tetapi tidak mampu berkembang

sama seperti kondisi maksimum mereka hanya akan mampu tumbuh berbeda dengan kondisi optimum dimana kondisi yang diharapkan suatu jenis mampu untuk tumbuh dan berkembang. Jenis tumbuhan yang mendominansi berarti memiliki kisaran lingkungan yang lebih luas dibandingkan dengan jenis yang lainnya, sehingga dengan kisaran toleransi yang luas terhadap faktor lingkungan menyebabkan suatu jenis tumbuhan akan memiliki sebaran yang luas.

Onrizal (2005) juga mengatakan, jenis yang dominan mempunyai produktivitas yang besar, dan dalam menentukan suatu jenis vegetasi dominan yang perlu diketahui adalah diameter batangnya. Keberadaan jenis dominan pada lokasi penelitian menjadi suatu indikator bahwa komunitas tersebut berada pada habitat yang sesuai dan mendukung pertumbuhannya. Beberapa hal yang mempengaruhi kondisi hutan mangrove adalah pasang surut air laut, salinitas, kondisi subrat tempat tumbuh dan keterbukaan terhadap hempasan gelombang. Dengan adanya kondisi yang berpengaruh tersebut hutan mangrove beradaptasi dalam hal sistem akar napas untuk membantu memperoleh oksigen bagi sistem peakaran, sistem perkembangan buah (vivipar, kriptovivipar dan biji normal), dan pola zonasi pertumbuhan dan komposisi mangrove.

Keanekaragaman Jenis

Hasil pengukuran keanekaragaman jenis (H’) yang telah dilakukan pada 20 plot petak contoh di kawasan Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut II Kabupaten Langkat untuk tingkat pertumbuhan semai, pancang, dan tingkat pohon dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Indeks Keanekargaman (H')

Komposisi vegetasi pada suatu tipe hutan sangat penting diketahui, komposisi dimaksud meliputi vegetasi pada lapisan tajuk di bagian atas (pohon) dan vegetasi pada lapisan bawah (lantai hutan). Tingginya tingkat keanekaragaman hayati (biodiversity) di hutan mangove dipengaruhi oleh banyak faktor termasuk kondisi tempat tumbuh mangrove tersebut. Pada tabel 4 dari 8 jenis vegetasi mangrove yang ditemukan dalam plot penelitian diketahui bahwa indeks keanekaragaman vegetasi mangrove untuk tingkat pertumbuhan semai (H' = 1,15), pancang (H' = 1,42), dan pohon (H' = 1,31), maka berdasarkan Barbour, et al, (1987) apabila nilai H' 0-2, maka keanekaragaman vegetasinya tergolong rendah.

Penutupan Tajuk dan Tingkat Kerusakan Mangrove

Diagram profil vegetasi mangrove menggambarkan kondisi mangrove secara vertikal dan horizontal di kawasan Desa Selotong berdasarkan prinsip-prinsip yang diperkenalkan Mueller-Dombois (1974). Hasil pengamatan pada petak contoh yang berukuran 10 x 100 m yang mewakili kondisi rata-rata di lokasi penelitian dibuat diagram profil untuk menggambarkan kondisi vegetasi secara vertikal dan horizontal, disajikan pada Gambar 3.

No Tingkat pertumbuhan Indeks Keanekaragaman

1 Semai 1,15

2 Pancang 1,42

0 m 25 m 75 m 10 m 5 m 0 m 25 m 75 m 25 m 75 m 100m 100m 5 m 6 m

Penampang horizontal jalur 1

Penampang vertikal jalur 1

Skala 1: 500

Gambar 3.1 Sebaran dan profil vegetasi secara vertikal dan horizontal Jalur 1 50 m

0 m 25 m 75 m 10 m 5 m 100 m 0 m 25 m 75 m 5 m 6 m 75 m 25 m 75 m 100 m

Penampang horizontal jalur 4

Penampang vertikal jalur 4

Skala 1: 500

Gambar 3.2 Sebaran dan profil vegetasi secara vertikal dan horizontal jalur 4 50 m

0 m 25 m 75 m 10 m 5 m 100 25 m 75 m 5 m 6 m 75 m 75 m 25 m 0 m

Penampang horizontal jalur 7

Penampang vertikal jalur 7

Skala 1: 500

Gambar 3.3 Sebaran dan profil vegetasi secara vertikal dan horizontal jalur 7 50 m

0 m 25 m 75 m 10 m 5 m 100 m 25 m 75 m 6 m 75 m 0 m 75 m 100 m 5 m 25 m Penampang horizontal jalur 12

Penampang vertikal jalur 12

Skala 1: 500

Gambar 3.4 Sebaran dan profil vegetasi secara vertikal dan horizontal jalur 12 50 m

0 m 25 m 75 m 10 m 5 m 100 m 5 m 6 m 100 m 75 m 25 m 0 m

Penampang horizontal jalur 18

Penampang vertikal jalur18

Skala 1: 500

Gambar 3.5 Sebaran dan profil vegetasi secara vertikal dan horizontal jalur 18 50 m

Dari gambar 3 nampak jenis bakau (Rhizophora apiculata) berwarna merah mendominasi di setiap jalur dan menyebar di setiap plot pengamatan. Hal ini didukung dengan kondisi kawasan Desa Selotong mengalami pasang surut air yang stabil dan berada pada daerah dekat sungai yang masih mengandung air payau yang meyebabkan terciptanya kondisi yang baik tempat habitat bakau yang mempengaruhi pertumbuhan di setiap jalur pengamatan.

Berdasarkan tingkat penggolongan struktur vertikal hutan (stratifikasi) dari setiap sebaran tinggi pohon, diketahui bahwa pohon yang menyusun di Desa Selotong Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat memiliki sebaran tinggi 4-5,5 m.Perbedaan kelas tinggi yang tidak tampak sama menandakan bahwa tegakan yang terdapat di kawasan hutan Desa selotong merupakan tegakan seumur karena tidak memiliki perbedaan tingkat tinggi pohon yang sangat berbeda. Hal ini diperkuat dengan informasi yang didapat dari masyarakat bahwa sebagian daerah kawasan Desa Selotong merupakan lahan bekas kegiatan reboisasi yang dilakukan masyarakat dan Departemen Kehutanan sekitar tahun 90’an yang membuat ketinggian dan umur relatif sama.

Dari gambar 3 juga dapat dilihat bahwa tingkat keanekaragaman spesies yang rendah dimana hanya memiliki 8 spesies jenis pohon saja. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Irwanto, 2006) bahwa suatu komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman spesies yang tinggi jika komunitas itu disusun oleh banyak spesies, dan sebaliknya suatu komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman spesies yang rendah jika komunitasnya itu disusun oleh sedikit spesies dan jika hanya ada sedikit saja spesies yang dominan.

Kondisi penutupan mangrove di kawasan Desa Selotong dapat dilihat dari diagram profil penampang horizontal dan kerapatan dihitung dengan menggunakan rumus yang mengacu kepada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 201 Tahun 2004 tentang Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove, disajikan pada tabel 5.

Tabel 5. Kondisi Penutupan Vegetasi Hutan Mangrove Pada 5 Jalur seluas 5000 m2

Dari tabel 5 diketahui jumlah penutupan sebesar 50,02% yang di diketahui dari 5 gambar penampang horizontal yang termasuk kriteria penutupan sedang. Penutupan hutan mangrove terbesar terdapat pada jenis bakau sebesar 31,64 % dan terendah terdapat pada buta-buta sebesar 1,11 % ini dapat dilihat pada gambar yang dimana warna merah (bakau) meyebar di setiap jalur pengamatan dan warna biru muda (buta-buta) hanya beberapa individu yang terlihat. Untuk kerapatan dapat dilihat dari tabel Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove dimana nilai kerapatan sebesar 1061 pohon per Ha yang termasuk dalam kriteria sedang( ≥ 1000- <1500 Pohon/Ha).

No Nama lokal Jenis Luas Penutupan Tajuk

m2 %

1 Bakau Rhizophora apiculata 1582,19 31,64

2 Api-api Avicennia alba 287,01 5,74

3 Nyirih Xylocarpus granatum 187,56 3,75

4 Mata Buaya Bruguiera sexangula 201,09 4,02

5 Buta-buta Excoecaria agallocha 55,61 1,11

6 Lengadai Bruguiera parviflora 26,80 0,53

7 Berembang Sonneratia caseolaris 105,63 2,11

8 Tengar Ceriops tagal 55,62 1,12

Jumlah 2501,51 50,02

Sisa penutupan 2498,49 49,98

Kerapatan pohon per Ha dapat menggambarkan kerapatan tajuk suatu kawasan hutan. Semakin baik kerapatan pohon semakin tinggi tingkat penutupan tajuk di suatu kawasan hutan dan semakin sedikit celah yang terbentuk sehingga lantai hutan semakin tertutup oleh tajuk pohon. Semakin baik kondisi hutan berarti penutupan tajuk hutannya semakin rapat dan lantai hutan semakin tertutup. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya iklim mikro di dalam hutan yang relatif baik, sehingga memperkecil berkembangnya jenis vegetasi luar yang berkembang di habitat mangrove, sehingga kelestarian vegetasi mangrove bisa tumbuh dengan stabil.

Secara fisik hutan mangrove dapat berfungsi sebagai peredam hempasan gelombang. Sistem perakarannya dapat berperan sebagai perangkap sedimen dan pemecah gelombang. Hal ini dapat terjadi apabila didukung oleh formasi hutan mangrove yang belum terganggu atau kondisinya masih alami. Kerapatan hutan mangrove yang cenderung menurun, maka fungsinya sebagai peredam gelombang juga akan cenderung menurun. Sistem perakaran mangrove dapat mengikat dan menstabilkan substrat di garis pantai sehingga garis pantai tetap stabil, akibatnya badan pantai akan terus meninggi. Penanaman dan perlindungan mangrove merupakan salah satu sistem pelindung kestabilan garis pantai secara alami agar tidak mengalami abrasi sehingga akan mendukung proses ekologi di kawasan pesisir.

Eksploitasi dan degradasi hutan mangrove yang tidak terkendali di Propinsi Sumatera Utara dikhawatirkan akan mengakibatkan terjadinya perubahan ekosistem kawasan pantai seperti intrusi air laut, abrasi pantai dan punahnya berbagai jenis flora dan fauna. Kerusakan hutan mangrove yang

berlangsung secara terus menerus berpotensi merusak perekonomian lokal, regional dan nasional dalam sektor perikanan.Untuk jangka panjang kerusakan mangrove dapat menurunkan produksi perikanan laut. Rusaknya hutan mangrove juga dapat mengakibatkan terputusnya ekosistem (mata rantai mahluk hidup) dan sebagai akibatnya akan menimbulkan ketidakseimbangan antara mahluk hidup dan alam.

Di sekitar kawasan lokasi penelitianan masih banyak dijumpai kawasan yang rusak atau sudah di alih fungsikan menjadi kawasan tambak dan perkebunan maupun dirambah. Dengan itu perlu segera dilakukan upaya-upaya perbaikan terhadap kawasan Suaka Margsatwa Karanggading Langkat Timur Laut II Kabupaten Langkat, sehingga dapat berfungsi dengan semestinya dengan bai.

(a) (b)

Gambar 2. Kerusakan dibeberapa kawasan yang dijumpai (a) kerusakan pembukaan lahan untuk pembangunan tiang listrik (b) pembukaan lahan perkebunan

Potensi Karbon Tersimpan

Hasil pengukuran biomasa vegetasi mangrove untuk tingkat pertumbuhan pohon pada 20 lokasi plot contoh di kawasan Suaka Margasatwa Karanggading Langkat Timur Laut II Kabupaten Langkat dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Potensi Karbon Tersimpan

Dari Tabel 7 dapat diihat bahwa jenis vegetasi Rhizopora apiculata

mempunyai potensi biomasa yang tertinggi dengan jumlah biomasa 188329,12 kg/2Ha dan yang terendah terdapat pada Ceriops tagal dengan jumlah biomasa 5214,90 kg/2Ha. Hasil pengukuran pada plot contoh penelitian menunjukan bahwa kawasan Suaka Margsatwa Karanggading Langkat Timur Laut II memiliki total biomasa tegakan mangrove sebesar 148490,40 kg/Ha dengan potensi karbon 68,30 ton/Ha.

Menurut Arief, (2001) biomassa merupakan hasil fotosintesis berupa selulosa, lignin, gula bersama dengan lemak, pati, protein, damar, fenol dan berbagai senyawa lainnya begitu pula unsur hara, nitrogen, fosfor, kalium dan berbagai unsur lain yang dibutuhkan tumbuhan melalui perakaran. Di alam sendiri proporsi penyimpanan karbon terbesar umumnya terdapat pada komponen tegakan atau biomasa pohon.

Jumlah karbon tersimpan pada tabel 7 di Kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut II lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian Yasri (2010), yang melaporkan di kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading

No Nama lokal Nama ilmiah BJ W =(0.11 p D2,62)

1 Bakau Rhizophora apiculata 0,8462 188329,12

2 Api-api Avicennia alba 0,9193 32185,27

3 Nyirih Xylocarpus granatum 0,9368 30633,07

4 Mata Buaya Bruguiera sexangula 0,8007 15930,53

5 Buta-buta Excoecaria agallocha 0,5447 8928,59

6 Lengadai Bruguiera parviflora 0,7547 5266,07

7 Berembang Sonneratia caseolaris 0,8247 10493,23

8 Tengar Ceriops tagal 1,0407 5214,90

Total/2Ha 296980,80 kg/2Ha

Jumlah kg/Ha 148490,40 kg/Ha

Estimasi Karbon (C=total biomassa kg/ha x 0,46) 68305,58 kg/Ha

Langkat Timur Laut I di Deli Serdang pada tahun 2010 sebesar 41,79 ton/ha, dan lebih rendah dari Wayan Susi Dharmawan dan Chairil Anwar Siregar (2008), melaporkan cadangan karbon di tegakan Avicennia marina di Kph Ciasem sebesar 182,5 ton/ha.

Perbedaan jumlah cadangan karbon pada setiap lokasi penelitian disebabkan karena perbedaan kerapatan tumbuhan pada setiap lokasi. Cadangan karbon pada suatu sistem penggunaan lahan dipengaruhi oleh jenis vegetasinya. Suatu sistem penggunaan lahan yang terdiri dari pohon dengan spesies yang mempunyai nilai kerapatan kayu tinggi, biomasanya akan lebih tinggi bila dibandingkan dengan lahan yang mempunyai spesies dengan nilai kerapatan kayu rendah ( Rahayu, et al., 2007 ) . Tinggi rendahnya jumlah spesies pada suatu hutan selain dipengaruhi oleh kondisi habitat dan faktor lingkungan juga tingkat gangguan baik dari hewan dan terutama akibat kegiatan manusia. Mengingat jumlah karbon yang semakin meningkat pada saat ini harus diimbangi dengan jumlah serapannya oleh tumbuhan guna menghindari pemanasan global. Dengan demikian dapat diduga berapa banyak tumbuhan yang harus ditanam pada suatu lahan untuk mengimbangi jumlah karbon yang terbebas.

Nilai karbon tersimpan menyatakan banyaknya karbon yang mampu diserap oleh tumbuhan dalam bentuk biomassa. Jumlah karbon yang semakin meningkat pada saat ini harus diimbangi dengan jumlah serapannya oleh tumbuhan guna menghindari pemanasan global. Dengan demikian dapat disimpulkan berapa banyak tumbuhan yang harus ditanam pada suatu lahan untuk mengimbangi jumlah karbon yang terbebas.

Lasco, (2002) juga menyatakan bahwa peningkatan penyerapan cadangan karbon dapat dilakukan dengan (a) meningkatkan pertumbuhan biomasa hutan secara alami, (b) menambah cadangan kayu pada hutan yang ada dengan penanaman pohon atau mengurangi pemanenan kayu, dan (c) mengembangkan hutan dengan jenis pohon yang cepat tumbuh, karbon yang diserap oleh tanaman disimpan dalam bentuk biomasa kayu, sehingga cara yang paling mudah untuk meningkatkan cadangan karbon adalah menanam dan memelihara pohon .

Dokumen terkait